Professional Documents
Culture Documents
2008 FJL
2008 FJL
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
SURAT PERNYATAAN
The research was aimed to study fish behaviour and the influence of FAD on
zone of influence of traps, and studying the influence of FAD on the fish caught
using traps in terms of the species, number and size. This study was conducted in
Hansisi waters, Semau, Kupang.
The research observed periphyton shelter to FAD attractor made from lontar
leaves (Borrasus flabellifer) and gewang leaves (Corypha gebanga). The observation
on the community of reef fish and their behaviour around zone of influence of traps
with FAD and without FAD using visual census method. The data observed on the
FAD and traps included number of fish, radius, length of time, swimming and
movement pattern of reef fish. The observation reef fish species behaviour inside and
outside the traps was carried out in a fish cage. The catch traps was obtained from
experimental fishing which was done at night and during the day. The data collected
were fish species, number and size. In addition, the measurement of environmental
parameter on research site was also conducted. The data analysis was carried out to
find out periphyton density, diversity, similarity, and periphyton dominance and reef
fish, abundance of reef fish, and to see the difference between fish catch using traps
with FAD and without FAD using statistical analysis t test.
The research shows that the FADs were able to attract reef fish as seen from
existence of food web through the presence of periphyton. This made the FADs
feeding sites for reef fish. The periphyton composition varied among the attractors
Borrasus flabellifer and Corypha gebanga, but was dominated by Bacillariophyceae.
The periphyton consisted of 87 spesies (71 genus, 31 family and 15 class). The most
abundant periphyton species were Leptocylindrus sp on Borrasus flabellifer and
Chroococcus sp on Corypha gebanga.
There were 1190 individuals of reef fishes consisting of 62 species (42 genus
and 22 families) around the FADs and around the traps were 1230 fish individuals
consisting of 47 species (34 genus and 20 families). The fish of major groups
dominated the fish asemblages both around the FADs and the traps
The distance between the reef fish to the FAD and traps commonly ranged from
1 to 2 m; the time spent by the fish around the FADs and traps was commonly more
than 30 minutes. The fish swam around the FADs and the traps were commonly
soliter, while the their movement were commonly from the front side of the traps
(funnel side) then up and down movement, either above or beside the FADs and the
traps. The reef fish that approached the FADs and the traps became generally the
residents of the FADs and the traps. Reef fish influenced by the traps within four
positions, these are near surface, above the traps, beside the traps and near the seabed.
The behavior pattern of the reef fishes around the traps, the time needed before
entering the traps and the time before escaping from traps varied among fish species.
The fish caught by the traps consisted of 107 species (54 genus and 22 families). In
the location where soft corals were abundant, the traps without FAD caught more
species than the traps near small FADs. In general, most fish caught were immature;
the largest reef fish caught by the traps was Cephalopolis miniata. The three most
abundant fish species were Chaetodon kleinii and Ctenochaetus striatus, and Scarus
ghobban. In the location dominated by hard corals, the two most dominant genus
caught by the traps with FAD and without FAD in at night were Chaetodon and
Ctenochaetus while for the day catch were Chaetodon and Cheilinus. In the location
dominated by soft corals, the night catch was dominated by Chaetodon and Cheilinus
while the day catch was dominated by Chaetodon, Cheilinus and Siganus. There was
no significant difference in the total catch commonly between the three types of
fishing methods (with small FADs, with big FADs, and without FAD) at night and
the day time (t test, < = 0,05).
Key words: Innovation, fishing technology, reef fish, bottom traps, FAD.
RINGKASAN
Penelitian bertujuan untuk mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh rumpon
terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu, dan mengkaji
pengaruh rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah, maupun
ukuran. Penelitian ini dilaksanakan di perairan Hansisi, Semau, Kupang.
Penelitian ini mengamati perifiton yang menempel pada atraktor rumpon yang
terbuat dari daun lontar (Borassus flabellifer) dan gewang (Corypha gebanga).
Pengamatan komunitas ikan karang serta tingkah lakunya di sekitar zona pengaruh
(zone of influence) alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa
rumpon menggunakan metode sensus visual. Data yang diamati di rumpon dan bubu
meliputi jumlah ikan, radius, lama waktu, pola renang dan pola gerak ikan karang.
Pengamatan tingkah laku setiap spesies ikan karang di luar dan di dalam bubu
dilakukan dalam ruang tertutup di dalam keramba. Hasil tangkapan bubu diperoleh
melalui uji coba penangkapan (experimental fishing) yang dilakukan pada malam dan
siang hari. Data yang dikumpulkan meliputi jenis, jumlah dan ukuran ikan. Selain itu,
dilakukan juga pengukuran parameter lingkungan lokasi penelitian. Data yang
dianalisis meliputi kepadatan perifiton, keragaman, keseragaman dan dominansi
perifiton dan ikan karang, serta untuk melihat perbedaan hasil tangkapan bubu
menggunakan rumpon dan tanpa rumpon dianalisis pakai statistik uji t.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumpon mampu mengumpulkan ikan
karang sebagaimana terlihat dari akumulasi berbagai jenis ikan di sekitarnya. Pada
bagian atraktor rumpon tumbuh komunitas perifiton yang potensial sebagai makanan
bagi sebagian jenis ikan yang berkumpul. Perifiton didominasi oleh kelas
Bacillariophyceae, namun komposisi perifiton berbeda diantara kedua jenis atraktor,
yaitu atraktor lontar (Borassus flabellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pada
rumpon lontar, jenis perifiton dominan adalah Leptocylindrus sp. sedangkan pada
rumpon gewang/gebang adalah Chroococcus sp.
Ikan karang berkumpul di rumpon sebanyak 1190 individu, terdiri atas 62
spesies (42 genus dan 22 famili), di bubu sebanyak 1230 individu, terdiri atas 47
spesies (34 genus dan 20 famili). Kelompok ikan karang dari famili utama (mayor)
mendominasi hasil tangkapan di rumpon dan bubu.
Jarak (radius) ikan karang dari rumpon dan bubu umumnya masing-masing
antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon dan bubu umumnya lebih
dari 30 menit (menetap). Pola renang ikan karang di sekitar rumpon dan bubu
umumnya bersifat soliter. Ikan umumnya bergerak mendekati rumpon/bubu dari arah
depan rumpon/depan mulut bubu, kemudian bergerak naik turun dan berada di atas
dan di samping rumpon/bubu. Zona pengaruh (zone of influence) bubu terhadap ikan
ada pada empat posisi, yaitu ikan berada dekat permukaan, pertengahan, di samping
dan di dasar bubu dan rumpon. Tingkah laku ikan karang di luar bubu, lama waktu
ikan karang masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu berbeda menurut jenis ikan.
Hasil tangkapan bubu terdiri atas 107 spesies (54 genus dan 22 famili). Di lokasi
yang didominasi oleh karang lunak (L2), bubu tanpa rumpon mempunyai hasil
tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan dari bubu rumpon
kecil. Ikan-ikan yang tertangkap umumnya tergolong masih muda. Jenis ikan karang
terpanjang yang tertangkap adalah Cephalopolis miniata. Tiga jenis ikan yang paling
banyak tertangkap adalah Chaetodon kleinii, Ctenochaetus striatus dan Scarus
ghobban. Di lokasi yang didominasi karang keras (L1), dua genus ikan karang yang
banyak tertangkap pada malam hari oleh bubu, baik dengan rumpon maupun tanpa
rumpon, adalah Chaetodon dan Ctenochaetus, sedangkan jenis ikan yang banyak
tertangkap pada siang hari adalah Chaetodon dan Cheilinus. Di lokasi yang
didominasi karang lunak (L2), genus ikan karang yang banyak tertangkap pada
malam hari adalah Chaetodon dan Cheilinus, sedangkan pada siang hari adalah
Chaetodon, Cheilinus dan Siganus. Hasil tangkapan bubu pada malam dan siang hari
umumnya tidak berbeda nyata di antara ketiga jenis metode penangkapan ikan
(dengan rumpon kecil, rumpon besar, dan tanpa rumpon) hasil uji t, < = 0,05.
Kata kunci : Inovasi, teknologi penangkapan, ikan karang, bubu dasar, rumpon.
@Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
INOVASI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN
KARANG DENGAN BUBU DASAR BERUMPON
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Budhi H. Iskandar, M.Si.
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, MSc Dr.Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc
Ketua Anggota
Diketahui
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas tuntunan
dan pimpinanNya, maka penulisan disertasi dengan judul : Inovasi Teknologi
Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon”, sudah dapat
diselesaikan.
Pada kesempatan ini tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak terutama: Ditjen Pendidikan Tinggi yang sudah membantu penulis memberikan
Bantuan Beasiswa Pascasarjana (BPPS) selama studi. Rektor IPB, Dekan Sekolah
Pascasarjana, dan Staf Adiministarsi yang sudah membantu penulis dalam
memperlancar studi di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih pula disampaikan
kepada komisi pembimbing : Prof.Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc (Ketua Komisi
Pembimbing), Dr.Ir. M.Fedi A. Sondita, M.Sc dan Prof.Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA
(Anggota Komisi Pembimbing) dengan tulus dan sabar telah membimbing penulis
mulai dari awal penelitian sampai akhir penulisan. Dr.Ir Budi H. Iskandar sebagai
penguji ujian tertutup, Dr.Ir Dedi H.Sutisna, MS dan Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc
sebagai penguji ujian terbuka yang sudah memberikan sumbang saran bagi penulis
dalam penyempurnaan disertasi ini. Ketua Program Studi, Staf Dosen dan Staf
Administrasi Program Studi TKL yang sudah membantu penulis dalam memberi ilmu
pengetahuan, dan memperlancar administrasi selama mengikuti studi.
Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada: Pengelola Proyek COREMAP
II Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia yang sudah membantu penulis melalui bantuan beasiswa penulisan
disertasi. Terima kasih pula disampaikan kepada Yayasan Dana Beasiswa Maluku
(YDBM) yang telah membantu penulis memberikan bantuan dana penulisan.
Tak lupa diucapkan terima kasih pula kepada: Rektor Undana Kupang dan
Dekan Faperta Undana yang telah memberikan rekomendasi bagi penulis
melanjutkan studi. Pemda NTT melalui BINSOS yang telah membantu penulis
memberikan bantuan dana penulisan. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT
melalui Konsorsium Mitra Bahari yang telah membantu penulis dalam mencari dana
penulisan.
Terima kasih disampaikan kepada keluarga tercinta: suami (Bpk Mikhael Beda
Tupen), anak-anak (Norade dan Alfredo), serta keponakan (Fanny, Eda dan Agus),
Bapak Cornelis Risamasu (Alm) dan Ibu Octovina Risamasu/Pattinama (Alma),
saundara/i tercinta di Ambon Ir. Robby G. Risamasu, MP, Nyong, Butje, Ana, Ade,
dan Yos yang sudah memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil
selama penulis studi.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Program Studi
TKL angkatan 2003, teman-teman Persekutuan Mahasiswa Maluku (PERMAMA)
serta teman-teman mahasiswa NTT atas kebersamaan yang telah terjalin selama
penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Teman-teman dari
Sekolah Tinggi Ilmu dan Teknologi Kelautan Nusantara Kupang (Alfiana Saldika,
S.Kel, Kristian F.Tamaela, S.Kel, Andre S. Sanang, S.Kel, Rosfita L. Nahak, S.Kel,
Charles Loykai, S.Kel dan Dominggus Seo, S.Kel dan bapak Adrianus Adu yang
begitu tulus membantu penulis dalam pengambilan data di lapangan.
Semoga amal baik semua pihak diberkati oleh Yang Maha Kuasa. Penulis
menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun penulis
mengharapkan kiranya tulisan ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi dalam
usaha pengembangan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang.
Fonny Josane Lauran Risamasu, dilahirkan di Paperu, Saparua, Ambon pada tanggal,
24 Januari 1964. Anak ketujuh dari pasangan suami isteri Cornelis Risamasu
(Almarhum) dan Octovina Pattinama (Almarhumah).
Penulis masuk Sekolah Dasar (SD) Negeri Hatu tahun 1971 dan tamat tahun
1976. Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Lilibooi,
Ambon dan tamat tahun 1980. Pada tahun yang sama penulis masuk Sekolah
Menengah Atas (SMA) Negeri I, Kodya Ambon dan tamat 1983. Pada tahun yang
sama pula penulis masuk Perguruan Tinggi Unpatti Ambon, pada Fakultas Perikanan,
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan dan tamat tahun 1989.
Pada tahun 1991 penulis diterima dan diangkat sebagai pengajar honorer tetap
di Fakultas Peternakan Undana, Kupang melalui proyek kerjasama segitiga antara
Undana, Unpatti dan NTU Darwin. Tahun 1992 penulis diangkat sebagai tenaga
pengajar tetap pada Fakultas Peternakan, Undana sampai tahun 2000 dan tahun 2001
sampai sekarang dialihkan menjadi staf pengajar pada Fakultas Pertanian, Undana.
Tahun 1997 penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi Program
Magister di Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi
Kelautan (TKL) melalui bantuan beasiswa BPPS-DIKTI. Pada tanggal, 30 Juni 2000,
penulis dinyatakan lulus dan berhak memperoleh gelar Magister Sains (M.Si). Pada
tahun 2003, penulis kembali melanjutkan studi Program Doktor di Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Kelautan
melalui bantuan beasiswa BPPS-DIKTI. Selama berstatus mahasiswa TKL pernah
terpilih sebagai koordinator bidang jasmani dan rohani pada FORMULA IPB. Selama
menjadi mahasiswa telah menulis artikel jurnal dengan judul ”Pola renang dan gerak
ikan karang di sekitar rumpon dan bubu” yang telah siap dimuat dalam Buletin PSP
Volume XVII No.1 Tahun 2008 pada Departemen PSP, FPIK-IPB.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 6
1.4 Hipotesis............................................................................................... 7
1.5 Kerangka Pemikiran............................................................................. 7
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Ikan Karang........................................................................ 10
2.2 Karakteristik Ikan Karang .................................................................... 11
2.3 Pola Distribusi dan Kebiasaan Makan Ikan Karang ............................ 17
2.4 Habitat Ikan Karang ............................................................................. 22
2.5 Alat Tangkap Bubu .............................................................................. 26
2.6 Rumpon................................................................................................ 38
2.7 Karakteristik Perifiton.......................................................................... 48
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu ................................................................................ 50
3.2 Alat dan Bahan..................................................................................... 51
3.2.1 Rumpon.................................................................................... 51
3.2.2 Bubu ......................................................................................... 51
3.2.3 Perahu....................................................................................... 52
3.2.4 Peralatan pengambilan data di lapangan .................................. 53
3.3 Prosedur Penelitian .............................................................................. 53
3.3.1 Prosedur penelitian di lapangan ............................................... 53
3.3.2 Prosedur penelitian di laboratorium ......................................... 59
3.4 Analisis Data ........................................................................................ 60
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan sifat dan habitat
hidup .................................................................................................... 19
2 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan
aktivitas makan ................................................................................... 24
3 Posisi dan aktivitas ikan yang teramati saat pengamatan bawah
air dalam studi tentang mekanisme berkumpul ikan pelagis kecil
di sekitar rumpon dan pengembangan perikanan di perairan
Pasauran, Propinsi Banten .................................................................. 43
4 Spesies ikan karang yang terekruit pada terumbu karang buatan
terbuat dari bambu dan klasifikasi ekologinya ................................... 44
5 Komponen-komponen rumpon yang digunakan dalam
penelitian ............................................................................................ 51
6 Komponen - komponen bubu yang digunakan dalam penelitian ........ 52
7 Keragaman taksa perifiton yang menempel pada atraktor
rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 .................................. 70
8 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi
(C) perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan
rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 ................................................... 76
9 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon ......................... 79
10 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu .............................. 81
11 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon ............................................................................. 83
12 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir
di sekitar bubu .................................................................................... 85
13 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi
(C) ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan
L2 ........................................................................................................ 87
14 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi
(C) ikan karang yang hadir di sekitar bubu di lokasi L1 dan L2 ....... 89
15 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap
rumpon di lokasi L1 dan L2 ................................................................ 91
16 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap bubu
di lokasi L1 dan L2 .............................................................................. 94
17 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di
sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 .................................................... 98
18 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di
sekitar bubu di lokasi L1 dan L2 ...................................................... 101
19 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon .................. 103
20 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon berdasarkan parameter gerakan ............................. 104
21 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di
rumpon berdasarkan parameter gerakan ............................................ 106
22 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon
berdasarkan pola gerak dan lama waktu ............................................. 107
v
23 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar bubu ...................... 109
24 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di
bubu berdasarkan parameter gerakan ................................................. 111
25 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir di
sekitar bubu berdasarkan parameter gerakan ....................................... 112
26 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di bubu
berdasarkan pola gerak dan lama waktu .............................................. 114
27 Pola renang ikan karang di luar dan di dalam bubu.............................. 118
28 Parameter lingkungan perairan lokasi penelitian ................................. 144
29 Jenis dan sebaran hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 .................................. 146
30 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 .............................................. 150
31 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 .............................................. 154
32 Jumlah total kelompok ikan karang yang tertangkap pada alat
tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon
di lokasi L1 dan L2 .............................................................................. 156
33 Kisaran panjang famili ikan karang yang tertangkap pada alat
tangkap bubu ....................................................................................... 156
34 Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon di lokasi L1 ............................................................ 158
35 Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon di lokasi L2 ............................................................ 161
36 Jenis makanan yang dimakan beberapa famili ikan karang.................. 176
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Skema kerangka pemikiran penelitian ................................................... 9
2 Zona/area pengaruh dari alat tangkap .................................................... 30
3 Peta lokasi penempatan rumpon dan bubu di perairan Hansisi,
Semau, Kupang ...................................................................................... 54
4 Sketsa penempatan rumpon dan bubu di lokasi penelitian .................... 55
5 Zona pengaruh (zone of influence/field of influence) alat tangkap
bubu yang dioperasikan bersama rumpon ............................................. 56
6 Daun lontar dan gewang sebagai tempat penempelan
perifiton ................................................................................................. 57
7 Keragaman taksa perifiton pada atraktor rumpon lontar dan gewang
di lokasi L1 dan L2 ............................................................................... 72
8 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 ............. 74
9 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2 .............. 74
10 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 .............. 75
11 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2 .............. 75
12 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan
Dominansi (C) perifiton di lokasi L1 dan L2 ......................................... 78
13 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L1 ......... 80
14 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L2 ........ 80
15 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L1 ............. 82
16 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L2 ............. 82
17 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar
di lokasi L1 ............................................................................................ 84
18 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar
di lokasi L2 ............................................................................................ 84
19 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar
bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 .... 86
20 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di
sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di
lokasi L2 ................................................................................................ 86
21 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan
Dominansi (C) ikan karang di rumpon .................................................. 88
22 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan
Dominansi (C) ikan karang di bubu ...................................................... 90
23 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap rumpon............................... 93
24 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap bubu ................................... 96
25 Proporsi pola renang ikan karang di rumpon.......................................... 103
26 Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar rumpon .................................... 108
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Rumpon yang digunakan dalam penelitian ........................................... 207
2 Jenis-jenis atraktor yang digunakan dalam penelitian ........................... 208
3 Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian ......................................... 209
4 Keramba yang digunakan dalam pengamatan pola renang dan
pola gerak ikan karang di luar dan di dalam bubu ................................. 210
5 Jenis-jenis perifiton yang menempel pada daun atraktor ...................... 211
6 Jenis dan sebaran perifiton pada atraktor rumpon lontar dan
rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 ..................................................... 212
7 Komposisi jenis, jumlah, kepadatan, dan kelimpahan perifiton
pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 dan
L2 ........................................................................................................... 214
8 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di
lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ...................... 219
9 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar bubu
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan
L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ............................................. 222
10 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di
lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ...................... 224
11 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar bubu
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan
L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ............................................. 227
12 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon ...... 229
13 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar bubu ......... 232
14 Pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di luar dan di dalam
bubu ....................................................................................................... 234
15 Jumlah dan lama waktu setiap spesies ikan karang masuk dan
meloloskan diri dari dalam bubu ........................................................... 236
16 Beberapa jenis ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap
bubu ........................................................................................................ 237
17 Pengelompokan kisaran panjang ikan hasil tangkapan bubu
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon .................................. 238
18 Analisis uji ”t” terhadap hasil tangkapan bubu dioperasikan
bersama rumpon dan tanpa rumpon pada penangkapan malam dan
siang hari di lokasi L1 dan L2 ................................................................ 241
1 PENDAHULUAN
(Caesio spp), kaji (Diagramma spp), lencam Lethrinus spp), udang penaeid,
udang barong dan sebagainya (Subani dan Barus,1988).
Bubu merupakan salah satu alat tangkap pasif bersifat statis dan
keefektifannya sangat tergantung pada jenis pikatan. Selama ini nelayan
menggunakan umpan sebagai pikatan agar ikan masuk ke bubu. Namun untuk
memikat ikan masuk ke bubu bukan saja dengan umpan tetapi juga dipengaruhi
oleh tingkah laku ikan itu sendiri seperti pergerakan ikan secara acak, pemakaian
bubu sebagai tempat tinggal atau tempat berlindung, keingintahuan ikan, tingkah
laku sosial atau pemangsaan. Aspek tingkah laku ikan perlu diketahui agar mudah
merancang alat tangkap serta memilih metode penangkapan yang tepat dalam
operasi penangkapan ikan. Guna mengefektifkan penangkapan ikan karang
dengan bubu dasar di samping cara yang sudah dilakukan nelayan selama ini,
akan tetapi perlu ada penyempurnaan baik terhadap alat tangkap maupun metode
penangkapannya.
Keberhasilan penangkapan ikan karang dengan bubu tidak hanya ditentukan
dari jenis umpan yang digunakan untuk mempengaruhi tingkah laku ikan datang
mendekat ke bubu. Namun menurut Furevik (1994) diacu oleh Ferno dan Olsen
(1994), beberapa parameter lain perlu diperhatikan seperti dimensi mesh bubu,
ukuran dan bentuk pintu masuk, serta ukuran bubu.
Keefektifan dari suatu alat tangkap dalam menangkap ikan salah satunya
ditentukan dari disain alat tangkap itu sendiri. Tampilan dari alat tangkap bubu
baik itu tipe, ukuran, dan penampakan dari alat tangkap tersebut sangat
mempengaruhi tingkah laku ikan. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi
zona pengaruh dari alat tangkap bubu terhadap tingkah laku ikan.
Menurut Nikonorov (1975) zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang
mempengaruhi tingkah laku ikan saat operasi penangkapan dilakukan ada tiga
macam yaitu : (1) Zone of influence adalah wilayah/area/zona pengaruh alat
tangkap terhadap tingkah laku ikan.; (2) Zone of action adalah wilayah/area/zona
yang dihasilkan alat tangkap diarahkan ke kumpulan ikan; dan (3) Zone of
retention adalah wilayah/area/zona di mana alat tangkap dapat menahan ikan
sehingga tidak terlepas (Nikonorov,1975).
4
Bertolak dari uraian di atas, maka untuk memahami proses tingkah laku
ikan karang terhadap alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon serta hasil tangkapan bubu perlu dikaji melalui suatu penelitian.
et al. (1990), bahan aggregator dapat dibuat dari ban bekas, daun kelapa atau tali
plastik
Menurut hasil penelitian Iskandar dan Diniah (1996) bahwa bubu berumpon
dapat memberikan hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan bubu
tanpa rumpon. Hal ini dapat dimengerti karena bubu merupakan alat tangkap
pasif, sehingga agar ikan masuk ke bubu perlu dilakukan hal-hal yang dapat
menarik perhatian ikan, salah satunya perlu kombinasi dengan rumpon.
Penggunaan bubu bersama rumpon memberikan manfaat yang sangat besar
terutama yang berkaitan dengan tingkah laku ikan. Adanya rumpon dapat menarik
perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu
sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton yang akan mengundang ikan
pemakan plankton untuk mendekati rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan
ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan kecil mengundang ikan besar untuk
datang terutama dari ikan predator yang akan membuat ikan besar terjebak masuk
ke bubu.
Selama ini pemahaman masyarakat terutama nelayan tentang penggunaan
rumpon dioperasikan bersama alat tangkap dalam proses penangkapan ikan hanya
sekedar sebagai alat pengumpul ikan. Akan tetapi, pemahaman tentang proses
ikan datang mendekati dan memasuki alat tangkap dan kenapa perlu
menggunakan rumpon masih sangat terbatas. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
data dan informasi yang lebih akurat mengenai penggunaan bubu bersama rumpon
dalam penangkapan ikan karang perlu dikaji secara ilmiah lewat penelitian.
Bertolak dari uraian di atas, maka yang menjadi fokus masalah dalam
penelitian ini adalah ” Belum diketahui pengaruh rumpon terhadap zona pengaruh
(zone of influence) alat tangkap bubu, serta ikan hasil tangkapan bubu.
Diharapkan inovasi teknologi yang akan diuji lewat penelitian ini nanti,
dapat memberikan informasi tentang penggunaan bubu bersama rumpon untuk
meningkatkan produksi hasil tangkapan ikan karang, meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan para nelayan. Selain itu, informasi ini juga penting bagi
pengambil kebijakan dalam bidang perikanan tangkap untuk menyusun rencana
pengembangan usaha penangkapan ikan karang di masa akan datang.
1.4 Hipotesis
Bubu termasuk salah satu alat tangkap yang banyak digunakan dalam
penangkapan ikan karang. Untuk memikat ikan memasuki alat tangkap bubu,
biasanya para nelayan memasang umpan. Cara memberikan rangsangan bau-
bauan melalui pemasangan umpan ke dalam bubu membuat ikan-ikan akan
terangsang untuk mendekati dan memasuki alat tangkap bubu. Selain umpan bisa
digunakan untuk memikat ikan masuk ke bubu, dapat pula memanfaatkan pola
tingkah laku ikan yang lain dengan cara merangsang indera penglihatan ikan
sehingga ikan tertarik terhadap alat tangkap.
Salah satu alternatif yang digunakan untuk merangsang ikan agar tertarik
terhadap alat tangkap dengan menggunakan rumpon. Rumpon termasuk alat bantu
penangkapan ikan yang berfungsi untuk memikat ikan sebelum operasi
penangkapan dilakukan dengan suatu jenis alat tangkap.
Penggunaan rumpon bersama bubu akan memberikan manfaat yang sangat
besar terutama yang berkaitan dengan tingkah laku ikan. Rumpon dapat menarik
perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu
sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton sebagai sumber makanan
bagi ikan-ikan, sebagai tempat berpijah bagi ikan-ikan tertentu, sebagai tempat
8
berlindung dari predator bagi ikan-ikan tertentu, dan sebagai titik acuan navigasi
bagi ikan-ikan tertentu yang beruaya.
Penggunaan bubu bersama rumpon akan mempengaruhi pola tingkah laku
ikan memasuki zone of influence/ field of influence dari alat bubu. Ikan-ikan
tersebut akan tertarik atau terespons untuk mendekati rumpon, sehingga terjadi
aggregasi populasi ikan. Ikan-ikan hadir di rumpon ada yang menetap (resident),
menetap sementara (transient) serta hanya berkunjung sebentar (visitor).
Penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama rumpon, akan
memudahkan ikan-ikan untuk mendekati dan memasuki alat tangkap bubu dan
akhirnya tertangkap. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran untuk
melaksanakan penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
9
Aktivitas penangkapan
Menetap (resident)
Bubu Rumpon
Tinggal sementara (transient)
Masuk
Escape Menjauhi rumpon
Tertangkap
1) Serranidae
Famili ini biasanya dikenal dengan sebutan grouper, rock cods, coral trout,
kerapu, sunu, lodi. Terdiri dari beberapa sub famili seperti Anthiniinae
(anthias), Ephinephelinae, Gramministinae (soapfish) dan Pseudogrammitinae
(podges). Biasanya hidup soliter (jarang ditemukan berpasangan), dan
bersembunyi di gua-gua atau di bawah karang. Ukuran panjang sampai 2 m
dengan berat mencapai 200 kg. Tergolong karnivora pemakan ikan, udang dan
crustacea. Beberapa spesies dari famili ini diantaranya Anyperodon
leucogramminicus, Cephalopholis miniata, Epinephelus quoyanus dan
Plectropomus maculates. Subfamili Anthiinae disebut basslets, sea-perch,
nona manis. Biasanya berukuran kecil, mempunyai warna terang, merah,
orange, kuning dan biru. Hidup pada daerah tubir di terumbu karang dan jauh
dari pantai atau daerah yang mempunyai kadar garam tinggi dan selalu
bermain di atas celah-celah karang.
2) Lutjanidae
3) Lethrinidae
Famili ini dikenal dengan sebutan emperor, asual, asuan, gotila, gopo,
ketamba lencam, mata hari, ramin dan sikuda. Sering ditemukan di daerah
berpasir dan patahan karang (rubbel) pada daerah tubir, warna tubuh
12
bervariasi antar jenis, tetapi ada beberapa jenis dapat berubah dengan cepat
hampir mirip dengan Lutjanidae tapi memiliki kepala agak runcing,
panjangnya bisa mencapai 1 meter. Cara makan karnivora dengan memakan
bermacam hewan di pasir dan patahan karang (rubbel).
