Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 265

INOVASI TEKNOLOGI PENANGKAPAN

IKAN KARANG DENGAN BUBU DASAR


BERUMPON

FONNY J.L RISAMASU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul ” Inovasi


Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon” adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan
Tinggi dimanapun. Sumber informasi berasal dari hasil penelitian saya sendiri dan
dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain.
Semuanya telah saya sebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
pada bagian akhir disertasi.

Bogor, 6 Maret 2008


Fonny J.L Risamasu
NRP. C 561030041
ABSTRACT

FONNY JOSANE LAURA RISAMASU. ”Innovation in fishing technology for reef


fish: bottom trap with fish aggregating device”. Under supervision of Mulyono S.
Baskoro, M. Fedi A. Sondita, and Dedi Soedharma.

The research was aimed to study fish behaviour and the influence of FAD on
zone of influence of traps, and studying the influence of FAD on the fish caught
using traps in terms of the species, number and size. This study was conducted in
Hansisi waters, Semau, Kupang.
The research observed periphyton shelter to FAD attractor made from lontar
leaves (Borrasus flabellifer) and gewang leaves (Corypha gebanga). The observation
on the community of reef fish and their behaviour around zone of influence of traps
with FAD and without FAD using visual census method. The data observed on the
FAD and traps included number of fish, radius, length of time, swimming and
movement pattern of reef fish. The observation reef fish species behaviour inside and
outside the traps was carried out in a fish cage. The catch traps was obtained from
experimental fishing which was done at night and during the day. The data collected
were fish species, number and size. In addition, the measurement of environmental
parameter on research site was also conducted. The data analysis was carried out to
find out periphyton density, diversity, similarity, and periphyton dominance and reef
fish, abundance of reef fish, and to see the difference between fish catch using traps
with FAD and without FAD using statistical analysis t test.
The research shows that the FADs were able to attract reef fish as seen from
existence of food web through the presence of periphyton. This made the FADs
feeding sites for reef fish. The periphyton composition varied among the attractors
Borrasus flabellifer and Corypha gebanga, but was dominated by Bacillariophyceae.
The periphyton consisted of 87 spesies (71 genus, 31 family and 15 class). The most
abundant periphyton species were Leptocylindrus sp on Borrasus flabellifer and
Chroococcus sp on Corypha gebanga.
There were 1190 individuals of reef fishes consisting of 62 species (42 genus
and 22 families) around the FADs and around the traps were 1230 fish individuals
consisting of 47 species (34 genus and 20 families). The fish of major groups
dominated the fish asemblages both around the FADs and the traps
The distance between the reef fish to the FAD and traps commonly ranged from
1 to 2 m; the time spent by the fish around the FADs and traps was commonly more
than 30 minutes. The fish swam around the FADs and the traps were commonly
soliter, while the their movement were commonly from the front side of the traps
(funnel side) then up and down movement, either above or beside the FADs and the
traps. The reef fish that approached the FADs and the traps became generally the
residents of the FADs and the traps. Reef fish influenced by the traps within four
positions, these are near surface, above the traps, beside the traps and near the seabed.
The behavior pattern of the reef fishes around the traps, the time needed before
entering the traps and the time before escaping from traps varied among fish species.
The fish caught by the traps consisted of 107 species (54 genus and 22 families). In
the location where soft corals were abundant, the traps without FAD caught more
species than the traps near small FADs. In general, most fish caught were immature;
the largest reef fish caught by the traps was Cephalopolis miniata. The three most
abundant fish species were Chaetodon kleinii and Ctenochaetus striatus, and Scarus
ghobban. In the location dominated by hard corals, the two most dominant genus
caught by the traps with FAD and without FAD in at night were Chaetodon and
Ctenochaetus while for the day catch were Chaetodon and Cheilinus. In the location
dominated by soft corals, the night catch was dominated by Chaetodon and Cheilinus
while the day catch was dominated by Chaetodon, Cheilinus and Siganus. There was
no significant difference in the total catch commonly between the three types of
fishing methods (with small FADs, with big FADs, and without FAD) at night and
the day time (t test, < = 0,05).

