Antigen Dan Antibodi - TB 2

You might also like

Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 26
ANTIGEN DAN ANTIBODI DAFTAR ISI B. Imunoglobulin A |. ANTIGEN C. Imunoglobulin M A. Imunogenesitas dan antigenesitas D. Imunoglobulin D B. Determinan antigen — Epitop dan E. Imunoglobulin E paratop F. Superfamili imunoglobulin C. Antiantibodi G. Fungsi efektor antibod - transitosis D. Mitogen - Petanda Fungsional H. Imunoglobulin serebrospinal E. Pembagian antigen 1. Efektor ADCC F. Superantigen J. Pengalihan kelas G. Aloantigen K. Interaksi antara antigen-antibodi H. Toksin L. Antibodi monoklonal M. Teori seleksi klon Is ANTIBODE N. Sel B hibridoma A. Imunoglobulin G 141 Imunologi Dasar Edisi Ke -12 Daftar singkatan yang digunakan dalam bab ini Ab Antibodi HAT — Hypoksantin-aminopterin-timidin ABO Golongan Darah HIV — Human Imunodeficiency Virus ADCC Antibody Dependent Cell ICAM. Intercellular Adhesion Molecule (mediated) Cytotoxicity IFN Interferon Ag Antigen IL Interleukin : APC Antigen Presenting Cell \g Imunoglobulin AR Artritis Reumatoid LES Lupus Eritematosus Sistemik BCR B Cell receptor LFA — Leucocyte Functioning Antigen CAM Cell Adhesion Molecule MBP Myelin Basic Protein cAMP Cyclic Adhenosine MHC Kompleks Histokompatibilitas Mayor Monophosphate ICAM Intercellular Adhesion Molecule cD Cluster of Differentiation NK Natural Killer (cell) CMV Virus Sitomegalo PHA Fitohemaglutinin CSS Cairan Serebro Spinal PMN Polimorfonuklear CTL Cytotoxic T Lymphocyte PDGF Platelet-Derived Growth Factor DIC _ Disseminated Intravascular slgA — IgAsekretori Coagulation SSP Susunan Saraf Pusat DNA Asam deoksi ribonukleat TCR T-Cell Receptor EBV Virus Epstein Barr TGF Tumor Growth Factor Fab Fragmen antigen binding TNF = Tumor Necrosis Factor FcR Fragmen crystallizable Receptor Th Thelper Fe Fragmen crystallizable CAM Vascular Cell Adhesion Molecule FR Faktor Reumatoid 142 BAB 6. Antigen dan Antibodi erbagai patogen seperti bakteri, virus, B= atau parasit mengandung berbagai bahan yang disebut jmunogen atau antigen dan dapat menginduksi sejumiah respons imun. Antibodi edalah bahan glikoprotein yang diproduksi sel B sebagai respons terhadap rangsangan imunogen. Dalam praktek antigen sering igunakan sebagai imunogen 1. ANTIGEN Secara spesifk imunogen adalah bahan yang dapat merangsang sel B atau sel T atau keduanya. Antigen adalah bahan yang berinteraksi dengan produk respons imun yang dirangsang oleh imunogen spesifik seperti aritibodi dan atau TCR. Antigen Jengkap adalah antigen yang menginduksi aik respons imun maupun bereaksi dengan produknya. Yang disebut antigen inkomplit atau hapten, tidak dapat dengan sendiri menginduksi respons imun, tetapi dapat bereaksi dengan produknya seperti antibodi. Hapten dapat dijadikan imunogen melalui ikatan dengan molekul besar yang disebut ‘molekul atau protein pembawa. ‘Secara fungsional antigen dibagi menjadi imunogen dan hapten. Contoh hapten adalah Antigen diproses SelB NEC Peptida dari protein, pembawa yang dipresentasikan dalam MHC-II dinitrofenol, berbagai golongan antibiotik dan obat lainnya dengan berat molekul kecil. Hapten biasanya dikenal oleh sel B, sedangkan protein pembawa oleh sel T. Hapten membentuk epitop pada protein pembawa yang dikenal sistem imun dan merangsang pembentukan antibodi (Gambar 6.1). Molekul pembawa sering digabung dengan hapten dalam usaha memperbaiki imunisasi. Respons sel B terhadap hapten memeriukan protein pembawa untuk dapat dipresentasikan ke sel Th. A. Imunogenesitas dan antigenesitas Imunogenesitas dan _antigenesitas mempunyai hubungan satu dengan lain tetapi berbeda dalam sifat imunologinya yang sering kali membingungkan. Imunogenesitas adalah kemampuan untuk menginduksi respons imun humoral atau selular terlihat pada Tabel 6.1 dan Gambar 6.2. Meskipun suatu bahan yang dapat menginduksi respons imun spesifik disebut antigen, tetapi lebih tepat disebut imunogen. ‘Semua molekul dengan sifat imunogenesitas juga memiliki sifat antigenesitas, namun tidak demikian sebaliknya. Protein Hapten_ pembawa — Kompleks antigen Gambar 6.1 Respons sel B terhadap hapten 143 Imunologi Dasar Edisi Ke -12 PeLOMCR Meenas emanates coer cus Antigen > Sel B efektor Sel B memori t Sel Plasma Sekresi antibodi Antigen = > Sel T efektor Sel T memori L CTL, Th, ail > Sekresisitokin dan faktor sitotoksik Karier — Hapten < Antibodi terhadap hapten Kelinci diimunisasi Antibodi terhadap karier Gambar 6.2 Konjugat Konjugat hapten-karier_ merupakan —Napten-karier imunogen dan_ hapten merupakan antigen yang tidak selalu imunogenik B. Determinan antigen - Epitop dan paratop Sel sistem imun tidak berinteraksi dengan atau mengenal seluruh molekul imunogen, tetapi limfosit mengenal tempat khusus pada makromolekul yang disebut epitop atau determinan antigen. Sel B dan T mengenal berbagai epitop pada molekul antigen yang sama. Limfosit juga dapat berinteraksi dengan antigen yang kompleks pada berbagai tahap struktur antigen. Oleh karena sel B mengikat antigen yang bebas dalam larutan, epitop yang dikenalnya cenderung mudah ditemukan di permukaan imunogen. Epitop sel T dari protein berbeda dalam peptida, biasanya berasal dari hasil cema protein patogen oleh enzim yang dikenal oleh TCR dalam kompleks dengan MHC (Tabel 6.2). 