Professional Documents
Culture Documents
(Updated) Bahan Ajar - Pembangunan Berkelanjutan Hakim - 24 Oktober 2023
(Updated) Bahan Ajar - Pembangunan Berkelanjutan Hakim - 24 Oktober 2023
Berkelanjutan dalam
Hukum Lingkungan
Nasional dan Internasional
Dr. Mas Achmad Santosa, S.H., LL.M.
Founder and Board of the Indonesian Center of Environmental Law (ICEL)
Co-Founder and CEO of Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI)
Senior Lecturer of Faculty of Law, University of Indonesia
2
WCED dalam Our Common Future, sustainable development didefinisikan sebagai berikut:
“Development that meets the needs of the present without compromising the ability of the future generation
to meet their own needs”
Stockholm Principles on Rio Principles on Sustainable Development G-14 Principles on
Human and Environment (1992) Sustainable Ocean
(1972) Economy
Pada Stockholm maupun Rio,
Keadilan Antar (2020)
pembangunan ekonomi
ditempatkan sebagai panglima Generasi
(inter-generati
onal equity) Effective
Social
Protection
Justice Keadilan Dalam
Prinsip
Pencegahan Dini Satu Generasi
dan Kehati-hatian yang Sama (intra
3Ps
(precautionary generational
principle) Prinsip equity)
Pembangunan
Environmental Berkelanjutan
Protection Economic Sustainable Equitable
Growth Production Prosperity
Perlindungan Internalisasi
Keanekaragaman Eksternalitas
TRIPLE BOTTOM LINE Hayati (internalize
(biodiversity externalities)
conservation)
Principle 9
Environmental deficiencies generated by the conditions of under-development
and natural disasters pose grave problems and can best be remedied by
accelerated development through the transfer of substantial quantities of
financial and technological assistance as a supplement to the domestic effort of
the developing countries and such timely assistance as may be required.
(Weak Sustainability)
Environment and intergenerational equity, intra-generational equity, dan peran serta masyarakat
lokal, perempuan, pemuda, serta lembaga non pemerintah dalam mewujudkan
Development 1992 pembangunan berkelanjutan.
● Organisasi internasional (seperti UN Commission on Sustainable Development dan
IUCN) dan pemerintah serta lembaga swadaya masyarakat di berbagai negara
melakukan berbagai upaya untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip Rio ke dalam
kebijakan dan hukum nasional mereka, serta mendorong pelaksanaannya secara taat
8
asas.
Perbandingan Prinsip Hukum Lingkungan di Era Stockholm & Rio dengan Prinsip Hukum
Lingkungan di Era Anthropocene
Rio Declaration (1992) IUCN World Declaration on Environmental Rule
of Law - EROL (2016)
Principle 1 Principle 1
Human beings are at the centre of concerns for Obligation to Protect Nature: Each State, public or
sustainable development. They are entitled to a private entity, and individual has the obligation to care for
healthy and productive life in harmony with nature. and promote the well-being of nature, regardless of its
worth to humans, and to place limits on its use and
Anthropocentric indicator weak sustainability exploitation.
Principle 2
Right to Nature and Rights of Nature: Each human and
other living being has a right to the conservation,
protection, and restoration of the health and integrity of
ecosystems. Nature has the inherent right to exist, thrive,
and evolve. (Nature’s right)
(Kewajiban negara maupun pemerintahan untuk secara periodik dan teratur melakukan
penguatan sistem hukum dan praktek kebijakan untuk melindungi ekosistem berdasarkan
ilmu pengetahuan dan perkembangan kebijakan)
Perbandingan Prinsip Hukum Lingkungan di Era Stockholm & Rio dengan Prinsip Hukum
Lingkungan di Era Anthropocene
Rio Declaration (1992) IUCN World Declaration on Environmental Rule
of Law - EROL (2016)
Principle 3 Principle 8
The right to development must be fulfilled so as to equitably meet Intergenerational Equity: The present generation must ensure that
developmental and environmental needs of present and future the health, diversity, ecological functions, and beauty of the
generations. environment are maintained or restored to provide equitable access
to the benefits of the environment by each successive generation.
Principle 5 Principle 7
All States and all people shall cooperate in the essential task of Intragenerational Equity: There shall be a fair and equitable sharing
eradicating poverty as an indispensable requirement for of the benefits of nature, including appropriate access to ecosystem
sustainable development, in order to decrease the disparities in services. There shall be a fair and equitable sharing of efforts and
standards of living and better meet the needs of the majority of burdens. Natural resources shall be used and managed in an
the people of the world. ecologically sustainable manner.
1. Keadilan antargenerasi berdasarkan Principle 3 Rumusan keadilan dalam satu generasi dan keadilan
Deklarasi Rio, dalam konteks right to development antargenerasi lebih komprehensif dan spesifik, serta lebih
untuk memenuhi kebutuhan pembangunan dan menekankan environmental dan ecological justice.
lingkungan hidup secara adil dan merata untuk
generasi saat ini dan generasi mendatang Principle 7 dan 8 EROL lebih jelas.
2. Rumusan Principle 3 dapat mengundang interpretasi
dikarenakan sifat perumusannya terlalu umum.
3. Pasal ini tidak menjelaskan bagaimana cara memenuhi
kebutuhan pembangunan ekonomi dan kebutuhan
Pembelajaran Deklarasi Stockholm 1972 dan Deklarasi Rio 1992
1) Aspek perlindungan lingkungan hidup masih menjadi sub-sistem dari economic
development (pembangunan ekonomi lebih menonjol);
2) Pertimbangan lingkungan dari negara-negara global south sangat menggantungkan pada
alih teknologi dan bantuan keuangan dari negara-negara global north saat itu;
3) Adanya kekhawatrian negara-negara global south bahwa pertimbangan terkait
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mencegah dampak negatif
pembangunan akan mengganggu stabilitas ekonomi dan laju pembangunan;
4) Pendekatan antroposentris (human-centric) dan ecological disintegrity (tekanan pada
kebutuhan manusia dan belum mempertimbangkan adanya interdependensi antara human
and natural beings);
5) Deklarasi Stockholm 1972 dan Deklarasi Rio 1992 kemudian dikritisi dan dikoreksi oleh
Universal Declaration of Rights of Mother Earth 2010 (World People’s Conference on
Climate Change and Rights of Mother Earth), Oslo Manifesto for Ecological Law and
Governance 2016, dan IUCN World Declaration on the Environmental Rule of Law 2016.
