Sekitar Kontroversi Surat Perintah Sebelas Maret

You might also like

Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 20
SEKITAR KONTROVERSI SURAT PERINTAH SEBELAS MARET Oleh : Dra. Hj. Sartini, MM PENDAHULUAN SUPERSEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret) banyak menyisakan misteri yang sampai sekarang belum terungkap Kebenarannya. Para pelaku sejarah_menceritakan asal usul surat Perintah itu menurut versi_masing- masing, Tentu saja dengan kepentingan masing-masing pula, _—_Berbagai improvisasipun merebak semua itu dipicu oleh “raibnya” naskah asli Supersemar sebagai dokumen sejarah yang sangat penting bagi Republik ini Kendati_ masih menjadi tanda dipungkiri Supersemar adalah legetimasi paling tanya besar, sulit awal Pemerintah Orde Baru yang kemudian berkuasa selama 32 tahun di Indonesia, Supersemar merupakan titik tolak transisi_kekuasaan bari Bung Karno kepada Suharto. Tentu saja tmsisi kekuasaan itu tidak mulus, ada beda pendapat, intrik dan tabrakan Kepentingan disana-sini ‘Namun sejarah mencatat, kekuasaan Bung Karno akhirnya terlucuti oleh strategi oportunistik Jendral Suharto yang memanfeatkan —_Supersemar sebagai titik tolak kekuasaannya. Salah satu kutup _ polemik tentang Supersemar yang paling banyak diangkat oleh berbagai kalangan adalah pertanyaan apakah surat perintah itu hasil ‘KUP” (kudeta) Jendral Suhareto terhadap Bung Karno atau bukan. Tidak ada jawaban positif atas’ pertanyaan tersebut. Bahkan Suharto sendiri, tidak memberikan jawaban tegas Dalam buku biografinya yang berjudul Tindakan saya” ia hanya menuliskan “Pikiran, Ucapan, dan menurut saya, perintah itu dikeluarkan disaat negara dalam keadaan gawat, dimana integritas Presiden, ABRI,'dan Rakyat sdang berada dalam bahaya sedangkan keamanan, ketértiban dan Pemerintahan berada dalam’ keadaan berantakan. Socharto mengakui Supersemar sering dipersoalkan orang, apakah Surat 53 Perintah itu semata-mata sebagai Instruksi Presiden kepadanya, atau suatu “Pemindahan Kekuasaan Eksedautif secara tabetas” ketidakmampuan Suharto menjelaskan masalah ini makin membuat orang bertanya-tanya. Di lain bukan tidak mungkin Suharto ‘mencoba menutup-nutupi kejadian yang sesungguhnya dengan —_berbagai retorikanya sendiri PEMBAHASAN a PERTANDINGAN CATUR BUNG KARNO VS SUHARTO Penggulingan kkekuasaan Sukarno tak terjadi dalam waktu singkat, tetapi pelan-pelan_ memakan waktu 2 tahun, antara tahun 1965-1967 Suharto Kemenangan kecil dengan memainkan memetik _kemenangan- pion dan perwira sebelum men-Skak- Mat Sukarno. Bukan hanya terhadap Bung Skak-Mat juga diterapkan Suharto kepada tokoh-tokoh pembangkang, misalnya mereka yang menandatangani PETISI 50 yang bukan saja dikebiri hak-hak politiknya, tetapi juga dilarang berbisnis, BUI menjadi Karno, _ strategi jawaban bagi para aktivis mahasiswa dan pers pembela demokrasi yang harus meringkuk di penjara karena berbeda pendapat dengan pemerintah ORDE BARU Babak demi babak dalam Pertandingan catur Suharto melawan Bung Karo mungkin lebih jelas disajikan dalam bentuk Kronologis berikut ini : Tahun 1965 1 Oktober (dini hari) penculikan dan pembunuhan para Jendral AD 1 Oktober setelah thu, MENPANGAD Jend. A. Yani Gugur, Suharto mengabil alih kepemimpinan AD dengan restu PANGDAM =V_—sJaya.— Umar Wirahadikusumah dan perwira tinggi lainnya, sorenya ketika bertemu Jend. AH. Nasution, menawarkan jabatan itu, Nasution menolak. Ternyata Bung Karno mengambil alih jabatan itu dan menunjuk Jend. Pranoto Reksosamudro sebagai Care Taker, tetapi Suharto tidak ‘mengijinkan Pranoto pergi ketika dipanggil Presiden menghadap Presiden ke Bogor. 3 Oktober Bung Karno mengangkat Suharto sebagai PANGKOKAMTIB dan Pranoto sebagai care taker pelaksana harian PANGAD. 4 Oktober Bung Karno menunjuk Suharto sebagai. MEN/PANGAD.6 Oktober jabatan MEN/PANGAD. 34 disahkan tidak lama berselang Pranoto ‘diamankan” di Markas KOSTRAD dan tidak diketahui rimbanya, 18 Oktober Presiden Sukano mengatakan —bahwa —_peristiwa pembunuhan para. = JENDRAL merupakan “Gelombang kecil dalam samodra Revolusi” pernyataan merupakan kemenagan moral bagi AD, Karena simpatirakyat yang mulai mengkeristal Tahun 1966 21 Februari mengumumkan kabinet baru. Yang anti PKI di gusur termasuk MEN/KSAB Jend. AH. Nasution, Jend. Sarbini ‘menjadi Menteri Pertahanan, sedangkan Presiden Sukarno jabatan KSAB dihapus 11 Maret SidangKabinet suasana tidak terkendali Presiden Sukarno menyerahkan sidang———kepada WAPERDAM Il DR. J> Leimena, Presiden kemudian terbang ke Istana Bogor, Para Jendral TNI AD (mayjen Basuki Rachmad, Brigien M, Yusuf, Brigjen Amir Machmud) menyusul ke bogor dan keluatlah Supersemar) 12 Maret digunakan Jend. Suharto sebagai pijakan untuk membaubarkan PKI.13/14 Maret Bung Karno mengirim surat teguran kepada Suharto’ yang dianggap ——metenceng dalam ‘menjalankan Supersemar 16 Maret Bung Karno kembali menjelaskan soal Supersemar. Ta menegaskan bahwa dirinya_masih berkuasa sebagai kepala cksekutif’ Pemerintah Mandataris MPRS, Ia juga bilang, hanya dirinya yang berkuasa ‘mengangkat Menteri-menteri 18 Maret sejumlah menteri ditangkap, termasuk DR. Subandrio, DR. Chaerul Saleh dan Yusuf Muda dalam, manuver Suharto ini mengejutkan Bung Karno. 