4) Acanthuridae
Famili ini dikenal dengan sebutan surgeons, botana, maum, marukut, kuli
pasir. Duri berbisa terdapat pada pangkal ekor berjumlah 1 dan 2, sangat
tajam seperti pisau operasi, kulit tebal dengan sisik halus. Termasuk golongan
herbivora dan hidup di daerah karang dangkal, contoh : Naso vlamingii,
Zebrasoma scopes.
5) Mullidae
6) Siganidae
Famili ini dikenal dengan sebutan rabbit fishes, baronang, cabe, lingkis,
samadar. Tubuh lebar dan pipih ditutupi sisik halus, warna bervariasi, pada
punggung terdapat bintik-bintik putih, coklat, kelabu atau keemasan, duri-duri
sirip berbisa, beracun menyebab perih bila tertusuk durinya dan ukuran
berkisar 30 - 45 cm. Makanan umumnya rumput laut dan alga.
7) Haemullidae
Famili ini dikenal dengan sebutan sweetlips, tiger, grunts, bibir tebal.
Ditemukan pada gua-gua karang, kulit halus dan licin, warna dan bentuk
tubuh berubah dalam pertumbuhan. Ukuran medium sampai 90 cm. Contoh :
Plectrorincus orientalis.
8) Labridae
size 20 -130 cm), aktif pada waktu siang hari (diurnal), ikan yang sulit untuk
didekati (pemalu), sering ditemukan pada air yang bersih dan pada tubir
karang di kedalaman 10 – 100 m. Makanannya moluska, bulu babi, udang
kecil dan invertebrata. Contoh: Thallasoma sp, Cheilinus undulatus, Epibulus
insidiator, Choerodon anchorago, Cheilinus fasciatus, Labroides sp.
9) Nemipteridae
10) Priacanthidae
Famili ini dikenal dengan sebutan big eyes, belanda mabuk, mata besar. Ciri-
cirinya bermata besar umumnya merah, sebagian hidup di laut dalam dan
pada siang hari bersembunyi di gua-gua karang. Untuk identifikasi di bawah
air sulit karena antar spesies mirip, sebaiknya diambil spesimen.
11) Carangidae
Famili ini dikenal dengan sebutan gabua, putih, kue. Termasuk ikan perenang
cepat, tergolong ikan pelagis, biasanya hidup bergerombol (schooling),
bersifat karnivora (waktu kecil makan zooplanton), dengan ukuran tubuh bisa
mencapai 2 meter.
12) Sphraenidae
1) Chaetodontidae
1) Pomacentridae
2) Caesionidae
Famili ini dikenal dengan sebutan fusilier, ekor kuning, sulih, suliri, sunin.
Genus Caesio berenang cepat, warna umumnya biru, kuning bagian belakang
dan perak. Sering ditemukan di luar karang (tubir karang). Makanannya
zooplankton. Contoh: Pterocaesio sp, dan Caesio sp.
3) Scaridae
Famili ini dikenal dengan sebutan parrotfishes, kakaktua, bayam. Gigi hanya
dua atas dan bawah (seperti kakak tua), warna kebanyakan biru dan hijau,
sering ditemukan bergerombol, kadang-kadang ditemukan sedang memakan
karang keras dan sulit untuk diidentifikasi karena banyak yang mirip. Sering
mencari makan di perairan dangkal waktu pasang tinggi.
15
4) Holocentridae
Famili ini dikenal dengan sebutan squirrel, swanggi, baju besi, sirandang,
murjan, olelo, mahinai. Hidup di bawah gua-gua karang, biasanya
berpasangan, kadang-kadang juga bergerombol, kulit dan sisik keras, kepala
dan sirip berbisa dan banyak yang mirip antar spesies. Warna tubuh merah,
perak dan mempunyai tompel dan garis.
5) Pomacanthidae
Famili ini dikenal dengan sebutan anggel, injel, betmen, napoleon, anularis.
Warna mencolok dan cantik dengan ukuran tubuh dewasa antara 30 - 39 cm.
Warna dan bentuk tubuh berubah selama pertumbuhan. Hidup soliter (sendiri)
dan berpasangan. Hampir mirip dengan kepe-kepe, tapi lebih tebal dan
di bawah tutup insang berduri dan makanannya alga dan spongs. Contoh:
Centropyge sp, Pomachantus sp.
6) Apogonidae
7) Scorpaenidae
Famili ini dikenal dengan sebutan scorpion, lepu, linga-linga, lapo. Ikan ini
penuh dengan duri yang berbisa 3 - 5 duri, bergerak lambat. Termasuk ikan
predator, menangkap ikan yang lewat di depanya. Makanannya udang,
kepiting, ikan-ikan kecil, warna umumnya cokelat, merah, putih, hitam dan
kuning. Di Indo-Pasifik ada 80 genus, dari 350 spesies dan semua memiliki
duri beracun.
8) Balistidae
Famili ini dikenal dengan sebutan triger, cepluk, papakulu, pakol, mendut,
gogot. Kulit tebal, bentuk seperti bola ruqby, mulut kecil dengan gigi yang
kuat, hidup soliter, jika malam hari bersembunyi di lubang-lubang karang.
16
Makanan kepiting, moluska, bulu babi, sponge, hydroids, coral dan algae.
Bagi penyelam harus hati-hati, karena ada spesies yang menyerang penyelam
ketika ikan itu sedang bertelur dan sirip keras dan kaku.
9) Aulostomidae
10) Phempheridae
Famili ini dikenal dengan sebutan keeled sweeper. Warna umumnya cokelat
kekuningan, bentuk tubuh sepeti segi tiga dan spesies kebanyakan mirip.
Ditemukan pada gua-gua karang dan ukuran tubuh antara 15 - 25 cm.
11) Tetraodontidae
Famili ini dikenal dengan sebutan puffers, Ostraciidae disebut boxfhise dan
Monacanthidae disebut leather jackets. Ada yang punya mata palsu, bentuk
tubuh agak runcing, dan fleksibel bisa seperti balon. Hidup soliter dan aktif
pada waktu malam, memiliki organ racun dan perenang lambat dan potensial
bagi predator. Habitat beragam seperti lumpur, pasir dan karang.
12) Zanclidae
Famili ini dikenal dengan sebutan morish idol. Hidup pada terumbu karang,
berhidung panjang dan sirip dorsal panjang, warna tubuh kuning dan belang
hitam.
13) Ephippidae
Famili ini dikenal dengan sebutan batfishes, platak. Bentuk seperti kelelawar,
perenang lambat/tenang. Makanan algae, invertebrata (ubur-ubur) dan
plankton .
17
Tabel 1 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan sifat dan habitat hidup
Tabel 1 (Lanjutan)
Sebaliknya pada sore hari saat penetrasi cahaya mulai berkurang maka aktivitas
makan pun berkurang dan di saat menjelang matahari terbenam ikan-ikan tersebut
mulai menghilang menuju tempat persembunyian. Aktivitas ikan nokturnal
mencari makan dimulai saat hari mulai gelap. Ikan-ikan tersebut digolongkan
sebagai ikan soliter di mana aktivitas makan dilakukan secara individu,
gerakannya lambat cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu luas serta
lebih banyak menggunakan indera perasa dan penciuman (Iskandar dan Mawardi,
1996). Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan aktivitas
makan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan aktivitas makan
Tabel 2 (Lanjutan)
Perangkap (trap) adalah semua alat penangkap yang berupa jebakan. Alat ini
bersifatnya pasif, dibuat dari anyaman bambu (bamboos netting), anyaman rotan
(rottan netting), anyaman kawat (wire netting), kere bambu (bamboo’s screen),
misalnya bubu (fish pot), sero (guiding barriers), dan lain-lain. Alat penangkap
tersebut baik secara temporer, semi permanen, maupun permanen di pasang
(di taman) di dasar laut, diapungkan atau dihanyutkan. Ikan-ikan atau sumberdaya
perikanan laut lainnya tertangkap atau terperangkap karena terangsang adanya
umpan atau tidak (Subani dan Barus,1989).
Menurut Sainsbury (1986), membagi bubu (pot) secara umum dikelompokan
menjadi 2 (dua) bagian yaitu offshore pot fishing dan inshore potting. Pot (trap)
di konstruksi dari beberapa material yang berbeda termasuk kayu, kawat, plastik,
plastik dibungkus dengan kawat dan jaring. Disainnya tergantung dari setiap
lokasi. Pot dirancang untuk memudahkan ikan masuk dan sulit untuk keluar.
Selanjutnya menurut Brandt (1984) penangkapan ikan dengan bubu adalah
27
keinginan agar ikan mau masuk ke dalam tempat atau jebakan, di mana ikan
masuk tanpa ada paksaan karena ingin mencari tempat berlindung, terpikat oleh
umpan, terkejut atau digiring oleh nelayan
Bentuk bubu sangat beraneka ragam, ada yang berbentuk segi empat,
trapesium, silinder, lonjong, bulat setengah lingkaran, persegi panjang dan bentuk
lainnya. Bentuk bubu biasanya disesuaikan dengan ikan menjadi target tangkapan,
tetapi meskipun yang dijadikan target tangkapan sama, terkadang bentuk bubu
yang dipakai bisa juga berbeda tergantung pada kebiasaan atau pengetahuan
nelayan yang mengoperasikannya. Berbeda dengan alat tangkap lain, bentuk bubu
tidak ada keseragaman di antara nelayan di satu daerah dengan di daerah lainnya
atau di satu negara dengan negara lainnya (Martasuganda, 2003). Dalam JICA
(2001) dikemukakan bahwa bentuk bubu ada bermacam-macam tipe seperti tipe
cone, retangular, semi-retangular, half-ball, arrow-head, Z type, cylinder, scoop,
circular, heart, triangular, barrel dan jar.
Bagian-bagian bubu terdiri dari badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan
pintu. Badan sebagai rongga tempat ikan terkurung. Mulut bubu berbentuk corong
dan merupakan pintu tempat ikan dapat masuk tetapi tidak dapat keluar dan pintu
bubu merupakan tempat pengambilan hasil tangkapan (Subani dan Barus,1989).
Bubu merupakan salah satu alat tangkap pasif bersifat statis dan
keefektifannya sangat tergantung pada jenis pikatan yang dipakai. Dalam usaha
penangkapan bubu, biasanya untuk menarik ikan masuk ke bubu di pasang umpan
tetapi ada pula bisa tanpa umpan. Jenis umpan yang digunakan dapat
mempengaruhi jumlah hasil tangkapan dan komposisi jenis ikan yang tertangkap
(Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994).
Menurut High dan Beardsley (1970), Ferno dan Olsen (1994)
mengemukakan bahwa ikan dapat tertarik pada bubu bukan saja karena umpan
tetapi dari berbagai alasan lain seperti pergerakan secara acak, pemakaian bubu
sebagai tempat tinggal atau tempat berlindung, keingintahuan ikan, tingkah laku
sosial antar spesies, atau karena pemangsaan. Beberapa hal tersebut di atas
merupakan suatu mekanisme yang dapat memberikan masukan untuk efisiensi
bubu tanpa umpan.
28
Daerah penangkapan adalah semua tempat dimana ikan ada dan alat tangkap
dapat dioperasikan (Djatikusumo, 1975 diacu oleh Urbinus, 2000). Menurut
Sadhori (1985), ada empat syarat yang harus dipenuhi dalam menentukan daerah
penangkapan ikan, yaitu:
(1) Adanya ikan yang akan ditangkap;
(2) Ikan tersebut dapat ditangkap
(3) Penangkapan dapat dilakukan secara berkesinambungan
(4) Hasil tangkapan menguntungkan
Penentuan daerah penangkapan untuk pengoperasian bubu tidak begitu
rumit dan kurang dipengaruhi oleh faktor oseanografi. Hal terpenting dalam
menentukan daerah penangkapan adalah diketahui keberadaan ikan dasar, kepiting
atau udang sebelum operasi penangkapan dilakukan. Informasi ini dapat diperoleh
dari data hasil tangkapan atau informasi daerah penangkapan dari instansi terkait
atau berdasarkan catatan keberadaan ikan dasar, kepiting atau udang di daerah
penangkapan (Martasuganda, 2003).
Pengoperasian bubu dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : bubu dasar
(ground fishpot), bubu apung (floating fishpot) dan bubu hanyut (drifting fishpot).
Menurut cara pengoperasiannya bubu dasar dapat dioperasikan dengan dua cara
yaitu dipasang secara terpisah di mana satu bubu dipasang dengan satu pelampung
(single trap) dan beberapa bubu dirangkai menjadi satu dengan menggunakan satu
tali utama (long line traps) (Subani dan Barus, 1989).
Menurut Monintja dan Martasuganda (1990) diacu oleh Nasution (2001),
keistimewaan bubu sebagai alat tangkap tradisional sebagai berikut:
(1) Pembuatan alat mudah dan murah;
(2) Pengoperasian mudah;
(3) Kualitas hasil tangkapan bagus;
(4) Tidak merusak sumber daya, baik secara ekologis maupun teknik; dan
(5) Dapat dioperasikan di tempat-tempat di mana alat tangkap lain tidak bisa
beroperasi
Menurut Monintja dan Martasuganda (1990) diacu oleh Nasution (2001)
bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan ikan dasar, ikan karang dan udang
terperangkap pada bubu, yaitu :
(1) Tertarik oleh umpan;
(2) Digunakan sebagai tempat berlindung;
(3) Karena sifat thigmotaksis ikan itu sendiri; dan
(4) Digunakan sebagai tempat beristirahat sewaktu ikan bermigrasi.
Ikan yang menjadi target penangkapan dengan bubu adalah kepiting, udang,
shelfish, octopus, ikan demersal, lobster, conger eel dan cuttlefish (JICA, 2001).
Hasil tangkapan bubu dasar terdiri dari ikan dasar, ikan karang, udang, kepiting
dan sebagainya. Hasil tangkapan ikan karang dengan bubu dasar berupa ikan
karang terutama dari famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Siganidae,
Serranidae Scaridae, Acanthuridae, Lutjanidae, Labridae, dan jenis lainnya.
Menurut Tiyoso (1979 diacu oleh Suci (1993) bahwa fluktuasi hasil
tangkapan bubu dapat terjadi karena beberapa alasan seperti:
30
(1) Migrasi dan perubahan harian, musiman maupun tahunan dari kelompok
ikan;
(2) Keragaman ukuran ikan dalam populasi;
(3) Tepat tidaknya penentuan tempat pemasangan bubu, karena alat tangkap ini
bersifat pasif dan menetap.
2.5.5 Zona pengaruh di sekitar alat tangkap terhadap tingkah laku ikan
Zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang mempengaruhi tingkah laku ikan
saat operasi penangkapan dilakukan ada tiga macam yaitu : (1) Zone of influence
adalah wilayah/area/zona pengaruh alat tangkap terhadap tingkah laku ikan.; (2)
Zone of action adalah wilayah/area/zona yang dihasilkan alat tangkap diarahkan
ke kumpulan ikan; dan (3) Zone of retention adalah wilayah/area/zona di mana
alat tangkap dapat menahan ikan sehingga tidak terlepas (Nikonorov,1975).
Letak wilayah/area/zona dari beberapa alat tangkap menurut Nikonorov (1975)
dapat dilihat pada Gambar 2.
Qf Qf3
2 = ----- = 1 - ------- (5)
Qf1 Qf1
Mengacu pada pendapat Nikonorov (1975) dapat diduga setelah rumpon dan
bubu berada di perairan maka kedua benda tersebut akan memberikan respons
untuk menarik ikan berkumpul baik di rumpon maupun di bubu. Ikan yang
terespons datang mendekati rumpon dan bubu merupakan awal proses tingkah
laku terjadi. Proses tingkah laku ikan terjadi karena beberapa alasan antara lain:
32
(1) Rangsangan (stimulation) dari luar seperti warna, bentuk benda, bau umpan,
suara dan cahaya; (2) Tanggapan dari ikan melalui mata, telinga, penciuman dan
linea lateralis; dan (3) Sistem urat syaraf dimana ikan menerima tanggapan dan
duteruskan oleh urat syaraf dan ujung urat syaraf ke otak dan diproses di otak,
maka otak akan memerintahkan terjadinya gerakan-gerakan pada tumbuh ikan
(body movement). Seluruh gerakan tersebut di sebut tingkah laku ikan (fish
behaviour) (Syandri, 1988).
Penglihatan ikan berbeda dengan binatang air lain, dimana ikan dapat
melihat ke beberapa jurusan sekaligus. Mata ikan terletak pada kedua sisi kepala,
di sebelah kiri (dicatat oleh otak bagian kiri) dan sebelah kanan (dicatat oleh otak
bagian kanan) (Rab, 1988 diacu oleh Razak et al. 2005). Khusus bagi ikan karang,
mata ikan juga memiliki morfologi yang berbeda. Pada ikan nokturnal, ukuran
matanya lebih besar seperti ikan Myripristis sp , sedangkan ikan diurnal seperti
Chaetodon lunula ukuran matanya kecil. Perbedaan ukuran itu disebabkan kondisi
cahaya yang ada di lingkungan perairan sangat kontras saat siang hari dan malam
hari. Pada malam hari intensitas cahaya rendah sehingga adaptasi mata ikan lebih
besar, agar mampu menggunakan cahaya dengan intensitas rendah.
Warna yang mampu dilihat ikan karang secara umum adalah warna biru dan
sensitif terhadap warna hijau. Ikan karang dari kelompok diurnal ketajaman
penglihatan (visual acuity) lebih baik dari pada kelompok ikan nokturnal dan
crespuscular karena sel-sel kerucut (cone cell) pada fotoreseptor lebih banyak.
Pada ikan nokturnal fotoreseptor mengalami modifikasi dimana kepadatan sel
batang (rod cell) antara 106 - 107 per mm2 dan lebih banyak dari ikan diurnal,
33
serta ketebalan lapisan fotoreseptor lebih tebal dari ikan diurnal (Sale (ed) 1991
diacu oleh Razak et al. 2005).
Selain itu menurut Laevastu dan Hela (1971) diacu oleh Sondita (1986),
visibilitas suatu alat tangkap bagi penglihatan ikan mempengaruhi keberhasilan
penangkapan ikan. Karena itu kemampuan ikan untuk melihat suatu benda
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Kemampuan ikan untuk
melihat suatu benda di kolom air dipengaruh oleh jarak ikan dengan benda,
intensitas cahaya lingkungan dan sifat benda itu sendiri. Kemampuan cahaya
untuk menembus kolom air berbeda menurut panjang gelombang (Nikonorov,
1975 diacu oleh Sondita, 1986).
Diduga selain visibilitas alat tangkap dan cahaya yang mempengaruhi ikan
bisa melihat alat tangkap dan terpengaruh, tentu masih ada beberapa faktor lain
seperti schooling ikan termasuk pola renang ada yang soliter, bergerombol dan
berpasangan, pola gerak ikan, lapisan renang (swimming layer), radius/jarak ikan
dengan alat tangkap, lama waktu ikan berada di sekitar alat tangkap berbeda-
beda, serta faktor fisik terutama arus yang dapat merubah arah ruaya ikan.
2.5.6 Tingkah laku ikan mendekati dan memasuki alat tangkap bubu
Ketika ikan memasuki bubu berumpan pada awalnya ikan akan mendatangi
dan menggigit umpan, tetapi tidak lama kemudian ikan tersebut akan kehilangan
ketertarikannya. Pada bubu tidak berumpan, ada perbedaan tingkah laku ikan
memasuki bubu di mana squerrelfish dan goatfish memasuki bubu dengan cara
bergerombol, tetapi parrotfish, bigeyes memasuki bubu secara individual.
Chaetodon sp dan Pseudopeneus sp akan berenang berbalik arah dengan
ketakutan bila ada ikan jenis lain yang tertangkap oleh bubu (Furevik, 1994 diacu
oleh Ferno dan Olsen, 1994).
Irawati (2002) mengemukakan tentang tingkah laku ikan kerapu macan
dalam bak percobaan terlihat bahwa ikan mulai masuk ke dalam bubu setelah
beberapa saat bubu berada dalam bak. Waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk
masuk ke dalam bubu sangat bervariasi. Saat penelitian diketahui bahwa ada ikan
yang langsung masuk ke dalam bubu setelah 1 menit dan hingga pengamatan
terakhir sekitar 3 jam ikan tidak pernah masuk ke dalam bubu.
Ikan mendekati bubu dengan berbagai cara antara lain ikan mencoba masuk
satu per satu, bergerombol dan ada yang bergerombol lalu mencoba masuk
ke bubu. Ikan yang sudah mendekati bubu tersebut kemudian menyusuri dinding
bubu dengan menggunakan bagian samping tubuhnya maupun bagian depan
mulutnya. Ikan mendekati bubu dari berbagai arah dan beberapa ikan mengelilingi
bubu terlebih dahulu baru mulai masuk ke bubu. Setelah menyusuri dinding bubu,
ikan ada yang masuk ke bubu tetapi ada juga hanya lewat saja (Irawati, 2002).
Ikan yang tidak masuk ke dalam bubu akan kembali berkumpul dengan ikan
lain yang bergerombol di luar bubu. Ikan tidak jadi masuk ke bubu karena
beberapa sebab di antaranya karena di dalam bubu ada ikan yang menjadi
pesaing, atau jika di alam karena ada ikan pemangsa (predator). Selain itu, karena
ikan tersebut mengikuti pergerakan ikan lain yang menjauhi bubu dan ikan tidak
masuk ke bubu karena ada ikan lain yang menghalangi jalan masuknya (Irawati,
2002)
Reiliza (1997) mengamati tingkah laku ikan kepe-kepe (Chaetodon
octofasciatus), ikan bendera (Heniochus acuminatus) dan ikan raja gantang
(Sargocentron violaceum) terhadap alat tangkap bubu dengan menggunakan
35
remotely operated vehicles (ROV) ternyata ketiga jenis ikan tersebut mempunyai
tingkah laku yang berbeda. Tingkah laku dari ketiga jenis ikan tersebut sebagai
berikut :
Ikan ini bergerak lambat. Gerakannya pada saat masuk ke dalam bubu
adalah melingkar dan arah putarannya dipengaruhi oleh arus. Tingkah laku ikan
raja gantang terhadap bubu sebagai berikut :
(1) Ikan mendatangi bubu dari arah depan dengan gerakan melingkar yang
berlawanan dengan arah arus, masuk ke dalam mulut bubu dan berhenti
di ujung mulut bubu (hanya bergerak berputar-putar berlawanan arah arus),
membutuhkan waktu kurang lebih 49,5 detik;
(2) Ikan mendatangi bubu dari arah depan dengan gerakan melingkar yang
berlawanan dengan arah arus, masuk ke dalam mulut bubu dan masuk
ke dalam bubu, membutuhkan waktu kurang lebih 50,5 detik.
gerakannya sebelum terperangkap dan terlihat panik. Ikan ini berenang di dalam
bubu dari salah satu sudut bubu ke mulut bubu dengan waktu 5 detik.
Menurut Reiliza (1997), gerakan renang naik turun menyebabkan sampai
akhir pengamatan tidak ada ikan yang meloloskan diri dari bubu. Pengurangan
penutupan karang ternyata berpengaruh terhadap tingkah laku ikan bendera, untuk
mendatangi bubu hanya dalam waktu singkat saja lalu pergi. Ikan raja gantang
masuk ke dalam bubu berenang lambat, tidak menunjukkan kepanikan dan
cenderung diam di dasar bubu. Gerak ikan ini di dalam bubu sama dengan
gerakannya di ujung mulut bubu, yaitu hanya berputar-putar melawan arus dan
membutuhkan waktu untuk satu kali berputar 8,5 detik. Ikan raja gantang
termasuk ikan nokturnal. Ikan raja gantang masuk ke bubu yang bagian atasnya
ditutupi karang. Pada saat penutupan karang dikurangi, ikan ini tidak memberikan
respons di depan bubu, tetapi berenang ke gundukan karang yang berbentuk atap
di samping bubu dan berlindung di situ.
2.6 Rumpon
Rumpon secara umum terdiri dari 3 komponen yaitu pemikat ikan, jangkar
dan tali penambat yang menghubungkan pemikat ikan dengan jangkar. Bahan
pemikat (atraktor) yang digunakan adalah daun kelapa (Subani, 1989 diacu oleh
Effendie, 2002). Selanjutnya menurut Preson (1982) diacu oleh Monintja et al.
41
(1990) mengemukakan bahwa disain FAD terdiri dari tiga komponen utama
yakni : (1) anchor; (2) mooring live; dan (3) aggregator.
Bahan untuk jangkar (anchor) kini banyak digunakan adalah drum yang
diisi dengan semen konkrit, bahan untuk mooring live yang baik adalah
polypropyleen, sedangkan bahan aggregator dari ban bekas, daun kelapa atau tali
plastik (Boy and Smith 1984 diacu oleh Monintja et al. (1990). Ketiga komponen
tersebut harus dirancang sedemikian rupa agar efisien dan efektif.
Zulkarnain (2002) mengemukakan alat pemikat (atraktor) merupakan salah
satu kemampuan utama pada rumpon. Atraktor juga merupakan bagian terpenting
dari rumpon. Hal ini karena atraktor berfungsi sebagai alat pemikat atau
pengumpul ikan sesungguhnya.
Menurut Tim Pengkaji Rumpon Fakultas Perikanan IPB (1987) diacu oleh
Zulkarnain ( 2002), persyaratan umum atraktor adalah : (1) mempunyai daya
pikat yang baik terhadap ikan, (2) tahan lama, (3) mempunyai bentuk seperti
posisi potongan vertikal, (4) melindungi ikan-ikan kecil, (5) bentuknya silinder
dengan posisi arah ke bawah, dan (6) terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan
murah. Selanjutnya menurut Monintja, et al. (1990) mengatakan berbagai faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam menilai prospek penggunaan rumpon antara
lain : (1) ketersediaan bahan baku rumpon, (2) daya tahan rumpon terhadap
berbagai kondisi perairan, dan (3) kemudahan operasi penangkapan ikan.
Monintja et al. (1990) mengemukakan bahwa manfaat yang dapat
diharapkan dengan penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan
adalah : (1) mengurangi waktu dan bahan bakar dalam pengintaian ikan, (2)
meningkatkan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan, dan (3)
meningkatkan mutu hasil tangkapan yang ditinjau dari spesies dan komposisi
ukuran. Selanjutnya menurut Direktorat Jenderal Perikanan, 1995 diacu oleh
Imawati (2003) mengemukakan beberapa keuntungan dalam penggunaan rumpon
yakni memudahkan pencarian gerombolan ikan, biaya eksploitasi dapat dikurangi
dan dapat dimanfaatkan oleh nelayan kecil.
42
Tabel 3 Posisi dan aktivitas ikan yang teramati saat pengamatan bawah air dalam
studi tentang mekanisme berkumpul ikan pelagis kecil di sekitar rumpon
dan pengembangan perikanan di perairan Pasauran, Propinsi Banten
atau di posisi yang lebih dalam, saat berada di belakang rumpon, kedua jenis ikan
tersebut umumnya mengarahkan mukanya menentang arus (Jusfiandayani, 2004).
Menurut Barretto dan Miclat (1988) spesies ikan karang yang terekruit pada
terumbu karang buatan terbuat dari bambu selama 14 bulan ada 36 famili terdiri
dari ikan yang menetap (resident) (30 %), ikan yang menetap sementara
(transient) (18 %) dan ikan yang berkunjung sebentar (visitor) (52 %), tertera
pada Tabel 4.
Tabel 4 Spesies ikan karang yang terekruit pada terumbu karang buatan terbuat
dari bambu dan klasifikasi ekologinya
Famili Spesies Klasifikasi
Resident Non-resident
Resident transient visitor
Acanthuridae Acanthurus mata +
Apogonidae Apogon aurus +
A. kiensis +
A. notatus +
Apogon sp. 1 +
Apogon sp. 2 +
Apogon sp. 3 +
Bleniidae Meiacanthus grammistes +
Plagiotremus rhynorhynchos +
Bothidae Bothus sp +
Caesionidae Caesio caerulaureus +
C. cuning +
Pterocaesio chrysozonus +
P. pisang +
Callionymidae Callionymus sp +
Carangidae Gnathanodon speciousus +
Selaroides leptolepis +
Centriscidae Aeoliscus strigatus +
Chaetodontidae Heniochus acuminatus +
Cirrhitidae Cirrhitichthys aprinus +
C. falco +
Clupeidae Sardinell sp +
Dasyatidae Dasyatis kuhlii +
Emmelichtyidae Emmelichthys sp +
Ephippidae Platax orbicularis +
P. teira +
Gerridae Gerres filamentosus +
Gerres sp +
Haemulidae Pletorhynchus pictus +
Kyphosidae Kyphosus vaigiensis +
Labridae Cheilinus celebicus +
C. diagramma +
Coris gaimardi +
Labroides dimidiatus +
Thallassoma quinquevittata +
T. lunare +
Leiognathidae Gazza minute +
Leiognathus leuciscus +
45
Tabel 4 (Lanjutan)
Menurut Iskandar dan Diniah (1996) bahwa komposisi jenis hasil tangkapan
ikan dengan bubu tanpa rumpon dan bubu berumpon ternyata berbeda, di mana
bubu berumpon mempunyai komposisi jenis hasil tangkapan lebih banyak dari
bubu tanpa rumpon. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa
penggunaan bubu berumpon dapat meningkatkan jumlah dan berat hasil
tangkapan mencapai lebih dari 200 %. Oleh karena itu, pengoperasian bubu
berumpon dapat dimasyarakatkan kepada para nelayan pengguna bubu. Namun
demikian untuk mengetahui posisi pemasangan bubu dan ukuran bubu yang
optimal dapat dilakukan penelitian lanjutan.