Key words: Innovation, fishing technology, reef fish, bottom traps, FAD.
RINGKASAN

FONNY JOSANE LAURA RISAMASU. ”Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan


Karang dengan Bubu Dasar Berumpon”. Di bawah bimbingan: Mulyono S.
Baskoro, M. Fedi A. Sondita, dan Dedi Soedharma.

Penelitian bertujuan untuk mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh rumpon
terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu, dan mengkaji
pengaruh rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah, maupun
ukuran. Penelitian ini dilaksanakan di perairan Hansisi, Semau, Kupang.
Penelitian ini mengamati perifiton yang menempel pada atraktor rumpon yang
terbuat dari daun lontar (Borassus flabellifer) dan gewang (Corypha gebanga).
Pengamatan komunitas ikan karang serta tingkah lakunya di sekitar zona pengaruh
(zone of influence) alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa
rumpon menggunakan metode sensus visual. Data yang diamati di rumpon dan bubu
meliputi jumlah ikan, radius, lama waktu, pola renang dan pola gerak ikan karang.
Pengamatan tingkah laku setiap spesies ikan karang di luar dan di dalam bubu
dilakukan dalam ruang tertutup di dalam keramba. Hasil tangkapan bubu diperoleh
melalui uji coba penangkapan (experimental fishing) yang dilakukan pada malam dan
siang hari. Data yang dikumpulkan meliputi jenis, jumlah dan ukuran ikan. Selain itu,
dilakukan juga pengukuran parameter lingkungan lokasi penelitian. Data yang
dianalisis meliputi kepadatan perifiton, keragaman, keseragaman dan dominansi
perifiton dan ikan karang, serta untuk melihat perbedaan hasil tangkapan bubu
menggunakan rumpon dan tanpa rumpon dianalisis pakai statistik uji t.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumpon mampu mengumpulkan ikan
karang sebagaimana terlihat dari akumulasi berbagai jenis ikan di sekitarnya. Pada
bagian atraktor rumpon tumbuh komunitas perifiton yang potensial sebagai makanan
bagi sebagian jenis ikan yang berkumpul. Perifiton didominasi oleh kelas
Bacillariophyceae, namun komposisi perifiton berbeda diantara kedua jenis atraktor,
yaitu atraktor lontar (Borassus flabellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pada
rumpon lontar, jenis perifiton dominan adalah Leptocylindrus sp. sedangkan pada
rumpon gewang/gebang adalah Chroococcus sp.
Ikan karang berkumpul di rumpon sebanyak 1190 individu, terdiri atas 62
spesies (42 genus dan 22 famili), di bubu sebanyak 1230 individu, terdiri atas 47
spesies (34 genus dan 20 famili). Kelompok ikan karang dari famili utama (mayor)
mendominasi hasil tangkapan di rumpon dan bubu.
Jarak (radius) ikan karang dari rumpon dan bubu umumnya masing-masing
antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon dan bubu umumnya lebih
dari 30 menit (menetap). Pola renang ikan karang di sekitar rumpon dan bubu
umumnya bersifat soliter. Ikan umumnya bergerak mendekati rumpon/bubu dari arah
depan rumpon/depan mulut bubu, kemudian bergerak naik turun dan berada di atas
dan di samping rumpon/bubu. Zona pengaruh (zone of influence) bubu terhadap ikan
ada pada empat posisi, yaitu ikan berada dekat permukaan, pertengahan, di samping
dan di dasar bubu dan rumpon. Tingkah laku ikan karang di luar bubu, lama waktu
ikan karang masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu berbeda menurut jenis ikan.
Hasil tangkapan bubu terdiri atas 107 spesies (54 genus dan 22 famili). Di lokasi
yang didominasi oleh karang lunak (L2), bubu tanpa rumpon mempunyai hasil
tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan dari bubu rumpon
kecil. Ikan-ikan yang tertangkap umumnya tergolong masih muda. Jenis ikan karang
terpanjang yang tertangkap adalah Cephalopolis miniata. Tiga jenis ikan yang paling
banyak tertangkap adalah Chaetodon kleinii, Ctenochaetus striatus dan Scarus
ghobban. Di lokasi yang didominasi karang keras (L1), dua genus ikan karang yang
banyak tertangkap pada malam hari oleh bubu, baik dengan rumpon maupun tanpa
rumpon, adalah Chaetodon dan Ctenochaetus, sedangkan jenis ikan yang banyak
tertangkap pada siang hari adalah Chaetodon dan Cheilinus. Di lokasi yang
didominasi karang lunak (L2), genus ikan karang yang banyak tertangkap pada
malam hari adalah Chaetodon dan Cheilinus, sedangkan pada siang hari adalah
Chaetodon, Cheilinus dan Siganus. Hasil tangkapan bubu pada malam dan siang hari
umumnya tidak berbeda nyata di antara ketiga jenis metode penangkapan ikan
(dengan rumpon kecil, rumpon besar, dan tanpa rumpon) hasil uji t, < = 0,05.