27 Maret dibantu kabinet baru Sri Sultan Hamengku Bowono IX dan ‘Adam Malik termasuk dalam jajaran 6 orang Wakil Perdana Menteri, Sukarno terpukul Karena harus berkompromi, ketika baru membacakan, Dia berhenti dan minta DR. Leimena melanjutkan pembacaan nampak tersebut. 20 Juni MPRS bersidang dan memilih Jend. AH. Nasution sebagai Ketua MPRS, kemudian mencabut gelar Presiden seumu hidup bagi Sukarno, - Sukarno menyampaikan pidato NAWAKSARA - Sepanjang bulan Juli Suharto bertindak “membentuk Kabinet 55 dan membersihkan orang-orang Bung Karno. Bulan Oktober MPRS meminta Bung Kamo melengkapi pidato NAW AKSARA. Tahun 1967 12 Januari Bung Karno menyampaikan secara tertulis pelengkap Nawaksara, ia mengatakan bahwa peristiwa G- 308/PKI disebabkan oleh keblingernya pimpinan PKI, liciknya Nekolim, dan kenyataan adanya orang-orang aneh, 17 Februari MPRS. pertanggungjawaban Bung Karno menolak 20 Februari Suharto danpara Panglima Angkatan lainnya menghadap Bung Karno di Bogor setelah berbicara selama 3 jam, Sukamo bersedia menyerahkan Soeharto. 7 Maret MPRS bersidang dan memutuskan mencabut mandat dari kekuasaan kepada Presiden Sukarno dan mengalihkannya kepada Suhato, dengan demikian Suharto menjadi Pejabat Presiden Tahun 1968 27 Maret MPRS mengadakan sidang Istimewa mengukuhkan Suharto sebagai Kepala Negara. Tahun 1970 21 Juni Bung Karno wafat Tampaklah dai kronolisnya kejadian diatas kunci kemenagan Suharto terletak lima hal penting 1, Muaknya rakyat terhadap PKI yang merajalela dengan provokasi dan terror saat itu Suharto paham betul dan memanfaatkan sebagai alat untuk menekan Bung Karno, Dengan Supersemar Suharto melakukan aksi yang popular dimata——rakyat’=——_yakni pembubaran PKI, sayangnya langkah ini dibarengi dengan aksi pembantaian yang sangat bertentangan dengan norma HAM. 2. Pintarnya Soeharto memainkan pion dan perwira sesudh ‘gugumya para jnedral AD yang dibantai PKI praktis terjadi Facum of Power dalam tubuh AD. Sukaharto_memanfaatkan situasi dengan cara provokasi Juga ia melarang —Jendral Reksosanodro menghadap Presiden Sukarno Pranoto untuk menerima jabatan Care Taker kepemimpinan AD dan kemudian Pranoto fo’amankan” dan dibilangkan dari _pentas politik. 56 3. Strategi Suharto dalam menjungkirkan para pesaingnya seperti Pranoto Reksosamudro (pesaing sebagai MEN/PANGAD), Jendral A.H. Nasution (sebagai kandidat Pengganti Bung Karo) namum Jendral AH, Nasution diangkat menjadi Ketua MPRS. 4. Suharto pandai membaca situasi ini sekaligus merupakan bahwa dia adalah seorang_ opurtunis, Masih menjadi tanda tanya besar dimana posisi _politik Suharto ketika _G-30S/PKI terjadi dini hari 1 Oktober 1965, kemudian seberapa sakitkah dia sehingga tidak dapat _hadir dalam sidang kabinet tanggal 11 Maret 1966. 5. Suharto menggunakan_ politik switching (mengalihkan perhatian publik) dari style pokok tema-tema _instrumen yang tidak terlalu _penting. Mengalihkan perhatian publik ini dari pembantaian PKI kepada program — rehabilitasi ekonomi dengan mengalihkan perhatian publik pada _bidang ekonomi Suharto mendapatkan jalan mulus untuk mempertahankan —_kekuasaan, akibatnya menjadi jelas bahwa Supersemar dijadikan “Jalan To!” —menuju_kekuasaan, Dengan Supersemar Suharto membuat Parlemen Sementara (MPRS), TAP MPRS No.IX/MPRS/1966, mengukuhkan Supersemar sebagai “Sumber Humum”, lalu TAP MPRS No.XXXIIU/MPRS/1967 kekuasaan Bung Karno (pasal 3) dan mengangkat Jendral Suharto sebagai Pejabaat Presiden (pasal 4) mencabut KESAKSIAN SUKARJO WILARJITO Dalam otobiografinya yang ditulis oleh G. Dwipayana dan Rahmadan KH (Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya) Suharto. mengungkepkan tanggal 1 Maret 1966 ia ada dirumah JI, H. Agus Salim, mestiny aSuharto ikut dalam sidang kabinet tapi Karena flu berat ia harus istirahat di rumah, Datanglah Mayjen. Basuki Rachmad, Brigjen M. ‘Yusuf, Brigjen. Amir Amchmud setelah Bung Karno meninggalkan sidang dengan tergesa-gesa kata salah seorang 37 dari mereka, ‘Gara-gara laporan sabur pada Bung Karno ada pasukan tidak dikenal mengepung istana’. Inilah rupanya yang membuat Bung Karno resah dengan tergesa-gesa meninggalkan sidang menuju. Istana Bogor. Kemudian tiga Jendral itu