Selanjutnya Wahyuni (1995) mengemukakan bahwa hasil tangkapan ikan
karang yang tertangkap dengan alat tangkap bubu kawat tipe buton berumpon
dipasang secara vertikal pada lapisan permukaan, pertengahan dan di dasar
perairan diperoleh total hasil tangkapan dari 22 kali hauling sebanyak 343
individu ikan karang. Jenis ikan karang yang diperoleh ada 20 spesies/jenis. Jenis
ikan karang yang dominan tertangkap di lapisan permukaan perairan adalah
sersan mayor (Abudefduf vaigiensis) sebanyak 83 individu dari famili
Pomacentridae. Pada lapisan pertengahan didominasi oleh ikan Piso piso
(Aeoliscus strigatus) sebanyak 56 individu dari famili Centristidae dan pada
lapisan dasar perairan didominasi oleh ikan ekor kuning (Caesio crythrogaster)
sebanyak 74 individu dari famili Caesionidae.
Menurut Wahyuni (1995), dalam pengoperasian bubu berumpon apalagi
dipasang secara vertikal dengan posisi digantung, maka perlu memperhatikan
reaksi ikan terhadap gerakan bubu. Ternyata pengoperasian bubu yang dipasang
secara vertikal dengan cara digantung pada tiga lapisan ke dalam baik pada
permukaan, pertengahan maupun di dasar perairan bersama rumpon permukaan
ternyata bubu yang dipasang pada lapisan permukaan dan pertengahan
mempunyai kelemahan-kelemahan dari bubu yang dipasang di dasar perairan.
Bubu yang dipasang di dasar perairan lebih stabil, sedangkan bubu yang
dipasang di permukaan dan pertengahan dengan posisi tergantung karena ada
gerakan air, maka bubu akan bergerak-gerak, sehingga ikan tertarik melihat warna
bubu dan mendekati alat tangkap tersebut. Akan tetapi peluang ikan untuk masuk
ke mulut bubu pada lapisan permukaan dan pertengahan sangat kecil.
48
Menurut Ruttner (1974) diacu oleh Soedharma et al. (1995), tipe substrat
sangat menentukan kolonisasi dan komposisi perifiton berkaitan erat dengan
kemampuan dan alat penempelnya. Kemampuan menempel pada substrat
menentukan eksistensinya terhadap pencucian arus atau gelombang. Kolonisasi
adalah suatu proses penempatan atau penghunian suatu daerah atau tempat oleh
suatu organisme, sedangkan suksesi merupakan suatu proses pergantian dan suatu
atau kelompok jenis organisme oleh yang lainnya dengan komposisi dan struktur
yang berbeda ( D’Itri, 1985).
Wetzel (1982) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan perifiton antara lain (1) sinar matahari; (2) suhu; (3) kecepatan arus.
Jenis-jenis algae yang menempel pada umumnya mendominasi perairan berarus
kuat. Berkurangnya kecepatan arus akan meningkatkan keragaman organisme
yang melekat, sedangkan dari segi biomassa dan produksi perifiton, akumulasi
biomassa lebih cepat pada perairan berarus cepat tetapi total biomassa cenderung
seimbang baik pada perairan berarus cepat maupun lambat; dan (4) unsur hara.
3 METODOLOGI PENELITIAN
budidaya rumput laut. Beberapa kegiatan ini tentu sangat berpengaruh terhadap
kondisi terumbu karang di perairan setempat.
3.2.2 Bubu
memiliki satu pintu dengan panjang corong 0,8 m, lebar mulut bagian luar 0,25
m, lebar mulut bagian tengah 0,18 m dan lebar mulut bubu bagian dalam 0,15 m.
Bubu dilengkapi dengan celah pelolosan berukuran 0,25 m x 0,25 m. Kerangka
bubu terbuat dari besi beton dan badan bubu dari kawat ram dengan ukuran mesh
size ½ inch. Bubu dibuat sebanyak 6 unit. Komponen- komponen bubu disajikan
pada Tabel 6, sedangkan gambar bubu disajikan pada Lampiran 3.
Tabel 6 Komponen-komponen bubu yang digunakan dalam penelitian
No Komponen Bahan Ukuran Jumlah
1 Rangka Besi beton p = 120 cm,Ø= 12 mm 36 batang
bubu l = 70 cm, Ø= 8 mm 18 batang
t = 60 cm, Ø= 12 mm 24 batang
2 Dinding Kawat ram (Wire Mezh size = ½ inch 32.58 m
bubu mezh) merk Reyner
Aretobe
3 Pintu
Rangka Besi beton • Panjang corong = 80 cm,
pintu • Lebar mulut bagian luar =
25 cm
• Lebar mulut bubu bagian
dalam = 18 cm
• Lebar mulut bubu bagian
dalam = 15 cm
Dinding Kawat ram (Wire Mezh size = ½ inch 4,8 m
pintu mesh) merk Reyner
Aretobe
4 Celah Rangka dari kawat 25 cm x 25 cm 6 buah
pelolosan hass dan dinding dari
kawat ram
5 Tali temali
6 Tali Nylon PE Ø = 10 – 15 mm 110 m
pelampung
Tali jangkar Nylon PE Ø = 10 – 15 mm 40 m
Pengait Nylon PE P = 1,0 m 24 m
jangkar
7 Jangkar Cor semen 2,5 kg 24 buah
8 Pelampung Botol aqua 1 liter 24 buah
3.2.3 Perahu
BTR
RG
BRK BRB
2
1a. 2a 1
3
1 R1
R1 R2
1b. 2b.
2
3
R1
1
R2
R1
2
Keterangan :Jarak (radius) area pengaruh (zone of Keterangan : 1,2 : Zone of influence/ field of influence, R1:
influence) alat tangkap bubu; 1. Zone of influence; jarak zona pengaruh alat tangkap bubu, R2 : jarak zona
2. Zone of action; 3. Zone of retention pengaruh alat tangkap bubu yang diperbesar dengan
menambahkan rumpon
(vi) Pengamatan berikut dilakukan seminggu sekali pada jam 08.00, jam
12.00, dan jam 16.00.
Pengamatan dilakukan terhadap tingkah laku ikan karang yang hadir
di rumpon dan bubu meliputi jenis dan jumlah ikan yang hadir, jarak
(radius) ikan terhadap rumpon dan bubu, lama waktu ikan berada
di rumpon dan bubu, pola renang (soliter, bergerombol, dan
berpasangan), serta pola gerak seperti cara datang dari arah depan
dengan membuat gerak melingkar melawan arus, bergerak naik turun,
maupun membuat gerakan searah jarum jam serta jumlah ikan yang
hadir di rumpon dan bubu. Untuk menentukan jenis ikan karang yang
hadir di sekitar rumpon dan bubu mengikuti petunjuk Gloerfelt dan
57
Kailola, 1984, Isa et al. 1998; Kuiter, 1992 dan Allen dan Stenee,
2002.
(vii) Untuk pengamatan tingkah laku ikan menggunakan video bawah air,
camera digital, SCUBA, papan tulis bawah air (sabak/slate), pensil
2B, counter dan stopwatch.
(viii) Sebagai data pendukung diamati juga perifiton yang menempel pada
setiap jenis daun atraktor. Daun atraktor yang digunakan untuk
penempelan perifiton adalah daun lontar (Borrasus flabellifer), dan
daun gewang/gebang (Corypha gebanga). Untuk mengetahui
perifiton yang menempel pada setiap daun digunting salah satu helai
yang diambil secara acak dengan ukuran panjang: 10 cm dan lebar: 5
cm. (Gambar 6) Kemudian permukaan daun di mana perifiton
menempel dikeruk dengan pisau dan dimasukkan ke dalam botol
sampel berisi larutan formalin 4 % untuk dianalisis di laboratorium.
L = 5 cm L=5 cm
P = 10 cm P=10 cm
Kondisi ini mulai terjadi pada saat siang sampai sore hari. Keadaan
perairan mulai berubah diatas jam 10.00 WITA sampai sore hari.
Perubahan ini terjadi disebabkan karena pada jam 10.00 WITA keatas
permukaan perairan menjadi panas dan angin mulai bertiup
menyebabkan terjadi pengaliran massa air (arus). Adanya proses
pengaliran massa air ini menyebabkan terjadinya pengadukan massa air
sehingga perairan menjadi keruh. Selain itu, olah gerak dalam
pengamatan bawah air juga sulit dilakukan dan pada kondisi ini ikan-
ikan karang lebih banyak mencari lokasi persembunyian baik di celah-
celah karang maupun di rumpon dan bubu sehingga ikan yang hadir di
rumpon dan bubu konsentrasinya menjadi berkurang atau sedikit.
Pengamatan dilakukan di dalam keramba berukuran panjang: 2 m,
lebar: 1.5 m dan tinggi: 2 m (Lampiran 4). Kemudian ikan hasil
tangkapan bubu baik menggunakan rumpon maupun tanpa rumpon
dimasukkan ke dalam keramba. Pengamatan dilakukan dari jam
11.00 – 17.00 WITA. Ikan yang dimasukkan ke dalam keramba untuk
diamati sebanyak 17 spesies dengan pola tingkah laku berbeda-beda.
Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu diamati secara
visual meliputi pola renang dan pola gerak ikan karang di luar maupun
di dalam bubu serta cara ikan masuk dan meloloskan diri dari dalam
bubu.
Penelitian tingkah laku ikan karang dalam keramba hanya
dilakukan pada 17 spesies ikan karang. Informasi yang diperoleh masih
sangat terbatas sehingga diharapkan perlu mengkaji lebih lanjut tingkah
laku ikan dari jenis-jenis ikan karang lainnya.
(2) Mengkaji pengaruh rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis,
jumlah, maupun ukuran.
Dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka untuk mendapatkan data
dilakukan proses penangkapan ikan. Penangkapan ikan dilakukan pada dua
lokasi penelitian dengan prosedur kerja sebagai berikut:
59
Untuk mengidentifikasi perifiton yang menempel pada atraktor daun lontar dan
daun gewang/gebang mengikuti petunjuk Davis (1955); Ward et al. (1959);
Newell dan Newell (1963); dan Yamaji (1976).
ni
pi =
N
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu
C= ( pi )
i =1
Xi
X =
n
dimana : X = Kelimpahan ikan karang
Xi = Jumlah ikan karang pada stasion pengamatan ke-i
n = Luas bubu (m2)
2. Analisis statistik
Untuk melihat apakah ada perbedaan hasil tangkapan ikan karang yang
tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 pada penangkapan malam dan siang
hari menggunakan uji t yang terdapat pada perangkat lunak MINITAB
versi 13.20.
4 PENGARUH RUMPON TERHADAP ZONE OF INFLUENCE
ALAT TANGKAP BUBU
4.1 Pendahuluan
peraba dan sebagainya. Dengan kata lain, indera tersebut memungkinkan ikan
untuk mendeteksi benda-benda pada suatu jarak tertentu.
Tingkah laku ikan dalam kaitan dengan benda-benda bergerak atau diam
menunjukkan bahwa rangsangan merupakan faktor penting yang dapat
menentukan tingkat efisiensi penangkapan dari berbagai alat tangkap. Faktor
rangsangan menyangkut daya penglihatan lebih dominan dalam menentukan
reaksi atau sebagai faktor penting bagi beberapa jenis ikan untuk merespons
terhadap alat tangkap. Faktor rangsangan menyangkut daya penglihatan
merupakan faktor yang menentukan reaksi atau tingkah laku ikan dalam
merespons adanya alat tangkap (Baskoro dan Effendie, 2005).
Salah satu jenis alat tangkap populer digunakan untuk menangkap ikan
karang adalah bubu (Purbayanto et al. 2006). Bubu sering dianggap sebagai alat
penangkap ikan yang tidak merusak lingkungan (Redjeki et al. 2005). Berbagai
jenis bahan dapat dipakai untuk membuat bubu, misalnya anyaman bambu, rotan,
dan kawat (Hartati et al. 2004). Menurut proses tertangkapnya ikan, bubu
termasuk dalam kategori perangkap (jebakan), alat tangkap bersifat pasif. Dalam
proses penangkapan alat tangkap bubu mempermudah ikan untuk masuk namun
sulit keluar. Untuk menarik ikan bergerak masuk ke dalam bubu, nelayan biasanya
memasang umpan yang diletakkan di dalam bubu. Umpan digunakan sebagai alat
pemikat agar ikan karang datang mendekati alat tangkap bubu, masuk ke dalam
bubu dan akhirnya terperangkap.
Bubu digunakan oleh setiap daerah berbeda-beda baik bentuk, ukuran
maupun teknik pengoperasiannya. Bubu digunakan dalam penangkapan ikan
karang adalah bubu dasar. Untuk menarik ikan masuk ke bubu biasanya menurut
pengalaman nelayan selama ini menggunakan umpan. Umpan digunakan sebagai
alat pemikat, agar ikan karang datang mendekati alat tangkap bubu, masuk ke
dalam bubu dan akhirnya terperangkap.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi penangkapan ikan karang, selain
penggunaan umpan sebagai alat pengumpul ikan karang agar bisa mendekati alat
tangkap, maka perlu dipikirkan teknologi yang tepat agar ikan-ikan dapat mudah
berkumpul dan akhirnya terperangkap. Alat bantu penangkapan ikan yang
digunakan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan ikan karang adalah rumpon.
66
mempunyai tingkah laku di sekitar bubu sama. Pada bubu tidak berumpan, ada
perbedaan tingkah laku ikan memasuki bubu di mana squerrelfish dan goatfish
memasuki bubu dengan cara bergerombol, tetapi parrotfish, bigeye memasuki
bubu secara individual. Chaetodon sp dan Pseudopeneus sp akan berenang
berbalik arah dengan ketakutan bila ada ikan jenis lain yang tertangkap oleh bubu
(Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994). Fenomena ketertarikan ikan
karang pada alat tangkap bubu merupakan bentuk tingkah laku ikan yang sangat
penting harus diketahui sebagai salah satu faktor kunci dalam mendukung
keberhasilan usaha penangkapan ikan karang.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh
rumpon terhadap zone of influence dari alat tangkap bubu.
(iii) Untuk menentukan jenis ikan karang yang hadir di sekitar rumpon
dan bubu mengikuti petunjuk Gloerfelt dan Kailola (1984), Isa et
al. (1998); Kuiter (1992) dan Allen dan Stenee (2002).
(vi) Sebagai data pendukung diamati juga perifiton yang menempel pada
setiap jenis daun atraktor yaitu daun lontar (Borrasus flabellifer),
dan daun gewang/gebang (Corypha gebanga).
4.2.1.2 Pengamatan tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu
Pengamatan tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu melalui
simulasi yang dilakukan di dalam keramba. Pengamatan tidak dapat dilakukan di
lokasi penelitian karena kondisi perairan saat itu dalam keadaan bergelombang
dan arusnya kuat. Pada kondisi ini keadaan perairan menjadi tidak stabil dan
tingkat kekeruhannya tinggi sehingga sulit untuk melakukan pengamatan bawah
air karena batas pandang (visibilitas) rendah dan sulit untuk mengamati jenis ikan
yang hadir di rumpon dan bubu.
Pengamatan dilakukan di dalam keramba berukuran panjang: 2 m, lebar:
1.5 m dan tinggi: 2 m (Lampiran 4). Kemudian ikan hasil tangkapan bubu baik
menggunakan rumpon maupun tanpa rumpon dimasukkan ke dalam keramba.
Pengamatan dilakukan dari jam 11.00 – 17.00 WITA. Ikan yang dimasukkan ke
dalam keramba untuk diamati sebanyak 17 spesies dengan pola tingkah laku
berbeda-beda. Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu diamati secara
visual meliputi pola renang dan pola gerak ikan karang di luar maupun di dalam
bubu serta cara ikan meloloskan diri dari dalam bubu. Pengamatan tingkah laku
ikan karang di dalam keramba hanya menggunakan 17 spesies. Informasi yang
diperoleh masih sangat terbatas sehingga untuk mendapatkan data yang lebih
lengkap perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap jenis-jenis ikan karang
lainnya.
69
4.3 Hasil
4.3.1 Rumpon sebagai alat pengumpul ikan karang
4.3.1.1 Keragaman taksa perifiton di rumpon
Awal setelah rumpon di pasang di perairan maka daun-daun rumpon akan
membusuk dan menempel mikroorganisme. Mikroorganisme yang menempel
disebut perifiton. Perifiton terdiri dari tumbuhan dan hewan mikroskopis yang
menempel pada substrat yang terendam dalam air terutama pada atraktor rumpon.
Perifiton yang hadir di rumpon akan mempengaruhi laju perkembangan proses
kolonisasi organisme pemangsa lain termasuk juvenil ikan dan larva kerang-
kerangan yang menempel (Soedharma,1994).
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan jenis-jenis perifiton yang
menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 secara
keseluruhan berjumlah 85 spesies, 70 genus, 36 famili dan 15 kelas. Keragaman
taksa perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi
L1 dan L2 disajikan Tabel 7. Jenis dan sebaran perifiton pada atraktor lontar dan
gewang di lokasi L1 dan L2 dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6.
Tabel 7 Keragaman taksa perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar
dan gewang di lokasi L1 dan L2
Taksa L1 L2
perifiton RKL RBL RG RKL RBL RG
Spesies 50 46 53 46 41 50
Genus 46 42 46 42 39 43
Famili 31 30 29 30 25 29
Kelas 13 12 15 11 10 14
71
60
50
J u m la h ta k s a
40
Spesies
30
Genus
20
Famili
10
Kelas
0
RKL1 RBL1 RG1 RKL2 RBL2 RG2
Jenis rumpon
perifiton pada lokasi L1 dan L2 dapat dilihat pada Lampiran 7. Sebaran nilai
kepadatan setiap kelas perifiton di lokasi L1 dan L2 disajikan pada Gambar 8
dan 9.
25 Bacillario phyceae
Dino phyceae
20 Cyano phyceae
N ila i kepa da ta n setia p fa m ili
Chlo ro phyceae
Rho do phyceae
15 Sarco dina
perifito n
Co pepo da
P ro to branchia
10
Demo s po ngiae
Uro cho rdata/Tunicata
5 Opis tho branchia
Spro tricha
P o lychaeta
0 Bacteria
RKL1 RBL1 RG1 Myxo phyceae
Ciliata
Jenis rumpon di lokasi L1
Gambar 8 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1.
25 Bacillario phyceae
Nilai k ep ad atan (X) setiap k elas p erifito n
Dino phyceae
Cyano phyceae
Chlo rop hyceae
20
Rhod op hyceae
Sarcod ina
Cop epo da
15 Pro tob ranchia
Demosp ong iae
Uro cho rdata/Tunicata
Opisthob ranchia
10
Sp rotricha
Po lychaeta
Bacteria
5 Myxop hyceae
Ciliata
Gambar 9 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2.
75
Dari gambar tersebut terlihat bahwa kelas perifiton yang memiliki nilai
kepadatan tertinggi adalah kelas Cyanophyceae yang terdapat pada rumpon
gewang baik di lokasi L1 maupun L2, kemudian kelas Bacillariophyceae dan
diikuti oleh kelas perifiton lainnya. Dengan demikian kelas periton yang memiliki
nilai kepadatan tertinggi di lokasi L1 dan L2 di dominansi oleh Kelas
Cyanophyceae dan Bacillariophhyceae. Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas
perifiton di lokasi L1 dan L2 disajikan pada Gambar 10 dan 11.
60 Bacillario p hyceae
Nilai kelimpahan (N) setiap famili
Dino p hyceae
50 Cyano p hyceae
Chlo ro p hyceae
Rho d o p hyceae
40
perifiton
Sarco d ina
Co p ep o d a
30 Pro t o b ranchia
Demo s p o ng iae
Uro cho rd ata/Tunicata
20
Op is tho b ranchia
Sp ro tricha
10 Po lychaeta
Bacteria
0 M yxo p hyceae
Gambar 10 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1.
Bacillario p hyceae
60 Dino p hyceae
Cyano p hyceae
Nilai kelimpahan (N) setiap famili
Chlo ro p hyceae
50
Rho d o p hyceae
Sarco d ina
40 Co p ep o d a
perifiton
Pro t o b ranchia
30 Demo s p o ng iae
Uro cho rd at a/ Tunicat a
Op is tho b ranchia
20 Sp ro tricha
Po lychaeta
10 Bact eria
M yxo p hyceae
Ciliata
0
RKL2 RBL2 RG2
Jeni s rumpon di l okasi L2
Gambar 11 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2.
76
Dari gambar tersebut terlihat bahwa kelas perifiton yang memiliki nilai
kelimpahan tertinggi adalah Kelas Cyanophyceae pada rumpon besar lontar di
lokasi L1, sedangkan di lokasi L2 kelas perifiton yang memiliki kelimpahan
tertinggi adalah kelas Bacillariophyceae terdapat pada rumpon besar lontar.
Dengan demikian kelas periton yang memiliki nilai kepadatan dan kelimpahan
tertinggi di lokasi L1 dan L2 di dominansi oleh Kelas Cyanophyceae dan
Bacillariophhyceae.
1.4
1.2
0.2
0
RKL1 RBL1 RG1 RKL2 RBL2 RG2
Jenis rumpon
14
12
Famili Utama (M ayo r)
10 Targ et
Jumlah taksa
Ind ikat o r
8 No n Ikan Karang
2
No n Ikan Karang
0 Ind ikat o r
Targ et Ke lompok ikan
Sp es ies Genus
RKL1 Famili Sp es ies Famili Utama (M ayo r)
Genus
RBL1 Famili
Jenis rumpon
Gambar 13 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L1.
14
12
10
T arget
8
Indikator
6 Non Ikan Karang
2
Non Ika n Ka ra ng
Indika t or
0
Ta rge t Ke lompok ikan
S pe sie s
Ge nus Fa mili Ut a ma (Ma yor)
RKL2 Fa mili
S pe sie s
Ge nus
RBL2 Fa mili
Jenis rumpon
Gambar 14 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L2.
81
Secara rinci komposisi dan sebaran jenis ikan karang hadir di rumpon
disajikan pada Lampiran 8. Dari data tersebut terlihat bahwa beberapa jenis ikan
karang yang dominan hadir di sekitar rumpon baik rumpon kecil maupun rumpon
besar di lokasi L1 dan L2 seperti Chromis margaritifer, Abudefduf bengalensis,
Chrysiptera rollandi dan Chaetodon kleinii. Selanjutnya yang menyebar sedang
seperti Chromis ovalis, Chrysiptera unimaculata, Sufflamen chrysopterus, Scarus
ghobban, Apogon kallopterus, Centropyge bicolor, Canthigaster valentini, Pterois
volitans, Acanthurus nigricans, A. mata, Ctenochaetus striatus, Halichoeres
scapularis, Epinephelus merra, Parupeneus bifasciatus, Lethrinus sp, Lutjanus sp
dan Chaetodon trifasciatus, sedangkan jenis ikan lainnya menyebar jarang.
sedangkan jumlah famili tertinggi terdapat pada bubu rumpon kecil di lokasi L2.
Pada kelompok ikan target jumlah spesies tertinggi terdapat pada bubu rumpon
kecil di lokasi L1, sedangkan jumlah genus tertinggi masing-masing terdapat pada
bubu rumpon kecil, bubu rumpon besar, bubu tanpa rumpon di lokasi L1 dan bubu
tanpa rumpon di lokasi L2. Selanjutnya jumlah famili tertinggi terdapat pada bubu
tanpa rumpon di lokasi L2 . Pada kelompok indikator spesies tertinggi terdapat
pada bubu tanpa rumpon di lokasi L2, sedangkan untuk genus dan famili
semuanya sama. Pada kelompok non ikan karang spesies, genus dan famili hanya
terdapat pada bubu tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2, sedangkan lainnya tidak
ada. Dari data tersebut terlihat bahwa keragaman taksa tertinggi baik spesies,
genus maupun famili terdapat pada bubu rumpon besar di lokasi L1. Sebaran
keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon disajikan pada Gambar 15 dan
16.
12
10
T arget
8
Jumlah taksa
Indikator
Non Ikan Karang
6
Jenis bubu
Gambar 15 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L1.
6
F a m ili Uta m a (M a yo r)
Jumlah taksa
5
Ta rge t
4 Indika to r
No n Ika n Ka ra ng
3
S pe sie s
Indikator
Ke lompok i kan
Ge nus Tar get
BRK2 Fa m ili
S pe sie s Famili Utama (Mayor )
Ge nus
BRB2 Fa mili
S pe sie s
Ge nus
BTR2 Fa m ili
Gambar 16 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L2.
83
Secara rinci komposisi jenis dan sebaran ikan karang teramati pada pagi,
siang dan sore hari disajikan pada Lampiran 9. Beberapa spesies ikan karang yang
hadir dominan pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa
rumpon di lokasi L1 dan L2 sepeprti Apogon kallopterus dan Chaetodon kleinii.
Selanjutnya yang menyebar sedang adalah Abudefduf bengalensis, Dascyllus
aruanus, Scarus ghobban, Ctenochaetus striatus, dan Acanthurus bariena,
sedangkan jenis ikan lainnya menyebar jarang.
Tabel 11 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon
Kelompok Ikan Lokasi Total Proporsi
L1 L2 (%)
RKL RBL RKL RBL
Famili utama (mayor) 182 320 121 302 925 78
Target 85 37 41 18 181 15
Indikator 11 21 4 47 83 7
Non ikan karang 1 0 0 0 1 <1
Total 279 378 166 367 1190
Keterangan: RKL : Rumpon Kecil Lontar, RBL : Rumpon Besar Lontar.
84
Total individu ikan karang yang hadir di rumpon kecil lontar dan rumpon
besar lontar di lokasi L1 dan L2 dalam jumlah terbanyak adalah Abudefduf
bengalensis sebanyak 193 individu/m2, kemudian Apogon kallopterus sebanyak
151 individu/m2, dan diikuti oleh jenis ikan lain. Total jumlah individu setiap
famili ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar
lontar di lokasi L1 dan L2 disajikan dalam Gambar 17 dan 18.
300
P o macentridae
B alistidae
250 Scaridae
A po go nidae
P o macanthidae
200 Ephippididae
Tetrao do ntidae
Sco rpaenidae
150 A canthuridae
Siganidae
Labridae
100 Serranidae
M ullidae
Lethrinidae
50 Lutjanidae
Chaeto do ntidae
Dasyatitidae
0
RKL RBL
R um po n k e c il lo nt a r ( R KL) da n rum po n be s a r lo nt a r ( R B L)
di lo k a s i I
180
P o macentridae
Scaridae
160
A po go nidae
P o macanthidae
140
Ophicthidae
Ephippididae
120 Tetrao do ntidae
Sco rpaenidae
100 Centriscidae
Caesio nidae
80 A canthuridae
Labridae
60 Serranidae
M ullidae
Lethrinidae
40
Lutjanidae
Haemulidae
20
Nemipteridae
Chaeto do ntidae
0
RKL RBL
R um po n k e c il lo nt a r ( R KL) da n rum po n be s a r lo nt a r ( R B L)
di lo k a s i II
Gambar 18 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar
di lokasi L2.
85
Jumlah individu ikan karang yang hadir di rumpon besar lontar lebih
banyak dibandingkan dengan rumpon kecil lontar. Perbedaan ini disebabkan
karena bedanya dimensi rumpon, dimana rumpon ukuran besar tentu mempunyai
daya tampung ikan karang berkumpul lebih banyak dibandingkan dengan rumpon
ukuran kecil. Selain itu, ada beberapa jenis ikan karang biasanya hadir dalam
jumlah besar seperti Chromis margaritifer, C. ovalis, Abudefduf bengalensis,
Apogon kallopterus, dan Pterocaesio diagramma.
Total jumlah spesies ikan karang yang hadir di bubu rumpon kecil dan bubu
rumpon besar di lokasi L1 dan L2 dalam jumlah terbanyak adalah Abudefduf
bengalensis sebanyak 346 individu/m2, kemudian Apogon kallopterus sebanyak
174 individu/m2, dan diikuti oleh jenis ikan lain. Total jumlah individu setiap
famili ikan karang yang hadir di bubu rumpon kecil, bubu rumpon besar dan bubu
tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 disajikan dalam Gambar 19 dan 20.
P omacentridae
250 Apogonidae
P omacanthidae
200
Scaridae
150 Holocentridae
Malacanthidae
100
Caes ionidae
50 Acanthuridae
Labridae
0 Siganidae
BRK BRB BTR Chaetodontidae
Bubu rumpon kecil (BRK), bubu rumpon Das yatitidae
bes ar (BRB) dan bubu tanpa rumpon (BTR)
di lokas i I
Gambar 19 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir
di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa
rumpon di lokasi L1.
120
P o ma c e nt rid a e
Jumlah individu setiap famili ikan karang
A p o g o nid a e
100 S c a rid a e
B a lis t id a e
S c o r p a e nid a e
80 C a e s io nid a e
A c a nt hur id a e
La b rid a e
60
Le t hrinid a e
M ullid a e
40 Ha e mulid a e
N e mip t e rid a e
S e rra nid a e
20 C ha e t o d o nt id a e
M ura e nid a e
0
BRK BRB BT R
Bubu rum p o n k ecil (BRK ), bubu rum p o n besar
(BRB) dan bubu t an p a rum p o n (BT R) di lo k asi II
1.2
0.6 H'
E
0.4
C
0.2
0
RKL1 RBL1 RKL2 RBL2
Jenis rumpon
Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di
sekitar rumpon besar lontar kecil, komunitas ikan karang berada pada kondisi
stabil dan dominansi rendah berarti tidak ada dominansi spesies ikan tertentu di
dalam komunitas ikan karang.