Kata kunci : Inovasi, teknologi penangkapan, ikan karang, bubu dasar, rumpon.
@Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
INOVASI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN
KARANG DENGAN BUBU DASAR BERUMPON

FONNY J.L RISAMASU

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Budhi H. Iskandar, M.Si.

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr.Ir. Dedy H. Sutisna, MS.


2. Dr.Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc.
Judul Disertasi : Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu
Dasar Berumpon
Nama : Fonny J.L Risamasu
NRP : C 561030041

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, MSc Dr.Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc
Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA


Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Teknologi Kelautan

Prof.Dr.Ir. John Haluan, M.Sc Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro,MS

Tanggal Ujian : 6 Maret 2008 Tanggal Lulus :


PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas tuntunan
dan pimpinanNya, maka penulisan disertasi dengan judul : Inovasi Teknologi
Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon”, sudah dapat
diselesaikan.
Pada kesempatan ini tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak terutama: Ditjen Pendidikan Tinggi yang sudah membantu penulis memberikan
Bantuan Beasiswa Pascasarjana (BPPS) selama studi. Rektor IPB, Dekan Sekolah
Pascasarjana, dan Staf Adiministarsi yang sudah membantu penulis dalam
memperlancar studi di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih pula disampaikan
kepada komisi pembimbing : Prof.Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc (Ketua Komisi
Pembimbing), Dr.Ir. M.Fedi A. Sondita, M.Sc dan Prof.Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA
(Anggota Komisi Pembimbing) dengan tulus dan sabar telah membimbing penulis
mulai dari awal penelitian sampai akhir penulisan. Dr.Ir Budi H. Iskandar sebagai
penguji ujian tertutup, Dr.Ir Dedi H.Sutisna, MS dan Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc
sebagai penguji ujian terbuka yang sudah memberikan sumbang saran bagi penulis
dalam penyempurnaan disertasi ini. Ketua Program Studi, Staf Dosen dan Staf
Administrasi Program Studi TKL yang sudah membantu penulis dalam memberi ilmu
pengetahuan, dan memperlancar administrasi selama mengikuti studi.
Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada: Pengelola Proyek COREMAP
II Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia yang sudah membantu penulis melalui bantuan beasiswa penulisan
disertasi. Terima kasih pula disampaikan kepada Yayasan Dana Beasiswa Maluku
(YDBM) yang telah membantu penulis memberikan bantuan dana penulisan.
Tak lupa diucapkan terima kasih pula kepada: Rektor Undana Kupang dan
Dekan Faperta Undana yang telah memberikan rekomendasi bagi penulis
melanjutkan studi. Pemda NTT melalui BINSOS yang telah membantu penulis
memberikan bantuan dana penulisan. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT
melalui Konsorsium Mitra Bahari yang telah membantu penulis dalam mencari dana
penulisan.
Terima kasih disampaikan kepada keluarga tercinta: suami (Bpk Mikhael Beda
Tupen), anak-anak (Norade dan Alfredo), serta keponakan (Fanny, Eda dan Agus),
Bapak Cornelis Risamasu (Alm) dan Ibu Octovina Risamasu/Pattinama (Alma),
saundara/i tercinta di Ambon Ir. Robby G. Risamasu, MP, Nyong, Butje, Ana, Ade,
dan Yos yang sudah memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil
selama penulis studi.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Program Studi
TKL angkatan 2003, teman-teman Persekutuan Mahasiswa Maluku (PERMAMA)
serta teman-teman mahasiswa NTT atas kebersamaan yang telah terjalin selama
penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Teman-teman dari
Sekolah Tinggi Ilmu dan Teknologi Kelautan Nusantara Kupang (Alfiana Saldika,
S.Kel, Kristian F.Tamaela, S.Kel, Andre S. Sanang, S.Kel, Rosfita L. Nahak, S.Kel,
Charles Loykai, S.Kel dan Dominggus Seo, S.Kel dan bapak Adrianus Adu yang
begitu tulus membantu penulis dalam pengambilan data di lapangan.
Semoga amal baik semua pihak diberkati oleh Yang Maha Kuasa. Penulis
menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun penulis
mengharapkan kiranya tulisan ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi dalam
usaha pengembangan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang.