mengambil inisiatif untuk menyusul ke Bogor dengan maksud menemui Bung Karno agar lebih tenteram — dan sekaligus menunjukkan bahwa AD tidak mengucilkan Beliau. Sebelum berangkat ketiga Jendral minta izin kepada Suharto dan bertanya apakah ada pesan untuk Bung Kamo. Suharto menjawab “sampaikan salam hormat saya kepada Presiden laporkan saya dalam keadaan sakit, kalu saya diberi kepercayaan keadaan sekarang ini akan saya atasi” SEPENGGAL KISAH SUKARIO WILARSITO Agustus 1998, muncul kesaksian Letda (Inf) Sukarjo Wilarjito (71 tahun) penodongan oleh mengenai —_adanya Brigien. | M. Panggabean kepada Bung Karno agar Panglima Besar Revolusi Indonesia itu bersedia menandatangani Supersemar. Dua hal baru mencuat dari keterangan Sukarjo yakni Keterlibatan M. Panggabean b. Penodongan terhadap Bung Karno sebelum penandatangan Supersemar dilakukan, Seperti disebut, Presiden Sockarno terpaksa meninggalkan sidang kabinet tanggal 11 Maret 1966 karena alasan keamanan. Menggunakan helicopter Beliau menuju Istana Bogor. Tiba di Istana Bogor, Bung Karno dikawal Brigjen, Sabur memasuki Paviliun yang ditinggali Tbu Hartini Menurut kesaksian Wilarjito sebagaimana diungkapkan arian Bernas, sekitar pukul 01.00 dini hari tanggal 12 Maret 1966, ia didatangi piket. Petugas melaporkan bahwa ada empat Jendral ingin bertemu Presiden, mereka adalah Basuki Rachmad, M. Yusuf, Amir Machmud dan M. Panggabean. Sebagai petugas Dinas Security dan berada paling dekat dengan Bung Karno, Sukarjo mengetuk pintu kamar Presiden, Waktu itu Presiden sudah hampir tidur dan mengenakan piyama, tutur Sukarjo “Presiden ada tamu” kata Sukarjo “Siapa?” Jawab Bung Karno “Jendral Yusuf,Basuki Rachmad, Amir ‘Machmud, dan Jendral Pangabean”” “Ada apa?” 38 “Saya tidak tahu” Bung Karno kemudian keluar dari dalam keadaan berpiyama menuju ruang tamu, tidak jauh dari kamar tidur, ‘Sukarjo mengikuti dari belakang. “Ada apa malam-malam?” Tanya Bung Karno kepada tamunya. “Ini mohon ditandatangani, karena situasi sudah genting” kata Brigjen, M. Yusuf sambil menyodorkan stopmaf berwarna merah jambu, Bersama dengan itu, Mayjen. Basuki Rachmad dan MPangabean mencabut pistol dari Brigjen pinggangnya dan menodongkan ke arah Bung Karno, Letnan Sukarjo yang ada dibelakang Presiden beraksi. Ia juga mencabut istol FN kaliber 46 yang dibawanya namum, niat itu diurungkan Bung Kamo “jabgan....Jjangan...” kata Presiden sambil melambaikan tangan kanan tanda melarang, Meski — dibawah senjata, Bung Karno tampak tenang todongan “Saya heran Bung Karo sama sekali tidak menampilkan reaksi_ terkejut Biasa saja, meski raut mukanya sempat memerah sebentar’, ujar Sukarjo. “Apa isinya?” Tanya Presiden tentang stopmaf yang tersodor itu. “Silahkan dibaca” Bung Karno membuka stopmaf sambil berdiri, Sukarjo yang berdiri dibelakangnya sempat melihat ketika surat yang ditapsirnya sebagai kertas kepresidenan. “Tni dictum kok dictum militer?. Bukan dictum kepresidenan?” Tanya Bung Karno “Untuk mengubah, waktunya sudah sempit” ucap Brigjen. Amir Machmud menjelaskan. Bung Kerno kemudian duduk di kursi tamu, diikuti empat Jenral “ya sudah kalau memang Saya harus menyerahkan pada Harto. Tapi kalau situasinya sudah baik, mandat ini kembali kepada Sya: Bung = Kamo —_kermudian menandatangani Surat Perinteh 11 Maret 1966 dengan pulpen yang diberikan oleh Brigjen. M. Yusuf. Selesai ditandatangani, kata Sukarjo JendralBAsuki Rachmad dan Pangabean memasukan _pistol kesarungnya. Meeka memberi hormat serta mengucap “terima kasih” dan balik kanan ke luar Istana, Bung Karno hanya mengangguk. Sambil berlalu menuju kamar tidumya, Bung Karo berujar “Aku harus keluar dari Istana i. Kamu harus hati-hati” Sukarjo yang 59 berdiri didekat Presiden mengaku mendengar kalimat tersebut. “Ini Kudeta, Saya piker waktu mendengar kalimat trsebut” ujar Sukarjo. Seingat Sukarjo ada tiga putra Bung Karno yang ada di Istana saat itu. Mereka adalah guntur, —megawati, dan Rachmawati. Ia juga tidak tahu, bagaimana nasib —putra-putri ini selanjutnya PENGAKUAN PARA SAKSI MATA Memperkuat kesaksian Sukarjo Wilarjito, muncul dua saksi bara yang anggota pengawal Presiden Sukamo dan dulubertugas sebagai anggota Cakrabirawa, Kasmadi (77 tahun).yang mantan anggota Resimen Cakrabirawa yang tinggal di dusun Gaba Banjarsari,, Kebondalem Kidul, Prambanan Wetan, Klaten menuturkan Kepaa penasehat hukumnya Budi Hartonoi, SH dari LBH Yogyakarta, ia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Mayjen, M. Pangabean pada tanggal 11 Maret 1966 sekitar pukul 01.00 WIB (mestinya tanggal 12 Maret 1966) turun dari Jip mengenakan jaket tentara dan berjalan menuju ke Istana Bogor, dimana Presiden Sukarno berada. Sementara itu Rian Ismail (66 