DINAMIKA BARU
Era Antroposen dan Tantangan Baru Hukum Lingkungan anthropocene
Crutzen dan Stoermer (2000), the Anthropocene yang dimuat dalam IGBP Global
Change Newsletter (2000). Tulisan Crutzen dan Stoermer yang menyimpulkan bahwa
holocene telah berakhir dan the anthropocene telah dimulai, mendorong banyak ahli
menggunakan istilah anthropocene ini.
Anthropocene – the slice of earth’s history during which people have become a
major geological force. Homo sapiens moves more sediment than all world’s rivers
combined from mining activities, warmed the planet, raised sea levels, eroded the ozone
layers, and acidified the oceans.
Antroposen ditandai dengan disrupsi antropogenik dalam ekosfer (ecosphere). Manusia
telah merusak sistem alam (natural system) dalam skala global yang mengancam
ketahanan umat manusia, flora, fauna dan ekosistem secara keseluruhan. Kita telah
melewati planetary boundaries yang membatasi wilayah safe operating space of
humanity (Rockstorm, 2009 dan Steffen, 2016).
Antroposen adalah kala yang bermula ketika aktivitas manusia mulai memiliki pengaruh
global terhadap ekosistem bumi. Istilah ini tampaknya sudah digunakan oleh ilmuan
Soviet sejak awal 1960-am untuk menyebut Kuarter, periode geologi terkini. Istilah
”antroposen” dicetuskan dalam makna berbeda pada tahun 1980-an oleh ekolog Eugene
F. Stoermer dan dipopulerkan oleh kimiawan atmosfer Paul Crutzen. Crutzen
menganggap pengaruh manusia terhadap atmosfer bumi dalam abad-abad terkini sangat
besar sampai litesfer bumi layak memiliki lapisan geologi baru. Per april 2015, istilah
belum menjadi bagian resmi dari tata nama geologi.
Adelman dalam "Justice, Development and Sustainability in the Anthropocene" (2019) membagi konsep
pembangunan berkelanjutan ke dalam weak sustainable development dan strong sustainable development. Principle 8
Stockholm Declaration: “Economic and social development is essential for ensuring a favorable living and working
environment for man and for creating conditions on earth that are necessary for the improvement of the quality of life”
merupakan contoh weak SD yang tidak memberikan pengakuan bahwa pembangunan ekonomi dan keadilan sosial
sangat tergantung kepada biosfer yang aman (safe) dan sehat (healthy). Ada interdependensi dari ketiga elemen
ekosistem tersebut.
● Principle 11 Stockholm Declaration juga dikategorikan sebagai weak SD dikarenakan lebih mengutamakan
pembangunan ekonomi. Article 11 sebagai berikut: “calling on states not to take any steps to promote
environmental protection without duly taking into account the effects on development policy.”
● Kritik Adelman berikutnya:"....In Theory, sustainable development combines economic growth, environmental
protection and social justice; In Reality, the environment and justice are systematically subordinated to growth.
Sustainable development fail to address the profound ontological and epistemological questions thrown up by
the anthropocene....“
● Green capitalism fails because it does not reduce or prevent environmental degradation and
destruction. This failure is measurable in many ways from climate change to the loss of ecosystem and
biodiversity (see: Planetary Boundaries, Rockstorm et al, 2009)
Mas Achmad Santosa, 22 Juli 2021
14
Planetary Boundaries: Pembuktian Sains Mencegah Global
Ecological Crisis
(Substitutability)
(CNC cannot be
replaced)
(Environmental
degradation (CNC)
cannot be
compensated)
(Public access)
Glasgow Climate Pact
(2021)
Catatan: Paragraf kedua
merupakan pengakuan
terhadap salah satu elemen
penting dari strong
sustainability.
Noting the importance of ensuring the integrity of all ecosystems, including in forests,
the ocean and the cryosphere, and the protection of biodiversity, recognized by some
cultures, as Mother Earth , and also noting the importance for some of the concept of
‘climate justice’, when taking action to address climate change,
Emphasise the critical and interdependent roles of forests of all types, biodiversity and
Glasgow Leaders’ Declaration
sustainable land use in enabling the world to meet its sustainable development goals; to help
on Forests and Land Use achieve a balance between anthropogenic greenhouse gas emissions and removal by sinks; to
adapt to climate change; and to maintain other ecosystem services.
Total negara yang menyetujui: 141
(per 11 November 2021) Reaffirm our respective commitments to sustainable land use, and to the conservation,
protection, sustainable management and restoration of forests, and other terrestrial ecosystems.
% Area hutan di dunia yang
tercakup: 90.94% Recognise that to meet our land use, climate, biodiversity and sustainable development goals,
both globally and nationally, will require transformative further action in the interconnected areas
3,691,510,640 hektar hutan yang of sustainable production and consumption; infrastructure development; trade; finance and
dimiliki oleh 141 negara investment; and support for smallholders, Indigenous Peoples, and local communities, who
depend on forests for their livelihoods and have a key role in their stewardship.
We therefore commit to working collectively to halt and reverse forest loss and land degradation
by 2030 while delivering sustainable development and promoting an inclusive rural
transformation.
22
We will strengthen our shared efforts to (among others):
Glasgow Leaders’ Declaration
on Forests and Land Use 1. Conserve forests and other terrestrial ecosystems and accelerate their restoration;
2. Reduce vulnerability, build resilience and enhance rural livelihoods, including through
Total negara yang menyetujui: 141 empowering communities, the development of profitable, sustainable agriculture, and
(per 11 November 2021) recognition of the multiple values of forests, while recognising the rights of Indigenous
Peoples, as well as local communities, in accordance with relevant national legislation and
% Area hutan di dunia yang international instruments, as appropriate;
tercakup: 90.94% 3. Reaffirm international financial commitments and significantly increase finance and
investment from a wide variety of public and private sources, while also improving its
3,691,510,640 hektar hutan yang effectiveness and accessibility, to enable sustainable agriculture, sustainable forest
dimiliki oleh 141 negara management, forest conservation and restoration, and support for Indigenous Peoples
and local communities;
4. Facilitate the alignment of financial flows with international goals to reverse forest loss and
degradation, while ensuring robust policies and systems are in place to accelerate the
transition to an economy that is resilient and advances forest, sustainable land use,
biodiversity and climate goals.