Gambar tersebut menunjukkan bahwa nilai Keragaman (H’) ikan karang
yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi I dan
II tertinggi pada rumpon besar lontar baik di lokasi L1 dan L2, sedangkan nilai
Keseragaman (E) tertinggi pada rumpon besar lontar baik di lokasi L1 maupun L2
dan nilai Dominansi (C) tertinngi pada rumpon kecil lontar di lokasi L2.
4.3.4.2 Bubu
Hasil analisis nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan
Dominansi (C) ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 secara rinci disajikan pada Tabel
14 dan Gambar 22.
89
Tabel 14 Nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan
karang yang hadir di sekitar bubu di lokasi L1 dan L2
Lokasi No Alat Tangkap H E C
L1 1 Bubu Rumpon Kecil 0,833 0,771 0,211
2 Bubu Rumpon Besar 1,013 0,901 0,126
3 Bubu Tanpa Rumpon 0,445 0,428 0,573
L2 1 Bubu Rumpon Kecil 0,661 0,637 0,309
2 Bubu Rumpon Besar 0,787 0,787 0,254
3 Bubu Tanpa Rumpon 0,763 0,668 0,267
bubu rumpon besar di lokasi L2 terdiri dari nilai H = 0,787, E = 0,787 dan
C = 0,254. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang
hadir di sekitar bubu rumpon besar kecil, komunitas ikan karang berada pada
kondisi stabil dan dominansi rendah yang berarti tidak ada dominansi spesies ikan
tertentu di dalam komunitas ikan karang, sedangkan pada bubu yang dioperasikan
tanpa rumpon di lokasi L2 terdiri dari nilai H = 0,767, E = 0,668 dan C = 0,267.
Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di
sekitar bubu tanpa rumpon rendah, komunitas ikan karang berada pada kondisi
stabil dan dominansi sedang yang berarti ada dominansi spesies ikan tertentu
didalam komunitas ikan karang.
Dari data tersebut terlihat bahwa nilai Keragaman (H’) ikan karang pada
bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2
tertinggi pada bubu rumpon besar di lokasi L1, sedangkan nilai Keseragaman (E)
ikan karang tertinggi pada bubu rumpon besar di lokasi L1 dan nilai Dominansi
(C) tertinggi pada bubu tanpa rumpon di lokasi L1.
1.2
1
Indeks H', E dan C
0.8
0.6 H'
E
0.4 C
0.2
0
BRK1 BRB1 BTR1 BRK2 BRB2 BTR2
Jenis bubu
di sekitar rumpon kecil lontar lokasi L1 sebanyak 29 spesies. Dari total jumlah
tersebut ada 19 spesies (66%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan rumpon. Pada
rumpon besar lontar lokasi L1 jumlah ikan karang yang hadir sebanyak 27 spesies.
Dari total jumlah tersebut ada 14 spesies (52%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan
rumpon.
Tabel 15 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap rumpon
di lokasi L1 dan L2
Tabel 15 (Lanjutan)
Jenis Lokasi Jarak Jenis ikan Jumlah Proporsi
rumpon Rumpon (m) (%)
RKL L2 0-2 Chromis margaritifer, Chrysiptera 11 73
rollandi, Rinecanthus sp, Scarus
ghobban, Apogon kallopterus,
Myrichtys colubrinus, Pterois volitans,
A. nigricans, Zanclus sp, Ctenochaetus
striatus, dan Chaetodon kleinii
2-5 Apogon bengalensis, Acanthurus mata, 4 27
Lethrinus sp, dan Lutjanus sp
>5 - - -
Total 15
BL 0-2 Chromis ovalis, Chrysipetra rollandi, 18 75
C. unimaculata, Dascyllus aruanus,
Sufflamen chrysopterus, Apogon
kallopterus, Centropyge tibicens,
C.bicolor, Genicanthus melanospilos,
Canthigaster valentini, Aeoliscus
strigatus, Acanthurus triotegus,
Halichoeres scapularis, Hemigymnus
fasciatus, Parupeneus bifasciatus,
Diagramma pictum, Chaetodon kleinii,
dan C. adiergastos
2–5 Chromis margaritifer, Abudefduf 4 17
bengalensis, Pterocaesio diagramma,
dan Scolopsis margaritifer
>5 Epinephelus tauvina, dan Lutjanus 2 9
decussatus
Total 24
Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar.
Tabel 16 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap bubu di
lokasi L1 dan L2
Kelompok Lokasi Jarak Jenis ikan Jumlah Proporsi
Bubu Bubu (m) (%)
BRK L1 0–2 Chromis lepidolepis, Stegastes 8 62
fasciolatus, Apogon kallopterus,
Scaus ghobban, Malacanhus sp,
Ctenochaetus striatus, Acanthurus
bariena dan Chaetodon kleinii
2–5 Abudefduf bengalensis, Dascyllus 4 31
aruanus, Thalassoma lunare, dan
Labroides bicolor
>5 Acanthurus mata 1 7
Total 13
BRB 0–2 Chromis lepidolepis, C. 10 63
margaritifer, Chrysipetra rollandi,
Apogon kallopteus, Centropyge
tibicens, Pomacanthus acanthops,
Ctenochaetus striatus, Hemigymnus
melapterus, Hologymnosus doliatus
dan Chaetodon kleinii.
2–5 Abudefduf bengalensis, Dascyllus 6 38
aruanus, Chromis ovalis, Scarus
ghobban, Pterocaesio lativittata,
dan Acanthurus mata
>5 - - -
Total 16
BTR L1 0–2 Abudefduf bengalensis, Chromis 6 65
demidiata, Apogon kallopterus, A.
aureus, Ctenochaetus striatus, dan
Chaetodon kleinii
Tabel 16 (lanjutan)
terjadi gelombang dan arus. Pada kondisi ini ikan-ikan mencari tempat untuk
berlindung baik di rumpon maupun di terumbu karang. Penyebaran ikan ke tempat
persembunyian menyebabkan kehadiran ikan pada siang dan sore hari berkurang
di rumpon.
Lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di sekitar rumpon di lokasi
L1 dan L2 berbeda-beda menurut jenis ikan. Pengelompokkan ikan karang
berdasarkan lama waktu hadir di sekitar rumpon dibagi dalam tiga kategori
antara lain : 0 – 10 menit, 10 – 30 menit dan > 30 menit (Tabel 17). Jenis ikan
karang yang hadir di rumpon kecil lontar lokasi L1 sebanyak 29 spesies ternyata
13 spesies (45%) berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit,
kemudian 9 spesies (31%) dengan lama waktu antara 0 – 10 menit dan 7 spesies
(24%) dengan lama waktu 10 – 30 menit. Pada rumpon besar lontar di lokasi
L1 jumlah ikan yang hadir sebanyak 27 speses ternyata 12 spesies (44%) berada
di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 9 spesies (33%)
dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 6 spesies (22%) dengan lama waktu 0 – 10
menit.
Selanjutnya jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar
lokasi L2 sebanyak 15 spesies ternyata 7 spesies (47%) berada di sekitar rumpon
dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 7 spesies (47%) dengan lama waktu
0 – 10 menit, dan 1 spesies (7%) dengan lama waktu 10 – 10 menit. Pada rumpon
besar lontar di lokasi L2 jumlah ikan yang hadir sebanyak 24 speses ternyata
14 spesies (58%) berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit,
kemudian 5 spesies (21%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 5 spesies (21%)
dengan lama waktu 0 – 10 menit.
98
Tabel 17 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar
rumpon di lokasi L1 dan L2
Kelompok Lama Jenis ikan Jumlah Proporsi
Rumpon waktu (%)
(menit)
RKL 1 0 – 10 Melichty vidua, , Scarus sodidus, S. 9 31
ghobban, Pseudochromis sp, Acanthurus
nigricans, Zanclus cornutus, Heniochus
acuminatus, Bonianus ginulatus, dan
Lethrinus sp
10- 30 Platax sp, Petrois volitans, A. mata, Naso 7 24
caeruleocanda, Thalassoma lunare,
Epinephelus merra, dan Lutjanus sp,
> 30 Chromis margaritifer, Chrysiptera 13 45
rollandi, C. parasema, Apogon
kallopterus, Pomacentrus nigromanus,
Zebrasoma flaviscens, Halichoeres
scapularis, Parupeneus bifasciatus, C.
kleinii, C. trifasciatus. Abudefduf
bengalensis, Ctenochaetus striatus, dan
Chaetodon melanotus
Total 29
RBL 1 0 – 10 Amphiprion sp, Balistapus undulatus, 6 22
Canthigaster valentini, Acanthurus
pyroferus, A. bariena, dan Zanclus
cornutus,
10- 30 Sufflamen chrysoptrus, Scarus ghobban, 9 33
S. bleekeri, Hologymnosus doliatus,
Cheilinus trilobatus, Pseudonthias dispar,
Epinephelus merra, Chaetodon meyeri,
dan C. baronessa
> 30 Chromis lepidolepis, C. ovalis, 12 44
Chrysiptera rollandi, C. unimaculata,
Apogon bandanensis, Chaetodon kleinii,
Chaetodon trifasciatus, Chromis
margaritifer, Abudefduf bengalensis,
Siganus corallinus, A. mata, dan
Ctenochaetus striatus
27
RKL 2 0 – 10 Rinecanthus sp, Scarus ghobban, 7 47
Myrichtys colubrinus, Pterois volitans, A.
nigricans, Zanclus sp, dan Lethrinus sp
10- 30 Lutjanus sp 1 67
> 30 Chromis margaritifer, Chrysiptera 7 47
rollandi, Apogon kallopterus,
Ctenochaetus striatus, Chaetodon kleinii,
Apogon bengalensis, dan Acanthurus
mata
Total 15
99
Tabel 17 (Lanjutan)
Kelompok Lama Jenis ikan Jumlah Proporsi
Rumpon waktu (%)
(menit)
RBL 2 0 – 10 Sufflamen chrysopterus, Genicanthus 5 21
melanospilos, Canthigaster valentini,
Pterocaesio diagramma, dan Parupeneus
bifasciatus,
10- 30 Centropyge tibicens, C.bicolor, 5 21
Epinephelus tauvina, Lutjanus decussatus,
dan C. adiergastos
> 30 Chromis ovalis, Chrysipetra rollandi, C. 14 58
unimaculata, Dascyllus aruanus, Apogon
kallopterus, Chromis margaritifer,
Abudefduf bengalensis, Aeoliscus
strigatus, Acanthurus triotegus,
Halichoeres scapularis, Hemigymnus
fasciatus, Diagramma pictum, Scolopsis
margaritifer, dan Chaetodon kleinii
Total 24
Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar.
Spesies ikan karang yang hadir di sekitar rumpon umumnya berada dengan
lama waktu > 30 menit, kemudian antara 0 – 10 menit dan terendah antara 10 – 30
menit. Berdasarkan lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon terlihat bahwa
ikan-ikan karang yang hadir di sekitar rumpon lebih banyak bersifat menetap
(resident) dengan lama waktu > 30 menit menggunakan rumpon sebagai tempat
berlindung dan mencari makan, sedangkan sebagian kecil hanya singgah sebentar
(transient) dengan lama waktu 10 - 30 menit dan numpang lewat langsung pergi
(visitor) dengan lama waktu 0 – 10 menit.
Jumlah spesies ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L1 paling banyak
pada pengamatan pagi hari sebanyak 20 spesies, siang hari 11 spesies dan sore
hari 6 spesies. Selanjutnya jumlah spesies ikan karang yang hadir di bubu
di lokasi L2 paling banyak pada pengamatan pagi hari sebanyak 19 spesies, siang
hari 9 spesies dan sore hari 8 spesies.
Jenis-jenis ikan karang yang teramati mempunyai aktivitas pada pagi, siang
dan sore hari berbeda-beda. Jenis ikan karang yang hadir secara merata pada
waktu pagi, siang maupun sore hari adalah Dascyllus aruanus, Chromis
lepidolepis, Apogon kallopterus dan Chaetodon kleinii.
100
Spesies ikan karang yang hadir paling banyak di bubu sesuai waktu
pengamatan umumnya pada pagi hari, sedangkan siang dan sore hari berkurang
karena setelah jam 11.00 siang sampai sore kondisi perairan berubah karena
angin menyebabkan terjadi gelombang dan arus. Pada kondisi ini ikan-ikan
terpencar mencari tempat untuk berlindung/bersembunyi baik di bubu maupun di
terumbu karang. Penyebaran ikan ketempat persembunyian menyebabkan
kehadiran ikan pada siang dan sore hari berkurang di bubu.
Lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di sekitar alat tangkap bubu di
lokasi L1 dan L2 berbeda-beda menurut jenis ikan. Pengelompokkan ikan karang
berdasarkan lama waktu hadir di sekitar bubu dibagi dalam tiga kategori antara
lain : 0 – 10 menit, 10 – 30 menit dan > 30 menit (Tabel 18). Jenis ikan karang
yang hadir di bubu rumpon kecil di lokasi L1 sebanyak 13 spesies ternyata 9
spesies (69%) berada di sekitar bubu dengan lama waktu > 30 menit, 1 spesies
(8%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 3 spesies (23%) dengan lama waktu
antara 0 – 10 menit. Pada bubu rumpon besar di lokasi L1 jumlah ikan hadir
sebanyak 16 spesies ternyata 10 spesies (63%) berada di sekitar bubu dengan lama
waktu > 30 menit, kemudian 4 spesies (25%) dengan lama waktu 10 – 30 menit
dan 2 spesies (13%) dengan lama waktu 0 – 10 menit. Selanjutnya jumlah ikan
yang hadir di bubu tanpa rumpon di lokasi L1 sebanyak 11 spesies ternyata 5
spesies (45%) berada di sekitar bubu dengan lama waktu > 30 menit, kemudian
lama waktu 10 – 30 menit kosong dan 6 spesies (65%) dengan lama waktu
0 – 10 menit.
Selanjutnya jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil di lokasi
L2 sebanyak 12 spesies ternyata 7 spesies (58%) berada di sekitar rumpon dengan
lama waktu > 30 menit, kemudian 5 spesies (42%) dengan lama waktu 0 – 10
menit, dan pada lama waktu 10 – 10 menit tidak ada. Pada bubu rumpon besar di
lokasi L2 jumlah ikan yang hadir sebanyak 14 spesies ternyata spesies (57%)
berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 5 spesies
(36%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 1 spesies (7%) dengan lama waktu
0 – 10 menit. Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu tanpa rumpon di lokasi
L2 sebanyak 14 spesies ternyata 9 spesies (64%) berada di sekitar bubu dengan
101
lama waktu > 30 menit, kemudian 2 spesies (14%) dengan lama waktu 10 – 30
menit dan 3 spesies (21%) dengan lama waktu 0 – 10 menit.
Lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di bubu umumnya > 30
menit, kemudian antara 0 – 10 menit dan terendah antara 10 – 30 menit.
Berdasarkan lama waktu ikan karang hadir di sekitar bubu terlihat bahwa ikan
karang yang hadir di sekitar bubu lebih banyak bersifat menetap (resident)
dengan lama waktu > 30 menit menggunakan bubu sebagai tempat berlindung dan
mencari makan, sedangkan sebagian kecil hanya singgah sebentar (transient)
dengan lama waktu 10 - 30 menit dan numpang lewat langsung pergi (visitor)
dengan lama waktu 0 - 10 menit. Lebih lama ikan berada di sekitar bubu akan
memberikan peluang lebih besar untuk ikan-ikan tersebut tertangkap.
Tabel 18 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar
bubu di lokasi L1 dan L2
Kelompok Lama Jenis ikan Jumlah Proporsi
Bubu waku (%)
(menit)
BRK 1 0 - 10 Scarus ghobban, Acanthurus mata dan A. 3 23
bariena
10 - 30 Thalassoma lunare 1 8
> 30 Chromis lepidolepis, Stegastes fasciolatus, 12 69
Apogon kallopterus, Malacanhus sp,
Ctenochaetus striatus, Abudefduf
bengalensis, Dascyllus aruanus, Labroides
bicolor dan Chaetodon kleinii
Total 13
BRB 1 0 - 10 Pomacanthus acanthops, Pterocaesio 4 25
lativittata, Acanthurus mata, dan
Hemigymnus melapterus
10 - 30 Scarus ghobban, dan Hologymnosus 2 13
doliatus
> 30 Chromis lepidolepis, C. margaritifer, 10 63
Chrysipetra rollandi, Apogon kallopteus,
Centropyge tibicens, Ctenochaetus
striatus, Abudefduf bengalensis, Dascyllus
aruanus, Chromis ovalis, dan Chaetodon
kleinii
Total 16
BTR 1 0 – 10 Myripristis sp, Acanthurus mata, Naso 5 45
tuberosus, Siganus corallinus, dan
Himantura uarnak
10 – 30 - 0 -
> 30 Abudefduf bengalensis, Chromis 6 55
demidiata, Apogon kallopterus, A. aureus,
Ctenochaetus striatus, dan Chaetodon
kleinii
Total 11
102
Tabel 18 (Lanjutan)
Kelompok Lama Jenis ikan Jumlah Proporsi
Bubu waku (%)
(menit)
BRK 2 0 – 10 Scarus ghobban, S. bleekeri, Rhinecanthus 5 42
sp, Parupeneus multifasciatus dan
Epinephelus merra
10 – 30 - 0 -
> 30 Abudefduf bengalensis, Dascyllus 7 58
aruanus, Chromis margaritifer,
Halichoeres ornattisimus, Apogon
kallopterus, Pterois volitans, dan
Chaetodon kleinii
Total 12
BRB 2 0 – 10 Amblyglyphidodon curacao, Caesio terres, 6 40
Lethrinus lentjam, C. meyeri, Balistapus
undulatus dan Gymnothorax javanicus
10 – 30 Parupeneus multifasciatus 1 7
> 30 Chrysipetra talboti, A. bandanensis, 8
Chaetodon robustus, Chromis ovalis,
Apogon kallopterus, Chaetodon kleinii,
Ctenochaetus striatus, dan Pentapodus
caninus
Total 15
BTR 2 0 – 10 Amblyglyphidodon curacao, Caesio terres, 3 21
dan Chaetodon meyeri
10 – 30 Lethrinus lentjam, dan Pentapodus 2 14
caninus
> 30 Chromis ovalis, Chrysiptera talboti, 9 65
Apogon kallopterus, A. bandanensis,
Ctenochaetus striatus, Parupeneus
multifasciatus, Chaetodon kleinii, C.
robustus, dan Gymnothorax javanicus
14
Keterangan : BRK : Bubu Rumpon Kecil, BRB : Bubu Rumpon Besar, BTR :Bubu Tanpa
Rumpon.
60
50
Ju m lah sp esies
40
Jumlah spesies
30 Proporsi (%)
20
10
Proporsi (%)
0
Jumlah spesies
Soliter
Bergerombol
Berpasangan
Pola renang
Penentuan pola gerak setiap ikan karang yang hadir di sekitar rumpon
berdasarkan parameter gerakan ditemukan umumnya ikan karang datang dari
depan sebanyak 57 spesies (90%), kemudian bergerak naik turun sebanyak 29
spesies (46%), berada diatas sebanyak 24 spesies (39%), dan di samping
rumpon sebanyak 25 spesies (40%) (Tabel 20 dan Lampiran 12).
Tabel 20 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon berdasarkan parameter gerakan
Parameter gerakan ikan Jumlah Proporsi (%)
spesies
A. Arah renang
1. Depan 57 90
2. Belakang 5 8
B. Pola gerakan
1. Melawan arus 4 6
2. Naik turun 29 46
3. Bolak balik 14 22
4. Bergerak melingkar 7 11
5. Bergerak melingkar searah jarum jam 10 16
C.Posisi ikan terhadap rumpon
1. Vertikal 1 2
2. Atas 24 38
3. Samping 25 40
4. Pertengahan 1 2
5. Dalam 1 2
6. Masuk keluar rumpon 4 6
7. Singgah sebentar lalu pergi 2 3
8. Langsung pergi 2 3
Pola gerak yang diperlihatkan ikan karang di sekitar rumpon dapat
memberikan peluang ikan lebih mudah menyebar mendekati dan masuk ke dalam
bubu pada pola gerak (PG) : 1, 3, 4, 6, 8, 9, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 20, 21 dan 23,
sedangkan pola gerak (PG) : 2, 5, 7, 10, 11, 14 dan 22 ikan akan sulit menyebar
mendekati bubu.
Ada 3 paramater gerakan yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan
pola gerak ikan karang yang hadir di rumpon yaitu arah renang (datang dari depan
dan belakang), pola gerakan (melawan arus, bergerak naik turun, bergerak bolak
balik, bergerak melingkar searah jarum jam) dan posisi ikan terhadap rumpon
(vertikal, atas, samping, pertengahan, dalam, masuk keluar, singgah sebentar lalu
pergi dan datang langsung pergi). Kombinasi dari ketiga parameter gerakan
105
tersebut akan menghasilkan 80 pola gerak ikan karang yang hadir di rumpon.
Walaupun dari sekian pola gerak tersebut mungkin ada pola gerak yang tidak
mungkin dilakukan oleh ikan karang yang hadir di rumpon. Berdasarkan
parameter gerakan ikan kemudian disesuaikan dengan pola gerak yang dilakukan
oleh 63 spesies ikan karang yang hadir di rumpon ternyata ditemukan hanya ada
23 pola gerak (Gambar 26). Klasifikasi pola gerak ikan karang yang hadir di
rumpon berdasarkan parameter gerakan disajikan pada Tabel 21. Tabel tersebut
memperlihatkan bahwa dari 63 spesies ikan karang yang hadir di rumpon ternyata
pola gerak 1 (PG1) lebih banyak dilakukan oleh ikan karang sebanyak 9 spesies
(14%) dibandingkan dengan bentuk pola gerak lainnya.
Selanjutnya dari 63 spesies ikan karang yang hadir di rumpon kemudian
dipisahkan lagi menurut kelompok ikan diperoleh famili utama (mayor) yang
hadir sebanyak 35 spesies ternyata ada 9 spesies yang melakukan pola gerak yang
dominan datang dari depan, berada disamping rumpon, sedangkan spesies lainnya
mempunyai proporsi pola gerak lebih kecil. Ikan target berjumlah 23 spesies
ternyata ada 4 spesies yang dominan melakukan pola gerak datang dari depan,
bergerak bolak di samping rumpon, sedangkan spesies lainnya mempunyai
proporsi pola gerak lebih kecil. Selanjutnya ikan indikator berjumlah 5 spesies
ternyata ada 3 spesies yang dominan melakukan pola gerak datang dari depan,
bergerak naik turun melingkari dinding rumpon searah jarum jam, sedangkan
spesies lainnya mempunyai proporsi pola gerak lebih kecil. Dengan mengetahui
bentuk pola gerak ikan karang yang hadir di rumpon, maka informasi ini dapat
dipakai untuk memilih alat tangkap mana yang cocok dioperasikan bersama
rumpon dalam penangkapan ikan karang.
106
Tabel 21 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di rumpon berdasarkan parameter gerakan
Pola Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan rumpon Jumlah Proporsi
gerak Depan Belakang Melawan Naik Bolak Bergerak Bergerak Vertikal Atas Samping Pertnghan Dlm Masuk Singgah Lsng spesies (%)
arus turun balik melingkar melingkar keluar sbntar pergi
(PG) searah lalu
jarum jam pergi
PG1 7 7 9 14
PG2 7 7 7 7 11
PG3 7 7 5 8
PG4 7 7 7 5 8
PG5 7 7 7 7 4 6
PG6 7 7 7 4 6
PG7 7 7 7 4 6
PG8 7 7 7 3 5
PG9 7 7 7 3 5
PG10 7 7 7 7 2 3
PG11 7 7 7 7 2 3
PG12 7 7 7 2 3
PG13 7 7 2 3
PG14 7 7 7 7 2 2
PG15 7 7 7 7 1 2
PG16 7 7 7 1 2
PG17 7 7 1 2
PG18 7 7 7 1 2
PG19 7 7 7 1 2
PG20 7 7 7 1 2
PG21 7 7 7 1 2
PG22 7 7 1 2
PG23 7 7 7 1 2
Keterangan: PG: Pola Gerak
107
PG1
PG2
PG3
PG4
PG5
PG6
PG7
PG8
PG9
PG10
PG11
PG12
PG13
PG14
PG15
PG16
PG17
PG18
PG19
PG20
PG21
PG22
PG23
Jumlah 13 10 7
108
PG 1 PG 2
PG 3 PG 4 PG 5
PG 6 PG 7
PG 8 PG 9 PG 10
PG 12 PG 13 PG 14 PG 15
PG 11
PG 16 PG 17 PG 19 PG 20
PG 18
PG 21 PG 23
PG 22
Keterangan :
PG1 : Datang dari depan, di samping rumpon, PG2 : Datang dari depan, bergerak naik turun di atas rumpon, PG3: Datang
dari depan, bergerak melingkari dinding rumpon searah jarum jam, PG4:Datang dari depan bergerak naik turun dan
melingkari dinding rumpon searah jarum jam, PG5 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik turun di atas
rumpon, PG6: Datang dari depan, bergerak naik turun di samping rumpon, PG7: Datang dari depan , bergerak bolak balik di
atas rumpon, PG8: Datang dari depan, bergerak bolak balik dan melingkari dinding rumpon, PG9: Datang dari depan,
bergerak bolak balik di samping rumpon, PG10 : Datang dari depan, bergerak naik turun di atas dan di samping rumpon,
PG11: Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik di atas rumpon, PG12: Datang dari depan, ke samping rumpon,
singgah sebentar lalu pergi, PG13 Datang dari depan, langsung pergi, PG14: Datang dari depan, bergerak melingkar, naik
turun di atas rumpon, PG15: Datang dari depan, bergerak naik turun di samping dan masuk keluar rumpon, PG16: Datang
dari belakang, bergerak naik turun di samping dan di dalam rumpon, PG17: Datang dari depan, berada di atas rumpon, G18 :
Datang dari depan, bergerak bolak balik masuk keluar rumpon, G19 : Datang dari depan, berada di atas dan masuk keluar
rumpon, PG20: Datang dari depan, bergerak bolak balik melingkari dinding rumpon, PG21: Datang dari depan, bergerak
melingkar dan naik turun mengitari dinding rumpon, PG22: Bergerak vertikal di atas rumpon, dan PG23: Datang dari
depan, berada di pertengahan dan masuk keluar rumpon.
4.3.7.2 Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar bubu
4.3.7.2.1 Pola renang
Spesies ikan karang yang hadir di sekitar alat tangkap bubu memiliki pola
renang berbeda-beda menurut jenis ikan. Pola renang yang diperlihatkan setiap
spesies ikan ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan (Tabel 23,
Gambar 27). Dari ketiga bentuk pola renang tersebut ternyata spesies ikan karang
yang hadir di sekitar bubu umumnya melakukan pola renang secara soliter
sebanyak 26 spesies (55%), bila dibandingkan dengan bentuk pola renang
lainnya.
109
60
50
Ju m lah s p es ies
40
30
Jumlah spesies
20
Proporsi (%)
10
Proporsi (%)
0
Jumlah spesies
Soliter
Bergerombol
Berpasangan
Pola renang
Tabel 24 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar bubu berdasarkan parameter gerakan
Pola Arah renang Pola gerakan Posisi ikan terhadap bubu Jumlah Proporsi
gerak Depan Samping Belakang Melawan Naik Bolak Menyusuri Menyusuri Atas Sampng Depan Dasar Langsung (%)
(PG) arus turun balik dinding dinding mulut pergi
bubu bubu bubu
searah
jarum jam
PG1 7 15
PG2 6 13
PG3 6 13
PG4 5 11
PG5 4 9
PG6 4 9
PG7 3 6
PG8 2 4
PG9 2 4
PG10 2 4
PG11 1 2
PG12 1 2
PG13 1 2
PG14 1 2
PG15 1 2
PG16 1 2
Keterangan : PG : Pola Gerak
112
PG 1
PG 2 PG 3 PG 4
PG 5 PG 6
PG 7 PG 12
PG 8
PG 9 PG 10 PG 11
PG 13 PG 14 PG 15
PG 16
PG1 : Datang dari depan, bergerak naik turun diatas bubu, PG2 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik
turun diatas dan disamping bubu, PG3 : Datang dari depan, bergerak naik turun diatas dan di samping bubu, PG4 :
Datang dari depan, langsung pergi, PG5: Datang dari depan, bergerak bolak balik di atas dan di samping bubu, PG6 :
Datang dari depan, menyusuri dinding bubu, PG7 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik turun di atas
bubu, PG8 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu berada di samping bubu, PG9 : Datang dari depan, menyusuri
dinding bubu searah jarum jam, PG10:Datang dari depan, di samping bubu, PG11: Datang dari depan, disamping dan
di dasar bubu, PG12: Datang dari depan, berada diatas bubu, PG13: Datang dari samping bubu, dan bergerak naik
turun, PG14: Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik, diatas dan disamping bubu, PG15: Datang dari
belakang di samping bubu, dan PG16: Datang dari depan,di depan mulut bubu.