144 Antibodi terhadap konjugat hapten dan karier Epitop atau determinan antigen adalah bagian dari antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan reseptor antibodi, menginduksi pembentukan antibodi yang dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dari antibodi atau oleh reseptor antibodi. Makromolekul dapat memiliki berbagai epitop yang masing-masing merangsang produksi antibodi spesifik yang berbeda. Paratop ialah bagian dari antibodi yang mengikat epitop atau TCR yang mengikat epitop pada antigen. Respons imun dapat terjadi terhadap semua golongan bahan kimia seperti hidrat arang, protein dan asam nukleat (Gambar 6.3). Determinan antigen bereaksi dengan tempat spesifik yang mengikat antigen di regio yang variabel pada molekul antibodi yang disebut paratop. Epitop dapat juga bereaksi dengan TCR yang spesifik. BAB 6. Antigen dan Antibodi Dee eae eat as Ei ute Cure Meu ake =i ene Kandungan_ kimiawi antigen Epitop Protein, polisakarida, lipid Mudah diakses, hidrofilik, peptida bergerak mengandung asam amino sekuensial atau nonsekuensial iri SelB SelT Interaksi © dengan Melibatkan kompleks biner membran Melibatkan kompleks TCR, antigen imunoglobulin dan antigen antigen dan molekul MHC Ikatan antigen larut_ Ya Tidak Keterlibatan MHC Tidak diperlukan Diperlukan untuk mempresen- tasikan antigen diproses yang sudah ‘Umumnya protein, tetapi beberapa lipid dan glikolipid ditemukan pada molekul serupa MHC Peptida internal linear dihasilkan oleh antigen berikatan dengan MHC yang dan TCR Molekul antigen tunggal dapat memiliki beberapa epitop. Epitop _berinteraksi dengan regio yang mengikat antibodi atau TCR. Regio antigen yang berikatan dengan MHC II disebut agretop. Antigen poten alamiah terbanyak adalah protein besar dengan berat molekul lebih dari 40.000 Dalton dan kompleks polisakarida mikrobial. Glikolipid dan lipoprotein dapat juga bersifat imunogenik, tetapi tidak demikian halnya dengan lipid yang dimumikan. Asam nukleat dapat bertindak sebagai imunogen Gambar 6.3 Epitop dan kom- pleks MHC-epitop yang diikat TCR ‘A. Lokasi epitop dan paratop (bagian dari antibodi) dalam interaksi antara antigen dan TCR (A) dan reseptor sel B. B. Epitop adalah bagian dari antigen yang membuat kontak E fisik dengan reseptor. Abt Ab2 H dalam penyakit autoimun tertentu, tetapi tidak dalam keadaan normal. C. Antiantibodi Di samping fungsinya sebagai antibod, antibodi dapat juga berfungsi sebagai protein imunogen yang baik, dapat memacu produksi antibodi pada spesies lain atau autoantibodi pada pejamu sendiri. Autoantibodi terutama diproduksi terhadap IgM misalnya yang ditemukan pada AR dan disebut FR (faktor reumatoid). 145 Imunologi Dasar Edisi Ke -12 D. Mitogen - Petanda Fungsional atau lebih determinan tersebut ditemu- kan pada satu molekul. Multideterminan, univalen Banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap macamnya (kebanyakan protein). Multideterminan, multivalen Banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam pada satu molekul (antigen dengan berat molekul yang tinggi dan kompleks secara kimiawi) Mitogen dan lektin merupakan bahan alamiah yang mempunyai kemampuan mengikat dan merangsang banyak klon limfoid untuk proliferasi dan diferensiasi. Bahan-bahan tersebut merupakan aktivator poliklonal yang dapat mengaktifkan banyak klon limfosit, bukan hanya klon limfosit dengan spesifitas khusus. Glikoprotein (lektin) asal tanaman yaitu konkanavalin A (con-A) dan PHA merupakan mitogen 2 a poten untuk sel T. (Gamba) 2. Pembagian antigen menurut spesifisitas E. Pembagian antigen a. Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak. Antigen dapat dibagi menurut epitop, ea a spesifisitas, ketergantungan terhadap sel Penis: yea Ney aa T dan sifat kimiawi: spesies eer _ x c. Aloantigen (isoantigen), yang spesifik Oper ec ei eo untuk individu dalam satu spesies a. Unideterminan, univalen Ae eo Hanya satu jenis determinan/epitop pada satu molekul. b. Unideterminan, multivalen dimiliki organ tertentu e. Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh : sendir Hanya satu jenis determinan tetapi dua Jenis antigen Contoh Unideterminan Hapten univalen Unideterminan Polisakarida multivalen mI Multideterminan Protein univalen Multideterminan Kimia kompleks multivalen Gambar 6.4 Berbagai antigen dan epitop 146 3. Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T a.T dependen, yang memeriukan pe- ngenalan oleh sel T terlebih dahulu untuk dapat menimbulkan respons antibodi._Kebanyakan antigen protein termasuk dalam golongan ini b. T independen, yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk membentuk —antibodi. + Kebanyakan antigen golongan ini berupa molekul besar polimerik yang dipecah di dalam tubuh secara perlahantahan, misalnya lipopolisakarida, ficoll, dekstran, levan dan flagelin polimerik bakteri 4, Pembagian antigen menurut sifat kimiawi a. Hidrat arang (polisakarida) Hidrat arang pada =~ umumnya imunogenik. Glikoprotein yang me- rupakan bagian permukaan sel banyak mikroorganisme dapat menimbulkan respons imun terutama pembentukan antibodi. Contoh lain adalah respons imun yang ditimbulkan golongan darah ABO, sifat antigen dan spesifitas imunnya berasal dari polisakarida pada permukaan sel darah merah b, Lipid Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat protein pembawa. Lipid dianggap sebagai hapten, contohnya adalah sfingolipid c. Asam nukleat Asam nukleat tidak —imunogenik, tetapi dapat menjadi imunogenik bila diikat protein molekul pembawa. DNA. dalam bentuk heliksnya biasanya tidak imunogenik. Respons imun terhadap DNA terjadi pada penderita dengan LES d. Protein Kebanyakan protein adalah imunogenik BAB 6. Antigen dan Antibodi dan pada umumnya multideterminan dan univalen. F. Superantigen Superantigen adalah ~—molekul_ yang merupakan pemacu respons imun poten, memiliki tempat-tempat untuk mengikat reseptor sel dari dua sistem imun yaitu rantai B dari TCR dan rantai a atau 8 dari molekul MHC-ll, tidak memerlukan pengolahan intraselular oleh APC dan tidak terbatas pada alel MHC-Il khusus. Superantigen merupakan molekul protein kecil, biasanya 22-30 kDa yang diproduksi berbagai patogen untuk manusia seperti Stafilokokus aureus (enterotoksin dan toksin eksofoliatif), Stafilokokus piogenes (eksotoksin), patogen negatif-Gram (toksin Yersinia enterokolitika, Yersinia pseudotuberkulosis), virus (EBV, CMV, HIV, rabies) dan parasit (Toksoplasma gondi). Mungkin