23
Penjelasan Pemerintah Tentang Zero Deforestation atau Zero Net
Deforestation di KTT Perubahan Iklim Glasgow, November 2021
"Kita menganut carbon net sink. Kita mengurangi seminimal mungkin deforestasi dan terus
melakukan reforestasi, melakukan perbaikan, pemulihan lingkungan," ujarnya.
Sehingga secara tata pemerintahan, Indonesia tidak bisa sekarang menganut zero deforestation
karena kita sedang giat membangun, dalam arti zero deforestasi sebagaimana dimaksud oleh Menteri
Goldsmith dari UK. Indonesia bertanggung jawab membangun, namun tentu saja dengan kaidah-
kaidah pelaksanaan dalam nilai-nilai sustainability. Ini tidak sama dengan bahwa kita tidak boleh
membangun sama sekali karena tidak boleh menyentuh hutan. Tidak bisa secara linier diartikan
demikian.
Zero deforestation means no forest "Sekali lagi, FoLU Net Carbon Sink tidak sama dengan Zero Deforestation seperti yang dimaksudkan
areas are cleared or converted, while oleh UK. Karena setiap negara memiliki masalah-masalah kunci sendiri dan dinaungi Undang-Undang
Dasar untuk melindungi rakyatnya," kembali Menteri Siti menegaskan.
zero net deforestation allows for the
(Menteri KLHK, Siti Nurbaya 3 November 2021)
clearance or conversion of forests in
Catatan
one area as long as an equal area Tidak terlalu mudah mendefinisikan dan mengukur an equal area of a forest karena: (1) Hutan yang
is (Sarah Lake and ditebang dan dialihfungsikan menyimpan sejumlah karbon tertentu (walaupun bisa diukur); (2)
replanted elsewhere
Elizabeth Blaer, 2015) Hutan yang ditebang dan dialihfungsikan memiliki nilai tinggi dari biodiversity dan sumber
kehidupan budaya lokal, terutama bagi forest dependent people ; (3) Jadi, total extent of forest area bisa
sama dalam konteks zero net deforestation tetapi kualitas hutan yang dialihfungsikan dan ditebang
sangat berbeda sekalipun digantikan dengan penanaman kembali di wilayah lain (kembali pada
konsep strong vs. weak sustainability). Indonesia perlu mencari solusi yang didasarkan pada Ps. 33 ayat (4)
UUD yang menjadi dasar pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan keadilan. 24
Penafsiran
Pemerintah Indonesia
terhadap Glasgow
Leaders’ Declaration
on Forests and Land
Use
1. Pada Glasgow Leaders’ Declaration on Forests and Land Use, 2 November, sejumlah negara
(termasuk Indonesia) bikin pledge "to halt and reverse forest loss and land degradation by 2030"
2. Pada acara PPI di Universitas Glasgow, Menteri LHK Siti Nurbaya menyampaikan dan twit, "FoLU
Net Carbon Sink 2030 jangan diartikan sebagai zero deforestation."
3. Wamen Mahendra Siregar, menyatakan bahwa Glasgow pledge tersebut bukan zero deforestation.
Bagi Wamen, “to halt” tidak sama dengan “to end”. Tohalt berarti hutan masih bisa bisa
cleared/converted asal diganti, misalnya dengan reforestasi.
Catatan Solusi Untuk Indonesia
1. Identifikasi terhadap sumber daya alam yang dikategorikan sebagai critical natural capital (CNC) yang non-replaceable and
non-substitutable diperlukan. Sehingga CNC tersebut tetap terlindungi untuk kepentingan generasi saat ini dan generasi mendatang.
Sebagai opsi, perlu pengembangan dari SK MLHK 5446/2021 tentang penghentian pemberian izin baru pada hutan alam primer dan
lahan gambut (66.139.183 hektar) serta ekosistem karbon biru (mangrove dan padang lamun) sebagai CNC.
2. Hutan alam, lahan gambut, dan ekosistem karbon biru (values: carbon sequestration and storage, nilai tinggi marine biodiversity) yang saat
ini kesehatannya sedang terancam – menentukan kualitas pengelolaan sumber daya alam sehingga perlu affirmative policy tentang
pengkategorian sebagai CNC yang tidak bisa disubstitusi (unsubstitutable) atau digantikan (irreplaceable).
3. Contoh CNC:
Article 406 Konstitusi Ekuador:
“The State shall regulate the conservation, management and sustainable use, recovery, and boundaries for the domain of fragile and threatened
ecosystems, including among others, high Andean moorlands, wetlands, cloud forests, dry and wet tropical forests and mangroves, marine
ecosystems and seashore ecosystems”
ENVIRONMENTAL CONSTITUTION
1) Substantive environmental rights (75
80% negara anggota PBB (156 dari 193) negara);
secara hukum mengakui Environmental 2) Individual environmental duties and
Rights dalam konstitusinya, termasuk responsibilities (68 negara);
beberapa negara telah mengakui hak alam 3) State environmental duties (108
(Ekuador dan Bolivia). negara);
(May and Daly, 2015 dan David Boyd, UN Special
Rapporteur on Human Rights & Environment, 2020) 4) Environmental policy directives (13
negara);
"these constitutional developments appear 5) Sustainable development, future
to reflect a rapid evolution of human generation and public trust (48
values, with environmental protection negara);
gaining the requisite moral importance to 6) Miscellaneous constitutional
merit inclusion in written documents that environmental provision (climate
express a society's most cherished and change, limitation on waste disposal
deeply held values ..." and hazardous activities, energy
(David Boyd, 2020 in Lynda Collins, 2021) policy etc.) (41 negara);
7) Right to Water (24 negara);
8) Procedural environmental rights (51
Catatan: Tidak semua negara yang memiliki environmental constitutional negara);
provisions (ECPs) menganut paham strong sustainable development. Sebagian
9) Sub-national (23 negara).
dari negara-negara tersebut mengakui environmental rights yang berbasis
paham anthropocentrism. Hanya Sebagian kecil negara mengakui the nature’s
rights yang berbasis ecocentrism / beyond anthropocentrism 27
© Mas Achmad Santosa, 7 September 2021
Global Environmental Constitution
Ecuador Bolivia
All persons, communities, peoples and nations can call upon public The Bolivian people shall have equitable access to the benefits which come
authorities to enforce the rights of nature. To enforce and interpret from the use of all the natural resources.
these rights, the principles set forth in the Constitution shall be
observed, as appropriate.” Priority participation shall be assigned to the territories where these resources
are found, and to the nations and rural native indigenous peoples.