Bubu yang dipasang di perairan tentu akan mempengaruhi pola tingkah laku
ikan. Ikan-ikan tersebut akan tertarik atau terespons untuk mendekati bubu dan
berkumpul sehingga terjadi akumulasi populasi ikan. Pengaruh terhadap tingkah
laku ikan nampak pada pola gerak dan lama waktu ikan berada di sekitar bubu.
Dari informasi tersebut dapat diklasifikasikan apakah setiap spesies ikan yang
hadir di bubu bersifat menetap (resident), tidak menetap (non resident) termasuk
transit dan visitor (Tabel 26). Klasifikasi tingkah laku ikan dikaitkan antara pola
gerak dan lama waktu ikan hadir di bubu menentukan setiap spesies ikan menetap
(resident), tidak menetap (non resident) termasuk transit dan visitor.
114
Tabel 26 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di bubu berdasarkan
pola gerak dan lama waktu
Simbol Pola Gerak Klasifikasi
Menetap Tidak menetap (Non resident)
(Resident) Transit Visitor
(Transient)
PG1
PG2
PG3
PG4
PG5
PG6
PG7
PG8
PG9
PG10
PG11
PG12
PG13
PG14
PG15
PG16
Ikan karang yang hadir di bubu umumnya bersifat menetap. Namun ada
juga yang bersifat transit dan visitor tetapi ada pula yang bersifat menetap dan
transit maupun transit dan visitor. Perbedaan ini sangat ditentukan oleh sifat
masing-masing spesies ikan.
4.3.7.2.3 Pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh alat tangkap
bubu
Kehadiran ikan karang di sekitar alat tangkap bubu dan rumpon
memperlihatkan karakteristik penyebaran di kolom air berbeda-beda. Posisi ikan
karang di kolom air berbeda dengan ikan pelagis. Perbedaan ini bisa terlihat dari
sebaran lapisan renang (swimming layer) setiap jenis ikan karang sangat
heterogen. Lapisan renang yang diperlihatkan masing-masing setiap kelompok
ikan karang ada yang berada dekat permukaan perairan, diatas, disamping dan di
dasar bubu dan rumpon. Perbedaan lapisan renang pada berbagai jenis ikan karang
merupakan salah satu faktor yang menentukan jenis-jenis ikan karang mana yang
115
akan lebih banyak mendekati bubu dan akhirnya tertangkap. Mengingat kecepatan
renang ikan karang agak lambat maka ada kemungkingan ikan yang berada pada
posisi dekat dengan alat tangkap bubu dan rumpon akan lebih mudah mendekati
alat tangkap bubu dan peluang tertangkap lebih besar.
Penyebaran ikan karang pada setiap lapisan kedalaman juga tentu akan
mempengaruhi batas pandang (visibilty) terhadap posisi alat tangkap di kolom air.
Batas pandang ikan karang inilah yang menentukan ikan karang mampu melihat
alat tangkap dan sejauh mana ikan karang tertarik pada alat tangkap bubu dan
rumpon sehingga ikan karang akan terespons untuk mendekati alat tangkap
tersebut. Selain itu bentuk pola renang yang diperlihatkan setiap spesies ikan
karang juga sangat unik ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan,
sedangkan jarak (radius) dan pola gerak ikan di sekitar rumpon dan bubu begitu
bervariasi. Faktor ini pula menentukan bagaimana tingkat ketertarikan ikan karang
terhadap alat tangkap bubu dan berapa peluang jumlah ikan yang akan tertangkap
pada alat tangkap bubu.
Pola interaksi yang diperlihatkan ikan karang merupakan suatu hal yang
menarik dalam menggambarkan bagaimana setiap jenis ikan karang terpengaruh
atau tidak terhadap zona pengaruh alat tangkap bubu. Menurut Nikonorov (1975),
zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang mempengaruhi tingkah laku ikan saat
operasi penangkapan dilakukan ada tiga macam yaitu :
(1) Zone of influence adalah area pengaruh alat tangkap terhadap tingkah
laku ikan.;
(2) Zone of action adalah area yang dihasilkan alat tangkap diarahkan ke
kumpulan ikan; dan
(3) Zone of retention adalah area di mana alat tangkap dapat menahan
ikan sehingga tidak terlepas.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diilustrasikan mekanisme ikan karang
terpengaruh pada ketiga zona pengaruh alat tangkap bubu disajikan pada Gambar
29.
116
Zona II
Keterangan :
1. Zona I : Zone of influence (di sekitar bubu)
2. Zona II : Zone of action ( bidang luar dari lengkung mulut bubu)
3. Zone III : Zone of retention ( ruang di dalam bubu)
Gambar 29 Zonasi sebaran ikan karang pada zone of influnce, zone of action
dan zone of retention alat tangkap bubu berdasarkan hasil
penelitian.
Dari gambar tersebut di atas bila penempatan rumpon diperbanyak
bersama bubu dengan jaraknya diatur sedemikian rupa, maka diharapkan zone of
influence alat tangkap bubu akan semakin diperluas.
Penentuan ikan karang memasuki wilayah/area/zona pengaruh (zone of
influence) alat tangkap bubu hanya dilakukan secara umum berdasarkan
hubungan radius ikan dengan pola gerak yang diperlihatkan masing-masing
spesies ikan pada setiap kelompok pola gerak. Dari data radius dan pola gerak
dapat diklasifikasikan ada empat pola interaksi ikan karang terhadap zona
pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu untuk posisi ikan (1) dekat
permukaan perairan, (2) diatas, (3) di samping, dan (4) di dasar bubu (Gambar
30).
117
R 2 R
1
3 R
4 R
Gambar (1) memperlihatkan bahwa ikan bisa saja tidak terpengaruh untuk
mendekati alat tangkap karena posisi ikan lebih jauh diatas bubu dan rumpon
sehingga kemampuan untuk melihat bubu dan rumpon agak terbatas. Hal ini bisa
terjadi bila ada pengaruh lingkungan sekitar karena dikejar predator atau
perubahan sifat fisik perairan seperti arus sehingga akan merubah pola renang
ikan akhirnya gerombolan ikan akan terpencar dan mendekati bubu dan rumpon.
Gambar (2) memperlihatkan bahwa ikan akan terpengaruh untuk mendekati bubu
dan rumpon karena posisi tidak begitu jauh namun pada beberapa spesies visitor
bisa saja hanya numpang lewat dan tidak terpengaruh mendekati bubu dan
rumpon. Gambar (3) dan (4) memperlihatkan bahwa ikan akan mudah terpengaruh
karena jarak ikan dengan alat tangkap bubu lebih dekat.
118
Tabel 27 (Lanjutan)
No Jenis Ikan Pola Renang
Soliter Bergerombol Berpasangan
13. Naso tuberosus
14. Chaetodon melanotus
15. Sargocentron sp
16. Dascyllus albisella
17. Scarus ghobban
Total 10 3 4
Proporsi (%) 59 18 25
Gambar 31 Pola gerak (PG) ikan karang di luar dan di dalam bubu dalam ruang
tertutup (Keramba).
121
4.3.8.3 Lama waktu ikan karang masuk ke dalam bubu dan meloloskan diri
4.4 Pembahasan
4.4.1 Rumpon sebagai atraktor pengumpul ikan
Rumpon yang dipakai dalam penelitian adalah rumpon dasar. Rumpon dasar
memiliki beberapa komponen utama antara lain: rangka rumpon, tali temali,
atraktor, jangkar dan pelampung tanda. Rangka rumpon berbentuk prisma.
Atraktor diikat pada rangka bambu sehingga bentuknya seperti rumah.
122
pinang merupakan atraktor yang ditumbuhi perition algae paling banyak sebanyak
22 genus, sedangkan atraktor daun kelapa, daun nipah dan tali rafia masing-
masing terdiri dari 17, 16 dan 15 genus.
Dari hasil analisis nilai indeks Keragaman (H'), Keseragaman (E) dan
Dominansi (C) perifiton menunjukkan bahwa keragaman perifon umumnya
rendah, keseragaman berada pada kondisi labil sampai stabil dan dominansi
spesies umumnya rendah. Nilai keragaman perifiton pada lokasi L1 dan L2
umumnya kecil, sedangkan komunitas perifiton berada pada kondisi labil sampai
stabil serta tidak ada dominansi spesies perifiton di dalam komunitasnya, kecuali
pada rumpon gewang di lokasi L1 ada dominansi spesies perifiton di dalam
komunitasnya karena nilai C hampir mendekati 1. Terjadinya fluktuasi spesies
perifiton tersebut menunjukkan adanya persaingan spesies yang cukup tinggi dan
laju jenis yang rendah (menurun) memberikan peluang pada beberapa jenis
perifiton untuk meningkatkan populasinya (proses suksesi).
Menurut Brower dan Sar (1990) mengemukakan bahwa keanekaragaman
menunjukkan keberadaan suatu spesies dalam suatu ekosistem. Tingginya
keanekaragaman menunjukkan suatu ekosistem seimbang dan memberikan
peranan yang besar untuk menjaga keseimbangan terhadap kejadian yang merusak
ekosistem. Brower dan Sar (1990) mengemukakan bahwa keseragaman sebagai
keseimbangan dari komposisi individu dari tiap spesies yang terdapat dalam suatu
komunitas. Jika keseragaman mendekati minimum, maka dalam komunitas
tersebut terjadi dominansi spesies dan sebaliknya jika keseragaman mendekati
maksimum, maka komunitas berada dalam kondisi yang relatif mantap. Didalam
komunitas jenis-jenis yang mengendalikan komunitas merupakan jenis yang
dominan. Hilangnya jenis-jenis dominan akan menimbulkan perubahan penting
tidak hanya pada komunitas biotiknya, tetapi juga lingkungan fisiknya (Odum,
1971). Spesies yang dominan di dalam suatu komunitas memperlihatkan kekuatan
spesies itu dibanding spesies.
Dari hasil uji coba ternyata tahwa kedua atraktor ini memberikan kontribusi
yang tidak jauh berbeda bagi penempelan perifiton sebagai sumber makanan bagi
ikan karang. Kalau dilihat dari lokasi penempatan rumpon ternyata perifiton lebih
125
4.4.2 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis, sebaran dan jumlah jenis ikan
karang yang hadir di sekitar alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon, diamati pada pagi, siang dan sore hari berbeda-beda.
Perbedaan ini disebabkan ikan karang yang hadir di sekitar alat tangkap bubu
memiliki pola renang yang berbeda-beda, ada yang soliter, berpasangan dan
bergerombol. Beberapa jenis ikan karang tertentu biasanya bermigrasi secara
bergerombol di sekitar alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon
maupun tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 seperti Abudefduf bengalensis,
Chromis ovalis, Apogon kallopterus, Pterocaesio lativittata, Ctenochaetus
striatus, Pentapodus caninus, dan Chaetodon kleinii, sedangkan jenis yang lain
hadir dalam jumlah sedikit.
Jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar rumpon
dan bubu berbeda-beda disebabkan ada beberapa spesies ikan dari kelompok
famili utama (mayor) terutama famili Pomacentridae biasanya hadir dalam jumlah
banyak. Kelompok famili utama (mayor) lebih banyak hadir di rumpon dan bubu
karena kelompok ikan ini biasanya ditemukan dalam jumlah banyak di terumbu
karang seperti famili Caesionidae, Scaridae, Pomacentridae, Apogonidae, dan
lain-lain (Terangi, 2004).
Selain itu, karena berbeda pola distribusi harian ikan karang. Secara umum
dikenal ada dua pola distribusi harian ikan karang yakni ikan- ikan diurnal (ikan
siang) dan ikan-ikan nokturnal (ikan malam). Ikan diurnal merupakan kelompok
127
Berdasarkan pola distribusi ikan karang dibagi menjadi dua bagian yaitu
ikan yang melakukan aktivitas ada pada siang hari (ikan diurnal) dan malam hari
(ikan nocturnal). Selanjutnya menurut kebiasaan makan, maka ikan karang dibagi
atas : ikan yang aktif mencari makan pada siang hari (diurnal), ikan yang aktif
mencari makan pada malam hari (nocturnal) dan ikan yang mencari makan
diantara (crespuscular). Perbedaan pola sebaran dan aktifitas kebiasaan makan
turut berpengaruh terhadap jumlah ikan yang hadir di rumpon dan bubu.
Keragaman biota merupakan bukti yang digunakan untuk melihat ada
tidaknya tekanan terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh eksplorasi atau
polusi. Dominansi suatu jenis (yang mampu bertahan) dalam suatu komunitas
biasanya meningkat apabila terjadi suatu kerusakan lingkungan dan sebaliknya
keragaman jenis menurun hingga nol. Ekosistem yang mantap dalam arti
perkembangannya dan tidak ada komponen yang membuat tekanan terhadap
komunitas atau tidak ada kekuatan lain yang memutuskan fungsi masing-masing
komponen dalam ekosistem. Biasanya ditandai dengan keragaman tinggi dan
keseimbangan populasi serasi (Odum, 1975 diacu oleh Edrus dan Syam, 1998).
Keanekaragaman ikan karang ditandai dengan keanekaragaman jenis
dengan berbagai ukuran. Salah satu penyebab tingginya keanekargaman ikan
karang karena variasi habitat di terumbu (Nybakken, 1988). Perairan Indonesia
paling sedikit ada 11 famili utama sebagai penyumbang produksi perikanan yaitu
Caesionidae, Holocentridae, Serranidae, Scaridae, Siganidae, Lethrinidae,
proacanthidae, Labridae, Lutjanidae dan Haemulidae dan Acanthuridae (Hutomo,
1986, diacu oleh Rumajar, 2001).
aktivitas di dalam bubu( activity inside the pot), dan meloloskan diri (escape).
Keempat faktor ini sangat tergantung pada karakteristik dan disain pintu masuk
serta sesudah ikan berkumpul di luar atau di dalam bubu (Fuverik, 1994 diacu
oleh Archdale et al. 2003).
Pada penelitian ini untuk menggantikan fungsi umpan digunakan rumpon.
Setelah rumpon dan bubu dipasang di perairan ikan-ikan mulai tertarik dan
mendekati rumpon dan bubu. Tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon dan
bubu beranekaragam terutama menyangkut jarak (radius) ikan terhadap rumpon
dan bubu, lama waktu, pola renang, pola gerak, interaksi ikan karang terhadap
zone of influence alat tangkap bubu, serta cara ikan masuk dan meloloskan diri
dari dalam bubu.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa jarak (radius) ikan karang
terhadap rumpon dan bubu umumnya antara 0 – 2 m. Hal ini berarti ikan-ikan
tersebut mempunyai peluang lebih mudah tertangkap pada alat tangkap bubu
karena posisi rumpon dan bubu berada di dasar perairan. Bila ikan berada antara
rumpon dan bubu dengan jarak yang lebih jauh, maka ikan-ikan akan sulit untuk
tertangkap pada alat tangkap bubu. Jarak ikan karang terhadap rumpon dan bubu
perlu diketahui karena dengan memahami jarak dari masing-masing spesies ikan
karang maka pemasangan bubu di perairan dapat diatur sesuai dengan lapisan
renang (swimming layer) ikan, sehingga ikan akan mudah tertangkap.
Jarak ikan karang terhadap rumpon dan bubu tergantung pula pada
kecepatan renang dari setiap sepesies ikan. Menurut Gunarso (1985), kecepatan
renang merupakan adaptasi pergerakan ikan dimana ikan melakukan berbagai
jenis aktivitas penting untuk mempertahankan hidupnya pada berbagai habitat
yang berbeda-beda. Kecepatan renang dan ukuran tubuh ikan sangat penting
dalam mendeterminasi tingkah laku pergerakan ikan. Selain itu, tergantung jenis
ikan melalukan cara pendekatan terhadap suatu alat tangkap dan karakteristik alat
tangkap tersebut di dalam perairan.
Lama waktu ikan berada di sekitar bubu berbeda-beda menurut jenis. Hal
ini sangat ditentukan dari pola distribusi ikan karang dalam mencari makan. Pola
distribusi harian ikan karang dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu ikan-
130
ikan diurnal dan nokturnal. Ikan siang (diurnal) merupakan kelompok terbesar di
ekosistem terumbu karang. Yang termasuk kelompok ikan diurnal adalah famili
Pomacentridae, Labridae, Acanthuridae, Chaetodontidae, Serranidae,
Pomacanthidae, Lutjanidae, Balistidae, Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae, dan
Gobiidae. Mereka makan dan tinggal di permukaan karang serta memakan
plankton yang lewat diatasnya. (Allen dan Steene (1990) diacu oleh Syakur
(2000).
Menurut Iskandar dan Mawardi (1996), aktivitas makan ikan diurnal
dimulai sejak penetrasi cahaya matahari menerangi kolom air di sekitar terumbu
karang. Pada pagi hari aktivitas ikan belum begitu tinggi, tetapi semakin siang
aktivitasnya meningkat. Sebaliknya pada sore aktivitas makan berkurang dan saat
menjelang matahari terbenam mereka menghilang menuju tempat persembunyian.
Aktivitas ikan nokturnal mencari makan saat hari mulai gelap. Ikan-ikan
nokturnal tergolong ikan soliter dimana aktivitas makan dilakukan secara
individu, gerak lambat, cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu luas dan
banyak menggunakan indera perasa dan penciuman.
Aktifitas utama yang dilakukan ikan diurnal dan nokturnal adalah aktifitas
mencari makan. Aktifitas ini dilakukan baik secara bergerombol maupun sendiri-
sendiri atau berpasangan tergantung pada setiap jenis ikan. Ikan dari famili
Acanthuridae, Siganidae, Chaetodontidae, dan Caesionidae terlihat bergerombol
dalam mencari makan, sedangkan ikan famili Scaridae, Pomacanthidae,
Diodontidae, Labridae dan Lutjanidae umumnya mencari makan secara individu.
Diduga kelompok algae yang melekat pada rumpon dan bubu mendukung
ikan-ikan herbivora untuk mencari makan seperti Acanthuridae, Pomacentridae,
Balistidae, Chaetodotidae, Siganidae, Tetraodontidae, Ostraciontidae, Bleniidae
dan Mugilidae (Nybakken, 1988). Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa
rumpon dan bubu yang dipasang di perairan diandaikan sebagai substrat tempat
berlindung, tempat menyediakan makanan, dan juga untuk aktivitas lainnya yang
dilakukan ikan karang.
Pola renang yang diperlihatkan setiap spesies ikan karang yang hadir di
sekitar rumpon dan bubu berbeda-beda sangat tergantung pada sifat hidup ikan
131
karang. Sifat hidup ikan karang ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan
(Terangi, 2004). Sifat hidup ini merupakan sifat alami yang dimiliki oleh masing-
masing spesies dari famili tertentu. Pemahaman tentang sifat hidup ikan karang
merupakan salah satu faktor yang menarik untuk memilih alat tangkap yang seuai
dan posisi penempatannya di perairan.
Menurut Irawati (2002), ikan mendekati bubu dengan berbagai cara antara
lain ikan mencoba masuk satu per satu, bergerombol dan ada yang bergerombol
lalu mencoba masuk ke bubu. Ikan yang sudah mendekati bubu tersebut kemudian
menyusuri dinding bubu dengan menggunakan bagian samping tubuhnya maupun
bagian depan mulutnya. Ikan mendekati bubu dari berbagai arah dan beberapa
ikan mengelilingi bubu terlebih dahulu baru mulai masuk ke bubu. Setelah
menyusuri dinding bubu, ikan ada yang masuk ke bubu tetapi ada juga hanya
lewat saja.
Pola gerak ikan di sekitar rumpon dan bubu berbeda-beda menurut spesies
ikan. Perbedaan ini sangat tergantung dari sifat hidup ikan karang. Informasi
tentang pola gerak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu masih sangat jarang.
Menurut Baskoro dan Effendy (2005), ikan Torsk (Gadus morua) biasanya
bergerak diatas bubu, sedangkan catfish (Anarhiches lupus) berada di dasar dekat
bubu. Selanjutnya menurut Reiliza (1997), pola gerak Chaetodon octofasciatus
selalu berenang berkelompok, datang ke bubu dari arah depan samping kanan atau
kiri, tidak pernah datang lurus di depan bubu, Heniochus acuminatus berenang
berkelompok, dengan gerak naik turun, dan Sargocentron violaceum bergerak
lambat, masuk ke dalam mulut bubu membuat gerak melingkar dan arah putaran
dipengaruhi arus.
Sesuai pola gerak yang diperlihatkan masing-masing spesies ikan, maka ada
dua cara yang diusulkan untuk memasang bubu di perairan antara lain: (1) Bubu
dapat dipasang di dasar berdasarkan pola gerak (PG) meliputi PG4 : Datang dari
depan, langsung pergi, PG6 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu, PG8 :
Datang dari depan, menyusuri dinding bubu berada di samping bubu, PG9 :
Datang dari depan, menyusuri dinding bubu searah jarum jam, PG10:Datang dari
depan, di samping bubu, PG11: Datang dari depan, di samping dan di dasar
132
bubu, PG13: Datang dari samping bubu, dan bergerak naik turun, PG15: Datang
dari belakang di samping bubu, dan PG16: Datang dari depan,di depan mulut
bubu, dan (2) Bubu dapat di pasang di pertengahan dan dekat permukaan perairan
berdasarkan pola gerak (PG) meliputi PG1 : Datang dari depan, bergerak naik
turun diatas bubu, PG2 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik
turun diatas dan di samping bubu, PG3 : Datang dari depan, bergerak naik turun
diatas dan di samping bubuPG5: Datang dari depan, bergerak bolak balik di atas
dan di samping bubu, PG7 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik
turun di atas bubu, PG12: Datang dari depan, berada diatas bubu, dan
PG14: Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik, diatas dan di samping.
Posisi penempatan bubu di dasar perairan dapat dikombinasi dengan
rumpon dasar tetapi tinggi rumpon dan bubu harus diperhatikan. Untuk posisi
penempatan bubu di pertengahan dan dekat permukaan dapat dilakukan dengan
memasangnya secara vertikal dan dikombinasikan dengan rumpon permukaan.
Pola renang dan pola gerak ikan karang menentukan keefektifan rumpon sebagai
alat pegumpul/pemikat ikan dan bubu sebagai alat penangkap ikan. Informasi ini
penting guna menunjang keberhasilan penggunaan rumpon dan bubu dalam
penangkapan ikan karang.
Ikan karang mampu meloloskan diri dari dalam bubu sangat dipengaruhi
oleh lebar pintu dan bentuk tubuh ikan itu sendiri. Pada penelitian ini terlihat
bahwa ikan yang bertubuh lonjong dan ukurannya kecil lebih mudah meloloskan
diri. Menurut Meyer dan Merriner (1976) diacu oleh Robichaud et al. (1999)
mengemukakan bahwa ikan meloloskan diri dari dalam bubu jaring dipengaruhi
oleh bentuk tubuh, kekuatan tubuh dan kemampuan renang ikan.
Senang tidaknya ikan hadir di rumpon merupakan salah satu faktor utama
dalam mendukung keberhasilan dan keberlanjutan usaha penangkapan ikan.
Khusus untuk alat pengumpul ikan seperti rumpon tentu tingkah laku pola gerak
dan lama waktu ikan hadir di rumpon merupakan faktor penentu ada tidaknya ikan
di rumpon.
Dengan alasan diatas maka dalam mendisain dan menempatkan rumpon di
perairan maka material yang dipilih dan konstruksi bangunan yang dibuat harus
133
ikan mencoba masuk satu per satu, bergerombol dan ada yang bergerombol lalu
mencoba masuk ke bubu. Ikan yang sudah mendekati bubu tersebut kemudian
menyusuri dinding bubu dengan menggunakan bagian samping tubuhnya maupun
bagian depan mulutnya. Ikan mendekati bubu dari berbagai arah dan beberapa
ikan mengelilingi bubu terlebih dahulu baru mulai masuk ke bubu. Setelah
menyusuri dinding bubu, ikan ada yang masuk ke bubu tetapi ada juga hanya
lewat saja (Irawati, 2002).
Pada saat pengamatan terlihat bahwa tidak semua jenis ikan mendekati dan
masuk ke dalam bubu. Beberapa jenis ikan ada juga yang tidak masuk ke dalam
bubu sampai akhir pengamatan terutama ikan-ikan nokturnal yang hanya berdiam
diri di dasar bubu. Ikan yang tidak masuk ke dalam bubu akan kembali berkumpul
dengan ikan lain yang bergerombol di luar bubu. Ikan tidak jadi masuk ke bubu
karena beberapa sebab diantaranya karena di dalam bubu ada ikan yang menjadi
pesaing, atau jika di alam karena ada ikan pemangsa (predator). Selain itu, karena
ikan tersebut mengikuti pergerakan ikan lain yang menjauhi bubu dan ikan tidak
masuk ke bubu karena ada ikan lain yang menghalangi jalan masuknya (Irawati,
2002)
Tingkah laku ikan kerapu macan dalam bak percobaan terlihat bahwa ikan
mulai masuk ke dalam bubu setelah beberapa saat bubu berada dalam bak. Waktu
yang dibutuhkan oleh ikan untuk masuk ke dalam bubu sangat bervariasi. Saat
penelitian diketahui bahwa ada ikan yang langsung masuk ke dalam bubu, setelah
1 menit dan hingga pengamatan terakhir sekitar 3 jam, ikan tidak pernah masuk ke
dalam bubu. Ikan kerapu macan setelah masuk ke bubu biasanya mencari tempat
bersembunyi dan berdiam diri (istirahat) ataupun bergerombol bersama ikan lain
yang sudah masuk ke dalam bubu sebelumnya. Ikan banyak beristirahat diantara
mulut dan dinding bubu yang membentuk suatu sudut. Ikan ini akan bergerak
cukup aktif di dalam bubu bila belum menemukan tempat yang tepat untuk
beristirahat dan bergerombol. Karena ruang dalam bubu terbatas, ikan sering
bergerombol dalam posisi saling bertumpuk satu sama lain. Selain beristirahat dan
bergerombol, ikan di dalam bubu juga ada yang berkejaran, bergerak mengintari
ruang di dalam bubu, dan bergerak mnegintari mulut bubu (Irawati, 2002)
135
Menurut Irawati (2002), pola pergerakan ikan di dalam bubu sebagai berikut
: (1) ikan bergerak mengintari ruangan dalam bubu, gerak berputar ini biasanya
searah atau berlawanan jarum jam; (2) ikan bergerak bolak balik dalam bubu; (3)
ikan bergerak ke dalam ruangan bubu dengan berbagai arah setelah ikan
memasuki bubu melalui celah pelolosan; (4) ikan bergerak ke segala arah; dan (5)
ikan mengintari mulut bubu. Posisi ikan bergerombol di dalam bubu yaitu dekat
celah pelolosan; diantara bagian mulut dan dinding bubu membentuk sudut; di
sudut ruangan dalam bubu serta beristirahat (berdiam diri) dalam keadaan
menyebar. Selanjutnya pergerakan ikan akibat interaksi antara ikan yang ada di
dalam dan di luar bubu yaitu bergerak ke suatu arah yang sama ; ikan di dalam
bubu berkumpul di semua sudut dan ikan di luar bubu berkumpul di sekitar sudut
bubu; ikan berkumpul di sekitar celah pelolosan; serta ikan bergerak dari dasar
bak menuju ke atas lalu ke bawah dan dilakukan oleh ikan yang ada di dalam
maupun di luar bubu secara bersamaan.
Menurut Reiliza (1997), ikan kepe-kepe terlihat panik setelah terperangkap
di dalam bubu, gerakannya lebih cepat dan mencari-cari tempat untuk keluar,
karena merasa terkurung dan ruang geraknya terbatas. Ikan kepe-kepe berenang
lincah di dalam bubu dari sudut kiri ke sudut kanan, atau sebaliknya dengan
gerakan mendatar. Gerakan renang yang lincah dan mendatar ini menyebabkan
ikan kepe-kepe dapat meloloskan diri setelah terperangkap kurang lebih 2 jam di
dalam bubu. Gerakan ikan bendera setelah terperangkap di dalam bubu lebih cepat
gerakannya sebelum terperangkap dan terlihat panik. Ikan ini berenang di dalam
bubu dari salah satu sudut bubu ke mulut bubu dengan waktu 5 detik.
Menurut Reiliza (1997), gerakan renang naik turun menyebabkan sampai
akhir pengamatan tidak ada yang meloloskan diri dari bubu. Pengurangan
penutupan karang ternyata berpengaruh terhadap tingkah laku ikan bendera, untuk
mendatangi bubu hanya dalam waktu singkat saja lalu pergi. Ikan raja gantang
yang masuk ke dalam bubu berenang lambat, tidak menunjukkan kepanikan dan
cenderung diam di dasar bubu. Gerak ikan ini di dalam bubu sama dengan
gerakannya di ujung mulut bubu, yaitu hanya berputar-putar melawan arus dan
membutuhkan waktu untuk satu kali berputar 8,5 detik. Ikan raja gantang
136
termasuk ikan nokturnal. Ikan raja gantang masuk ke bubu yang bagian atasnya
ditutupi karang. Pada saat penutupan karang dikurangi, ikan ini tidak memberikan
respons di depan bubu, tetapi berenang kegundukan karang yang berbentuk atap
di samping bubu dan berlindung disitu.
Reiliza (1997) mengamati tingkah laku ikan kepe-kepe (Chaetodon
octofasciatus), ikan bendera (Heniochus acuminatus) dan ikan raja gantang
(Sargocentron violaceum) terhadap alat tangkap bubu dengan menggunakan
remotely operated vehicles (ROV) ternyata ketiga jenis ikan tersebut mempunyai
tingkah laku yang berbeda.