lebih baik bila disebut supermitogen, oleh karena dapat memacu mitosis sel CD4*tanpa bantuan APC. Superantigen dapat merangsang sel T yang multipel terutama sel CD4* yang menimbulkan penglepasan sejumlah besar sitokin. Superantigen dapat merangsang 10% sel CD4* melalui ikatan dengan TCR dan timus dependen sehingga tidak memerlukan proses oleh fagosit. Superantigen tidak diikat melalui lekuk internal tempat antigen biasanya diikat untuk diproses, tetapi diikat oleh regio eksternal TCRaB yang secara simultan berhubungan dengan molekul DP, DQ dan DR (MHC) pada APC. Superantigen juga bereaksi dengan TCR multipel yang struktur perifernya sama. Karena kemampuan berikatan secara unik, superantigen dapat mengaktifkan sejumlah besar sel T dan tidak tergantung dari spesifitas antigen. Sampai 20% dari 147 Imunologi Dasar Edisi Ke -12 semua sel T dalam darah dapat diaktifkan oleh satu molekul superantigen. Efek ‘superantigen terhadap sel T terlihat setelah diikat TCR. Kualitas respons sel T lebih cepat dan besar berupa produksi sitokin seperti IL-2, IL-6, IL-8, TNF-o, IFN-y, yang berperan dalam inflamasi, dan menimbulkan ekspansi masif sel T reaktif spesifik dan sindrom klinis berupa DIC dan kolaps vaskular yang dikenal sebagai syok endotoksin, sindrom syok toksin atau septik terutama melalui TNF-a. Superantigen telah digunakan sebagai ajuvan untuk meningkatkan respons imun terhadap antigen dalam imunisasi. Melalui MHC-I dan TCR, superantigen mengarahkan sel Th untuk memberikan sinyal ke sel B, makrofag, sel dendritik dan sel sasaran lain (Gambar 6.5). G. Aloantigen Aloantigen adalah antigen yang ditemukan pada beberapa spesies tertentu antara lain bahan golongan darah pada eritrosit dan antigen histokompatibel dalam jaringan tandur yang merangsang respons imun pada resipien yang tidak memilikinya. H. Toksin Toksin adalah racun yang biasanya berupa imunogen dan merangsang pembentukan antibodi yang disebut antitoksin dengan Superantigen Superantigen endogen diikat ——— Gambar 6.5 Ikatan silang membran (cross-linkage) antara TCR dan molekul MHC-II 148 kemampuan untuk menetralkan efek merugikan dari toksin dengan mengganggu sintesanya. Toksin dapat dibagi sebagai berikut : . Toksin bakteri, diproduksi oleh mikroor- ganisme penyebab tetanus, difteri, botu- lism dan gas gangren, termasuk stafilo- kok Fitotoksin, toksin asal tumbuhan seperti risin dari minyak jarak, korotein dan abrin yang merupakan turunan biji likoris indian, Gerukia Zootoksin, bisa yang berasal dari ular, laba-laba, kalajengking, lebah dan tawon. Licg bed Il. ANTIBODI Bila darah dibiarkan membeku akan meninggalkan serum yang mengandung berbagai bahan larut tanpa sel. Bahan tersebut mengandung molekul antibodi yang digolongkan dalam protein yang disebut globulin dan sekarang dikenal sebagai imunoglobulin. Dua cirinya yang penting ialah spesifitas dan aktivitas biologik. Fungsi utamanya adalah mengikat antigen dan menghantarkannya ke sistem efektor pemusnahan. Imunoglobulin dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B yang terjadisetelah kontak dengan antigen. Antibodi yang terbentuk secara_ spesifik Th lo. “TOR Peptida yang tidak TCR spesifik a MHC-II B Vp a BAB 6. Antigen dan Antibodi kan mengikat antigen baru lainnya yang sejenis. Bila serum protein tersebut dipisahkan dengan cara elektroforesis, maka imunoglobulin ditemukan terbanyak dalam fraksi globulin gama, meskipun ada beberapa ‘munoglobulin yang juga ditemukan dalam ‘raksi globulin alfa dan beta. Enzim papain memecah molekul antibodi (dengan berat molekul 150.000 dalton) dalam fragmen masing-masing dari 45.000 dalton. Dua fragmen tetap memiliki sifat antibodi yang dapat mengikat antigen secara sspesifik, bereaksi dengan determinan antigen serta hapten disebut Fab (fragmen antigen binding) dan dianggap univalen. Fragmen ke Ikatan disulfida \ \Z ! 3 dapat dikristalkan dari larutan dan disebut Fe dan tidak dapat mengikat antigen. Fe menunjukkan fungsi biologis sesudah antigen diikat oleh Fab. Semua molekul imunoglobulin mempunyai 4 rantai polipeptida dasar yang terdiri atas 2 rantai berat (heavy chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang identik (Gambar 6.6) Ada 2 jenis rantai ringan (kappa dan lambda) yang terdiri atas 230 asam amino serta 5 jenis rantai berat yang tergantung pada kelima jenis imunoglobulin, yaitu IgM, IgG, IgE, IgA dan IgD. Rantai berat terdiri atas 450-600 asam amino, sehingga berat dan panjang rantai berat tersebut adalah Rantai L F(ab) Pencernaan enzim Rantai H ong i oe | Fragmen Fe Pencernaan papain Reduksi merkaptoetanol SN. l- +ifti jt] + 7 bh Hsii] HS. SH | +SH ‘SH JSH Rantai L SH [ISH Rantai H Gambar 6.6 Struktur prototip IgG: struktur rantai dan ikatan disulfida Siruktur dasar antibodi dapat dipelajari dengan cara kimiawi dan enzimatik. Fragmen yang diproduksi oleh pencernaan enzimatik (pepsin atau papain) atau yang diikat oleh ikatan disulfida dengan merkapto etanol terlihat pada gambar. Unit dasar antibodi yang terdiri atas 2 rantai berat dan 2 rantai ringan yang identik, diikat menjadi satu oleh ikatan disulfida yang dapat dipisah-pisah dalam berbagai fragmen. 