The State shall give incentives to natural persons and legal entities
and to communities to protect nature and to promote respect for all Article 342:
the elements comprising an ecosystem.”
“It is the duty of the State and the population to conserve, protect and use
Article 72 & 73 natural resources and the biodiversity in a sustainable manner, as well as to
maintain the equilibrium of the environment.”
“Nature has the right to be restored.
This restoration shall be apart from the obligation of the State and natural
persons or legal entities to compensate individuals and communities that
depend on affected natural systems.
Article 73 The State shall develop and promote research related to the management,
The State shall apply preventive and restrictive measures on conservation and use of natural resources and to biodiversity.
Global Environmental Constitution
Ecuador Bolivia
There is a public interest in environmental conservation, the protection of The exploitation of natural resources in a determined territory shall be subject
ecosystems, biodiversity and the integrity of the country’s genetic assets, to a process of consultation with the affected population, called by the State,
the prevention of environmental damage, and the recovery of degraded which shall be free, prior in time and informed.
natural spaces are declared matters of public interest.
Citizen participation is guaranteed in the process of the management of the
environment, and the conservation of ecosystems shall be promoted, in
accordance with the Constitution and the law.
In the nations and rural native indigenous peoples, the consultation will be
carried out with respect given to their own norms and procedures
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.)
Pasal ini merupakan pasal hasil amandemen yang sangat mungkin untuk menjadi “klep pengaman” agar
pasal 33 ayat (3) tersebut tidak mengarah kepada eksploitasi sumber daya alam (merusak daya dukung
ekosistem), dan dimanfaatkan secara tidak berkeadilan. Pasal ini dapat memberikan dasar untuk
penerapan pembangunan berkelanjutan yang berawasan lingkungan (ecologically sustainable
development). Konsepsi ESD inilah yang paling dekat dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang
kuat (strong sustainability) yang memiliki ciri diakuinya critical natural capital (CNC) sebagai key idea dalam
kerangka hukum nasional.
Frequently Asked Questions:
2. Apakah prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan ekonomi yang
berwawasan lingkungan bisa diterapkan sebagai dasar pertimbangan dalam sebuah perkara
pencemaran lingkungan hidup limbah B3 yang telah merusak daerah aliran sungai sebagai
hajat hidup orang banyak?
SD maupun ESD dapat dijadikan referensi dan/atau pertimbangan untuk penetapan kebijakan
negara/pemerintah, maupun putusan pengadilan untuk isu isu coklat (limbah industri), hijau (hutan
dan terestrial biodiversity), maupun isu biru termasuk marine biodiversity atau ekosistem karbon biru
(kelautan dan pesisir).
Prinsip prinsip ESD dapat merupakan prinsip prinsip Rio yang masih relevan (5 prinsip) dan Prinsip
prinsip EROL (13 Prinsip). Prinsip EROL ini tidak dilahirkan dalam kesepakatan atau keputusan UN
seperti halnya Deklarasi Stockholm (1972) dan Rio (1992), tetapi dilahirkan oleh para ahli ekologi
dan kebijakan hukum dari kalangan akademisi, aktifis maupun praktisi (termasuk hakim) untuk
menyikapi krisis bumi yang diakibatkan oleh tekanan antropogenik yang bersifat masif dalam bentuk
perubahan iklim, kepunahan biodiversity, dan pencemaran.
Frequently Asked Questions:
3. Seberapa besar peran etika lingkungan bagi terwujudnya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, di mana
ternyata orientasi political will pemerintah saat ini justru bertolak belakang dengan paradigma sustainable development
tersebut?
Etika lingkungan adalah bagaimana manusia mempersepsikan lingkungan hidup, alam semesta (ecosphere, biosphre, planet, earth) dan
bagaimana hubungan manusia dengan lingkungan hidup dan alam semesta perlu dibangun. Paham anthropocentrism dan ecocentricm,
bagaimana nature (otherbeing) diterima sebagai "the other" yang overlooking interdepensi ekologis dan hubungan timbal balik human-
nature serta dominan di manusia terhadap alam (human dominance over nature adalah bagian dari etika lingkungan.
Etika lingkungan baru mulai bermunculan (new environmental ethics) mulai banyak digagas atau di advokasi sejalan dengan temuan atau
laporan ilmiah ttg perubahan iklim dan terlewatinya batas planetary boundaries (a safe operating space for humanity) dan banyaknya
bencana lingkungan yang telah bermunculan. Etika lingkungan terbentuk dalam Universal Declaration Of Rights of Mother Earth (2010);
Oslo Manifesto for Ecological Law and Governance: A Call for Re-framing Law and Governance (2016) dan Deklarasi EROL (IUCN, 2016).
Masalahnya Etika lingkungan perlu ada (embedded) pada level struktur pemerintahan/negara; korporasi dan Masyarakat. Korporasi akan
sangat tergantung pada regulasi dan konsumen; Masyarakat tradisional memiliki dan menjalankan etika lingkungan pada komunitasnya
(kearifan lingkungan). Sedangkan pemerintah memegang kendali apakah etika lingkungan ini diadopsi dalam kebijakan
negara/pemerintahan.
Kesimpulannya, etika lingkungan agar berdampak nyata kepada kehidupan bernegara perlu embedded pada kebijakan negara itu
sendiri atau penguatan kesadaran konsumen untuk mengkonsumsi hanya komoditas yang bertanggung jawab terhadap
lingkungan.