Bogor, 6 Maret 2008


Penulis
RIWAYAT HIDUP

Fonny Josane Lauran Risamasu, dilahirkan di Paperu, Saparua, Ambon pada tanggal,
24 Januari 1964. Anak ketujuh dari pasangan suami isteri Cornelis Risamasu
(Almarhum) dan Octovina Pattinama (Almarhumah).
Penulis masuk Sekolah Dasar (SD) Negeri Hatu tahun 1971 dan tamat tahun
1976. Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Lilibooi,
Ambon dan tamat tahun 1980. Pada tahun yang sama penulis masuk Sekolah
Menengah Atas (SMA) Negeri I, Kodya Ambon dan tamat 1983. Pada tahun yang
sama pula penulis masuk Perguruan Tinggi Unpatti Ambon, pada Fakultas Perikanan,
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan dan tamat tahun 1989.
Pada tahun 1991 penulis diterima dan diangkat sebagai pengajar honorer tetap
di Fakultas Peternakan Undana, Kupang melalui proyek kerjasama segitiga antara
Undana, Unpatti dan NTU Darwin. Tahun 1992 penulis diangkat sebagai tenaga
pengajar tetap pada Fakultas Peternakan, Undana sampai tahun 2000 dan tahun 2001
sampai sekarang dialihkan menjadi staf pengajar pada Fakultas Pertanian, Undana.
Tahun 1997 penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi Program
Magister di Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi
Kelautan (TKL) melalui bantuan beasiswa BPPS-DIKTI. Pada tanggal, 30 Juni 2000,
penulis dinyatakan lulus dan berhak memperoleh gelar Magister Sains (M.Si). Pada
tahun 2003, penulis kembali melanjutkan studi Program Doktor di Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Kelautan
melalui bantuan beasiswa BPPS-DIKTI. Selama berstatus mahasiswa TKL pernah
terpilih sebagai koordinator bidang jasmani dan rohani pada FORMULA IPB. Selama
menjadi mahasiswa telah menulis artikel jurnal dengan judul ”Pola renang dan gerak
ikan karang di sekitar rumpon dan bubu” yang telah siap dimuat dalam Buletin PSP
Volume XVII No.1 Tahun 2008 pada Departemen PSP, FPIK-IPB.
i

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... viii

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 6
1.4 Hipotesis............................................................................................... 7
1.5 Kerangka Pemikiran............................................................................. 7

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Ikan Karang........................................................................ 10
2.2 Karakteristik Ikan Karang .................................................................... 11
2.3 Pola Distribusi dan Kebiasaan Makan Ikan Karang ............................ 17
2.4 Habitat Ikan Karang ............................................................................. 22
2.5 Alat Tangkap Bubu .............................................................................. 26
2.6 Rumpon................................................................................................ 38
2.7 Karakteristik Perifiton.......................................................................... 48