tahun) juga mantan—anggota Cakrabirawa dari unsure CPM menegaskan, ia menyaksikan EMPAT ORANG keluar dari Istana Bogor pada dini hari Kamis tanggal 11 Maret 1966 pukul 01.00 WIB ( mestinya tanggal 12 Maret 1966). Rian Ismail mengaku masih ingat betul, dua diantaranya Brigjen, M. Yusuf dan Brigjen Amir Machmud. Sedangkan dua orang lainnya, Rian Ismail mengaku tidak bisa melihat dengan jelas, Rian dan Kaswadi, dua orang mantan anggota Pasukan Cakrabirawa dari Kesatuan CPM ini pada hari Rabu, 2+ September 1998 pernyataan tertulis di atas materai di LBH Yogyakarta. LBH Yogyakarta telah mengirimkan pengakuan para saksi soal proses penandatanganan memberikan Supersemar ini kepada —_instansi pemerintah yang terkait, termasuk disampaikan juga kepada Presiden RI, Ketua MPR RI, Men/Pangab maupun Kejagung RI. KESAKSIAN RIAN ISMAIL Menurut Rian Ismail, seperti yang ditulis oleh Harian Bernas edisi_ 1 September 1998 empat tamu keluar dari Istana, sekitar tengah malam. Mungkin malah lebih larut lagi. “Saya tidak tahu persis jam berapa, sebab saya tidak 60 bawa jam. Mungkin lewat tengah malam” Katanya saat ditemui wartawan Banjarmasin Post di lokasi pertambangan batu bara PT Hansur Jaya Utama, di Tapin, Kalimantan Selatan, Mengenai apakah Rian benar- benar mengenali dua Jenderal diantara empat tamu yang datang malam itu, dengan tegas ia menjawab, “Saya dinas di Cakrabirawa sejak tahun 1962 sampai di bubarkan dan saya masuk datasemen pengamanan Khusus (DPC). Saya hafal wajah-wajah orang yang sering menghadap Presiden jadi, saya tahu betul kalau Pak Amir Machmud dan Pak Yusuf” ‘Mengapa ia ada di Istana Bogor, Rian menjelaskan sebagai DPC ia bertugas mengawal Bung Karno dari Jakarta ke Bogor. Bung Kamo naik helicopter. Rian Ismail bersama tiga temannya yakni Sumiyatna (dari Pasukan Gerak Cepat)PGT, sekarang Paskhas, Suparno (KKO, sekarang Marinir) dan Ketut Reguk (polisi Militer), menggunkan mobil sedan Fiat. Tiba di menempuh jalan darat Istana Bogor Pengawalan menjadi tanggung jawab petugas di Bogor. Ta dan tiga temannya tinggal di Mess Istana Rian Ismail menuturkan, malam itu sekitar pukul 22.00 dia merasa lapar “Maklum maken malam di Istanan Bogor jam enam sore.” Katanya, la bermaksud kepasar Bogor membeli nasi, Ia berpakeian sipil keluar berjalan kaki lewat Pos Belakang istana, menuju jalan Kebun Raya Bogor. Di luar Istana rian dicegat tentara KOSTRAD dan tentara berbaret merah dan ditanya mau kemana?. “Saya jawab dalam bahasa Sunda, bahwa saya tukang kebun istana mau numpang lewat cara makan” tutrnya. Di pasar Bogor, ia makan nasi campur. Setelah itu Masih minum bandrek untuk penghangat tubuh Pulang dari pasar, Rian tidak langsung ke Mess. Tapi ia nongkrong di Pos Penjagaan Sekuriti depan dan mgobro! bersama petugas jaga. Ditanya soal alokasi waktu yang dibutuhkan keluar makan,Rian mengatakan untuk jalan kaki pulang balik sekitar 30 menit Kemudian untuk — akan, Rian mengatakan untuk jalan kaki pulang balik sekitar 30 menit. Setelah agak lama ngobrol di Pos Penjagaan Sekuriti ada lima orang menuju Pos. stelah empat tamu Presiden meninggalkan 61 kompleks Istana dengan dua Jip, Rian menyaksikan Bung Karno keluar Istana. menuju pesawat helicopter malam itu Bung Karno terbang Kembali ke Jakarta. Setelah Bung Karno terbang Rian bermaksud ke beristirahat. Namun belum sempat mata Messuntuk terpejam, ada perintah bahwa para pengawal Bung Karno dari Jakarta,malam itu juga harus ke Jakarta Menurut Kaswadi, —_ mantan anggota. Pasukan Cakrabirawa dari unsure CPM,apa yang diungkapkan Sukarjo berkaitan dengan kedatangan Jenderal M Panggabean di Istana Bogor saat Supersemar ditandatangani itu merupakan fakta “ Say melihat dengan mata kepala sendiri ” kata Kaswadi (Media Indonesia, 6 September 1998). Saat itu , ia melihat Panggabean yang berjaket tentara turun dari jip dan menuju Istana Bogor, pada tanggal 11 Maret 1966,pukul 01.00. Pada saat itu juga, sejumlah besar pasukan RPKAD dan KOSTRAD masuk ke Istana Pasukan itu menangkapi sejumlah orang di lingkungan Istana Kaswadi yang bertugas di halaman hingga pukul 05,00 itu tidak ikut ditangkap. Setelah itu Kaswadi kembali ke Jakarta. Kaswadi juga memberi penjelasan seputer situasi__sidang kabinet di Istana Merdeka pada siang 11 Maret = 1966. meninggalkan sidang kabinet di Istana Bung Karn Merdeka Jakarta bersama semua Suharto yang absen.Ketika rapat berlangsung, Istana Merdeka telah dikepung oleh pasukan tidak dikenal hingga Presiden Sukarno terbang dengan helikopter_ menuju Panglima Hanya Istana Bogor. “Saya melihat banyak pasukan tak dikenal berada disekeliling Istana Merdeka.” Kata Kaswadi yang menjadi ‘anggota ABRI sejak tahun 1945. Ketika Bung Karno berangkat ke Bogor, sebagian tentara Cakrabirawa menyusul, Kawasan Kebun Raya Bogor ternyata juga telah disusupi pasukan liar yang dirahasiakan, Masih menurut Kaswadi jabatan Pangab yang saat itu diemban Suharto ‘merupakan hasil rampasan dari Pranoto Reksosamodro -yang_—seharusnya menjadi Pangab “Scharusnya Pranoto yang menandatangani, tapi ia tidak dapat berbuat apa-apa kareba jabatan itu diambil_—alih_ ‘Suharto. Penandstanganan itu tidak sah” katanya. 