Frequently Asked Questions:
4. Bagaimana sikap pengadilan dalam menangani perkara yang di dalammya terdapat pertentangan
antara pertumbuhan ekonomi dengan perlindungan daya dukung ekosistem bumi/planet?
a) Seharusnya tidak ada pertentangan: ketiga aspek (lingkungan, ekonomi dan sosial) harus menjadi
pertimbangan yang sama pentingnya. Tetapi sejarah Stockholm membuktikan bahwa aspek lingkungan
dibandingkan aspek ekonomi dan sosial tidak terlalu kuat. Aspek lingkungan adalah sebatas
pertimbangan (consideration) dalam pembangunan ekonomi melalui pengembangan instrumen instrumen
PPLH, antara lain AMDAL- yang itu pun dalam pelaksanaannya sarat dengan berbagai kelemahan.
b) Dalam konteks hukum lingkungan nasional, instrumen untuk merekonsiliasikan ketiga aspek ini adalah
ketujuh belas (17) instrumen PPLH secara konsisten sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan UU
32/2009 tentang PPLH
c) Apabila instrumen PPLH tidak memadai, maka pengadilan dapat menggunakan atau mengedepankan
environmental judicial activism melalui 2 (dua) pertimbangan penting: pertama, level of urgency dan
emergency untuk penyelamatan bumi; kedua, penggunaan prinsip prinsip strong sustainability untuk
menjawab urgency dan emergency tersebut di atas . Prinsip prinsip strong sustainability dapat ditemukan
antara lain pada UUD 1945 pasal 33 ayat (3) & (4) dan prinsip prinsip Deklarasi Dunia tentang
EROL-IUCN (2016) (Lihat ke-17 Instrumen PPLH)
Instrumen Sustainable Development menurut Hukum Nasional
Pada tingkatan konstitusi tidak lengkap dan komprehensif (persoalan paradigmatik dan perumusan).
Pasal 33 ayat 3 & 4 UUD NRI Article 406, Konsitusi Ekuador: “The State shall regulate
(3)Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai the conservation, management and sustainable use,
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. recovery, and boundaries for the domain of fragile and
(4)Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi threatened ecosystems, including among others, high
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, Andean moorlands, wetlands, cloud forests, dry and wet
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan tropical forests and mangroves, marine ecosystems and
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional seashore ecosystems”
To assure the effectiveness of this right, it is the responsibility of the Government to:
1. preserve and restore essential ecological processes and provide for ecological management of species and
ecosystems;
2. preserve the diversity and integrity of the Country's genetic patrimony and to supervise entities dedicated to
research and manipulation of genetic material
3. define, in all units of the Federation, territorial spaces and their components that are to be specially protected,
with any change or suppression permitted only through law, prohibiting any use that compromises the integrity
of the characteristics that justify their protection ;
4. require, as provided by law, a prior environmental impact study, which shall be made public, for installation of
works or activities that may cause significant degradation of the environment ;
5. control production, commercialization and employment of techniques, methods and substances that carry a
risk to life, the quality of life and the environment ;
6. promote environmental education at all levels of teaching and public awareness of the need to preserve the
environment;
7. protect the fauna and the flora, prohibiting, as provided by law, all practices that jeopardize their ecological
functions, cause extinction of species or subject animals to cruelty
Frequently Asked Questions:
(Lanjutan)
2. Belum terdapat kebijakan CNC dengan perlindungan hukum yang kuat sebagai manifestasi strong sustainability
Pengecualian 1- Pasal 107 PP Tata Ruang Pengecualian 2- Pasal 127 PP Tata Ruang
Persetujuan Kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut di
kegiatan berusaha diberikan tanpa melalui tahapan penilaian Kawasan Konservasi di Laut tidak diberikan di dalam maupun di
dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk permohonan luar zona inti sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk
yang berlokasi di: kegiatan: a. pertambangan terbuka; b. dumping (pembuangan);
a.kawasan industri dan kawasan pariwisata yang telah memiliki dan c. reklamasi.
Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan (6) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
perundang-undangan; dan secara teknis tidak dimungkinkan untuk dipindahkan dari
b.kawasan ekonomi khusus yang telah ditetapkan sesuai dengan Kawasan Konservasi di Laut, Persetujuan Kesesuaian Kegiatan
keteatuan peraturan perundang-undangan Pemanfaatan Ruang Laut di Kawasan Konservasi di Laut hanya
dapat diberikan untuk: a. kegiatan yang bersifat strategis
nasional yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan; dan/atau b. kepentingan pengelolaan
Kawasan Konservasi di Laut
A. Pertanyaan terkait Konstitusi Hijau (Green Constitutions)
Sebagai catatan, Indonesia tidak mengatur nature’s right dan human rights untuk mendapatkan lingkungan
hidup yang sehat dan baik juga dimasukkan dalam satu ”keranjang” dengan hak-hak asasi lainnya dan
bersifat antroposentris.
Sifat antroposentris bisa dipahami karena ide gagasan hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik berasal
dari konsep dan prinsip-prinsip Stockholm (1972) dan Rio (1992). Saya memperkirakan, akan lebih banyak
negara-negara lain yang politisinya (law makers) memiliki kesadaran lingkunganakan mendorong pengakuan
kedua jenis hak terkait dengan lingkungan hidup ini (human beings and other beings) dalam konstitusi
negara-negara tersebut sejalan dengan kebutuhan untuk mengatasi krisis bumi di era antroposen ini.
Glasgow climate pact (2021) di dalamnya sudah mulai memberikan catatan:
41
A. Pertanyaan terkait Konstitusi Hijau (Green Constitutions) (cont)
Pasal 33 (3)
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal Ini adalah bagian dari pasal konstitusi yang dapat dijadikan dasar konstitusional untuk
mewujudkan keadilan sosial, tetapi pasal ini belum mengakui pentingnya environmental dan
ecological justice. Bisa dipahami pasal konstitusi ini hanya mengatur keadilan sosial, karena pasal
ini adalah pasal orisinil UUD 1945 sebelum amandemen. Tujuan kemakmuran rakyat tidak
dapat dipungkiri sangat tergantung dari keberlanjutan dari natural capital kita dan ekosistem
yang sehat.