149 Imunologi Dasar Edisi Ke -12 dua kali rantai ringan. Molekul imunoglobulin mempunyai rumus bangun yang heterogen, meskipun hanya terdiri atas 4 unit polipeptida dasar. Berbagai kelas antibodi, sifat-sifat fisika dan biologiknya terlihat pada Gambar 6.7 dan Tabel 6.3. A. Imunoglobulin G IgG merupakan komponen utama imunog- lobulin serum, dengan berat molekul 160.000 dalton. Kadamya dalam serum sekitar 143. mg/ml, merupakan 75% dari semua imunoglobulin. IgG ditemukan dalam berbagai cairan seperti darah, CSS _ dan juga urin. * IgG dapat menembus plasenta masuk ke janin dan berperan pada imunitas bayi ssampai umur 6 — 9 bulan + IgG dan komplemen bekerja saling membantu sebagai opsonin pada pemusnahan antigen. IgG memiliki sifat opsonin yang efektif karena se- Kelas Ig meee IgM Berbagai struktur antigen sel fagosit, monosit dan makrofag mempunyai reseptor untuk fraksi Fe dari IgG (Fey-R) sehingga dapat mempererat hubungan antara fagosit dengan sel ‘sasaran. Opsonin dalam bahasa Yunani berarti_ menyiapkan untuk dimakan. Selanjutnya proses opsonisasi tersebut dibantu oleh reseptor untuk komplemen: pada permukaan fagosit IgG merupakan imunoglobulin terbanyak dalam darah, CSS dan peritoneal. IgG pada manusia terdiri atas 4 subkelas yaitu IgG1, IgG2, IgG3 dan IgG4 yang berbeda dalam sifat dan aktivitas biologik (Tabel 6.4). B. Imunoglobulin A IgA dengan berat molekul 165.000 dalton ditemukan dalam serum dengan jumlah sedikit. Kadamya terbanyak ditemukan dalam cairan sekresi saluran napas, cerna dan Regio Fab mengenal antigen Regio Fe Regio efektor biologis Gambar 6.7 Berbagai kelas antibodi 150 BAB 6. Antigen dan Antibodi BEC COr URC meer: ele IgG1-4 IgA M IgD IgE Paling banyak Aglutinator Pengerahan iain yang sangat agens anti dalamcaren a utama efektif; mikrobial. dalam sekresi diproduksi_ - Umumnya —Meningkat ‘ubuh ferutama seromukosa —_dinipada_—_ditemukan di_pada infeksi Sift Utama _ekstravaskular ES P untuk menjaga respons imun. permukaan _parasit. untuk re | permukaan -Pertahanan—_—limfosit Berperan memerangi ‘ : luartubuh —_terdepan pada gejala mikroorganisme eee terhadap alergi atopi dan toksinnya ; bakteremia Ditemukan dalam sekresi Menimbulkan Opsonisasi eon Mengikat pe lambung) anafilaksis 3 ADCC komplemen Fungsi : Proteksi Pertahanan Imunitas Opsonin baik terhadap terhadap neonatal mukosa parasit. disekresi dalam air susu See ssUxifost Limfosit at Ikatan sel er Neutrofl Reseptor selB ReseptorselB Trombosit Fiksasi komplemen Klasik Ps : ++ £ Alternatif 2 + 2 : ‘ Lewat Plasenta bn . . = :: Sensitisasi sel mast dan c : i 5 ra basofil Ikatan dengan makrofag dan oe fs a A ie polimorfisme kemih, air mata, keringat, ludah dan dalam berikut: air susu ibu yang lebih berupa IgA sekretori_ + sigA melindungi tubuh dari patogen oleh (sIgA) yang merupakan bagian terbanyak. karena dapat bereaksi dengan molekul Komponen sekretori melindungi IgA dari adhesi dari patogen potensial sehingga protease mamalia. Fungsi IgA adalah sebagai mencegah adherens dan kolonisasi od Imunologi Dasar Edisi Ke -12 eter cen chee ener) IgGt igG2 IgG3 IgGs Berat molekul 150.000 150.000 150.000 150.000 Komponen rantai berat yt y2 ¥3 v4 Konsentrasi dalam serum (mg/ml) 9 3 1 05 % total IgG dalam serum normal 67 22 7 4 Masa paruh (hari) 23 23 8 23 Aktivasi komplemen (jalur klasik) + + +H Ikatan reseptor Fe monosit/makrofag aH £ +H + Kemampuan melewati plasenta +H + +H + Agregaisi spontan - - coed = Ikatan protein stafilokok A +H + + +e Ikatan protein stafilokok G Ht +H +H + patogen tersebut dalam sel pejamu + IgA dapat bekerja sebagai opsonin, oleh karena neutrofil, monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk Fea (Fca-R) sehingga dapat meningkatkan efek bakteriolitik komplemen dan menetralisasi toksin. IgA diduga juga berperan pada imunitas cacing pita + Baik IgA dalam serum maupun dalam sekresi dapat menetralkan toksin atau virus dan mencegah terjadinya kontak antara toksin atau virus dengan sel alat sasaran + IgAdalam serum dapat mengaglutinasikan kuman, mengganggu _—motilitasnya sehingga memudahkan _fagositosis (epsonisasi) oleh sel polimorfonuklear + IgA sendiri dapat — mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif, tidak seperti halnya dengan IgG dan IgM yang dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. IgA’ sekretori (sIgA) dalam bentuk polimerik menjadi stabil oleh ikatan polipeptida rantai J (Gambar 6.8). Molekul IgA yang polimerik dan rantai J dibentuk sel plasma di dalam sel epitel 152 lamina propria selaput lendir (tidak oleh sel B). Pada saat IgA tersebut dilepas ke dalam lumen saluran cerna, sel epitel juga melepas bagian sekretori (secretory piece) untuk membentuk sigA’ yang terlindung dari pencernaan oleh enzim. Imunoglobulin dalam cairan lambung terdiri atas 80% IgA, 13% IgM dan 7% IgG, yang semuanya berperan pada imunitas setempat. IgM juga dapat dilindungi bagian ‘sekretori dengan berat molekul 70.000 dalton sehingga dapat berfungsi bila ada defisiensi sigA. Defisiensi IgA sering disertai dengan adanya antibodi terhadap antigen makanan dan inhalan pada alergi. Di dalam air susu ibu ditemukan sigA, di samping laktoferin, transferin, lisozim, lipid, —_factobacillus promoting factor, fagosit dan limfosit yang berperan pada imunitas neonatus. Kadar IgA yang tinggi dalam serum. ditemukan pada infeksi kronik saluran napas dan cerna, seperti tuberkulosis, sirosis alkoholik, penyakit coeliac, kolitis ulseratif dan penyakit Crohn. Fungsi IgA serum dalam bentuk monomerik belum banyak diketahui. IgA terdiri atas 2 subkelas yaitu IgA1 (93%) dan IgA2 (7%). BAB 6. Antigen dan Antibodi Daerah trans- membran Rig IgA sekretori Gambar 6.8 Komponen sekretori antibodi A. Struktur IgA dimerik yang ditemukan dalam sekresi menunjukkan Komponen sekretori yang ber- fungsi sebagai proteksi molekul polimerik hasil proteolisis. B. Diagram skematik menunjukkan pembentukan IgA sekretori oleh sel plasma mukosa. IgA dimerik ini dikat oleh reseptor Ig pada rantai J. Kompleks reseptor Ig-IgA diangkut menuju permukaan sel epitel untuk selanjutnya dilepas berupa IgA sekretori. Bila produksi IgA pada permukaan mukosa diperhitungkan, maka IgA merupakan Ig terbanyak. Reseptor dengan afinitas tinggi untuk Kelas IgA ditemukan pada makrofag dan sel PMN yang berperan dalam fagositosis. Peran sIgA terlihat pada Gambar 6.9. C. Imunoglobulin M Nama Imunoglobulin M_ berasal dari makroglobulin dan berat molekul IgM adalah 900.000 dalton. IgM mempunyai rumus bangun pentamer dan merupakan imunoglobulin terbesar. IgM merupakan Ig 153) Imunologi Dasar Edisi Ke -12 