62 Mengenai Supersemar,Kaswadi membaca dari salah satu majalah yang keluar saat itu, Dalam majalah itu lembaran Supersemar tersebut tidak tercantum nomor dan terdapat lambing BHINEKA TUNGGAL IKA di pojok Kiri atassertaditengah nya terdapattulisan Presiden RI beruliskan Surat Perintah, Surat Perintah yang termuat dalam majalah itu, tidak berisikan penyerahan kekuasaan. Tetapi perintah mengendalikan _ keamanan Setelah itu,ia_membaca berita kalau pada tanggal 22 Februari 1967 ada penyerahan kekuasaan dari Sukarno kepada pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, “Saya tidak tahu apakah Ketetapan No. IX/MPRS/1966 itu merupakan Supersemar” —ujar Kaswadi” Namun kalau _membaca berita saat itu, yang menjadi Pegangan Suharto adalah Supersemar Padahal surat perintah itu bukan penyerahan Ketetapan No.IX/MPRS/1966 itu berdasarkan surat perintah yang mana lagi? Kaswadi kekuasaan Jadi bertanya dengan nada menggugat. Baik kesaksian Rian Ismail maupun Kaswadi dilontarkan terlebih dahulu sebelum M. Yusuf salah satu saksi kunci, mengeluarkan pernyataan resmi atas testimoni Sukarjo. Setelah isu tentang penodongan Bung Karno dalam proses _penandatanganan Supersemar merebak M. Yusuf (mantan Menhankam/Pangab dan Ketua BPK) itu angkat bicara ‘Apa yang dinyatakan M. Yusuf tidak mengandung —hal_—_baru. Pernyataanya hanyalah ulangan dari kisah-kisah sejarah menurut _versi pemerintah. Intinya, Jenderal TNI (Pum) M Yusuf membantah bahwa dirinya bersama dua orang Jenderal membawa pistol saat _menghadap Presiden ke Bogor pada tanggal 11 Maret 1966,yang kemudian dikenal dengan peri Karya,, 5 September 1998)” Adalah tidak benar apa bila dikatakan bahwa saudara Mayjen, Basuki Rachmad atau iwa Supersemar (Suara siapapun diantara kami bertiga. membawa pistol ketika bertemu dengan Presiden Sukamo di Istana Bogor. Bawa pistol saja_ tidak, _apalagi menodong” Katanya kepada Antara. TVRI, dan Suara Pembaharuan dikediamannya Jakarta, hari Jumat, 4 September 1998. M. Yusuf merinci pula perwira tinggi yang datang ke Istana Bogor. Selain dirinya, yang datang menemui 63 Presiden Sukarno pada tanggal 11 September 1966 adalah Mayjen TNI Basuki Rachmat (Alm) dan Brigjen. TNI Amirmachmud (Alm) “ Saudara Maraden Panggabean tidak _pergi bersama kami ke Istana Bogor. Bahkan,melihat disana pun tidak” ujar Mantan Menteri Perindustrian itu membentah dirinya membawa maf merah atau maf apa pun yang berisi surat yang harus — ditandatangani Presiden Sukarno, Selain itu “adalah tidak benar bahwa kami bertiga meninggalkan Istana Bogor pada Pukul 01.00 dini hari, yang berarti sudah tanggal 12 Maret 1966. Kami meninggalkan Istana Bogor pada pukul 20.30 (11 Maret) untuk kemudian menyerahkan surat tersebut kepada saudara Letjen TNI Soeharto di Jakarta”katanya BERBAGAI SANGGAHAN Jendral (pum) M. Panggabean memberi reaksi eras atas tuduhan keterlibatan dirinya dalam proses kelahiran Supersemar. “ Saya merasa prihatin dan bahkan sedih_ memperhatikan betapa bejatnya moral dan mentalitas seorang bekas perwira yang bemama Sukarjo Wilarjito” kata Panggabean di kediamannya pada hari Kamis, 3 September 1998, dalam sebuah pertemuan Pers “Dengan ini saya tegaskan bahwa melakukan penodongan untuk memperoleh sesuatu dengan kekerasan atau paksaan tidak pernah menjadi sifat atau kepribadian saya, Karena sikap sepetti itu adalah perkosaan, tidak satria bahkan terkesan Pengecut yang sama sekali bertentangan dengan jiwa dalam kehidupan seorang prajurit Sapta Marga” (Suara Karya, 28 Agustus 1998). Muncul lagi kesaksian yang memperkuat posisi Panggabean, yakni datang dari H. Probosutejo (adik tiri Socharto). Konglomerat pemilik Grup Mercu Buana ini mengatakan, “tidak benar sama sekali Pak Panggabean menodong Bung Kamo di Istana Bogor pada tanggal 11 Maret 1966". Pemyataan ini disampaikan Probosutejo melalui siaran pers resmi yang disampaikan beberapa surat kabar pada hari Jum’at 28 Agustus 1998 saya tahu persis Pak Panggabean tidak pergi ke Isatana Bogor karena pada 64 hari itu tanggal 11 Maret siang pukul 16.00 sore ia datang kekediaman Pak Harto di JL H. Agus Salim 98 Jakarta untuk menemui Pak Harto “ —katanya menceritakan kembali situasi saat itu, Probo mengetahui tamu-tamu yang datang menemui Pak Harto karena ia berada di ruang ajudan