3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu ................................................................................ 50
3.2 Alat dan Bahan..................................................................................... 51
3.2.1 Rumpon.................................................................................... 51
3.2.2 Bubu ......................................................................................... 51
3.2.3 Perahu....................................................................................... 52
3.2.4 Peralatan pengambilan data di lapangan .................................. 53
3.3 Prosedur Penelitian .............................................................................. 53
3.3.1 Prosedur penelitian di lapangan ............................................... 53
3.3.2 Prosedur penelitian di laboratorium ......................................... 59
3.4 Analisis Data ........................................................................................ 60

4 PENGARUH RUMPON TERHADAP ZONE OF INFLUENCE


ALAT TANGKAP BUBU
4.1 Pendahuluan ........................................................................................ 64
4.2 Metodologi Penelitian ......................................................................... 67
4.3 Hasil .................................................................................................... 70
4.3.1 Rumpon sebagai alat pengumpul ikan karang ........................ 70
4.3.1.1 Keragaman taksa perifiton di rumpon .......................... 70
4.3.1.2 Kepadatan dan kelimpahan perifiton............................ 73
ii

4.3.1.3 Indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan


Dominansi (C) perifiton yang menempel pada
atraktor rumpon ........................................................... 76
4.3.1.4 Keterkaitan ikan karang dengan rumpon sebagai
feeding ground .............................................................. 78
4.3.2 Keragaman taksa ikan karang ................................................. 79
4.3.2.1 Keragaman taksa ikan karang di rumpon .................... 79
4.3.2.2 Keragaman taksa ikan karang di bubu ........................ 81
4.3.3 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang ..................................... 83
4.3.3.1 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di rumpon ....... 83
4.3.3.2 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di bubu ............ 85
4.3.4 Indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi
(C) ikan karang di sekitar rumpon dan bubu............................ 87
4.3.4.1 Rumpon ........................................................................ 87
4.3.4.2 Bubu ............................................................................ 88
4.3.5 Jarak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu ......................... 90
4.3.5.1 Jarak ikan karang di sekitar rumpon............................. 90
4.3.5.2 Jarak ikan karang di sekitar alat tangkap bubu............. 93
4.3.6 Lama waktu ikan karang di rumpon dan bubu ......................... 96
4.3.6.1 Lama waktu ikan karang di rumpon ............................ 96
4.3.6.2 Lama waktu ikan karang di bubu ................................ 99
4.3.7 Pola renang dan pola gerak....................................................... 102
4.3.7.1 Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar
rumpon.......................................................................... 102
4.3.7.1.1 Pola renang ..................................................... 102
4.3.7.1.2 Pola gerak ...................................................... 104
4.3.7.2 Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar
bubu ............................................................................. 108
4.3.7.2.1 Pola renang ..................................................... 108
4.3.7.2.2 Pola gerak ...................................................... 110
4.3.7.2.3 Pola interaksi ikan karang terhadap zona
pengaruh alat tangkap bubu............................ 114
4.3.8 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu .............. 118
4.3.8.1 Pola renang .................................................................. 118
4.3.8.2 Pola gerak .................................................................... 119
4.3.8.3 Lama waktu ikan karang masuk ke dalam bubu
dan meloloskan diri ..................................................... 121
4.4 Pembahasan ......................................................................................... 121
4.4.1 Rumpon sebagai atraktor pengumpul ikan ................................. 121
4.4.2 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di rumpon dan
bubu............................................................................................ 126
4.4.3 Tingkah laku ikan karang terhadap rumpon dan bubu .............. 128
4.4.4 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu ................. 133
4.5 Kesimpulan dan Saran.......................................................................... 137
4.5.1 Kesimpulan ............................................................................. 137
4.5.2 Saran ....................................................................................... 138
iii