42
A. Pertanyaan terkait Konstitusi Hijau (Green Constitutions) (cont)
Pasal 33 ayat (4)
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional.
• Pasal ini dapat diartikan memberikan dasar bagi pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
(similar to ecologically sustainable development). Walaupun penafsiran terhadap pasal 33 ayat 4 sebagai pasal yang
memberikan dasar bagi ESD rentan dipatahkan karena tidak ditemukan catatan perdebatan di dalam proses
amandemen pasal ini di arsip yang tersedia.
● Apabila pasal ini ditafsirkan sebagai pasal yang mengatur ESD, berlaku prinsip-prinsip perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang dihasilkan oleh Deklarasi Rio (5 prinsip). Konsekuensinya, UU yang bersifat
organik perlu menjabarkan prinsip ESD ini termasuk menjabarkan ke dalam pengaturan yang lebih operasional
menuju paradigma strong sustainability. Apabila semua peraturan di bawah konstitusi bertentangan dengan
prinsip ESD maka dapat diuji konstitusionalitas di MK. Di sisi lain, hakim peradilan umum maupun peradilan
TUN dapat saja dengan dukungan pendapat ahli dan perkembangan putusan-putusan hakim secara global serta
laporan-laporan terkait krisis bumi, menterjemahkan prinsip-prinsip ini untuk menyelamatkan krisis bumi di
Indonesia sebagai bagian dari sistem global berdasarkan prinsip-prinsip judicial activism
43
A. Pertanyaan terkait Konstitusi Hijau (Green Constitutions) (cont)
IUCN World Declaration of the Environmental Rule of Law (IUCN WCEL/World Comission of
Environmental Law), 2016
Menekankan prinsip ketergantungan antara humanity and nature sehingga mendorong
diberlakukannya prinsip the integrity dan interdependency dari ecological systems.
Emphasising that humanity exists within nature and that all life depends on the integrity of the
biosphere and the interdependence of ecological systems.
Deeply concerned by the anthropogenic stresses on Earth now causing unprecedented global
environmental degradation and depletion of natural resources, the loss of biodiversity and the
transgression of planetary boundaries.
Recognising the close relationship between human rights and environmental conservation and
protection, and the fundamental importance of ecological integrity for achieving human wellbeing
and tackling poverty.
44
Penterjemahan
Pembangunan Berkelanjutan
dalam Kasus-Kasus
Lingkungan Hidup
(Nasional dan Internasional)
45
Minors Oposa v. Secretary of the Department of
Environment and Natural Resources (1993)
Pengugat: 43 (empat puluh tiga) anak dibawah umur, yang diwakili oleh orang tua nya.
Tergugat: Secretary of the Department of Environment and Natural Resources (DENR)
● Gugatan hukum di Filipina ini terkait dengan permintaan sejumlah warga negara (anak dibawah umur) kepada
Pengadilan tingkat pertama melawan Menteri DENR, Fulgencio S. Factoran, Jr. untuk mencabut izin
penebangan hutan karena tingginya tingkat deforestasi akibat penebangan yang masif. Penggugat memiliki
argumen bahwa dari 16 juta hektar hutan hujan tropis yang ada di Filipina sejak 25 tahun lalu, hanya tersisa
sekitar 1,2 juta hektar saja pada tahun 1993. Diperkirakan penebangan tersebut menyebabkan kerugian yang
tidak dapat diperbaiki yang dialami oleh generasi sekarang (present generation) dan generasi masa depan
(future generation), dan melanggar hak atas lingkungan yang sehat. Penggugat meminta Pengadilan untuk
mencabut lzin penebangan kayu / timber license agreements (TLA) yang diberikan oleh DENR kepada berbagai
perusahaan pengelolaan hutan guna tujuan pembalakan komersial.
● Dasar hukum yang digunakan oleh penggugat adalah Sections 15 dan 16 dari Article II of the Declaration of
Principles and State Policies of the 1987 Constitution of the Philippines.
□ Section 15: “The State shall protect and promote the right to health of the people and instill health
consciousness among them.”
□ Section 16: “The State shall protect and advance the right of the people to a balanced and
healthful ecology in accord with the rhythm and harmony of nature.”
Mas Achmad Santosa, 2020
Minors Oposa v. Secretary of the Department of
Environment and Natural Resources (2)
Gugatan ini di tolak di pengadilan tingkat pertama karena adanya pemisahan kekusaan (separation of powers) maka pengadilan tidak
berwenang untuk mengadili perkara terkait izin penebangan hutan tersebut. Supreme Court di tingkat kasasi berpendapat sebaliknya,
bahwa setiap generasi memiliki tanggung jawab untuk menjamin agar generasi selanjutnya dapat menikmati ekologi yang seimbang
dan sehat (balanced and healthy environment), termasuk mewakili generasi yet unborn (belum dilahirkan).
“While the right to a balanced and healthful ecology is to be found under the Declaration of Principles and State Policies
and not under the Bill of Rights, it does not follow that is its less important than any of the civil and political rights
enumerated in the latter… As a matter of fact, these basic rights need not even be written in the constitution for they
assumed to exist from the inception of human kind ”
Supreme Court menegaskan bahwa hak sipil, politik, ekonomi, dan sosial merupakan hak yang tidak terpisahkan (indivisible) dan
saling terkait (interdependence) dalam Konstitusi Filipina . Hakim menyatakan bahwa, “ The right to a balanced and healthful ecology
carries with it the correlative duty to refrain from impairing the environment… The said right implies, among other things, the judicious
management (good judgement) and conservation of the country’s forest”
Supreme Court menolak argument bahwa isu lingkungan tersebut merupakan isu politik yang tidak dapat diperiksa dan diadili oleh
pengadilan. Pengadilan menyatakan bahwa “a denial or violation of that right (to a healthy environment) by the other who has the
correlative duty or obligation to respect or protect the same gives rise to a cause of action”.