Gambar 6.9 Pertahanan di permukaan mukosa paling efisien dalam aktivasi komplemen (alur klasik). Molekul-molekul IgM diikat oleh rantai J (joining chain) seperti halnya pada IgA. Kebanyakan sel B mengekspresikan IgM pada permukaannya sebagai reseptor antigen. IgM dibentuk paling dahulu pada respons imun primer terhadap kebanyakan antigen dibanding dengan IgG. IgM juga merupakan Ig yang predominan diproduksi janin. Kadar IgM yang tinggi dalam darah umbilikus merupakan petunjuk adanya Lahir Agen infeksi Opsonisasi | near Menghambat ig) Permukaan adherens _ |) [sl mitoses IgA Sel plasma infeksi intrauterin. Bayi yang baru dilahirkan hanya mengandung IgM 10% dari kadar IgM dewasa, karena IgM ibu tidak dapat menembus plasenta. Janin umur 12 minggu sudah mulai membentuk IgM bila sel B-nya dirangsang oleh infeksi intrauterin, seperti siflis kongenital, rubela, toksoplasmosis dan virus sitomegalo. Kadar IgM anak akan mencapai kadar IgM dewasa pada usia satu tahun (Gambar 6.10). Kebanyakan antibodi alamiah seperti 3 8 50 IgA, IgD, IgE! % ambang dewasa Usia(bulan) 154 18 Gambar 6.10 Perkembangan kadar Ig serum pada manusia BAB 6. Antigen dan Antibodi isoaglutinin, golongan darah AB, antibodi heterofil adalah IgM. IgM dapat mencegah gerakan mikroorganisme patogen, memudahkan fagositosis dan merupakan aglutinator poten antigen. Bila seorang anak dimunisasi terhadap produk bakteri seperti toksoid, akan diperlukan beberapahari sebelum antibodi ditemukan dalam darah. Dalam 2 — 3 hari setelah suntikan toksoid kedua kali, kadar antibodi dalam darah meningkat tajam dan mencapai kadar maksimum yang jauh Jebih tinggi dibanding dengan respons primer. Respons sekunder ditandai oleh respons yang lebih cepat serta lebih banyak produksi antibodi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya ekspansi sel memori akibat pemberian toksoid pertama (Gambar 6.11). Hal yang khas terjadi pada respons sekunder: pembentukan — imunoglobulin berlangsung lebih cepat dan untuk waktu yang lebih lama, imunoglobulin mencapai titer tinggi yang terutama terdiri atas IgG. Pada respons primer, timbulnya IgG didahului oleh IgM. D. Imunoglobulin D gD ditemukan dalam serum dengan kadar disebabkan oleh karena IgD tidak dilepas sel plasma dan sangat rentan terhadap degradasi oleh proses proteolitik. IgD merupakan komponen permukaan utama sel B dan petanda dari diferensiasi sel B yang lebih matang. IgD merupakan 1% dari total imunoglobulin dan ditemukan banyak pada membran sel B bersama IgM yang dapat berfungsi sebagai reseptor antigen pada aktivasi sel B. IgD tidak mengikat komplemen, mem punyai aktivitas antibodi terhadap antigen berbagai makanan dan autoantigen seperti komponen nukleus. IgD juga diduga dapat mencegah terjadinya toleransi imun, tetapi mekanismenya belum jelas. E. Imunoglobulin E IgE mudah diikat sel mast, basofil dan eosinofil yang memiliki reseptor untuk fraksi Fe dari IgE (Fce-R). IgE dibentuk setempat oleh sel plasma dalam selaput lendir saluran napas dan cerna. Alergen yang diikat silang (cross-linking) oleh dua molekul IgE pada permukaan sel mast akan menimbulkan influks ion kalsium ke dalam sel. Hal itu menurunkan kadar adenosin yang sangat rendah. Hal tersebut mungkin monofosfatsiklik (cAMP) _intraselular PRIMER SEKUNDER Keadaan mapan Peningkatan f° AP!!! penurunan logaritmik Kadar antibodi dalam serum Fase __/ 1... negatif ae Gambar 6.11. Respons antibodi primer dan sekunder (anamnestik) 155 Imunologi Dasar Edisi Ke -12 yang menimbulkan degranulasi sel mast (Gambar 6.12). Selain pada alergi, kadar IgE yang tinggi ditemukan pada infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis dan diduga berperan pada imunitas parasit. F. Superfamili imunoglobulin Berbagai struktur rantai berat dan ringan imunoglobulin memiliki beberapa struktur sama terutama rantai berat dan ringan yang memiliki struktur domain lekukan imunoglobulin. Adanya struktur khas pada semua rantai beratdan ringan menunjukkan bahwa gen yang menyandinya, berasal dari gen primordial yang sama, gen yang menyandi struktur domain dasar/polipetida yang terdiri dari sekitar 10 asam amino. Sejumlah besar protein membran telah ditemukan memiliki satu atau lebih regio homolog terhadap domain imunoglobulin. Masing-masing protein membran tersebut dibagi sebagai superfamili_ imunoglobulin. Disamping imunoglobulin sendiri, superfamili imunoglobulin terdiri atas: Sel mast Gambar 6.12 Reaksi silang (cross- linking) antara antigen dan IgE menimbulkan degranulasi sel mast 156 heterodimer Ig-a/Ig-8, bagian dari BCR reseptor poli Ig yang berperan dalam komponen sekretori IgA dan IgM « TCR protein asesori sel T seperti CD2, CD4, CD8, CD28 dan rantai a, 6, ¢ dari CD3 molekul MHC-I dan MHC-II mikroglobulin b2, protein invarian yang berhubungan dengan MHC-I, berbagai molekul adhesi seperti VCAM-1, ICAM-1, ICAM-2 dan LFA-3 « PDGF. Kebanyakan anggota__superfamili imunoglobulin tidak mengikat antigen, jadi iri struktur lekuk imunoglobulin yang banyak ditemukan pada protein membran diduga mempunyai beberapa fungsi disamping mengikat antigen. Lekuk tersebut diduga memudahkan_interaksi antara protein membran. G. Fungsi efektor antibodi-transitosis Imunitas humoral diperankan antibodi yang dilepas sel plasma di organ limfoid dan FeR [9 yj Amino vasoaktif BAB 6. Antigen dan Antibodi sumsum tulang, dan fungsi fisiologisnya adalah pertahanan terhadap —mikroba ekstraselular. dan toksinnya. Antibodi berperan dalam sejumiah aktivitas biologis lain yang berakhir dalam eliminasi antigen dan kematian patogen. Ada 4 fungsi efektor utama yaitu opsonisasi, aktivasi komplemen, ADCC dan proses transitosis atau menghantarkan melalui lapisan epitel. Tiga proses pertama sudah banyak dijelaskan sebelumnya. Penghantaran antibodi ke permukaan mukosa saluran napas, cema, kemih dan asi memerlukan gerakan yang menembus lapisan epitel. Proses tersebut disebut transitosis. Pada manusia dan tikus, IgA merupakan antibodi utama yang terlibat dalam transitosis, tetapi juga IgM dapat dihantarkan ke permukaan mukosa. Transfer IgG dari ibu ke janin merupakan bentuk imunisasi pasif. H. Imunoglobulin serebrospinal Pada individu normal, imunoglobulin CSS berasal dari plasma melalui difusi sawar darah-otak, Jumlahnya tergantung dari kadamya dalam serum dan permeabiltas sawar darah-otak. IgM biasanya tidak ditemukan oleh karena ukuran molekulnya yang besar dan kadamya dalam plasma yang rendah. Namun pada keadaan tertentu, seperti penyakit dengan demielinisasi dan infeksi SSP, imunoglobulin dapat diproduksi secara lokal. 