5 PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN BUBU YANG


DIOPERASIKAN BERSAMA RUMPON DAN TANPA RUMPON
5.1 Pendahuluan...................................................................................... 139
5.2 Metodologi Penelitian....................................................................... 140
5.2.1 Prosedur penelitian ............................................................... 140
5.2.2 Analisis data ......................................................................... 144
5.3 Hasil................................................................................................... 145
5.3.1 Jenis dan jumlah hasil tangkapan .......................................... 145
5.3.2 Kisaran panjang ikan karang.................................................. 156
5.3.3 Kelimpahan ikan karang........................................................ 158
5.3.4 Analisis hasil tangkapan bubu .............................................. 171
5.4 Pembahasan ....................................................................................... 173
5.5 Kesimpulan dan Saran....................................................................... 178
5.5.1 Kesimpulan ........................................................................... 178
5.5.2 Saran ..................................................................................... 179

6 PEMBAHASAN UMUM .......................................................................... 180

7 KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan ....................................................................................... 192
7.2 Saran .................................................................................................. 193

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 194


LAMPIRAN..................................................................................................... 207
iv

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan sifat dan habitat
hidup .................................................................................................... 19
2 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan
aktivitas makan ................................................................................... 24
3 Posisi dan aktivitas ikan yang teramati saat pengamatan bawah
air dalam studi tentang mekanisme berkumpul ikan pelagis kecil
di sekitar rumpon dan pengembangan perikanan di perairan
Pasauran, Propinsi Banten .................................................................. 43
4 Spesies ikan karang yang terekruit pada terumbu karang buatan
terbuat dari bambu dan klasifikasi ekologinya ................................... 44
5 Komponen-komponen rumpon yang digunakan dalam
penelitian ............................................................................................ 51
6 Komponen - komponen bubu yang digunakan dalam penelitian ........ 52
7 Keragaman taksa perifiton yang menempel pada atraktor
rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 .................................. 70
8 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi
(C) perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan
rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 ................................................... 76
9 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon ......................... 79
10 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu .............................. 81
11 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon ............................................................................. 83
12 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir
di sekitar bubu .................................................................................... 85
13 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi
(C) ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan
L2 ........................................................................................................ 87
14 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi
(C) ikan karang yang hadir di sekitar bubu di lokasi L1 dan L2 ....... 89
15 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap
rumpon di lokasi L1 dan L2 ................................................................ 91
16 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap bubu
di lokasi L1 dan L2 .............................................................................. 94
17 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di
sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 .................................................... 98
18 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di
sekitar bubu di lokasi L1 dan L2 ...................................................... 101
19 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon .................. 103
20 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon berdasarkan parameter gerakan ............................. 104
21 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di
rumpon berdasarkan parameter gerakan ............................................ 106
22 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon
berdasarkan pola gerak dan lama waktu ............................................. 107
v

23 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar bubu ...................... 109
24 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di
bubu berdasarkan parameter gerakan ................................................. 111
25 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir di
sekitar bubu berdasarkan parameter gerakan ....................................... 112
26 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di bubu
berdasarkan pola gerak dan lama waktu .............................................. 114
27 Pola renang ikan karang di luar dan di dalam bubu.............................. 118
28 Parameter lingkungan perairan lokasi penelitian ................................. 144
29 Jenis dan sebaran hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 .................................. 146
30 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 .............................................. 150
31 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 .............................................. 154
32 Jumlah total kelompok ikan karang yang tertangkap pada alat
tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon
di lokasi L1 dan L2 .............................................................................. 156
33 Kisaran panjang famili ikan karang yang tertangkap pada alat
tangkap bubu ....................................................................................... 156
34 Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon di lokasi L1 ............................................................ 158
35 Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon di lokasi L2 ............................................................ 161
36 Jenis makanan yang dimakan beberapa famili ikan karang.................. 176
vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Skema kerangka pemikiran penelitian ................................................... 9
2 Zona/area pengaruh dari alat tangkap .................................................... 30
3 Peta lokasi penempatan rumpon dan bubu di perairan Hansisi,
Semau, Kupang ...................................................................................... 54
4 Sketsa penempatan rumpon dan bubu di lokasi penelitian .................... 55
5 Zona pengaruh (zone of influence/field of influence) alat tangkap
bubu yang dioperasikan bersama rumpon ............................................. 56
6 Daun lontar dan gewang sebagai tempat penempelan
perifiton ................................................................................................. 57
7 Keragaman taksa perifiton pada atraktor rumpon lontar dan gewang
di lokasi L1 dan L2 ............................................................................... 72
8 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 ............. 74
9 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2 .............. 74
10 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 .............. 75
11 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2 .............. 75
12 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan
Dominansi (C) perifiton di lokasi L1 dan L2 ......................................... 78
13 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L1 ......... 80
14 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L2 ........ 80
15 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L1 ............. 82
16 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L2 ............. 82
17 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar
di lokasi L1 ............................................................................................ 84
18 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar
di lokasi L2 ............................................................................................ 84
19 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar
bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 .... 86
20 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di
sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di
lokasi L2 ................................................................................................ 86
21 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan
Dominansi (C) ikan karang di rumpon .................................................. 88
22 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan
Dominansi (C) ikan karang di bubu ...................................................... 90
23 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap rumpon............................... 93
24 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap bubu ................................... 96
25 Proporsi pola renang ikan karang di rumpon.......................................... 103
26 Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar rumpon .................................... 108
vii