Mayor Suroso (alm) yang saat itu sedang sakit. Siang itu sekitar pukul 11.00-12.00 tamu yang datang menemui Pak Harto adalah Brigjen M. Yusuf. Mayjen Basuki Rahmat, dan Brigjen Amir Mahmud yang melapor akan menemui Bung Kamo di Istana Bogor. Jendral Panggabean sendiri datang ke JI. H. Agus Salim sekitar pukul 13.00 hari itu “kata Probo saat itu Panggabean tidak bisa ketemu pak Harto, karena Pak Harto sedang tidur dan perluistirahat arena menderita sakit “ Bapak Sedang ‘Tidur “ kata Probo kepada Pak Panggabean bahwa sebelumnya juga datang Pak Yusuf, Basuki Rachmat dan Pak Amir Mahmud, VERSI RESMI M. YUSUF Berikut ini M. Yusuf soal Supersemar, yang ditulis dengan narasi “Saya” Pagi hari itu tanggal 11 Maret 1966, ketika sedang berlangsung sidang Kabinet di Istana Negara, tiba-tiba Bung Kamo dengan diikuti oleh WAPERDAM DR. Subandrio dan Chaorul Salch ‘meninggalkan ruang sidang. Sesaat kemudian terdengarsuara _helikopter melintas diatas Istana. Sementara para peserta sidang yang juga satu demi satu meninggalkan persidangan, Mayjen Basuki Rahmat yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri Veteran mengadakan pembicaraan dengan kami (makanya M Yusuf sendiri yang ketika itu baru beberapa bulan menjabat Menteri Perindustrian Ringan) mengenai perkembangan keadaan pada waktu itu guna mengadakan penilaian keadaan umumnya serta perkembangan selanjutnya, Kemudian kami —_berdua membicarakannya secara mendalam dan bermufakat untuk menghadap dan melaporkan pada Pak Harto yang sedang 65 dalam keadaan sakit di kediamanya JI. H. ‘Agus Salim. Beberapa saat kemudian tiba~ tiba Pangdam © V Jaya Brigjen Amir Mahmud datang memasuki ruangan beliau ‘menjelaskan bahwa baru saja Bung Kamo berangkat dengan Helikopter dari halaman dopan Istana menuju Bogor. Selesai_mendengar uraian-uraian Pangdam V Jaya maka kami bertiga bermufakat bersama untuk —berangkat ‘menghadap Pak Harto dan melaporkan hal- hal yang terjadi pada saat itu. Sampai di JL H, Agus Salim Pak Harto yang sedang dalam —keadaan sakit__ memerlukan ‘menerima kami, Tendril Basuki Rachmat mulai menjelaskan maksud dan tujuan kami bertiga menghadap. Belin ‘menugaskan kami bertiga berangkat ke Isatana Bogor guna menemui Bung Kamo. Sebelum berangkat, kami bertiga dibekali petunjuk-petunjuk secara lisan yang pokok- pokoknya sebagai berikut, “ Bahwa usaha pokok yang harus diutamakan sekarang ialah menyelamatkan konstitusi dengan sebaik-baiknya, serta keutuhan bangsa dan negara RI yang berdasar Pancasila” Atas dasar pmsip-prinsip_inilah Pak arto. bersedia.~—-memikul tanggungjawab apabila kewenangan untuk itu. diberikan kepada beliau, untuk ‘melaksanakan stabilitas keamanan dan politik berdasarkan TRITURA (Tri ‘Tuntutan Rakyat), demi kelanjutan cita-cita perjuangan bangsa dan negara RI, inilah bekal-bekal pokok secara lisan, dan dengan bekal inilah selanjutnya kami berangkat ke Isatana Bogor. TENTANG KONSEP SUPERSEMAR Sampai di Istana Bogor masih siang hari kami belum bisa menemui Bung Kamo sebab beliau sedang istirahat. Baru sekitar pukul 14.30 kami bertiga dipanggil, kemudian Tendril Basuki Rachmat sebagai yang tertua diantara kami bertiga mulai menjelaskan tujuan kami menghadap ke Bogor sest i dengan petunjuk Pak Harto, Sejak saat ita hingga sampai pukul 17.30 terjadilah dialog yang terusterang tapi cukup tegang tentunya dalam pembicaraan yang _berlangsung berjam-jam terasa benar bagi kami bertiga, bagaimana beratnya tanggung jawab yang 66 dibebankan dengan penuh kepercayaan oleh Pak Harto, Kami menyadari bahwa apa yang kami perbincangkan adalah masalah yang menentukan bagi peralihan dari masa lama ke masa baru, Dan kami menyadari bahwa ‘materi persoalan-persoalan yang akan merupakan tonggak sejarah bagi dasar- dasar tindakan selanjuntnya bagi pertumbuhan kehidupan bangsa dan negara yang berdsarkan UUD"4S dan Pancasila ini semua tampak benar dalam wajah almarhum Jendral Basuki Rachmat serta dari tiap-tiap tutur kata yang saling kita utarakan dalam dialog yang begitu berat itu, Sementara kami juga menyadari bahwa produk-produk yang dirumuskan itu materi yang kemudian menjadi SP 11 Maret, tentunya harus dapat dipertanggungjawabkan bersama, terutama oleh Pak Harto kepada masyarakat secara keseluruhan disamping dapat direalisir bagi _—_-keuntungan perjuangan Orde Baru. Di lain pihak masyarakat yang tengah bergolak juga ‘merupakan perhitungan utama dalam merumuskan kata demi kata agar, secara politis psikologi dapat diterima Selanjutnya apa yang didialogkan ini kami sadari pula bahwa kata demi kata hendaknya dapat dipertanggungjawabkan dari sudut Hukum Tatanegara, dari sudut yang menjamin kemenangan Orde Baru dan dapat dijadikan landasan_bertindak bagi pemegang SP 11 Maret kelak. ‘Schingga apa yang didialogkan berjam-jam manfastnya menyangkut hal-hal yang menjamin langkah permulaan sebagai tonggak utama agar dapat meneruskan langkah-langkah selanjutnya baik jangka pendek maupun jangka panjang yang semata-mata diarahkan pada prinsip utama yang diberikan sebelum kami berangka ke Bogor. Lantas dimulailah merumuskan konsep apa yang kita kenal dengan Supersemar setelah terselesaikan. Bung, Kamo pada saat itu meminta kedatangan Dr. Subandrio dan almarhum Chaerul ‘Shaleh yang pada saat itu sedang menginap_ di Pavilium Istana Bogor. Sejurus kemudian Dr. J. Leimena pun hadir. 