Hasil pengamatan penelitian ini terlihat bahwa ada beberapa ikan karang
yang sanggup meloloskan diri dari dalam bubu seperti Thalassoma lunare,
Chromis lepidolepis, Chaetodon melanotus dan Sargocentron sp. Ikan-ikan
mampu meloloskan diri dari dalam bubu sangat dipengaruhi oleh lebar pintu
bubu dan bentuk tubuh ikan itu sendiri. Ikan yang bertubuh lonjong, gepeng dan
berukuran kecil mudah meloloskan diri.
Menurut Tirtana (2003) mengatakan bahwa ikan yang masuk ke dalam bubu
bisa meloloskan diri sangat ditentukan oleh tinggi tubuh (body depth) atau lingkar
tubuh (body girth) dan celah pelolosan. Jadi semakin besar tinggi tubuh (body
depth) atau lingkar tubuh (body girth), maka peluang untuk meloloskan diri
semakin kecil, dan bila semakin kecil tinggi tubuh (body depth) atau lingkar tubuh
(body girth), maka peluang untuk meloloskan diri semakin besar (Tirtana, 2003).
Oleh karena itu, dalam membuat konstruksi bubu, maka disain ukuran, bentuk dan
posisi mulut bubu perlu disesuaikan dengan ukuran tubuh ikan. Selain itu, celah
pelolosan perlu juga diperhatikan karena bagian komponen bubu ini dapat
memberikan kesempatan untuk ikan meloloskan diri.
137
4.5.2 Saran
5.1 Pendahuluan
(a) Bubu tampak dari depan (b) Bubu tampak dari samping
hari jam 07.00 pagi dan penarikan (hauling) jam 17.00 sore dengan lama
perendaman (soaking time) antara jam 07.00 – 17.00 WITA. Proses penangkapan
menggunakan perahu bermotor milik nelayan menggunakan mesin merek
Yamaha berkekuatan 40 pK (Gambar 33).
Ikan hasil tangkap bubu bersama rumpon dan tanpa rumpon di pisahkan
untuk melihat jenis ikan, jumlah masing-masing jenis (individu), dan ukuran
panjang total (total length). Ikan hasil tangkapan yang sudah diamati, kemudian
untuk keperluan identifikasi diambil setiap jenis satu individu. Identifikasi ikan
144
mengikuti petunjuk Gloerfelt dan Kailola (1984); Kuiter (1992); Isa et al.(1998)
dan Allen dan Steene (2002). Dokumentasi gambar ikan karang dari hasil
tangkapan bubu menggunakan kamera.
Pada saat penangkapan dilakukan juga pengukuran parameter lingkungan
lokasi penelitian menggunakan alat ukur Water Checker merk HORIBA. Alat ini
dipakai untuk mengukur DO, pH, suhu, salinitas dan kecerahan, sedangkan untuk
mengukur arah dan kecepatan arus menggunakan gabus yang diikat dengan tali
nylon dan stopwatch. Hasil pengukuran parameter lingkungan perairan pada
lokasi penelitian disajikan pada Tabel 28.
Tabel 28 Parameter lingkungan perairan lokasi penelitian
Lokasi Waktu Parameter Lingkungan Perairan
Pengamatan DO pH Suhu Salinitas Kecerahan Kec. Arah
(ml/l) (°t ) (ppm) (m) Arus Arus
(m/det)
L1 Pagi 0,1-0.2 8.1-8.2 27-28 33 10 04.89 Barat
Analisis kelimpahan ikan karang dimaksud untuk melihat jumlah ikan karang
yang tertangkap pada alat tangkap bubu baik dioperasikan bersama rumpon
maupun tanpa rumpon. Analisis kelimpahan ikan karang mengikuti petunjuk
Odum (1971) (Rumus tertera pada Bab 3)
5.3 Hasil
5.3.1 Jenis dan jumlah hasil tangkapan
Jenis dan sebaran hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon pada waktu penangkapan malam (jam 18.00-07.00) dan siang (jam
07.00-17.00) secara keseluruhan berjumlah 107 spesies, 54 genus dan 22 famili
(Tabel 29). Kelompok famili utama (mayor) terdiri dari 54 spesies, 32 genus dan
15 famili, kelompok target terdiri dari 49 spesies, 20 genus 6 famili dan
kelompok indikator terdiri dari 4 spesies, 2 genus dan 1 famili. Jenis-jenis ikan
karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dapat dilihat pada Gambar 35 dan
Lampiran 16.
Jenis ikan karang yang tertangkap pada bubu rumpon kecil lokasi L1 pada
waktu penangkapan malam hari berjumlah 32 spesies, 23 genus dan 14 famili,
sedangkan pada waktu penangkapan siang hari berjumlah 23 spesies, 20 genus
dan 13 famili. Bubu rumpon besar lokasi L1 pada waktu penangkapan malam
hari berjumlah 21 spesies, 16 genus dan 14 famili, sedangkan pada siang hari
berjumlah 33 spesies, 22 genus dan 12 famili. Bubu tanpa rumpon lokasi L1 pada
146
Tabel 29 (Lanjutan)
No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Lokasi L1 Lokasi L2
Ikan BRK BRB BTR BRK BRB BTR
SCARIDAE
1 Calatomus spinidens + - + - - -
2 Scarus ghobban + + + + + +
3 S. schlegeli + + + + + -
4 S. pyrrhurus - - - + + +
5 S. flavipectoralis - - - - + -
6 S. sordidus - - - - + -
BLENIIDAE
1 Meiacanthus grammistes + - - - + -
OSTRACIIDAE
1 Ostracion sp + - - - - -
CIRRITHIDAE
1 Cirrhitichtys sp + - - - + +
BALISTIDAE
1 Balistapus undulatus - + + - + +
2 Sufflamen chrysopterus - - - - + -
CAESIONIDAE
1 Pterocaesio tile - - - - - +
2 P. diagramma + - - - - -
EPHIPPIDIDAE
1 Platax sp - + - - - -
HOLOCENTRIDAE
1 Sargocentron rubrum - + + - + -
2 Myripristis kuntee - - - - - +
3 M. melanostictus - - - - - +
4 Myripristis sp - - + + + +
5 Ostichthys kaianus - - - + - -
PSEUDOCHROMIDAE
1 Pseudochromis macrurus - - + - - -
AULOSTOMIDAE
1 Aulostomus sinensis - - - - + -
II Kelompok Target
ACANTHURIDAE
1 Ctenochaetus striatus + + + + + +
2 Acanthurus bariena + + + + + -
3 A. mata - + + - - -
4 A. xanthopterus - - + - - -
5 A. nigricans - - + - - -
6 Zebrasoma scopas - + - - - -
7 Naso tuberosus - - - - + -
148
Tabel 29 (Lanjutan)
No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Lokasi L1 Lokasi L2
Ikan BRK BRB BTR BRK BRB BTR
SERRANIDAE
1 Epinephelus polyphekadion + - - - - -
2 E. microdon + - - - - -
3 E. fasciatus + - + - + -
4 E. merra - + + + + +
5 E. caeroleopunctatus - + - - + -
6 E. hexagonatus - + - - - -
7 E. tauvina - - + - - -
8 Cephalopolis miniata - + - - + -
9 C. orgus - - - + - +
10 C. boenak - - - + - -
LABRIDAE
1 Thalassoma lunare + - + - - +
2 Hologymnosus doliatus - - + + - -
3 Hologymnosus sp + - + - - -
4 Cheilinus diagrammus + + + + + +
5 C. chlorurus + - + + + -
6 C. trilobatus + + + - + +
7 C. bimaculatus - + + + + -
8 C. lunulatus - + - - - -
9 C. orientalis - - + - -
10 Halichoeres melanurus - + - - - -
11 H. nebulosus - - + - - -
12 H. ornatissimus - - + - - -
13 Halichoeres sp - + + - - +
14 Xiphocheilus typus - + - - - -
15 Bodianus diana + - - - -
16 Chaerodon sp - - + - - -
17 Cheilo inermis - - - - - +
SIGANIDAE
1 Siganus punctatus + + + + + +
2 S. stellatus - + + + - +
3 S. doliatus - + - + + +
4 S. argenteus - + + - + +
5 S. rivulatus - + - - - -
6 S. canaliculatus - - + - - -
7 S. corallinus - - + + - -
8 S. guttatus - - - - + -
9 S. vulpinus - - - - - +
10 S. luridus - + - - + +
149
Tabel 29 (Lanjutan)
No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Lokasi L1 Lokasi L2
Ikan BRK BRB BTR BRK BRB BTR
LETHRINIDAE
1 Lethrinus semicinctus - - + - + +
2 Lethrinus variegatus - - - - - +
3 L. ornatus - + - - - -
MULLIDAE
1 Parupeneus barberinoides + - - - - -
2 Upeneus multifasciatus - - - + - -
III Kelompok Indikator
CHAETODONTIDAE
1 Chaetodon kleinii + + + + + +
2 C. mertensii + - - - - -
3 C. melanotus - + - - - -
4 Coradion chrysozonus + - - - - -
Keterangan : + : ada ; - : tidak ada.
Selanjutnya jenis ikan karang yang tertangkap pada bubu rumpon kecil
lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari berjumlah 18 spesies, 13 genus
dan 10 famili, sedangkan pada siang hari berjumlah 20 spesies, 16 genus dan 11
famili. Bubu rumpon besar lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari
berjumlah 32 spesies, 22 genus dan 13 famili, sedangkan pada siang hari
berjumlah 24 spesies, 15 genus dan 13 famili. Bubu tanpa rumpon lokasi L2
pada waktu penangkapan malam hari berjumlah 29 spesies, 14 genus dan 14
famili, sedangkan pada siang hari berjumlah 26 spesies, 16 genus dan 13 famili.
Jumlah individu ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu secara
keseluruhan berjumlah 794 individu. Jumlah individu ikan karang yang tertangkap
pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi
L1 dan L2 disajikan pada Tabel 30 dan 31.
150
Tabel 30 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon di lokasi L1
Tabel 30 (Lanjutan)
No Kelompok BRK 1 BRB 1 BTR 1
Ikan/Famili/Jenis Ikan Malam Siang Malam Siang Malam Siang
Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %
CIRRITHIDAE
1 Cirrhitichtys sp 1 1,0 - - - - - - - - - -
BALISTIDAE
1 Balistapus undulatus - - - - 1 1,0 - - - - 1 2,0
CAESIONIDAE
1 P. diagramma 1 1,0 - - - - - - - - - -
EPHIPPIDIDAE
1 Platax sp - - - - - - 1 1,0 - - - -
HOLOCENTRIDAE
1 Sargocentron rubrum - - - - 1 2,0 - - 1 2,0 - -
2 Myripristis sp - - - - - - - - 1 2,0 - -
3 Ostichthys kaianus - - - - - - - - - - - -
PSEUDOCHROMIDAE
1 Pseudochromis - - - - - - - - 2 3,0 1 2,0
macrurus
ACANTHURIDAE
1 Ctenochaetus striatus 11 15,0 18 26,0 20 30,0 6 8,0 5 8,0 7 13,0
2 Acanthurus bariena 3 4,0 1 1,0 1 2,0 2 3,0 2 3,0 - -
3 A. mata - - - - 1 2,0 - - 1 2,0 - -
4 A. xanthopterus - - - - - - - - 1 2,0 - -
5 A. nigricans - - - - - - - - - - 1 2,0
6 Zebrasoma scopas - - - - 3 5,0 - - - - - -
SERRANIDAE
1 Epinephelus 1 1,0 - - - - - - - - - -
polyphekadion
2 E. microdon 1 1,0 - - - - - - - - - -
3 E. fasciatus - - - - - - - - 3 5,0 - -
4 E. merra - - - - - - 2 5,0 1 2,0 - -
5 E. caeroleopunctatus - - - - 1 2,0 - - - - - -
6 E. tauvina - - - - - - - - 1 2,0 - -
7 Cephalopolis miniata - - - - 1 2,0 1 1,0 - - - -
LABRIDAE
1 Thalassoma lunare 1 1,0 1 1,0 - - - - 1 2,0 - -
2 Hologymnosus doliatus - - - - - - - - 1 2,0 - -
3 Hologymnosus sp 1 1,0 - - - - - - 6 10,0 - -
4 Cheilinus diagrammus 3 4,0 - - - - 3 4,0 1 2,0 5 9,0
5 C. chlorurus 2 3,0 1 1,0 - - - - 1 2,0 3 6,0
6 C. trilobatus 1 1,0 2 3,0 - - 6 8,0 4 6,0 4 7,0
7 C. bimaculatus - - - - 2 3,0 - - - - 2 4,0
8 C. lunulatus - - - - - - 1 1,0 - - - -
9 C. orientalis - - - - - - - - 4 6,0 - -
10 Halichoeres melanurus - - - - - - 2 3,0 - - - -
11 H. nebulosus - - - - - - - - 1 2,0 - -
12 H. ornatissimus - - - - - - - - 1 2,0 - -
13 Halichoeres sp - - - - 1 2,0 - - - - 1 2,0
14 Xiphocheilus typus - - - - - - 1 1,0 - - - -
15 Bodianus diana 1 1,0 1 1,0 - - - - - - - -
16 Chaerodon sp - - - - - - - - 1 2,0 - -
SIGANIDAE
1 Siganus punctatus 2 3,0 1 1,0 - - 1 1,0 - - 1 2,0
2 S. stellatus - - - - - - 1 1,0 - - 1 2,0
152
Tabel 30 (Lanjutan)
Jenis ikan karang yang tertangkap dalam jumlah terbanyak di bubu rumpon
kecil lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii
sebanyak 13 individu (18 %), sedangkan siang hari sebanyak 20 individu (29 %),
kemudian Ctenochaetus striatus pada malam hari sebanyak 11 individu (15%)
dan siang hari sebanyak 18 individu (26%), dan diikuti jenis lain. Bubu rumpon
besar lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Ctenochaetus
striatus sebanyak 20 individu (30%), sedangkan siang hari sebanyak 6 individu
(8%), kemudian Scarus ghobban pada malam hari sebanyak 11 individu (17%)
dan siang hari sebanyak 12 individu (15%), dan diikuti jenis lain. Bubu tanpa
rumpon lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii
sebanyak 11 individu (17%), sedangkan siang hari sebanyak 9 individu (17%),
kemudian Ctenochaetus striatus pada malam hari sebanyak 5 individu (14%) dan
siang hari sebanyak 7 individu (13%), dan diikuti jenis lain.
Selanjutnya jenis ikan yang tertangkap dalam jumlah terbanyak di bubu
rumpon kecil lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon
kleinii sebanyak 8 individu (21%), sedangkan siang hari sebanyak 13 individu
(19%), kemudian Cheilinus bimaculatus pada malam hari sebanyak 4 individu
(10%), Scarus ghobban pada siang hari sebanyak 6 individu (9%) dan diikuti
153
jenis lain. Bubu rumpon besar lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari
adalah Chaetodon kleinii sebanyak 5 individu (8%), sedangkan siang hari
sebanyak 9 individu (14%), kemudian Cheilinus diagrammus pada malam hari
sebanyak 5 individu (8%) dan siang hari sebanyak 6 individu (9%), dan diikuti
jenis lain. Bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari
adalah Chaetodon kleinii sebanyak 8 individu (14%), sedangkan siang hari
sebanyak 21 individu (21%), kemudian Siganus punctatus pada malam hari
sebanyak 6 individu (11%) dan siang hari sebanyak 6 individu (6%), dan diikuti
jenis lain.
Dari data ini terlihat bahwa ikan karang yang mendominasi hasil tangkapan
bubu rumpon kecil dan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 adalah Chaetodon kleinii,
sedangkan pada bubu rumpon besar di lokasi L1 di dominasi oleh Ctenochaetus
striatus. Selanjutnya ikan karang yang mendominasi hasil tangkapan bubu yang
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 adalah Chaetodon
kleinii. Dari keseluruhan jenis ikan yang tertangkap pada alat tangkap bubu
terlihat bahwa ikan yang dominan tertangkap adalah Chaetodon kleinii, kemudian
Ctenochaetus striatus, dan diikuti oleh jenis lainn.
Total jumlah ikan karang yang tertangkap selama 24 kali trip penangkapan
terbanyak pada lokasi L1 yakni pada bubu rumpon besar, kemudian bubu rumpon
kecil dan terendah pada bubu tanpa rumpon. Selanjutnya total ikan karang yang
tertangkap dalam jumlah terbanyak pada lokasi L2 yakni bubu tanpa rumpon,
kemudian bubu rumpon besar dan terendah pada bubu rumpon kecil. Perbedaan
ini karena ada beberapa jenis ikan karang yang biasanya tertangkap dalam jumlah
banyak seperti Chaetodon kleinii, Ctenohaetus striatus, Scarus ghobban, dan
Cheilinus diagrammus.
154
Tabel 31 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon di lokasi L2
Tabel 31 (Lanjutan)
No Kelompok BRK 2 BRB 2 BTR 2
Ikan/Famili/Jenis Malam Siang Malam Siang Malam Siang
Ikan Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %
HOLOCENTRIDAE
1 Sargocentron rubrum - - - - 1 2,0 - - - - - -
2 Myripristis kuntee - - - - - - - - 1 2,0 - -
3 M. melanostictus - - - - - - - - 1 2,0 - -
4 Myripristis sp 2 5,0 - - 2 3,0 - - 1 2,0 - -
5 Ostichthys kaianus 2 5,0 - - - - - - - - - -
ACANTHURIDAE
1 Ctenochaetus striatus 3 8,0 3 4,0 2 3,0 5 8,0 4 7,0 7 7,0
2 Acanthurus bariena - - 2 3,0 2 3,0 - - - - - -
7 Naso tuberosus - - - - 1 2,0 - - - - - -
SERRANIDAE
3 Epinephelus - - - 1 2,0 - - - - - -
fasciatus
4 E. merra - - 1 1,0 2 3,0 7 11,0 2 4,0 4 4,0
5 E. caeroleopunctatus - - - - 1 2,0 - - - - - -
8 Cephalopolis miniata - - - - 1 2,0 1 6,0 - - - -
9 C. orgus - - 1 1,0 - - - - - 2,0 - -
10 C. boenak - - 1 1,0 - - - - 1 - -
LABRIDAE
1 Thalassoma lunare - - - - - - - - 2 4,0 1 1,0
2 Hologymnosus 1 3,0 - - - - - - - - - -
doliatus
3 Hologymnosus sp - - - - - - - - - - - -
4 Cheilinus 3 8,0 3 4,0 5 8,0 6 10,0 1 2,0 1 1,0
diagrammus
5 C. chlorurus - - 1 1,0 1 2,0 2 3,0 - - - -
6 C. trilobatus - - - - 4 6,0 - - - - 1 1,0
7 C. bimaculatus 4 10,0 - - 2 3,0 2 3,0 - - - -
8 Halichoeres sp - - - - - - - - 1 2,0 - -
9 Cheilo inermis - - - - - - - 1 2,0 - -
SIGANIDAE
1 Siganus punctatus 2 5,0 5 7,0 - - 2 3,0 6 11,0 6 6,0
2 S. stellatus - - 1 1,0 - - - - - - 1 1,0
3 S. doliatus - - 4 6,0 - - 2 3, - - - -
4 S. argenteus - - - - - - 1 2,0 1 2,0 10 10,0
5 S. rivulatus - - - - - - - - - - - -
6 S. corallinus 1 3,0 - - - - - - - - - -
7 S. vulpinus - - - - - - - - - - 2 2,0
8 S. luridus - - - - - - 1 2,0 - - - -
9 S. guttatus - - - - - - 2 3,0 - - -
LETHRINIDAE
1 Lethrinus semicinctus - - - - - - - - 4 7,0 5 5,0
2 Lethrinus variegatus - - - - - - - - - - 1 1,0
CHAETODONTIDAE
1 Chaetodon kleinii 8 21,0 13 19,0 5 8,0 9 14,0 8 14,0 21 21,0
Total 39 70 62 63 57 98
Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR: Bubu tanpa rumpon.
156
Kelompok ikan karang yang dominan tertangkap pada alat tangkap bubu
adalah kelompok target (43%), bila dibandingkan dengan kelompok utama
(mayor) (40%) dan indikator (17%) (Tabel 32).
Tabel 32 Jumlah total kelompok ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap
bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1
dan L2
Kelompok Lokasi Total Proporsi
ikan L1 L2 (%)
BRK BRB BTR BRK BRB BTR
M S M S M S M S M S M S
Famili
utama 33 22 25 36 14 18 16 35 35 24 26 35 318 40
(Mayor)
Target 27 27 33 32 38 27 15 22 22 30 23 42 338 43
Indikator 13 21 8 11 11 9 8 13 5 9 8 21 137 17
Total 73 70 66 79 63 54 39 70 62 63 57 98 794
Keterangan : M : Malam; S : Siang.
Tabel 33 (Lanjutan)
Famili Kisaran panjang(cm) Keterangan
Ostraciidae 10,0 Ikan muda
Cirrhitidae 6,3 -11,3 Ikan muda dan dewasa
Caesionidae 13,5 – 16,4 Ikan muda
Holocentridae 5,6 – 18,0 Ikan muda dan dewasa
Aulostomidae 39,0 Ikan dewasa
Acanthuridae 3,7 – 34,5 Ikan muda dan dewasa
Serranidae 12,5 – 75,0 Ikan muda dan dewasa
Labridae 3,5 – 29,9 Ikan muda dan dewasa
Siganidae 6,6 – 25,2 Ikan muda dan dewasa
Lethrinidae 9,5 – 27,0 Ikan muda dan dewasa
Mullidae 13,1 – 19,6 Ikan muda dan dewasa
Chaetodontidae 3,0 – 14,9 Ikan muda dan dewasa
Dari keseluruhan jenis ikan karang yang tertangkap terlihat bahwa ada
beberapa jenis ikan tertangkap dengan ukuran bervariasi pada ukuran masih
muda sampai dewasa. Dengan demikian ada terjadi akumulasi ikan-ikan di
rumpon. Mengingat karena dalam penelitian ini uji coba penangkapan hanya
dilakukan selama sebulan, maka variasi ukuran ikan yang tertangkap lebih
banyak didominasi oleh ikan-ikan ukuran kecil atau masih muda bila
dibandingkan dengan ikan ukuran dewasa. Seperti dikemukan dalam berbagai
teori bahwa bila rumpon di pasang di perairan maka awalnya akan hadir ikan-ikan
berukuran kecil atau masih mudah, dan setelah itu hadir ikan-ikan berukuran
besar. Variasi ukuran ikan yang tertangkap pada alat tangkap bubu sangat
ditentukan oleh proses kolonisasi dan suksesi terhadap ikan karang yang hadir di
rumpon dan bubu.
Pada dasarnya ukuran panjang tubuh ikan karang tidak seragam seperti
kelompok ikan lainnya. Ketiga kelompok ikan karang baik kelompok famili utama
(mayor), kelompok target dan indikator ternyata memiliki ukuran tubuh
bervariasi. Pada famili Pomacentridae (famili utama) umumnya ukuran ikannya
relatif kecil, begitu juga pada famili Chaetodontidae (kelompok indikator). Namun
beberapa famili ikan dari kelompok target mempunyai ukuran tubuh lebih
panjang terutama dari famili Serranidae, Aulostomidae, Acanthuridae, Scaridae
dan jenis famili lainnya. Dari ketiga kelompok ikan yang tertangkap ternyata ikan
dari kelompok target mempunyai ukuran tubuh lebih panjang dibandingkan
dengan kelompok famili utama(mayor) dan kelompok indikator.
158
Tabel 34 (Lanjutan)
Tabel 34 (Lanjutan)
No Kelompok BRK 1 BRB 1 BTR 1
Ikan/Famili/Jenis Ikan Malam Siang Malam Siang Malam Siang
Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N
14 Xiphocheilus typus - - - - - - 1 2,0 - - - -
15 Bodianus diana 1 2,0 1 2,0 - - - - - - - -
16 Chaerodon sp - - - - - - - - 1 2,0 - -
SIGANIDAE
1 Siganus punctatus 2 4,0 1 2,0 - - 1 2,0 - - 1 2,0
2 S. stellatus - - - - - - 1 2,0 - - 1 2,0
3 S. doliatus - - - - - - 2 4,0 - - - -
4 S. argenteus - - - - - - 1 2,0 - - 1 2,0
5 S. rivulatus - - - - - - 2 4,0 - - - -
6 S. canaliculatus - - - - - - - - - - 1 2,0
7 S. corallinus - - - - - - - - 1 2,0 - -
10 S. luridus - - - - 2 4,0 - - - - - -
LETHRINIDAE
1 Lethrinus semicinctus - - - - - - - - 1 2,0 - -
MULLIDAE
1 Parupeneus - - 1 2,0 - - - - - - - -
barberinoides
CHAETODONTIDAE
1 Chaetodon kleinii 13 26,0 20 40,0 5 10,0 7 14,0 11 22,0 9 18,0
2 C. mertensii - - - - - - 4 8,0 - - - -
3 C. melanotus - - - - 3 6,0 - - - - - -
4 Coradion chrysozonus - - 1 2,0 - - - - - - - -
Total 73 70 66 79 63 54
Keterangan : N = Kelimpahan; BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR:
Bubu tanpa rumpon.
161
Tabel 35 (Lanjutan)
No Kelompok BRK 2 BRB 2 BTR 2
Ikan/Famili/Jenis Ikan Malam Siang Malam Siang Malam Siang
Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N
HOLOCENTRIDAE
1 Sargocentron rubrum - - - - 1 2,0 - - - - - -
2 Myripristis kuntee - - - - - - - - 1 2,0 - -
3 M. melanostictus - - - - - - - - 1 2,0 - -
4 Myripristis sp 2 4,0 - - 2 4,0 - - 1 2,0 - -
5 Ostichthys kaianus 2 4,0 - - - - - - - - - -
ACANTHURIDAE
1 Ctenochaetus striatus 3 6,0 3 6,0 2 4,0 5 10,0 4 8,0 7 14,0
2 Acanthurus bariena - - 2 4,0 2 4,0 - - - - - -
7 Naso tuberosus - - - - 1 2,0 - - - - - -
SERRANIDAE
3 Epinephelus fasciatus - - - - 1 2,0 - - - - - -
4 E. merra - - 1 2,0 2 4,0 7 14,0 2 4,0 4 8,0
5 E. caeroleopunctatus - - - - 1 2,0 - - - - - -
8 Cephalopolis miniata - - - - 1 2,0 1 2,0 - - - -
9 C. orgus - - 1 2,0 - - - - - - - -
10 C. boenak - - 1 2,0 - - - - 1 2,0 - -
LABRIDAE
1 Thalassoma lunare - - - - - - - - 2 4,0 1 2,0
2 Hologymnosus doliatus 1 2,0 - - - - - - - - - -
3 Cheilinus diagrammus 3 6,0 3 6,0 5 10,0 6 12,0 1 2,0 1 2,0
4 C. chlorurus - - 1 2,0 1 2,0 2 4,0 - - - -
5 C. trilobatus - - - - 4 8,0 - - - - 1 2,0
6 C. bimaculatus 4 8,0 - - 2 4,0 2 4,0 - - - -
7 Halichoeres sp - - - - - - - - 1 2,0 - -
8 Cheilo inermis - - - - - - - - 1 2,0 - -
SIGANIDAE
1 Siganus punctatus 2 4,0 5 10,0 - - 2 4,0 6 12,0 6 12,0
2 S. stellatus - - 1 2,0 - - - - - - 1 2,0
3 S. doliatus - - 4 8,0 - - 2 4,0 - - - -
4 S. argenteus - - - - - - 1 2,0 1 2,0 10 20,0
5 S. rivulatus - - - - - - - - - - - -
6 S. corallinus 1 2,0 - - - - - - - - - -
7 S. vulpinus - - - - - - - - - - 2 4,0
8 S. luridus - - - - - - 1 2,0 - - - -
LETHRINIDAE
1 Lethrinus semicinctus - - - - - - - - 4 8,0 5 10,0
2 Lethrinus variegatus - - - - - - - - - - 1 2,0
CHAETODONTIDAE
1 Chaetodon kleinii 8 16,0 13 26,0 5 10,0 9 18,0 8 16,0 21 42,0
Total 39 70 62 63 57 98
Keterangan : N = Kelimpahan; BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR: Bubu
tanpa rumpon.
50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50 Nilai
Kelimpahan
Chromis
Chrysiptera
Amblyglyphidodon
Centropyge
Dascyllus
Cheilodipterus
Abudefduf
Apogon
Canthigaster
Arothron
Cantherhines
Calatomus
Scarus
Meiacanthus
Ostracion
Cirrhitichtys
Pterocaesio
Ctenochaetus
Acanthurus
Epinephelus
Thalassoma
Hologymnosus
Cheilinus
Bodianus
Siganus
Parupeneu
Chaetodon
50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50 Nilai
Kelimpahan
Chromis
Chrysiptera
Amblyglyphidodon
Apogon
Canthigaster
Cantherhines
Scarus
Balistapus
Abudefduf
Pomacentrus
Centropyge
Chaetodontoplus
Sargocentron
Ctenochaetus
Paraluterus
Acanthurus
Platax
Zebrasoma
Epinephelus
Cephalopolis
Cheilinus
Halichoeres
Xiphocheilus
Siganus
Chaetodon
50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50 Nilai
Kelimpahan
Chromis
Plectroglyphidodon
Centropyge
Chaetodontoplus
Apogon
Cheilodipterus
Canthigaster
Cantherhines
Pervagor
Calatomus
Scarus
Balistapus
Sargocentron
Myripristis
Pseudochromis
Ctenochaetus
Acanthurus
Epinephelus
Thalassoma
Hologymnosus
Cheilinus
Holichoeres
Chaerodon
Siganus
Lethrinus
Chaetodon
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa genus ikan karang yang memiliki
kelimpahan tertinggi pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan malam hari di dominasi oleh
Chaetodon, Ctenochaetus, Scarus dan Cheilinus, kemudian diikuti genus lain,
sedangkan penangkapan siang hari di dominasi oleh Chaetodon, Ctenochaetus,
Scarus, dan Cheilinus, kemudian diikuti genus lain.