27 Proporsi pola renang ikan karang di bubu .............................................. 109


28 Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar bubu ......................................... 113
29 Zonasi sebaran ikan pada zone of influence, zone of action, dan
zone of retention alat tangkap bubu berdasarkan hasil penelitian ......... 116
30 Pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh (zone of
influence) alat tangkap bubu untuk posisi ikan (1) dekat
permukaan perairan, (2) di atas, (3) di samping dan (4) di dasar
bubu berdasarkan hasil penelitian........................................................... 117
31 Pola gerak (PG) ikan karang di luar dan di dalam bubu dalam
ruang tertutup (Keramba) ...................................................................... 120
32 Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian ......................................... 141
33 Perahu yang digunakan dalam operasi penangkapan ............................ 142
34 Proses pengangkatan (hauling) dan pengambilan hasil tangkapan
bubu ....................................................................................................... 143
35 Beberapa jenis ikan karang hasil tangkapan bubu ................................. 145
36 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan
bubu rumpon kecil di lokasi L1 ............................................................. 164
37 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan
bubu rumpon besar di lokasi L1 ............................................................ 165
38 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan
bubu tanpa rumpon di lokasi L1 ........................................................... 166
39 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan
bubu rumpon kecil di lokasi L2 ............................................................. 168
40 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan
bubu rumpon besar di lokasi L2 ............................................................ 169
41 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan
bubu tanpa rumpon di lokasi L2 ........................................................... 170
viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Rumpon yang digunakan dalam penelitian ........................................... 207
2 Jenis-jenis atraktor yang digunakan dalam penelitian ........................... 208
3 Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian ......................................... 209
4 Keramba yang digunakan dalam pengamatan pola renang dan
pola gerak ikan karang di luar dan di dalam bubu ................................. 210
5 Jenis-jenis perifiton yang menempel pada daun atraktor ...................... 211
6 Jenis dan sebaran perifiton pada atraktor rumpon lontar dan
rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 ..................................................... 212
7 Komposisi jenis, jumlah, kepadatan, dan kelimpahan perifiton
pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 dan
L2 ........................................................................................................... 214
8 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di
lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ...................... 219
9 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar bubu
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan
L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ............................................. 222
10 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di
lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ...................... 224
11 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar bubu
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan
L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ............................................. 227
12 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon ...... 229
13 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar bubu ......... 232
14 Pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di luar dan di dalam
bubu ....................................................................................................... 234
15 Jumlah dan lama waktu setiap spesies ikan karang masuk dan
meloloskan diri dari dalam bubu ........................................................... 236
16 Beberapa jenis ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap
bubu ........................................................................................................ 237
17 Pengelompokan kisaran panjang ikan hasil tangkapan bubu
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon .................................. 238
18 Analisis uji ”t” terhadap hasil tangkapan bubu dioperasikan
bersama rumpon dan tanpa rumpon pada penangkapan malam dan
siang hari di lokasi L1 dan L2 ................................................................ 241
1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luas terumbu karang Indonesia kurang lebih 50.000 km2. Ekosistem