1. Efektor ADCC IgG bekerja sama dengan _imunitas nonspesifik, dapat merusak antigen sel melalui interaksi dengan sistem komplemen atau melalui efek sitolitik yang disebut ADCC dengan sel NK, eosinofil, neutrofil, makrofag yang semuanya memiliki Fey-R. Efek ADCC dapat menghancurkan sel tumor, agens infeksi dan sel alogeneik melalui Fc-R, regio Fe dari IgG yang diikat regio Fab pada permukaan antigen sel sasaran. Ikatan Fe-R dan regio Fc, menimbulkan destruksi sel sasaran oleh penglepasan sitokin. ADCC merupakan contoh partisipasi_molekul antibodi_ untuk memacu fungsi efektor sel nonspesifik. ADCC pertama kali digambarkan pada sel NK yang memiliki Fcy-R, Fey-RIll atau molekul CD16 untuk mengikat sel yang dilapisi antibodi. IgG dalam plasma tidak mengaktifkan sel NK. Ikatan Fey-RIll dengan sel sasaran yang dilapisi antibodi, mengaktifkan sel NK untuk mensintesis dan melepas granulnya dan sitokin seperti IFN-y yang semuanya berperan dalam pembunuhan sel. Sel NK merupakan efektor dari ADCC. yang tidak hanya merusak sel tunggal, tetapi juga mikroorganisme multtiselular seperti telur skistosoma. Peranan efektor ADCC ini juga penting pada penghancuran kanker, penolakan transplan dan penyakit autoimun, sedang ADCC melalui neutrofit dan eosinofil, berperan terhadap infestasi parasit. Kadar IgG meningkat pada infeksi kronis dan penyakit autoimun (Gambar 6.13). Melalui Foy-R yang dimilikinya, leukosit dapat mengikat antibodi yang melapisi sel dan menghancurkan sel tersebut melalui ADCC. Eosinofil berperan dalam ADCC terhadap cacing. Cacing terlalu besar untuk dimakan oleh fagosit dan cacing relatif resisten terhadap produk mikrobisidal neutrofil dan makrofag. Eosinofil dapat membunuhnya dengan MBP yang ada dalam granulnya. IgE melapisi cacing, selanjutnya eosinofil mengikat IgE melalui Fee-RI, diaktifkan oleh induksi sinyal dari Foe-RI, dan melepas granuinya yang membunuh cacing (Gambar 6.14). 457 Imunologi Dasar Edisi Ke -12 4 Enzim litik Neutrophil @ Perforin © TNF x Granzim ‘Ag permukaan Gambar 6.13 ADCC Sel sitotoksik nonspesifik bekerja terhadap sel sasaran spesifik dengan mengikat FcR dari antibodi yang dikat antigen permukaan sel sasaran. Berbagai bahan (enzim lk, TNE, perforin, granzim) dilepas oleh sel_ sitotoksik _nonspesifk, selanjutnya berperan dalam destruksi sel sasaran. Sel NK athe DU eter Ap denen T Ag dan FoR FoR Makrofag A. : FeeRIll poncen sic) afinitas rendah Benassy | ag Selatopa SINK) 9g pen nanan yang dilapisi antibodi B. ge Eosinofil L FeeRI _- afinitas tinggi a = AY de® Cacing a Pemusnahan cacing Gambar 6.14 Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxicity ‘A; Ig dari golongan IgG tertentu berikatan dengan sel (sel terinfeksi) dan Foy yang dikat akan dikenal Foy-R pada sel NK. Sel NK diaktifkan dan membunuh sel yang dilapisi antibodi. Mungkin sel NK juga dapat menghancurkan sasaran yang mengekspresikan MHC-I dengan bantuan opsonin. B. IgE dan eosinofil berperan dalam eliminasi cacing. J. Pengalihan kelas IgM merupakan imunoglobulin yang pertama kali diproduksi sebagai respons imun terhadap antigen yang dilkuti pengalihan ke produksi IgG atau antibodi kelas lain. Hal ini tergantung dari sinyal 158 sel Th yang memeriukan ikatan dengan ligan CD40 (CD154) di permukaan sel T, dan dengan CD40 di sel B. Di samping itu sitokin yang diproduksi sel T berpengaruh terhadap gen regio konstan yang menimbulkan pengalihan kelas Ig. BAB 6. Antigen dan Antibodi Sel Th2 memproduksi IL-4 yang menginduksi sel B untuk pengalihan ke produksi IgE. IL-5 yang juga diproduksi sel T menginduksi sel B untuk pengalihan ke produksi IgA. IFN-y yang diproduksi sel Th1 menginduksi pengalihan ke produksi kelas IgG1 dan IgG3 (Gambar 6.15). Sel B yang dirangsang antigen akan berdiferensiasi menjadi se! yang mensekresi IgM atau atas pengaruh CD40L dan sitokin, beberapa sel B akan berdiferensiasi menjadi sel yang memproduksi berbagai kelas rantai berat Ig. Fungsi efektor utama dari beberapa kelas |g terlinat dalam gambar, semua kelas dapat berfungsi untuk menetralisasi mikroba dan toksin (Gambar 6.16). K. Interaksi antara antigen-antibodi Antigen adalah bahan yang dapat diikat secara spesifik oleh molekul antibodi atau molekul reseptor pada se! T. Antibodi dapat mengenal hampir setiap molekul biologik sebagai antigen seperti hasil metabolik hidrat arang, lipid, hormon, makromolekul kompleks hidrat arang, fosfolipid, asam nukleat dan protein. Pengenalan antigen oleh antibodi melibatkan ikatan nonkovalen dan reversibel. Berbagai jenis interaksi nonkovalen dapat berperan pada ikatan antigen seperti faktor elektrostatik, ikatan hidrogen, _interaksi hidrofobik dan lainnya. Kekuatan ikatan antara satu antibodi dan epitop disebut afinitas antibodi. Antigen polivalen mempunyai lebih dari satu determinan. Kekuatan ikatan antibodi dengan epitop antigen keseluruhan disebut afiditas (Gambar 6.17). Antigen monovalen atau —_epitop masing-masing pada permukaan sel, akan berinteraksi dengan masing-masing ikatan tunggal molekul antibodi. Meskipun afinitas interaksi tersebut dapat tinggi, aviditas keseluruhan adalah rendah. Bila ditemukan banyak determinan yang cukup dekat pada © Sel Th: CD40L, Stee Pengalihan Jaringan mukosa; sitokin (TGF-8, dil) ze isotip Subkelas IgG aM (IgG1, IgG3) IgE IgA Fungsi Aktivasi Respons fagosit Imunitas. Imunitas efektor komplemen yang Fo-R terhadap mukosa utama dependen; cacing. _ (transpor aktivasi Degranulasi | IgA melalui komplemen; __ sel mast epitel) imunitas neonatal | (hipersensitivitas (transfer plasenta) cepat) Gambar 6.15 Pengalihan produks! isotipe rantai berat Ig 159 Imunologi Dasar Edisi Ke -12 Sel plasma Gambar 6.16 Inter- aksi sitokin dengan selB Proliferasi sel B (sentrosit) ) —>1962a atau J IgG3 2 Interaksi _berbagai sitokin dengan sel B menghasilkan sinyal > lgAatau 4 “TP IgG2b yang diperlukan untuk proliferasi dan pengalihnan elas. Pad —> 967" selama_diferensiasi Sol B aktif Hie (centrobias) sel B menjadi sel a plasma. 