67 Sebelum Bung Kamo membaca konsep tersebut diadakanlah pencoretan disana sini pada. kata-kata yang tidak dikehendakinya sementara Dr. Subandrio dan almarhum Chaerul Shaleh juga ikut mengadakan perubahan-perubahan akibatnya kami bertiga tidak puas dengan perubahan-perubahan yang dikehiendakinya ita Atas dasar itu maka terjadi lagi dialog ke dua antara Bung Kamo, Dr. Subandrio dan almarhum Chaerul Saleh disatu pihak dengan kami bertiga dipihak Jain, Dalam dialog kali ini baik Jendral Basuki Rachmat meupun Amirmachmud dan kami sendiri sili berganti ‘mengetengahkan pendapat-pendapat pokok yang dapat kedalam ditwangkan Supersemar. Dari dialog ke dua yang berlangsung dari pukul 18.00 hingga pukul 20.30. tersusun draft Supersemar sebgaimana yang kita kenal sekarang. Pada saat itu memang ketika_hendak menandatangani Bung Kamo menengok kepada kami bertiga dan menanyakan * Ini semua sudah benar “ serentak kami semua ‘menjawab “ Inilah yang terbaik, Pak“ Dan saat itu juga sekitar pukul 20.55 Bung Kamo membubulkan tanda tangan setelah kami berkemas-kemas untuk pulang, Bung = Kamo —masih mempersilahkan kami untuk bersantap malam, Tapi berhubung telah larut malam dan kami harus kembali ke Jakarta dengan mobil maka kami bertiga mengueapkan terima kasih dan mohon diri untuk segera kembali ke Jakarta, DETIK DETIK MATINYA PKI ‘Sampai Jakarta kurang lebih pukul 22.15 kami menuju ke kediaman Pak Harto di JI. H. Agus Salim tapi tidak bertemu sebab Pak Harto sudah berangkat ke Markas KOSTRAD di Merdeka Timur. Kami terus kesana, dimana ketika kami disana waktu itu Pak Harto sedang ‘memimpin rapat para Pangdam dan Panglima Angkatan, Kemudian di markas KOSTRAD oleh Jendral Basuki Rachmat SP 11 Maret diserahkan kepada Pak Harto, Pada malam itu juga berdasarkan Supersemar tadi, 68 sekitar pukul 22.20 Pak — Harto menandatangani —Surata_—-Keputusan Pembubaran PKI yang kemudian disusul ‘dengan langkah-langkah selanjutnya KESAKSIAN AMIRMACHMUD SOAL SUPERSEMAR Beflat ini kesaksin Amirmachmud mengenai proses lahimya Supersemar. “ Jum’at tanggal 11 Maret 1966 Sidang Kabinet 100 Menteri akan berlangsung di Istana Negara Akan tetapi Pasukan Cakrabirawa dengan sangku terbuka berjaga-jaga disetiap —_pojok —_Istana tampaknya sangat ketat. Pangdam V Jaya Brigjen Amirmachmud sedang mengatur kemamanan diluar istana tiba-tiba bunyi telepon berdering dari Istana Presiden menelepon dari Bogor _menanyakan keadaan — Keamanan di_—_—Jakarta, Amirmachmud menjawab bahwa keadaan Jakarta aman, Dengan jaminan dari Amirmachmud Presiden bersama Presidium Kabine dengan Helikopter sampai di Jakarta, Saat sidang sedang berlangsung Brigjen Sabur membawa nota yang berisi laporan bahwa situasi diluar istana gawat “ Saya tidak berani ambil resiko” tulisan Sabur dalam nota itu Brigjen Amirmachmud yang sudah mendapat —instruksi_ dari Panglima Keamanan dan Ketertiban Mayjen Socharto agar _menjaga jangan sampai terjadi kerusuhan di waktu sidang, ‘menjawab disertai kode tangan “ Nggak nggak apa-apa”, Tidak lama kemudian menyusul nota kedua dari Sabur yang berisi “ Pak Amir lekas keluar ! Keadaan sgawat ada pasukan liar menuju istana”. Amirmachmud yang mengetahui dengan pasti bahwa tidak akan terjadi apa- apa _menerima nota kedua itu dengan tonang saja. Tetapi ajudan senior Bung Kamo itu justra makin gelisah. Ia akhimya membuat nota yang sama yang ditujukan kepada Bung Kamo, saat menerima nota itu, Bung Kamo nampak terkejut langsung menskors sidang. Melihat Bung Kamo terkejut Amirmachmud heran juga, Sebab Pemimpin Besar Revolusi ity terkenal sebaga orang yang berwibawa, “Mir’ kemana saya harus pergi 7”. Tanya residen tergopoh, 69 SUPERSEMAR Jam menunjukan 3.30 sore tatkala ketiga Pati ABRI itu diterima Presiden di Istana Bogor, Bung Kamo bani saja bangun dari tidur siang. la hanya mengenakan colana setinggi lutut, berkaos oblong putih. “ Ada apa kanw kesini 2” tanyanya Basuki Rachmat selaku jubir berdiri tegak menyampaikan maksud kedatangannya dan pesan dari Pak Harto Jadi bagaimana orang mengatasinya 7” Tanya Bung Kamo. “Ah gampang —saja,_——~Pak. Perintahkan saja pada pak arto” “ Caranya! Caranya yang saya tanyakan,” kata Bung Kamo dengan nada marah, “Tunjuk saja kami bertiga sebagai Panitia,” sahut Amirmachmud polos. Maka dibentuklah panitia perumus dengan Basuki Rachmat sebagai ketua, Amirmachmud dan Jusuf sebgai anggota, serta Sabur sebagai sekretaris. Konsep kemudian disusun, diedarkan pada somua anggota presidium. Dengan sedikit koreksi redaksional oleh Subandrio para anggota presidium kabinet menyatakan setuju, Sehabis magrib semua berkumpul i Paviliun Istana Bogor, tempat tinggal Ny. Hartini Bung Kamo mengenakan piyama bira telor asin, disamping Ny. Hartini, didepannya ketiga Waperdam dan dibelakangnya ketiga Pati dari Jakarta Sabur menyerahkan kopi naskah Setelah dibaca _berulang-ulang, nampaknya Bung Kamo ragu Ia tercenung hingga Amirmachmud nyeletuk, “Teken saja, Pak, Bismillahirrahmannirrohim,”. “Iya, Pak. Bismillah!” Hartini ‘menunjang, Semua Waperdam pun ikut mengamini agar Bung Kamo menandatangani naskah itu. Dengan mengucapkan “Bismillah” Bung Kamo ‘menandatangani naskah itu. Lahirlah Surat Perintah 11 Maret 1966 pada hari Jum’at sesudah magrib. “Katanya Anda menodongkan pistol ke kepala Bung Kamo?” Tanya wartawan pada Amirmachmud. "Saya ke Bogor tidak bawa senjaata. Demi Allah! Yang bawa senjata hanya pengawal 10 (Presiden) Bung Kamo tidak bisa ditakut- takuti.” Jawabnya, —Naskah yang dimaksudkan sebagai surat perintah biasa oleh ketiga Pati ABRI itu, temyata isinya pelimpahan kekuasaan pada _Jendral Socharto. Mereka semua terkejut. “ Mengapa anda berkesimpulan bahwa surat itu adalah _penyerahan kekuasaan? Apakah karena situasi pada saat itu sudah mengarah bahwa sebaiknya Bung Kamo menyerahkan kekuasaan?” “Mungkin situasinya —_agak ‘menekan ketika surat itu dibuat. Semua orang tidak konsentrasi, Surat itu dibuat apa adanya saja, Setelah meninggalkan Bogor baru kami sadar bahwa itu penyerahan kekuasaan,” jawabnya BUNG KARNO MARAH Pada pukul 21.00 ketiga Pati ABRI samppai di Mabes Kostrad. Pak Harto nampak pucat. Lehemya ditutup syal. ta sedang, memberikan brifing kepada Panca Tunggal (sekarang ~Muspida) seluruh Indonesia yang —_kebetulan —sedang. berkumpul di Jakarta, SP Sebelas Maret itu ‘kemudian dibacakan di depan mereka, Bermodalkan Suersemar, kemudian Pak Harto membubarkan PKI dan melarang ajaran Marxis-Lennis di bumi Indonesia. Mendengar pengumuman ini Bung Kamo marah sekali, Ketiga Pati ABRI dipanggil kembali ke Bogor. Mereka diminta pertanggungjawaban, _Basuki Rachmat berhasil meyakinkan Bung Kamo, pembubabaran PKI itu termasuk sakah satu cara untuk —melaksanakan —_perintah Presiden, yaitu menyelamatkan pribadi Presiden, UUD"45 dan Pancasila “Sungguh ketika itu tidak pemah terpikir, bahwa Supersemar dapat menjadi andasan untuk memenangkan Orde Baru,” kata Amirmachmud. “Mengapa hanya ‘Anda yang bercerita soal Supersemar. Mengapa Pak Jusuf tidak, Apa ada pembagian tugas?” Tanya wartawan “Tanya saja sama dia (Jusuf). Saya sangat senang , kalau banyak orang bertanya tentang peristiwa ini Terserah kalau ada versi lain. Saya ini terlibat angsung, “Katanya, “Dan apabila ada yang ingin meneliti, saya anggap itu adalah hal yang wajar saja. Semua peristiwa sejarah n harus ditelit, Sejarah tidak bisa diselewengkan demi kepentingan pribadi Sejarah itu. mami dan bersih. Oleh karenanya, wajarharus diteliti.” KESAKSIAN MANA YANG BENAR ? Ini kesaksian Sukarjo (yang diperkuat oleh saksi Rian Ismail dan Kaswadi) adalah yang datang ke Istana Bogor adalah 4 orang jendral - dua Jendral menodongan pistol, satu jendral_—menyodorkan —_onsep ‘Supersemar, satu jendral_ Jain menyaksikan_ naskah —Supersemar telah dipersiapkan dalam stopmaf wama merah - semua itu terjadi pukul 01.00 tanggal 11 Maret 1966, Menurut M Yusuf dan kesaksian almarhum amirmachmud, tidak benar bahwa M. Panggabean ikut ke Istana Bogor tanggal 11 Maret 1956, Panggabean _sendii menyatakan bahwa apa yang diungkapkan Sukarjo itu tidak benar. Amirmachmud membantah kalau Kehadiran ketiga jendral untuk menemui Bung Kamo itu atas suruhan Socharto Menurut Letjen. (Pum) Yogi Supardi dan Letjen. (Pum) Bambang Triantoro tidak mungkin Jendral Panggabean dan Basuki Rachmat menodongkan pistol ke arah Presiden Sukamo. Mengapa ? Pertama mereka _orang-orang Jembut, Tak mungkin kasar (“main koboi-koboian)” seperti itu, mereka sangat respek kepada Bung, Kamo jadi mereka tak mungkin “berani” menodongkan pistol . Inti kesaksian ini selaras dengan penucuran Zainuri Kadri dalam Tabloid Simpati No. 7 tahun 1/13 Sptember 1998. “Apa yang dikatakan Sukarjo yang. dimuat Media Indonesia pada tanggal 30 Agustus 1998 yang berjudul “Pistol Untuk Supersemar” perlu difuruskan, 2

You might also like