Selanjutnya jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu
rumpon kecil lokasi L2 pada waktu penangkapan malam dari adalah Chaetodon
kleinii sebanyak 16,0 ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 26,0 ind/m2,
kemudian Scarus ghobban pada malam hari sebanyak 2,0 ind/m2 dan siang hari
sebanyak 12,0 ind/m2, dan diikuti jenis lain. Jenis ikan karang yang memiliki
kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L2 pada waktu penangkapan
malam hari adalah Chaetodon kleinii sebanyak 10,0 ind/m2, sedangkan siang hari
sebanyak 18,0 ind/m2, kemudian Cheilinus diagrammus pada siang hari sebanyak
10,0 ind/m2 dan malam hari sebanyak12,0 ind/m2, Apogon aureus pada malam
hari sebanyak 10,0 ind/m2 dan siang hari sebanyak 6,0 ind/m2, dan diikuti jenis
lain. Selanjutnya jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu
tanpa rumpon lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon
kleinii sebanyak 16,0 ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 42,0 ind/m2,
kemudian Siganus punctatus pada malam hari sebanyak 12,0 ind/m2 dan siang
hari sebanyak 12,0 ind/m2, dan diikuti jenis lain. Berikut ini disajikan sebaran
kelimpahan setiap genus ikan karang pada alat tangkap bubu yang dioperasikan
bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 (Gambar 39, 40 dan 41).
168
50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50 Nilai
0 0 Kelimpahan
Chromis
Chrysiptera
Amblyglyphidodon
Apogon
Pomacentrus
Centropyge
Cantherhines
Scarus
Myripristis
Ostichthys
Ctenochaetus
Acanthurus
Hologymnosus
Epinephelus
Cheilinus
Siganus
Chaetodon
50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50 Nilai
Kelimpahan
Chromis
Chrysiptera
Centropyge
Cheilodipterus
Abudefduf
Apogon
Canthigaster
Arothron
Cantherhines
Scarus
Cirrhitichtys
Balistapus
Sargocentron
Myripristis
Ctenochaetus
Acanthurus
Sufflamen
Naso
Epinephelus
Cephalopolis
Cheilinus
Siganus
Chaetodon
Gambar 40 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu
rumpon besar di lokasi L2.
170
50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50 Nilai
Kelimpahan
Chromis
Chrysiptera
Amblyglyphidodon
Pomacentrus
Dascyllus
Centropyge
Stegastes
Cheilodipterus
Apogon
Arothron
Cantherhines
Scarus
Cirrhitichtys
Pterocaesi
Balistapus
Myripristis
Ctenochaetus
Epinephelus
Thalassoma
Cheilinus
Halichoeres
Cheilo
Siganus
Meiacanthus
Chaetodon
5.4 Pembahasan
pertumbuhan karang dibutuhkan air yang jernih, karena kalau air keruh hewan
karang sulit membersihkan diri, arus diperlukan untuk mendatangkan makanan
berupa plankton dan substrat yang keras dan bersih dari lumpur sangat baik untuk
peletakan planula (larva karang) untuk membentuk koloni (Nontji, 2005).
Kondisi fisik dan kimia perairan lokasi penelitian juga sangat berpengaruh
terhadap kehadiran jenis-jenis ikan karang. Oleh karena itu, sebelum proses
pengangkatan bubu dilakukan terlebih dahulu diukur parameter fisik dan kimia
perairan. Pengukuran parameter fisik dan kimia perairan dilakukan pada pagi,
siang dan sore hari. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai DO berada pada
kisaran 0.1 – 0.2 ml/l, pH berkisar antara 8.1 – 8.2, suhu berkisar antara
27 – 29 °C, salinitas rata-rata 33 ppm, kecerahan rata-rata 10 m, sedangkan
kecepatan arus berkisar antara 03.00 – 09.00 m/det dengan arah arus pada waktu
pagi hari menuju ke Barat, sedangkan pada siang dan sore hari arah arus
berlawanan ke arah Timur dan Barat.
Menurut hasil penelitian Alwi (2004) mengemukakan bahwa kondisi fisik
dan kimia perairan lokasi pemasangan rumpon memiliki kecepatan arus berkisar
antara 0,013 m/det – 0,22 m/det, kedalaman pemasangan rumpon sekitar 15 m,
suhu perairan antara 29 – 31,830 C dengan salinitas antara 29 – 31,67 ppt.
Kecerahan perairan antara 40 – 54,67 %, oksigen terlarut 3,87 – 5,2 ppm,
sehingga kondisi ini cukup aman untuk pemasangan rumpon.
Bubu yang dioperasikan dalam penelitian ini tidak menggunakan umpan,
namun untuk menarik perhatian ikan untuk mendekati alat tangkap bubu
menggunakan rumpon. Pengoperasian bubu di perairan di letakkan bersama
rumpon dan tanpa rumpon. Pada kondisi ini ternyata kemampuan rumpon untuk
menarik ikan-ikan datang mendekati alat tangkap bubu sangat baik dan pada bubu
tanpa rumpon walaupun tanpa ada alat bantu untuk menarik ikan berkumpul,
ternyata bubu tanpa rumpon juga mempunyai kemampuan untuk menangkap ikan
karang tidak jauh berbeda dari bubu berumpon. Rumpon disini berperan dalam
mengumpulkan ikan-ikan sehingga proses kolonisasi terjadi. Adanya ikan-ikan
yang berkumpul di rumpon tentu akan beruaya ke alat tangkap bubu, akhirnya
masuk dan terperangkap.
175
ini memiliki kesukaan jenis makanan hampir mirip. Kehadiran keempat famili
ikan karang ini karena saling kompetisi dalam mencari makan serta mencari
tempat perlindungan di rumpon dan bubu. Menurut Kuiter (1992) mengemukakan
bahwa makanan yang dimakan oleh beberapa famili ikan karang dapat dilihat
pada Tabel 36.
Tabel 36 Jenis makanan yang dimakan beberapa famili ikan karang
Famili ikan Jenis makanan
Gobiidae (Amblygobius sp) Invertebrata, coral dan spongs
Scraidae Algae
Scorpaenidae Ikan, crustacea
Siganidae Filter feeder, grazing, weeds dan algae
Plesiopidae Plankton
Nemipteridae Invertebrata kecil
Malacanthidae Zooplankton yang mengapung
Lutjanidae Ikan, crustacea dan plankton
Caesionidae Zooplankton
Lethrinidae Hewan-hewan yang hidup di pasir dan
pecahan-pecahan karang
Chaetodontidae Polip coral, algae, cacing, invertebrata
dan zooplankton
Pomacanthidae Algae dan spongs
Pomacentridae Invertebrata, algae dan zooplankton
Labridae
• Cheilinus sp Invertebrata, crustacea dan cacing
• Labroides sp Polip coral
Ikan yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon memiliki ukuran tubuh berbeda-beda. Perbedaan ini karena
ukuran panjang tubuh ikan karang yang tertangkap bervariasi. Ukuran yang
berbeda menandakan bahwa ikan karang memiliki keunikan tersendiri dengan
ikan-ikan dari kelompok lain terutama dari segi ukuran tubuh karena ikan karang
memiliki variasi ukuran dalam kelompok. Dari hasil penelitian terlihat bahwa
ikan dari kelompok famili utama (mayor) ukuran tubuhnya kecil tapi ada beberapa
jenis yang berukuran besar seperti famili Scaridae, Caesionidae, Aulostomidae,
dan lain-lain, kelompok target umumnya berukuran lebih besar, sedangkan untuk
kelompok indikator umumnya ikan-ikannya berukuran kecil.
Pendapat lain juga dikemukan Reppie et al. 2006 bahwa ada terjadi
peningkatan ukuran panjang dan berat individu ikan yang hadir pada terumbu
177
besar dan tanpa rumpon) di lokasi L1) pada penangkapan malam maupun siang
hari dengan tingkat kepercayaan 95 %.
Hasil analisis uji t antara BRK2m vs BRB2m, BRK2s vs BRB2s, BRK2m
vs BTR2m, BRK2s vs BTR2s, BRBB2m vs BTR2m, BRBB2s vs BTR2s ternyata
tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu diantara ketiga jenis
metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon besar dan tanpa rumpon) di
lokasi L2) pada penangkapan malam maupun siang hari dengan tingkat
kepercayaan 95 %.
Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa data dari sampel
yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu diantara ketiga
metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon besar dan tanpa rumpon)
baik pada penangkapan malam maupun siang hari. Namun secara visual rumpon
mampu mengumpulkan ikan terlihat dari adanya proses akumulasi berbagai jenis
ikan di sekitarnya. Tidak ada pengaruh karena lama waktu pemasangan rumpon
dan waktu operasi penangkapan relatif pendek sehingga tidak memberikan
kesempatan untuk ikan-ikan lebih lama berkumpul di rumpon dan akhirnya masuk
ke bubu.
Menurut Martasuganda (2003), waktu pemasangan (setting) dan
pengangkatan (hauling) bubu dilakukan pada waktu pagi hari, siang hari dan sore
hari, sebelum matahari terbenam atau malam hari tergantung dari nelayan yang
mengoperasikannya. Lama perendaman bubu di perairan ada yang hanya
direndam beberapa jam, satu malam, tiga malam bahkan ada yang sampai
seminggu.
5.5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut :
Hasil tangkapan bubu terdiri atas 107 spesies (54 genus dan 22 famili).
Di lokasi yang didominasi oleh karang lunak (L2), bubu tanpa rumpon
mempunyai hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan
179
dari bubu rumpon kecil. Ikan-ikan yang tertangkap umumnya tergolong masih
muda. Jenis ikan karang terpanjang yang tertangkap adalah Cephalopolis miniata.
Tiga jenis ikan yang paling banyak tertangkap adalah Chaetodon kleinii,
Ctenochaetus striatus dan Scarus ghobban. Di lokasi yang didominasi karang
keras (L1), dua genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari oleh
bubu, baik dengan rumpon maupun tanpa rumpon, adalah Ctenochaetus dan
Chaetodon, sedangkan jenis ikan yang banyak tertangkap pada siang hari adalah
Chaetodon dan Cheilinus. Di lokasi yang didominasi karang lunak (L2), genus
ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari adalah Chaetodon dan
Cheilinus, sedangkan siang hari adalah Chaetodon, Cheilinus dan Siganus.
Data dari sampel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan
bubu di antara ketiga jenis metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon
besar, dan tanpa rumpon) karena lama waktu pemasangan rumpon dan waktu
operasi penangkapan relatif pendek sehingga tidak memberikan kesempatan untuk
ikan-ikan lebih lama berkumpul dan masuk ke bubu.
5.5.2 Saran
Informasi yang diperoleh melalui penelitian ini masih terbatas, maka
disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh bentuk, jarak
dan jumlah rumpon dan bubu serta posisi penempatan di perairan terhadap hasil
tangkapan bubu.
6 PEMBAHASAN UMUM
terbentuk merupakan sumber makanan alami biota air yang lebih tinggi yaitu
zooplankton, juvenil udang, moluska dan ikan (Klumpp et al. 1992 diacu oleh
Zulkifli, 2000).
Perifiton sebagai bagian dari plankton merupakan salah satu organisme
perairan yang sangat penting dan mempunyai peranan utama dalam siklus
kehidupan di laut. Dalam kedudukannya sebagai rantai awal siklus kehidupan
dalam air, plankton berfungsi sebagai produsen primer serta mampu menyediakan
energi bagi organisme lain yang hidup di lingkungannya termasuk ikan (Sachlan,
1982 diacu oleh Suprato, et al. 1991). Dengan mengetahui kondisi plankton baik
secara kuantitas maupun kualitas akan sangat membantu dalam penentuan
populasi ikan atau biota lain yang dapat dipakai sebagai petunjuk daerah
penangkapan.
Perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya sangat
ditentukan oleh kemantapan keberadaan substrat. Substrat dengan benda hidup
sering bersifat sementara karena adanya proses pertumbuhan dan kematian. Setiap
saat pada substrat hidup akan terjadi perubahan lingkungan sebagai akibat dari
respirasi dan asimilasi, sehingga mempengaruhi komunitas perifiton. Pada
substrat benda mati akan lebih menetap (permanen) meskipun pembentukan
komunitas lamban maupun lebih mantap tidak mengalami perubahan, rusak atau
mati (Ruttner,1974, diacu oleh Zulkifli, 2000).
Tipe substrat sangat menentukan proses kolonisasi dan komposisi perifiton.
Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan dan alat penempelnya. Kemampuan
menempel pada substrat menentukan eksistensinya terhadap pencucian oleh arus
atau gelombang yang dapat memusnahnya. Untuk menempel pada substrat,
perifiton mempunyai alat penempel yaitu (1) rhizoid, seperti pada Oedogonium
dan Ulothrix; (2) tangkai gelatin panjang atau pendek, seperti Cymbella,
Gomphonema dan Achnanthes; (3) bantalan gelatin berbetuk setengah bulatan
(sphaerical) yang diperkuat dengan kapur atau tidak, seperti Rivularia,
Chaethopora dan Ophyrydium (Osborn, 1993 diacu oleh Zulkifli, 2000).
Jenis perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang
secara keseluruhan berjumlah 85 spesies, 70 genus, 36 famili dan 15 kelas. Dari
185
berada di perairan, kecepatan renang, pola renang dan pola gerak ikan di sekitar
alat tangkap. Setiap alat tangkap mempunyai zona pengaruh yang berbeda-beda
terhadap tingkah laku ikan. Menurut Nikonorov (1975), dalam menguji zona
pengaruh dari suatu alat tangkap diasumsikan bahwa zona pengaruh alami
terhadap tingkah laku ikan yang di determinasi tergantung dari disain suatu alat
tangkap. Zona pengaruh mempunyai efek yang berbeda terhadap tingkah laku
ikan tergantung dari disain suatu alat tangkap.
Penggunaan bubu bersama rumpon sangat berperan dalam proses
penangkapan ikan karang. Hal tersebut bisa dilihat dari kemampuan rumpon untuk
mengumpulkan ikan-ikan untuk mempermudah proses penangkapan bubu. Dari
hasil penelitian terlihat bahwa tingkah laku ikan karang yang hadir di sekitar
rumpon dan bubu ternyata berbeda-beda menurut jenis ikan. Jarak ikan terhadap
bubu dan rumpon, pola renang dan pola gerak berbeda-beda menurut jenis ikan.
Informasi ini penting dibutuhkan untuk menentukan posisi penempatan bubu dan
rumpon di perairan dalam penangkapan ikan karang. Jarak ikan karang terhadap
rumpon dan bubu serta pola geraknya menentukan pola interaksi ikan karang
terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu dan peranan rumpon
dalam memperbesar zona pengaruh (field of influence) alat tangkap bubu.
Penggunaan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang
merupakan suatu inovasi yang baru dicobakan di lokasi penelitian. Menurut
Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa inovasi adalah sesuatu ide, perilaku,
produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui,
diterima dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat
dalam suatu lokalitas tertentu, atau dapat mendorong terjadinya perubahan-
perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya
perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat
yang bersangkutan.
Pengertian inovasi sendiri merupakan perpaduan antara alat dan cara, teknik
atau metode yang diterapkan dalam bidang tertentu. Perpaduan antara alat dan
cara, teknik atau metode disebut teknologi. Teknologi terdiri dari dua dimensi
yaitu ilmu pengetahuan (science) dan rekayasa (engineering), dimana keduanya
188
saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Teknologi dapat berupa teknik, metode
atau cara serta peralatan yang dipergunakan untuk menyelenggarakan pelaksanaan
suatu rancangan transformasi input menjadi output, dengan sasaran tertentu yang
didasarkan atas science dan engineering tercapai (Sewoyo, 2001 diacu oleh Bugis,
2006).
Ditinjau dari dimensi teknologi tersebut makan defenisi teknologi
penangkapan ikan adalah seluruh teknik, metode, cara serta peralatan yang
digunakan untuk menangkap ikan khusus ikan karang Teknologi penangkapan
ikan karang dibagi dalam dua kategori berdasarkan dampak negatif yang
diakibatkan oleh pengoperasian alat tangkap yaitu legal fishing dan destructive
fishing (Sewoyo, 2001 diacu oleh Bugis, 2006). Akibat dari pengembangan
metode penangkapan ikan karang yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan,
mengakibat terjadinya degradasi terhadap sumberdaya terumbu karang.
(1) Ekologi
Pemasangan rumpon dan bubu pada lokasi terumbu karang yang sudah
rusak diibaratkan mirip terumbu karang alami, dimana rumpon akan berfungsi
sebagai tempat berlindung dan menyediakan makanan bagi ikan-ikan terutama
ikan target. Diharapkan proses rekruitmen terhadap populasi ikan karang akan
terus meningkat sehingga ikan-ikan akan beruaya ke lokasi pemasangan rumpon
dan mendekati alat tangkap bubu, akhirnya masuk dan tertangkap.
(2) Biologi
Penangkapan ikan karang dengan alat tangkap bubu bersama rumpon tidak
memberikan dampak negatif terhadap sumberdaya ikan karang dan lingkungannya
asalkan dilakukan dengan metode penangkapan yang tepat. Ikan-ikan yang
tertangkap akan terseleksi berdasarkan kedalaman penempatan bubu dan rumpon.
Pengaturan ini akan membuat perimbangan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan
di terumbu karang dan sekaligus menekan kerusakan karang. Selama ini salah
190
satu faktor penyebab kerusakan karang terbesar berasal dari tekanan penangkapan.
Dengan demikian ikan-ikan yang menjadi target penangkapan akan mudah
dikontrol serta akan ada kesempatan bagi ikan karang untuk meningkatkan
populasinya melalui proses akumulasi. Bila terumbu karang terjaga ikan akan
melimpah sehingga produksi ikan karang terus meningkat .
(3) Ekonomi
Penggunaan bubu dalam penangkapan ikan karang bukanlah hal baru bagi
para nelayan. Namun usaha penangkapan bubu bersama rumpon merupakan
teknologi penangkapan yang masih jarang dilakukan, sehingga hasil-hasil
penelitian yang sudah dilakukan perlu disosialisasikan bagi para nelayan agar
teknologi ini dapat dipahami dan dipraktekan. Bila usaha penangkapan bubu
bersama rumpon berkembang dengan baik, niscaya nelayan tidak akan kehilangan
lapangan pekerjaannya.
Menurut Cochrane (2002) diacu oleh Mangga Barani (2005) tujuan (goal)
umum dalam pengelolaan perikanan meliputi 4 (empat) aspek terdiri atas:
(1) Ekologi
Meminimalkan dampak penangkapan ikan bagi lingkungan fisik serta
sumberdaya non-target (by-catch), serta sumberdaya lainnya yang terkait.
191
(2) Biologi
Menjaga sumberdaya ikan pada kondisi atau di atas tingkat yang
diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas.
(3) Ekonomi
Memaksimalkan pendapatan nelayan.
(4) Sosial
Memaksimalkan peluang kerja/ mata pencaharian nelayan atau masyarakat
yang terlibat.
Implikasi dari penelitian ini jika dikaitkan dengan program pengelolaan
terumbu karang yang saat ini sedang dikerjakan oleh proyek COREMAP-II
Departemen Kelautan dan Perikanan, diharapkan teknologi penangkapan ikan
karang menggunakan bubu bersama rumpon dapat meminimalisir kerusakan
terumbu karang dalam membantu upaya perlindungan terumbu karang. Bila
sumberdaya terumbu karang terjaga dan terpelihara, maka ikan-ikan akan
berkembang dan melimpah sehingga para nelayan tetap bisa melanjutkan usaha
dan tidak kehilangan mata pencahariannya.
7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Rumpon mampu mengumpulkan ikan karang sebagaimana terlihat dari
akumulasi berbagai jenis ikan di sekitarnya. Pada bagian atraktor rumpon tumbuh
komunitas perifiton yang potensial sebagai makanan bagi sebagian jenis ikan yang
berkumpul. Perifiton didominasi oleh kelas Bacillariophyceae, namun komposisi
perifiton berbeda diantara kedua jenis atraktor, yaitu atraktor lontar (Borassus
flabellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pada rumpon lontar, jenis perifiton
dominan adalah Leptocylindrus sp. sedangkan pada rumpon gewang/gebang
adalah Chroococcus sp.
Selama penelitian ini, berhasil terkumpul di rumpon sebanyak 1190
individu ikan karang terdiri atas 62 spesies (42 genus dan 22 famili), di sekitar
bubu sebanyak 1230 individu, terdiri atas 47 spesies (34 genus dan 20 famili.
Ikan-ikan tersebut umumnya adalah kelompok ikan famili utama (mayor).
Jarak (radius) ikan karang dari rumpon dan bubu umumnya masing-masing
antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon dan bubu umumnya
lebih dari 30 menit (resident). Pola renang ikan karang di sekitar rumpon dan
bubu umumnya bersifat soliter. Ikan umumnya bergerak mendekati rumpon/bubu
dari arah depan rumpon/depan mulut bubu, kemudian bergerak naik turun dan
berada di atas dan di samping rumpon/bubu. Zona pengaruh (zone of influence)
bubu terhadap ikan ada pada empat posisi, yaitu ikan berada dekat permukaan,
pertengahan, di samping dan di dasar bubu dan rumpon. Tingkah laku ikan karang
di luar bubu, lama waktu ikan karang masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu
berbeda menurut jenis ikan.
Hasil tangkapan bubu terdiri atas 107 spesies (54 genus dan 22 famili). Di
lokasi yang didominasi oleh karang lunak (L2), bubu tanpa rumpon mempunyai
hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan dari bubu
rumpon kecil. Ikan-ikan yang tertangkap umumnya tergolong masih muda. Jenis
ikan karang terpanjang yang tertangkap adalah Cephalopolis miniata. Tiga jenis
ikan yang paling banyak tertangkap adalah Chaetodon kleinii, Ctenochaetus
193
striatus dan Scarus ghobban. Di lokasi yang didominasi karang keras (L1), dua
genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari oleh bubu, baik
dengan rumpon maupun tanpa rumpon, adalah Chaetodon dan Ctenochaetus,
sedangkan jenis ikan yang banyak tertangkap pada siang hari adalah Chaetodon
dan Cheilinus. Di lokasi yang didominasi karang lunak (L2), genus ikan karang
yang banyak tertangkap pada malam hari adalah Chaetodon dan Cheilinus,
sedangkan pada siang hari adalah Chaetodon, Cheilinus dan Siganus. Data dari
sampel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu di antara
ketiga jenis metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon besar, dan tanpa
rumpon) karena lama waktu pemasangan rumpon dan waktu operasi
penangkapan relatif pendek sehingga tidak memberikan kesempatan untuk ikan-
ikan lebih lama berkumpul dan masuk ke bubu.
7.2 Saran
Adrim M. 1993. Pengantar studi ekologi komunitas ikan karang dan metoda
pengkajiannya dalam Kursus Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan
Kondisi Terumbu Karang. Puslitbang Oseanologi, LIPI, Jakarta. 34 hal.
Allen GR and RC Steene. 1990. Reefs fishes on the Indian Ocean. Marine
Science and Technology Perth Australia.
Allen, GR. and RC Stenee. 2002. Indo-Pacific coral reef field guide, Tropical
Reef Research. 378 p.
Alwi, MJ. 2004. Analisis kesesuaian lokasi rumpon dalam menunjang kelestarian
terumbu karang. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Indonesia.
Balitbangda Provinsi Sulawesi Selatan. http://www.litbangda-sulsel
go.id. 13 hal.
Asikin T. 1985. Petunjuk teknis usaha perikanan payaos. INFIS Manual Series
No.13. Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta. Hal: 6-18.
Atapattu. 1991. The experience of fish aggregating devices (FADs) for fisheries
resource enhancement and management in Sri Lanka. Papers presented
at the symposium on Artificial Reefs and Aggregating Devices as Tools
for the management and enhancement of marine fishery resources. Indo-
Pasific Fishery Commission (IPEC) and FAO. RAPA Report : 1991/11.
Colombo, Sri Langka, Bangkok. 14-17 May 1990. IPFC. Pp : 16-40.
Barretto EFC and RI Miclat. 1988. A study fish recruitment in a bamboo artificial
reef in The Philippines. Report of The Workshop On Artificial Reefs
Development and Management, Penang, Malaysia. Pp: 117-129.
Bell JD and R Galzin. 1985. Influence of live coral cover on soral reef fish
community. Proc. 4th. Int. Coral Reef Symp.2. Pp: 503-508.
Boy RL and BR Smith. 1984. An improved FAD mooring line design for general
use in Pasific Island Countries, SPC/Fisheries 15/WP.2. 77 p.
Brandt AV. 1964. Fish catching methods of the world. Fishing News (Books) Ltd
London. 191 : 46;49.
Brand AV. 1984. Fish Catching methods of the world. Fishing News Books Ltd.
Farhan. Surrey. England. 418 p.
Brower JE dan JH Zar. 1990. Field and laboratory method for general ecology,
Third Edition. Wm.C. Brown Publisher.Dubuque, Lowa. 237 p.
Choat JH and DR Bellwood. 1991. Reef fish. Their history and evolution in Sale
PF (Eds). The ecology of fishes on coral reef. Academic Press, INC, San
Diego. 754 p.
Dahuri RH, J Rais, S.P Ginting dan MJ Sitepu. 1996. Pengelolaan sumberdaya
wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. PT Pradnya Paramita Jakarta.
305 hal.
Davis CC. 1955. The marine and freshwater plankton. Michigan State University
Press. 562 p.
D’Itri. 1985. Artificial reefs marine and freshwater aplications. Lewis Publishers,
Michigan, USA. 589 p.
Erliana KC.1988. Struktur komunitas dan kelompok perifiton pada substrat kaca
DAS Ciliwung, Daerah Tugu dan Sempur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor :
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 55 hal.
Effendie I. 2002. Pengaruh penggunaan rumpon pada bagan apung terhadap Hasil
tangkapan [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. 45 hal.
197
FAO. 1968. Modern fishing gear of the world. London . Fishing News Book Ltd.
P. 1- 607.
Girsang ES. 2004. Kajian terhadap perifiton dan hubungannya dengan keberadaan
ikan pelagis pada rumpon di perairan Pasuruan, Selat Sunda [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 127 hal.
Gloerfelt, T.T and P.J Kailola. 1984. Trawled fishes of Southern Indonesia and
Northwestern Australia. Published by Australian Development
Assistance Bereau.Directorate General of Fisheries, Indonesia. Gema
Agency for Technical Cooperation. 406 p.
Gooding RM. 1965. A raft for direct subsurface observation at sea. US Fish.
Wildl. Serv. Spec. Sci.Rept-Fish, 517: 5 pp
Greeblatt PR. 1979. Association of tuna with flotsam in the Eastern Tropical
Pacific. Fish. Bull, US. 71:147-155
Gunarso W. 1985. Tingkah laku ikan dalam hubungan dengan alat, metode dan
teknik penangkapan. Diktat Kuliah [tidak dipublikasikan], Program
Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. 149 hal.
Hartati ST, Awwaludin dan IS Wahyuni. 2004. Kelimpahan dan komposisi jenis
hasil tangkapan bubu di perairan Gugus Pulau Kelapa Kepulauan Seribu.
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 2004, 10: 29-51.
Helviana. 1998. Struktur komunitas ikan karang pada ekosistem terumbu karang
rusak di perairan Pesisir Timur Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai
[skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. 84 hal.
High WL and AJ Beardsley. 1970. Fish behaviour studies from and undersee
habitat. Comm. Fish. Ref, 1970, 31-7.
Hutomo M. 1986. Komunitas ikan karang dan metode sensus visual. Lembaga
Oseanologi Nasional-LIPI, Jakarta.
Isa MMH, Kohno, H Ida, HT Nakamura, A Jainal, and SASA Kadir.1998. Field
guide to important commercial marine fishes of the South China Sea.
Marine Fishery Resources Development and Management Departemen.
Southeast Asia Fisheies Development Center. 287 p.
Jester DB. 1973. Variations in catch ability of fishes with color of gillnets. Trans.
Am. Fish. Soc. 102: 109-115.
JICA. 2001. Net Fishing (Pot Fisheries) Fishing technology. Textbook Vol.8.
Regional Fisheries Training Project, Japan International Cooperation
Agency (JICA), Caribbean Fisheries Training and Development Institute
(CFTDI) Trinidad and Tobago. 27 p.
Kenelly SJ and JR Craig. 1989. Effect of trap design, independence of traps and
bait on sampling populations of spanner crabs Ranina ranina. Marine
Ecology Progress Series, Agriculture and Fisheries Research Institute
Australia, 1989; 51 : 49 – 56.