4 )}—>Iom Ls J Proliferasi sitokin: | [ Diferensiasi sitokin 12, IL-4, IL-5 1L-2, IL-4, IL-5, IFN-y, TGF-B Valensi Aviditas interaksi interaksi | [Rendah | IgM | | | Gambar 6.17 Valensi dan aviditas interaksi antigen-antibodi 160 BAB 6. Antigen dan Antibodi permukaan sel, satu molekul IgG mengikat 2 epitop (interaksi bivalen dengan satu molekul IgG) yang menghasilkan aviditas lebih tinggi. igMmempunyai 10 ikatan antigen identik yang secara teoritis dalam interaksi polivalen dapat mengikat secara simultan 10 determinan dengan aviditas sangat tinggi. ‘Antibodi merupakan komponen imunitas didapat yang melindungi tubuh_ terhadap infeksi mikroorganisme dan produknya yang toksik. Oleh karena itu interaksi antara antigen dan antibodi sangat penting dan banyak digunakan in vitro untuk tujuan diagnostik. Penggunaan reaksi in vitro antara antigen- antibodi disebut serologi. Interaksi antara antigen dan antibodi dapat menimbulkan berbagai akibat antara lain presipitasi (bila antigen merupakan bahan larut dalam cairan garam fisiologik), aglutinasi (bila antigen merupakan bahan tidak larut/partikel- artikel kecil), netralisasi (toksin) dan aktivasi komplemen. Kebanyakan reaksi tersebut terjadi oleh adanya interaksi antara antigen multivalen dan antibodi yang sedikitnya memiliki 2 tempat ikatan per molekul. 5 Jumlah presipitat antibodi Ekses antibod 1 2 aed 4 Penambahan jumiah antigen 5 Titer antibodi adalah pengenceran terlinggi yang menunjukkan aglutinasi atau presipitasi. Untuk menentukan titer antibodi, dibuat pengenceran serial serum dan selanjutnya ditambahkan sejumlah antigen yang konstan dan campuran larutan tersebut diinkubasikan dan diperiksa untuk aglutinasi / presipitasi. Serum dengan kekuatan tinggi atau tidak diencerkan hanya sedikit atau tidak menunjukkan aglutinasi/ presipitasi. Hal itu disebut fenomena prozon disebabkan oleh antibodi berlebihan. Crosslinking atau reaksi silang antigen tidak terjadi akibat banyaknya antibodi. Setiap antigen dapat diikat satu antibodi. Hal yang sama terjadi bila serum sangat diencerkan, juga hanya sedikit atau tidak — menunjukkan —_aglutinasi/presipitasi yang disebut fenomena pos-zona. Di antara fenomena prozon dan pos-zona, setiap molekul antibodi bereaksi dengan antigen yang membentuk kompleks besar. Zona ini disebut zona ekuivalen. Kadar antigen dan antibodi dalam zona ini merupakan kadar relatif molekul-molekul yang dapat membentuk kompleks (Gambar 6.18). Ekses antigen Co yee dea) — Gambar 6.18 Pembentukan kompleks imun dan presipitasi Zone A: Zona prozon; Zone B: Zona ekuivalen; Zona C: Fenomena pos-zona 161 Imunologi Dasar Edisi Ke -12 L. Antibodi monoklonal Dewasa ini, produksi antibodi identik dalam jumlah besar yang tidak terbatas telah dimungkinkan (1975). Bila antigen tertentu. dimasukkan ke dalam sistem imun hewan percobaan, semua sel B yang mengenal banyak epitop pada antigen akan dirangsang dan memproduksi antibodi. Darah yang diambil dari hewan tersebut akan mengandung antibodi yang multipel yang akan bereaksi dengan setiap epitop. Serum tersebut disebut poliklonal oleh karena mengandung produk yang berasal dari banyak klon sel B. Memurnikan antibodi yang diperlukan dari serum tersebut sangatlah sulit. Klon adalah segolongan sel yang berasal dari satu sel dan karenanya identik secara genetik. Antibodi monoklonal adalah antibodi yang diproduksi oleh sel-sel yang berasal dari ‘satu klon sel. Kloning dapat dilakukan dengan mengencerkan larutan sel demikian rupa ‘sehingga dalam biakan sel diperoleh sumur yang hanya mengandung satu sel. Protein mieloma adalah __protein/ imunoglobulin yang diproduksi neoplasma sel plasma. Tumor ini tumbuh tanpa kontrol dan imunoglobulin tersebut ditemukan dalam jumlah besar pada penderita dengan mieloma. Bila sel B tunggal menjadi ganas, semua antibodi adalah identik. Sel plasma yang diambil dari darah tidak akan tumbuh dalam biakan jaringan dan akan mati dalam beberapa hari. Sebaliknya sel mieloma akan tumbuh terus menerus dalam biakan jaringan. Satu sel plasma dan satu sel mieloma dapat difusikan menjadi satu sel yang disebut hibridoma yang mempunyai sifat dari ke 2 sel asalnya dan akan membentuk antibodi monoklonal. Dalam — antibodi monoklonal semua molekulnya adalah identik (Gambar 6.19). 162 Antibodi monoklonal merupakan bahan standar yang banyak digunakan dalam laboratorium untuk —s mengidentifikasi berbagai jenis sel, typing darah dan menegakkan diagnosis berbagai penyakit. Kemajuan sekarang telah memungkinkan untuk memproduksi antibodi monoklonal manusia melalui rekayasa genetika dalam jumlah yang besar untuk digunakan dalam terapi berbagai penyakit. M. Teori seleksi kion Teori seleksi klon merupakan teori seleksi dalam pembentukan _antibodi yang diusulkan Burnet. Postulasinya ialah adanya sejumlah besar sel yang memproduksi antibodi, dan masing- masing mensintesis antibodi yang sudah ditentukan. Setelah sel dipilih oleh antigen paling sesuai, akan berproliferasi dan memproduksi klon sel yang akan terus menerus memproduksi antibodi yang sama. Burnet mengemukakan —_konsep forbidden clone untuk —menerangkan autoimunitas. Sel yang dapat memproduksi antibodi terhadap antigen _ normal sendiri akan forbidden dan disingkirkan dalam masa hidup embrional. Selama perkembangan janin, klon yang bereaksi dengan antigen sendiri akan dihancurkan atau ditekan. Aktivasi klon reaktif yang ditekan oleh pajanan dengan antigen pada usia lebih lanjut, akan menginduksi penyakit autoimun. N. Sel B hibridoma Sel hibrid diproduksi melalui fusi sel limpa yang melepas antibodi yang diimunisasi terhadap antigen tertentu dengan mutan sel mieloma dari spesies tertentu yang tidak lagi melepas produk proteinnya BAB 6. Antigen dan Antibodi Mengisolasi sel limpa dari tikus yang diimunisasi dengan antigen if 6. 