Supreme Court memutus bahwa semua izin harus dicabut oleh pemerintah (executive action) dan negara memiliki kewajiban untuk
melindungi (obligation to protect) hak atas lingkungan hidup yang sehat.
Mas Achmad Santosa, 2020
Urgenda Foundation v. the State of Netherlands (2019)
● Pengugat yang merupakan LSM (Urgenda Foundation) meminta Tergugat (Pemerintah Belanda) melakukan tindakan
tegas dan konkrit mencegah percepatan perubahan iklim global . Penggugat berpendapat bahwa sebelum tahun 2011
Pemerintah Belanda berkomitmen melakukan pengurangan emisi sebesar 30% (tiga puluh persen) pada tahun 2020 .
Namun demikian, target tersebut pada tahun 2011 diturunkan menjadi 20% (dua puluh persen) oleh pemerintah tanpa
alasan.
● Mahkamah Agung (Hoge Raad) menyatakan adanya bahaya besar dari perubahan iklim dan kondisi pemanasan
global saat ini apabila kenaikannya melebihi 1.5 derajat celcius.
● Penggugat menyatakan bahwa ketiadaan tindakan tegas yang dilakukan tergugat dalam mitigasi perubahan iklim
merupakan bentuk pelanggaran atas duty of care berdasarkan Konstitusi Belanda dan European Convention on
Human Rights (ECHR) . Penggugat menegaskan bahwa tergugat merupakan anggota dari United Nations Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC) dan merupakan bagian dari negara Annex I yang memiliki kewajiban untuk
melakukan pengurangan emisi sebagai upaya pengendalian/mitigasi perubahan iklim.
● Putusan ini juga menggunakan precautionary principle sebagai dasar pertimbangan hukum. Pengadilan
menegaskan bahwa terdapat ancaman kenaikan permukaan air laut sebagai dampak dari perbuhan iklim yang
dapat membahayakan seluruh penduduk Belanda dan hingga saat ini belum terdapat teknologi yang mampu
menyerap Gas Rumah Kaca dalam skala besar.
‘[t]he fact that this risk will only be able to materialise in a few decades from now [...] does not mean [...] that
Articles 2 and 8 ECHR offer no protection from this threat’ which is ‘consistent with the precautionary principle’.
‘The precautionary principle therefore means that more far-reaching measures should be taken to reduce
greenhouse gas emissions, rather than less far reaching measures.’
Mas Achmad Santosa, 2020
Urgenda Foundation v. the State of Netherlands (3)
● Di tingkat Hoge Raad, Majelis Hakim juga menggunakan prinsip Suum Cuique Tribuere (to each his own / may all get their
due) -- peran Belanda diantara negara-negara di dunia untuk berkontribusi melakukan mitigasi perubahan iklim sesuai
porsinya. Negara memiliki duty of care (Pasal 21 Konstitusi Belanda) kepada penduduk generasi sekarang dan masa
depan yang berada di wilayah Negara Belanda dan orang-orang yang tinggal diluar wilayah Belanda yang akan terkena
dampaknya melalui transboundary action dari Negara Belanda.
● Terkait dengan isu political domain, berdasarkan penafsiran Hoge Raad dengan mengacu kepada ECHR: ”This mandate
to the courts to offer legal protection, even against the government, is an essential component of a democratic
state under the rule of law.”
● Dalam putusan District Court, Court of Appeal, dan Supreme Court mempertimbangkan beberapa hal penting,
meliputi: (1) bahaya perubahan iklim mengacu pada IPCC’s 2007 Report; (2) perlindungan HAM / human rights
angle berdasarkan ECHR; (3) tanggung jawab negara / state responsibility; (4) precautionary principle; dan (5)
wewenang pengadilan dalam political domain.
● Pada 24 Juni 2015, District Court memutuskan bahwa Tergugat diharuskan untuk mengambil tindakan yang lebih dalam
upayanya melawan perubahan iklim demi memenuhi kewajiban berdasarkan UNFCCC.
● Kewajiban tersebut terlihat dari pengadilan yang kemudian mengabulkan gugatan Penggugat yang mengharuskan
Tergugat mengurangi emisi gas rumah kaca setidaknya 25% (dua puluh lima persen) pada akhir tahun 2020. Putusan ini
dipertegas oleh MA pada 20 Desember 2019.
VilR
ca.bF
a.mW
bahR
eieveler r
& E.G. Huddle v. Provincial Government of
PeLouja
ng , tE
ga : cuador (2011)
Richard Frederick Wheeler and
Eleanor Geer Huddle
Tergugat:
Pemerintah Provinsi Loja,
Ekuador
● Tahun 2011, Pengadilan Tingkat Tinggi di Loja, Ekuador memutus perkara dengan memberikan hak yang
melekat pada alam, khususnya pada Sungai Vilcabamba yang terletak di Loja dan mengakui kedudukan
Penggugat mewakili Sungai Vilcabamba. Pada tingkat pertama, gugatan ini ditolak karena penggugat dianggap
tidak memenuhi persyaratan formil (tidak melakukan pemberitahuan kepada Kementerian Lingkungan Ekuador).
● Kasus ini bermula dari proyek pelebaran jalan tol Vilcabamba-Quinara yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
Loja. Proyek ini dilakukan tanpa adanya kajian dampak lingkungan dan tidak mendapatkan izin sebelumnya
dari Kementerian Lingkungan Ecuador. Potensi dampak dari pembangunan jalan tol dapat memicu resiko
bencana banjir di wilayah daerah aliran Sungai Vilcabamba.
● Dasar hukum yang digunakan dalam gugatan ini adalah Pasal 71 dari Konstitusi Ekuador
“Nature, or Pacha Mama, where life is reproduced and occurs, has the right to integral respect for its
existence and for the maintenance and regeneration of its life cycles, structure, functions and evolutionary
processes. All persons, communities, peoples and nations can call upon public authorities to enforce the
rights of nature. To enforce and interpret these rights, the principles set forth in the Constitution shall be
observed, as appropriate. The State shall give incentives to natural persons and legal entities and to
communities to protect nature and to promote respect for all the elements comprising an
ecosystem.”
Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut di atas, Pengadilan Banding (Provincial Court of Justice of Loja) memutuskan
bahwa Pemerintah Provinsi Loja telah melanggar hak-hak alam sebagaimana dijamin Pasal 71 Konstitusi Ekuador, terutama
penghormatan penuh atas keberadaannya dan pemeliharaan serta regenerasi siklus kehidupan, struktur, fungsi dan proses
evolusinya.
Mas Achmad Santosa, 2020
● Mahkamah Agung memperkuat putusan Pengadilan
Meulaboh dan Pengadilan Tinggi Aceh untuk mengabulkan
dua jenis ganti kerugian terhadap kerugian yang bersifat
ekonomis dan kerugian yang bersifat ekologis.
Garut, Jawa Barat ● Menghukum para tergugat untuk melakukan pemulihan kondisi
lingkungan hidup di tempat terjadinya longsor (wilayah hutan) secara
langsung dan seketika (penerapan uit voerbaar bij voorraad).
Putusan No. Penerapan uit voerbaar bij voorraad dikaitkan dengan precautionary
1794K/Pdt/2004 principle yang terkandung dalam Prinsip 15 Deklarasi Rio yang juga
diakui dalam Pasal 2 huruf F UU 23/1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup .
masachmad.santosa@oceanjusticeinitiative.org
58
Sustainable Development dan Prinsip-Prinsipnya
Precautionary Principle
(Brian J Preston, 2017)
“In order to protect the environment, the precautionary approach shall be widely applied by States according to their capabilities.
Where there are threats of serious or irreversible damage, lack of full scientific certainty shall not be used as a reason for postponing
cost-effective measures to prevent environmental degradation ”
Domestically, the precautionary principle also became well-established in the body of environmental legislation of many nation states.
An example of a domestic statutory incorporation of the precautionary principle is section 6(2)(a) of the Protection of the
Environment Administration Act 1991 (NSW):
“The precautionary principle—namely, that if there are threats of serious or irreversible environmental damage, lack of full scientific
certainty should not be used as a reason for postponing measures to prevent environmental degradation.
In the application of the precautionary principle, public and private decisions should be guided by:
(i) careful evaluation to avoid, wherever practicable, serious or irreversible damage to the environment, and
(ii) an assessment of the risk-weighted consequences of various options ... ”
Prinsip-Prinsip Umum Penerapan Precautionary Principle dalam Pengadilan
1. Proposionalitas: Tindakan hakim dalam menerapkan precautionary principle harus proporsional; yang
dikaitkan dengan tujuan-tujuan perlindungan ekosistem. Seringkali tindakan yang mengarah pada
zero-risk dan total banned dari kegiatan pembangunan project maupun program kadang tidak proporsional
untuk mengatasi resiko potensial.
2. Non-discrimination: Dalam menerapkan PP, jangan dibedakan dengan situasi yang relevan untuk
diperbandingkan dalam penerapan dalam kasus-kasus lainnya (comparable situation)
3. Konsistensi: Tindakan yang diambil harus konsisten dengan langkah-langkah (measures) yang telah
diadopsi dalam kondisi serupa (in similar circumstances)
4. Menguji (eksaminasi) manfaat dan biaya (cost/risk) dari action dan lack of action.
5. Menguji dan mengkaji perkembangan sains (ilmu pengetahuan). Langkah-Langkah dan Tindakan
penerapan PP harus didasarkan kepada new-scientific data (updated data), bilamana perlu dimodifikasi
berdasarkan hasil penelitian terbaru terkait dengan issue ini atau keterangan ahli yang lebih memberikan
update.
6. Beban pembuktian (burden of proof): Langkah-Langkah dalam menerapkan PP dapat meminta
responsibility untuk melakukan bukti ilmiah penting (scientific evidence) untuk dijadikan dasar melakukan
comprehensive risk assessment
Prinsip-Prinsip Umum Penerapan Precautionary Principle dalam Pengadilan
(Brian J Preston, 2017)
Adaptive Management Approach telah dilakukan pada kasus Newcastle and Hunter Valley
Speleological Society Inc v Upper Hunter Shire Council and Stoneco Pty Ltd (2010); dan
Sustain Our Sounds Inc v The New Zealand King Salmon Company Ltd (2014)
Penerapan Intergenerational Equity
(Prinsip Keadilan Antar-Generasi)
Pada kasus Minors Oposa vs. Secretary of Departement of Environmental and Natural Resource (Gugatan landmark di
Filipina, 1993)
Dasar hukum yang digunakan oleh penggugat adalah Sections 15 dan 16 dari Article II of the Declaration of
Principles and State Policies of the 1987 Constitution of the Philippines.
□ Section 15: “The State shall protect and promote the right to health of the people and instill
health consciousness among them.”
□ Section 16: “The State shall protect and advance the right of the people to a balanced and
healthful ecology in accord with the rhythm and harmony of nature.”
dalam kaitannya dengan intergenerational equity supreme court berpendapat:
“While the right to a balanced and healthful ecology is to be found under the Declaration of Principles
and State Policies and not under the Bill of Rights, it does not follow that is its less important than any
of the civil and political rights enumerated in the latter… As a matter of fact, these basic rights need
not even be written in the constitution for they assumed to exist from the inception of human kind ”
Penerapan Intergenerational Equity
(Prinsip Keadilan Antar-Generasi)
Pada kasus Minors Oposa vs. Secretary of Departement of Environmental and Natural Resource (Gugatan landmark di
Filipina, 1993)
Hakim berpendapat bahwa “ The right to a balanced and healthful ecology carries with it the
correlative duty (of the state) to refrain from impairing the environment… The said right implies,
among other things, the judicious management (good judgement) and conservation of the country’s
forest”
Di tingkat kasasi mengabulkan dalil penggugat, Supreme Court berpendapat: setiap generasi
memiliki tanggung jawab untuk menjamin agar generasi selanjutnya dapat menikmati ekologi
yang seimbang dan sehat (balanced and healthy environment), termasuk mewakili generasi
yet unborn (belum dilahirkan).
Supreme Court memutus bahwa semua izin penebangan kayu / timber license agreements (TLA)
yang diberikan oleh DENR kepada berbagai perusahaan pengelolaan hutan guna tujuan
pembalakan komersial dicabut.