Kuiter RH. 1992. Tropical reef fish of The Western Pasific Indonesia adjacent
water. Gramedia, Jakarta. 314 p.
Marschiavelli MIC. 2001. Analisis struktur dan kondisi ikan karang pada
ekosistem terumbu karang di perairan pesisir Nusa Penida Bali [skripsi].
Bogor : Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 70 hal.
Mawardi MI. 2001. Pengaruh penggunaan jenis umpan terhadap hasil tangkapan
ikan karang pada alat tangkap bubu (trap) di Pulau Pramuka Kepulauan
Seribu [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. 81 hal.
Mckeown B. 1985. Fish migration. Croom Helm London and Sydney. Timber
Press. 224 : 5.
Moyle PB. 1993. Fish an enthusiast's guide.Chris Mari Van Dych. Illustrator Los
Angeles. University of California, Press.
Mubarok MA. 2003. Pengaruh warna cahaya yang berbeda terhada tingkah laku
berkumpulnya juvenile kerapu tikus (Cromileptes altivelis) [skripsi].
Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 61 hal.
Nasution HA. 2001. Uji coba bubu buton di perairan Pulau Batanta, Kabupaten
Sorong, Propinsi Papua [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. 71 hal.
Nikonorov IV. 1975. Interaction of fishing gear with fish aggregations. Keter
Publishing House Jerusalem Ltd. 215 p.
Odum EP. 1975. Ecology : the link between the natural social science 2nd.
(Modern Biology Series) Hol.Rinehart and Winston: 48-57.
Omma Nney. 1982. Fakta kehidupan di dalam air dalam ikan. Penerbit Tira
Pustaka. Hal : 35-44.
Pentury B, HBH Iskandar dan W Mawardi. 1995. Studi tentang tingkah laku ikan
karang di Pulau Pari, Kepulauan Seribu Jakarta [laporan
penelitian].Bogor : Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 30 hal.
Purwanti DR. 2004. Dinamika struktur komunitas ikan karang pada pagi, siang
dan sore hari di perairan Pulau Payung Kepulauan Seribu [skripsi].
Bogor : Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 87 hal.
Radakov DV. 1972. Schooling in the ecology of fish. Israel Program for
Scientific Translation. Jerusalem-London. 270 p.
Reiliza F. 1997. Studi tingkah laku ikan hias terhadap alat tangkap bubu kawat
tipe buton di perairan Karang Pulau Sekepal, Lampung Selatan [skripsi].
Bogor: Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. 67 hal.
Redjeki S, Mayunar dan A Basyarie. 2005. Pengaruh musim gelap dan terang
terhadap penggunaan bubu di Teluk Lada, Citeureup Pandeglang. Jurnal
Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 2005, 12 : 69-72.
Reppie E, DR Monintja, MFA Sondita, I Jaya dan VPH Nikijuluw. 2006. Struktur
asosiasi spesies target pada terumbu karang buatan di Perairan Selat
Bangka, Kabupaten Minahasa Utara. Buletin PSP,2006, XV, 50-71.
203
Risamasu FJL. 2000. Studi Perbandingan Terumbu Karang Buatan : Modul Kayu,
Modul Bambu dan Modul Beton Di Perairan Hansisi, Semau, Kupang
[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 127 hal.
Saldika AD. 2007. Studi preferensi pakan alami ikan Kerapu Balong (Epinephelus
merra) di Perairan Hansisi, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang
[Skripsi]. Kupang: Jurusan/Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan, Sekolah Tinggi Ilmu dan Teknologi Nusantara Kupang. 70 hal.
Sale PF. 1991. The ecology of fishes on coral reefs. Academic Press.San Diego.
754 p.
Samples KC and JT Sproul. 1985. Fish aggregating devices (FADs) and open
access commercial Fisheries, a theoritical inquiry. Bul. Mar. Sci.
37 : 305-317.
Seaman WJr. And LM. Sprague. 1991. Artificial habitats for marine and
freshwater fisheries. Academic Press, INC Harcourt Brace Jovanovich,
Publishers., San Diego, California. 285 p.
Sondita MFA 1986. Studi tentang peranan pemikatan ikan dalam operasi Purse
Seiner milik PT Tirta Raya Mina (Persero), Pekalongan [Karya Ilmiah].
Bogor: Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 78 hal.
Soedharma D. 1995. Studi komunitas perifiton dan komunitas ikan pada terumbu
ban dan bambu di Teluk Lampung. Prosiding Seminar Hasil Penelitian
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal : 99-113.
204
Subani W. 1972. Alat dan cara penangkapan ikan di Indonesia. Jilid 1. Lembaga
Penelitian Perikanan Laut, Jakarta. Hal: 85-104.
Subani W. 1986. Telaah penggunaan rumpon dan payaos dalam perikanan
Indonesia. Jurnal Penelitian perikanan Laut, PPPL, Jakarta, 35: 35-45.
Subani W dan HR Barus. 1988. Alat penangkapan ikan dan udang laut di
Indonesia. Jornal Penelitian Perikanan Laut, No. 50 Tahun 1988/1989.
Edisi khusus. 240 hal.
Suci LH. 1993. Studi tentang perbedaan jenis bubu terhadap hasil tangkapan ikan
hias di perairan Citeureup, Pandeglang, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor:
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor. 66 hal.
Suharyanto 2003. Kajian respons udang galah terhadap kejutan listrik arus bolak
balik dalam tangki percobaan skala laboratorium[tesis].Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 102 hal.
Syakur A. 2000. Komunitas ikan karang pada ekosistem terumbu karang ponton
bodong dan toyapakeh, Nusa Penida Bali [skripsi]. Bogor : Program
Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
64 hal.
Syandri H. 1988. Tingkah laku ikan. Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta,
Padang. 63 hal.
Terangi 2004. Panduan dasar untuk pengenalan ikan karang secara visual
.Indonesia. Indonesian Coral Reef Foundation (TERANGI).
http://terangi.or.id/publications/pdf/pandikan.pdf [Maret 2004]. 24 hal.
205
Tim Pengkaji Rumpon Fakultas Perikanan IPB. 1987. Laporan akhir survei lokasi
dan desain rumpon di perairan Ternate, Tidore, Bacan, dan sekitarnya
(Laporan). Bogor : Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.Hal : V: 54-58.
Tirtana S. 2003. Selektivitas ukuran ikan Kakap (Lutjanus sp) pada bubu yang
dilengkapi dengan celah pelolosan (escaping gaps) (skripsi). Bogor :
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 60 hal.
Tiyoso SJ. 1979. Alat-alat penangkapan ikan tidak memungkinkan ikan kembali
(non return traps) (Karya Ilmiah). Bogor : Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor. Hal : 6-9.
Uda M. 1933. Types of skipjack schools and their fishing qualities. Bull. Japan.
Soc. Sci. Fish, 2 (3): 107-111.
Wahyuni IG. 1995. Pengaruh posisi pemasangan vertikal alat tangkap bubu kawat
tipe buton berumpon terhadap hasil tangkapan di perairan Belebuh,
Lampung Selatan [skripsi]. Bogor : Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
57 hal.
Wiradika. 2006. Studi keanekaragaman jenis palem di Cagar Alam Telaga Warna,
Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Program Studi
Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 61 hal.
206
Wijoyo NS. 2002. Tingkat perubahan temporal tipe substrat dasar dan ikan
karang, Ekosistem Terumbu karang di Perairan Nusa Penida, Bali Tahun
1998 – 1999 [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 86 hal.
Witono JR. 1998. Koleksi palem Kebun Raya Bogor. Vol. I, No.1. UPT Balai
Pengembangan Kebun Raya, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
41 hal.
Witono JR, A Suhatman, N Suryana dan RS Purwantoro. 2000. Koleksi palem
Kebun Raya Cibodas. Vol. II, No. 1. Cabang Balai Kebun Raya Cibodas.
UPT Balai Pengembangan Kebun Raya, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. 66 hal.
White AT. 1987. Coral reefs valuable resources of South East Asia ICLARM
Education Series I, International Centre for Living Aquatic Resources
Management, Manila-Philipina. 36 p.
Yuspardianto. 1998. Studi tentang efektivitas terumbu karang buatan sebagai Fish
Aggregation Device di perairan Pulau Sauh, Sumatera Barat [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 229 hal.
Zhou S and TC Shirley. 1997. Behavioural responses of red king crab to crab
pots. Fisheries Research , Juneau Center, School of Fisheries and Ocean
Science, University of Alaska Fairbanks, USA, 1997; 30 : 177-189.
Zulkarnain. 2002. Studi tentang penggunaan rumpon pada bagan apung di Teluk
Pelabuhan Ratu, Jawa Barat [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. 116 hal.
Zulkifli. 2000. Sebaran spasial komunitas perifiton dan asosiasinya dengan lamun
di perairan Teluk Pandan Lampung Selatan [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 107 hal.
Lampiran 1 Rumpon yang digunakan dalam penelitian
(a) Bubu tampak dari depan (b) Bubu tampak dari samping
Lampiran 4 Keramba yang digunakan dalam pengamatan pola renang dan pola
gerak ikan karang karang di luar dan di dalam bubu
Atlanta inflata
Clampilodiscus cribrosus Leptocylindrus sp
D. splendica
Globigerinita humilis Diploneis fusca
212
Lampiran 6 Jenis dan sebaran perifiton pada atraktor rumpon lontar dan rumpon
gewang di lokasi L1 dan L2
5 Hemiaulus sp - - + - - -
Achnanthaceae 1 Diploneis fusca + + + + + -
2 D. splendica + + + + - -
3 Gyrosigma acuminatum + + + + - -
4 G. balticum - - + - - +
5 G. angulatum - - - - + -
6 Pleurosygma sp - + + - - +
7 P. compactum + - + - - +
8 Denticula fermalis - - - + - -
Fragilariaceae 1 Fragilaria cylindrus + - + + + +
2 Asterionela japanica - - + + - +
3 Thalassiothrix sp - - - - + -
4 T. fraunfeldi - - - - - +
Cascinodiscuceae 1 Cascinodiscus sp + + + + - -
Cymbellaceae 1 Cymbella sp 1 + + + + + +
2 Cymbella sp 2 - - + + - +
Dinophyceae Dinophysiidae 1 Pyrocistis fusiformis + + + + + +
2 Dinophysis sp + - - - - -
3 Gonyaulax sp - + - - + +
4 Warnowia sp - - - - + +
Peridiniaceae 1 Peridiunus sp - - - + - +
Cyanophyceae Oscillatoriaceae 1 Pelagothrix clevei + + + + + +
2 Tricodesmium sp + + + + + +
3 Halosphora viridis + + + + + +
4 Chroococcus sp + + + + + +
5 Spirulina sp 1 + + - + - +
6 Spirulina sp 2 - + - - + +
213
Lampiran 6 (Lanjutan)
Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 Lokasi L2
RLK RLB RG RLK RLB RG
Chlorophyceae Desnidiaceae 1 Hyalotheca dissiliens - - + + + +
2 Triploceras gracile - + - - - -
Palmellaceae 1 Askenasyella chlamidopis + + + - - +
Chladophoraceae 1 Rhizoclonium sp - - + + + -
Zygnematoceae 1 Zygnemopsis spiralis - - - + + -
2 Zygnema insigne - - - + + -
Chaetophoraceae 1 Chaetophora incrassata - - - + - -
Rhodophyceae - 2 Fragmen alga merah + - + - - -
Sarcodina Globorotalida 1 Globorotalis pumilio + + + + + +
2 G. scitula + + - - - -
Globigerinidae 1 Globigerinita humilis + + + + - +
Foraminifera 1 Textularia sagitulla + + + + + +
Copepoda Tachidiidae 1 Microsetella rosea + - - - - -
Acartiidae 1 Acartia sp + - + - - +
Euphausiidae 1 Euphausia sp + - - - - -
Calanidae 1 Calanus sp - - - + - -
Harpacticidae 1 Trigiopus japonicus + - - - - -
Polyhemidae 1 Evadne sp + - - - - -
Protobranchia Atlantanidae 1 Altanta Inflata + + - + + -
2 Atlanta sp + + + + + +
Peraclidae 1 Peraclis articulata - + - - - -
2 Peraclis sp + - + + + +
Demospongiae Spongillidae 1 Spongilla fragilis
2 Spikul spongs
Urachordata/ Pyrosomidae 3 Platynereis dumerilli - - + - - -
Tunicata
Opisthobranchia Cavoliniidae 1 Creseis virgula + - + + + +
2 C. acicula + - + + + +
Limacinidae 1 Limacina leseuri - + - + - +
Spirotrica Tintinnidae 1 Eutintinus sp + + + + + +
2 Tintinopsis sp + + - - - -
3 Amphorela brandti + + + + + -
Polychaeta Cytholaimidae 1 Chromadora sp + + + - - +
Bacteria - 1 Sprirochaeta plicatilis - - + - - +
Myxophyceae - 1 Anguillospora + - + + + +
2 Fungi Imperfecti - + - - - -
3 Agmenelum - - + - + -
quadruplicatum
4 Fischerella sp - - - - - +
Keterangan : + : ada ; - : tidak ada
214
Lampiran 7 Komposisi jenis, jumlah, kepadatan dan kelimpahan perifiton pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1
dan L2
Lampiran 7 (Lanjutan)
Lampiran 7 (Lanjutan)
Lampiran 7 (Lanjutan)
Lampiran 7 (Lanjutan)
Lampiran 8 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di
lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari
Lampiran 8 (Lanjutan)
Lampiran 8 (Lanjutan)
Lampiran 9 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar bubu
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan
L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari
Lampiran 9 (Lanjutan)
Lampiran 10 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di
lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari
Lampiran 10 (Lanjutan)
No. Kelompok/jenis ikan Lokasi L1 Lokasi L2 Total
RKL RBL RKL RBL
II. Kelompok Target
ACANTHURIDAE
1 Acanthurus nigricans 1 0 1 0 2
2 A. mata 9 2 1 0 12
3 A. triotegus 0 0 0 2 2
4 A. bariena 0 1 0 0 1
5 A. pyroferus 0 4 0 0 4
6 Zanclus cornutus 2 0 0 0 2
7 Zanclus sp 0 0 2 0 2
8 Ctenochaetus striatus 45 5 31 0 81
9 Zebrasoma flaviscens 1 0 0 0 1
10 Naso caeruleocanda 1 0 0 0 1
LABRIDAE
1 Halichoeres scapularis 2 0 0 2 4
2 Hemigymnus fasciatus 0 0 0 1 1
3 Hologymnosus doliatus 0 10 0 0 10
4 Heniochus acuminatus 3 0 0 0 3
5 Bodianus ginulatus 1 0 0 0 1
6 Thalassoma lunare 2 0 0 0 2
7 Cheilinus trilobatus 0 3 0 0 3
SERRANIDAE
1 Epinephelus tauvina 0 0 0 2 2
2 E. merra 3 3 0 0 6
3 Pseudonthias dispar 0 9 0 0 9
MULLIDAE
1 Parupeneus bifasciatus 2 0 0 1 3
LETHRINIDAE
1 Lethrinus sp 8 0 1 0 9
LUTJANIDAE
1 Lutjanus sp 5 0 5 0 10
2 L.decussatus 0 0 0 2 2
HAEMULIDAE
1 Diagramma pictum 0 0 0 4 4
NEMIPTERIDAE
1 Scolopsis margaritifer 0 0 0 4 4
226
Lampiran 10 (Lanjutan)
No. Kelompok/jenis ikan Lokasi L1 Lokasi L2 Total
RKL RBL RKL RBL
III. Kelompok Indikator
CHAETODONTIDAE
1 Chaetodon kleinii 6 1 4 27 35
2 C. adiergastos 0 0 0 20 20
3 C. melanotus 4 0 0 0 6
4 C. trifasciatus 1 2 0 0 3
5 C. meyeri 0 10 0 0 10
6 C. baronessa 0 8 0 0 8
IV Kelompok Non Ikan Karang
DASYATITIDAE
1. Himantura uarnak 1 0 0 0 1
Total 279 378 166 367 1190
Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar.
227
Lampiran 11 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar bubu
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan
L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari
Lampiran 11 (Lanjutan)
Lampiran 12 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon
No. Jenis ikan Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan rumpon
Depan Belakang Melawan Naik Bolak Bergerak Bergerak Vertikal Atas Samping Pertnghan Dlm Masuk Singgah Lsng
arus turun balik melingkar melingkar keluar sbntar pergi
searah jarum lalu
jam pergi
1 Chromis margaritifer
2 Diagrama pictum
3 Pterocaesio diagramma
4 Zanclus cornutus
5 Zanckus sp
6 Pseudonthias dispar
7 Hologymnosus doliatus
8 Pseudochromis sp
9 Chromis lepidolepis
10 C. ovalis
11 Abudefduf bengalensis
12 Sufflamen chrysopterus
13 Chrysipetra rollandi
14 Apogon kallopterus
15 Centropyge bicolor
16 Thalassoma lunare
17 Chrysiptera parasema
18 C. unimaculata
19 Apogon bandanensis
20 Siganus corallinus
21 Acanthurus nigricans
230
Lampiran 12 (Lanjutan)
No. Jenis ikan Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan rumpon
Depan Melawan Naik Bolak Bergerak Bergerak Vertikal Atas Samping Pertnghan Dlm Masuk Singgah Lsng
Belakang arus turun balik melingkar melingkar keluar sbntar pergi
searah jarum lalu
jam pergi
22 Scarus ghobban
23 Melichtys vidua
24 Scarus sordidus
25 S. . bleekeri
26 Dascyllus aruanus
27 Rhinecanthus sp
28 Himantura uarnak
29 Myrichtys colubrinus
30 Pamacentrus trilineatus
31 Bodianus ginulatus
32 Amphiprion sp
33 Balistapus undulatus
34 Acanthurus bariena
35 Genicanthus
melanospilos
36 Centropyge tibicens
37 Epinephelus merra
38 Chaetodon melanotus
39 Platax sp
40 Naso caeruleocanda
41 Hemigymnus fasciatus
42 Halichoeres scapularis
43 Pterois volitans
231
Lampiran 12 (Lanjutan)
No. Jenis ikan Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan rumpon
Depan Belakang Melawan Naik Bolak Bergerak Bergerak Vertikal Atas Samping Pertnghan Dlm Masuk Singgah Lsng
arus turun balik melingkar melingkar keluar sbntar pergi
searah jarum lalu
jam pergi
44 Canthigaster valentini
45 Acanthurus pyroferus
46 A. mata
47 A. triotegus
48 Heniochus acuminatus
49 Ctenochaetus striatus
50 Zebrasoma flavicens
51 Chaetodon kleinii
52 Parupeneus bifasciatus
53 Cheillinus trilobatus
54 Lethrinus sp
55 Lutjanus sp
56 Chaetodon trifasciatus
57 C. meyeri
58 C. baronessa
59 C. adiergastos
60 Lutjanus decussatus
61 Epinephelus tauvina
62 Aeoliscus strigatus
63 Scolopsis margaritifer
Jumlah spesies ikan 57 5 4 29 14 7 10 1 24 25 1 1 4 2 2
Proporsi (%) 90 8 6 46 22 11 16 2 38 40 2 2 6 3 3
232
Lampiran 13 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar bubu
No. Jenis ikan Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan bubu
Depan Samping Belakang Melawan Naik Bolak Menyusuri Menyusuri Atas Samping Depan Dasar Langsung
arus turun balik dinding dinding bubu mulut pergi
bubu searah jarum bubu
jam
1 Abudefduf bengalensis
2 Chromis lepidolepis
3 C. ovalis
4 C. demidiata
5 C. margaritifer
6 Apogon bandanensis
7 Halichoeres ornattisimus
8 Pterocaesio lativittata
9 Pentapodus caninus
10 Dascyllus aruanus
11 D. trimaculatus
12 Stegastes fasciolatus
13 Chrysiptera rollandi
14 C. talboti
15 Acanthurus bariena
16 Lethrinus lentjam
17 Caesio terres
18 Rhinecanthus sp
19 Apogon kallopterus
20 A. aureus
21 Centropyge tibicens
22 Chaetodon kleinii
23 Ctenochaetus striatus
24 Naso tuberosus
233
Lampiran 13 (Lanjutan)
No. Jenis ikan Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan bubu
Depan Samping Belakang Melawan Naik Bolak Menyusuri Menyusuri Atas Samping Depan Dasar Langsung
arus turun balik dinding dinding bubu mulut pergi
bubu searah jarum bubu
jam
25 Pomacanthus acanthops
26 Myripristis sp
27 Hemigymnus melapterus
28 Parupeneus multifasciatus
29 Scarus bleekeri
30 S. ghobban
31 Malacanthus sp
32 Acanthurus mata
33 Siganus corallinus
34 Thalassoma lunare
35 Labroides bicolor
36 Pomacanthus trilineatus
37 Chaetodon robustus
38 Pterois volitans
39 Hologymnosus doliatus
40 Himantura uarnak
41 Plectorhinchus lineatus
42 Chrysiptera unimaculata
43 Amblyglyphidodon
curacao
44 Balistapus undulatus
45 Epinephelus merra
46 Gymnothorax javanicus
47 Chaetodon meyeri
Jumlah spesies ikan 37 1 10 9 24 5 6 2 21 30 1 1 6
Presentase (%) 79 2 21 19 50 11 13 4 45 64 2 2 13
234
Lampiran 14 Pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di luar dan di dalam
bubu
1. Thalassoma lunare Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik
dari depan ke belakang dan sebaliknya, masuk ke
dalam bubu lurus dari depan, di dalam bubu
bergerak bolak balik
2. Chaetodon kleinii Datang dari depan mengelilingi dinding bubu,
bergerak di atas dan di samping bubu, masuk ke
dalam bubu dari samping kiri atau kanan, di dalam
bubu bergerak naik turun, bolak balik mengitari
dinding mulut bubu searah jarum jam dengan
gerakan sangat cepat, terlihat agak panik, kemudian
meloloskan diri
3. Amblyglyphidodon Bermain di depan dan di samping mulut bubu,
curacao masuk ke dalam bubu dari samping kiri atau kanan
dan di dalam bubu bergerak bolak balik dan naik
turun
4. Centropyge bicolor Bergerak lurus dari depan kebelakang dan
sebaliknya, bergerak naik turun, bergerak lurus dari
depan langsung masuk ke dalam bubu, di dalam
bubu bergerak bolak balik, naik turun dengan
gerakan sangat cepat dan mengitari dinding mulut
bubu searah jarum jam
5. Zebrasoma scopas Berada di depan mulut bubu, berputar-putar di
dalam mulut bubu, kemudian masuk kedalam bubu,
di dalam bubu bergerak bolak balik
6. Chrysiptera talboti Berada di depan mulut bubu, bergerak naik turun
dari depan ke belakang dan sebaliknya, bergerak di
samping bubu, lalu masuk kedalam bubu, di dalam
bubu bergerak bolak balik, naik turun dengan
gerakan sangat cepat dan terlihat panik sambil
mengitari dinding mulut bubu searah jarum jam
7. Chromis lepidolepis Berputar-putar di depan mulut bubu lalu masuk ke
dalam bubu, di dalam bubu bergerak bolak balik,
kemudian meloloskan diri
8. Cheilinus diagrammus Berputar-putar di depan mulut bubu, lalu masuk
dari samping ke dalam mulut bubu terus ke dalam
bubu dan di dalam bubu bergerak bolak balik
9. Ctenochaetus striatus Menyusuri dinding bubu, bergerak bolak balik dari
belakang ke depan dan sebaliknya, bergerak bolak
balik, naik turun mengitari dinding mulut bubu
searah jarum jam
235
Lampiran 14 (Lanjutan)
10. Cantherhines pardalis Bergerak bolak balik dari depan ke belakang dan
sebaliknya di atas bubu, menuju depan mulut bubu,
masuk kemulut bubu sambil berputar-putar di
mulut bubu, lalu masuk ke dalam bubu. Di dalam
bubu bergerak bolak balik, naik turun mengitari
dinding mulut bubu searah jarum jam
11. Cirrithicthys sp Datang dari samping bubu, lalu masuk lurus ke
dalam bubu. Di dalam bubu bergerak bolak balik,
naik turun
12. Cheilinus trilobatus Bergerak mengelilingi dinding bubu, bergerak
bolak balik di depan mulut bubu, masuk ke dalam
mulut bubu sambil berputar-putar di dalam mulut
ubu, lalu masuk ke dalam bubu. Di dalam bubu
bergerak bolak balik
13. Naso tuberosus Berada di dasar, dan depan bubu, masuk ke dalam
bubu dan di dalam bubu bergerak bolak balik dan
naik turun
14. Chaetodon melanotus Berada di dasar, samping dan depan bubu, masuk
keluar mulut bubu, lalu masuk ke dalam bubu dan
meloloskan diri
15. Sargocentron sp Bermain di mulut bubu, masuk keluar dan berputar-
putar di mulut bubu, dan masuk ke dalam bubu,
kemudian meloloskan diri
16. Dascyllus albisella Bergerak bolak balik di samping bubu, masuk dan
berputar-putar di dalam mulut bubu, lalu masuk ke
dalam bubu. Di dalam bubu bergerak bolak balik
dan naik turun
17. Scarus ghobban Bergerak aktif di atas dan di samping bubu, lalu
masuk ke dalam bubu, di dalam bubu bergerak
bolak balik dan naik turun
236
Lampiran 15 Jumlah dan lama waktu setiap spesies ikan karang masuk dan
meloloskan diri dari dalam bubu
Lampiran 16 Beberapa jenis ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu
Lampiran 17 (Lanjutan)
Kelompok Ikan No Jenis Ikan Kisaran Panjang
(cm)
SCARIDAE 1 Calotomus spinidens 8,0 – 17,0
2 Scarus ghobban 4,0-27,5
3 S.schlegeli 18,0-25,6
4 S. pyrrhurus 8,7-10,1
5 S.flavipectoralis 24,5
6 S. sordidus 25,0
PSEUDOCHROMIDAE 1 Pseudomonacanthus 14,5 – 24,0
macrurus
BLENIIDAE 1 Meiacanthus grammistes 6,0-8,0
BALISTIDAE 1 Balistapus undulatus 9,8-21,0
2 Sufflamen chrysopterus 13,3
OSTRACIIDAE 1 Ostracion sp 10,0
EPHIPPIDIDAE 1 Platax sp 9,1
CIRRHITIDAE 1 Cirrhitichtys sp 6,3-11,3
CAESIONIDAE 1 Pterocaesio diagramma 15,6
2 P. tile 13,5-16,4
HOLOCENTRIDAE 1 Sargocentron rubrum 5,6-14,0
2 Myripristis sp 13,4-18,0
3 Myripristis kuntee 10,0-16,1
4 Oistichtys kaianus 10,5-11,0
Aulostomidae 1. Aulostomus sinensis 39,2
KELOMPOK TARGET
ACANTURIDAE 1 Acanthurus bariena 12,0-21,3
2 A. xanthopterus 26,0
3 A. mata 24,0
4 A. nigricans 27,3
5 Ctenochaetus striatus 3,7- 27,0
6 Zebrasoma scopas 11,0-13,9
7 Naso tuberosus 34,5
1 Epinephelus 12,0
SERRANIDAE polophekadion
2 E.microdon 27,0
3 E. hexagonatus 20,8
4 E. caeroleopunctatus 22,0-31,5
5 E.fasciatus 17,7-25,6
6 E.merra 13,8-22,1
7 E. tauvina 20,0
8 Cephalopolis miniata 23,0-75,0
9 C.orgus 15,1
10 C. boenak 12,5-15,5
240
Lampiran 17 (Lanjutan)
Kelompok Ikan No Jenis Ikan Kisaran Panjang
(cm)
1 Thalassoma lunare 11,7 – 14,0
2 Hologymnosus sp 9,0-20,5
3 Hologymnosus doliatus 9,5-16,5
4 Cheilinus diagramnus 3,5 -12,5
5 C.chlorurus 7,8-24,6
6 C.trilobatus 7,9-19,5
7 C. lunulatus 13,0
8 C. bimaculatus 6,0-13,6
9 C. orientalis 10,0-10,5
10 Bodianus diana 12,6-15,5
11 Halichoeres m 10,0-12,5
melanurus
12 H. nebulosus 29,9
13 H. ornatissimus 8,5
14 Halichoeres sp 8,0-11,5
15 Chaerodon sp 12,0
16 Cheilo inermis 23,5
SIGANIDAE 1 Siganus punctatus 6,3 – 30,0
2 S. luridus 9,2-24,7
3 S. stellatus 11,0-17,7
4 S. doliatus 6,6-18,1
5 S. argenteus 10,0-25,0
6 S. rivulatus 14,0-20,0
7 S. canaliculatus 24,0
8 S.corallinus 7,1-16,5
9 S. guttatus 24,1-25,2
10 S. vulpinus 19,5-20,5
LETHRINIDAE 1 Lethrinus ornatus 27,0
2 L.semicinctus 9,5-18,0
3 L. variegatus 14,1
MULLIDAE 1 Parupeneus 19,6
barberinoides
2 Upeneus multifasciatus 13,1
KELOMPOK INDIKATOR
CHAETODONTIDEA 1 Chaetodon kleinii 3,0-13,5
2 Coradion chrysozonus 13,0
3 C. mertensii 9,0-11,0
4 C. melanotus 12,4-14,9
241
Lampiran 18 Analisis uji ”t” terhadap hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon pada penangkapan malam dan siang
hari di lokasi L1 dan L2.