6 *€ Q oO 4 mutan; Campuran sel limpa, termasuk tidak di japat berkemban: beberapa yang ees Fusi] dalam malin seleksi HAT, antibodi anti-x tidak menghasilkan antibodi Gg 0 Sackett in vitro ‘Campuran sel fusi dan tidak terfusi dalam medium HAT] Hanya sel yang Je terfusi (hibridoma) = berkembang oa? om Sartor? “i sumur pan eg progeni satu sel) a i a Skrining supematan untuk mengetahui adanya ws anti-X dan mengembangkan klon positif 58 Hibridoma menghasilkan| Ab monoktonal anti-X ¥Y RAE Gambar 6.19 Pembentukan antibodi monoklonal sendiri, Glikopolietilen digunakan untuk fusi monoklonal terus menerus. Sel mutan tersebut. Sel mutan mieloma merupakan mieloma tersebut disebut sel hibridoma. sel imortal yang memproduksi antibodi 163 Imunologi Dasar Edisi Ke -12 DAFTAR PUSTAKA 10, UL 12. ‘Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Antibodies and ‘Antigens, Dalam: Cellularand Molecular Immunology. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2015: 87-106 ‘Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Antigen Capture and Presentation to Lymphocytes. Dalam: Basic Immunology Functions Disorders of the Immune System, Philadelphia: Elsevier Saunders, 2014: 49-70 ‘Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Antigen ‘Recognition in the Adaptive Immune System. Dalam : Basic Immunology Functions Disorders of the Immune ‘System. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2014: 71-91 ‘Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. B cell activation and ‘Antibody production. Dalam: Cellular and Molecular Immunology. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2015: 739-63 Barclay A. Membrane proteins with immunoglobulin- like domains — 2 master superfamily of interaction molecules. Semin Immunol, 2003 (15): 215-23. Collins, AM, Jackson KJL. A temporal model of human IgE and IgG antibody finetion. Frontiers Immunol. 2013 (4): 235 Corti D, Lanzavecchia A. Broadly neutralizing antiviral antibodies. Annu Rev Immunol. 2013 (31): 705-42 Danilova N, Ameniya CR. Going adaptive: the saga of antibodies. Ann NY Ac Science. 2009 (1168): 130-55 Fagarasan S. Ecolution, development, mechanisms and functions of IgA in the gut. Curr Opin Immunol, 208 (20): 170-7 Geisberger R, Lamers M, Achatz.G. (2006). The riddle of the dual expression of IgM and IgD. Immunology. 2006 (118): 889-98, Germain RN, Jenkins MK. In vivo antigen presentation, Curr Opin Immunol, 2004 (16): 120-5 Gopia R. Immunogenicity vs Antigenicity. http://www. nowiknowblog.com/2015/04/immunogenicity-vs~ antigenicity:html . Diakses 20 Agustus 2015 Tknowledge. Immunogenecity and _antigenecity. Published 09/02/2015. __httpsi/clinicalgate.com/ immunogenicity-and-antigenicity. Diakses 12/11/2015 Kindt TJ, Goldsby RA, Osborne BA. Antigens and Antibodies. Dalam : Kuby Immunology. New York: WH Freeman and Company. 2007: 76 - 110. 164 15, 16. 19.3 19. au. 22 23. 24, 25. 26. ). Neuberger M, Ehrenstein M, Rada Kubo T, Morita H, Sugita K, Akdis CA. Introduction to Mechanism of Allergic Disease. In : O’Hehir RE, Holgate ST, Sheikh A (eds). Middleton's Allergy Essentials, New York: Elsevier 2017: 1-27 Langley RI, Renno T. Superantigens. Dalam eLS. John Wiley & Sons Ltd, Chichester. http:/vww.els. net (doi: 10.1002/9780470015902.a0001216.pub2] Diakses 25/7/2013 Llewelyn M, Cohen J. Superantigens: microbial agents that corrupt immunity. Lancet Infect Dis. 2002 (2): 156-62 ;. Lynn AK, Yannas IV, Bonfield W. Antigenicity and Immunogenicity of Collagen. Published online 16 July 2004 in Wiley InterScience (www. interscience. wiley.com). DOI: 10.1002/jbm.b.30096, Diakses 25/7/2015 Mantis NJ, Rol N, Corthésy B. Secretory TpA's complex roles in immunity and mucosal homeostasis in the gut. Mucosal Immunol, 2011 (4); 603-11 Sale J, Batista F, Williams G, Milstein C. Memory in the B-cell ‘compartment: antibody affinity maturation. Philos Trans R Soc Lond B Biol Sci. 2000 (355): 357-60, OrGuil M, Wittenbrink N, Weiser AA, ‘Schuchhardt J. Recirculation of germinal center B cells: a multilevel selection strategy for antibody ‘maturation, Immunol. Rev. 2007 (216): 130-41 Ouchida R, Mori H, Hase K, et al. Critical role of the IgM Fe receptor in IgM homeostasis, B-cell survival, and humoral immune responses. Proc. Natl. Acad. Sci. 2012 (109): E2699-706. Racine R, McLaughlin M, Jones DD. IgM production by bone marrow plasmablasts contributes to long- term protection against intracellular bacterial infection. Immunol. 2011 (186): 1011-21 Roux K. Immunoglobulin structure and function as revealed by electron microscopy. Int Arch Allergy Immunol. 1999 (120): 85-99 Stavnezer J, Amemiya CT. Evolution of isotype switching. Semin. Immunol. 2004 (16): 257-75. Wikipedia, Antibody. https://en.wikipedia.ong/wiki Antibody. Diakses 21/08/2015 Overview of the Immune System mi ey a Ea Interactions between the two systems Organ yang berperan dalam Imunitas FE ee © Organ limfoid primer atau sentral es Sumsum tulang o Kelenjar timus o Organ limfoid sekunder atau perifer a Adenoid, tonsil, kelenjar limfe, limpa, apendiks c Limfonodi - BALT, MALT, Peyer's patch

You might also like