tersebut berada di wilayah pesisir dan lautan di seluruh perairan Indonesia.
Potensi lestari sumberdaya ikan pada terumbu karang di perairan laut Indonesia
diperkirakan sebesar 80.802 ton/km2/tahun (Ditjen Perikanan, 1991 diacu oleh
Dahuri et al. 1996).
Ekosistem terumbu karang memiliki keanekaragaman hayati tinggi, salah
satu diantaranya adalah ikan karang. Ikan karang telah dimanfaatkan masyarakat
nelayan melalui penangkapan. Alat tangkap yang biasa digunakan nelayan
di antaranya pancing, bubu, jaring insang, panah dan sebagainya. Namun ada
pula karena ingin mendapatkan hasil tangkapan yang cepat dan banyak, biasanya
penangkapan dilakukan dengan menggunakan bom dan racun.
Dampak dari kegiatan penangkapan ikan dan kegiatan manusia lainnya,
mengakibatkan saat ini banyak terumbu karang di perairan Indonesia telah
mengalami kerusakan. Adapun kondisi terumbu karang saat ini yang masih sangat
baik 6,48 %, kondisi baik 22,53 %, rusak 28,39 % dan rusak berat 42,59 %
(Supriharyono, 2000).
Usaha perikanan bubu dasar dalam penangkapan ikan karang ditujukan
untuk memanfaatkan sumberdaya ikan karang yang tersedia dengan tetap
memperhatikan faktor kelestarian lingkungan. Penggunaan alat ini cukup baik,
karena ikan yang tertangkap pada umumnya masih dalam keadaan hidup. Hal ini
penting, mengingat kualitas ikan merupakan salah satu syarat utama dalam bisnis
ikan karang, di mana peluang pasar ekspor untuk ikan karang sangat baik
di pasaran nasional maupun internasional. Apalagi dengan semakin
berkembangnya restoran - restoran sea food. Hongkong, Singapura, Eropa,
Amerika dan Jepang merupakan pasar yang baik untuk ikan karang (CV.
Dinar,1999 diacu oleh Rumajar, 2001).
Supaya kegiatan penangkapan ikan tetap dilaksanakan oleh nelayan tanpa
mengganggu kelestarian terumbu karang dan potensi sumberdaya ikannya, tentu
perlu dilakukan penyempurnaan baik terhadap alat tangkap maupun metode
penangkapannya dengan tetap mengacu pada code of conduct for responsible
2

fishery. Antisipasi ini dimaksud untuk menghindari kerusakan ekosistem terumbu


karang agar lapangan kerja nelayan tetap tersedia. Dalam rangka untuk menjaga
kelestarian terumbu karang, maka saat ini Pemerintah Indonesia melalui
kerjasama dengan Bank Dunia sudah bersepakat untuk mengelola terumbu karang
melalui program COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management).
Program ini bertujuan melindungi, merehabilitasi dan memanfaatkan terumbu
karang secara lestari untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir (DKP,
2004)
Bubu merupakan alat tangkap yang sudah lama dikenal nelayan. Hampir
setiap daerah perikanan mempunyai variasi model bentuk tersendiri, seperti
sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjang (kubus) atau
segi banyak, bulat setengah lingkaran, dan lain-lain. Bahan umumnya dari
anyaman bambu (bamboo’s screen). Secara garis besar bubu terdiri dari bagian-
bagian badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan berupa rongga
tempat di mana ikan-ikan terkurung. Mulut bubu (funnel) berbentuk corong,
merupakan pintu di mana ikan dapat masuk tetapi sulit keluar. Pintu bubu
merupakan bagian tempat pengambilan hasil tangkapan. Dilihat dari cara
operasional penangkapannya, bubu dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu bubu
dasar (ground fishpots), bubu apung (floating fishpots) dan bubu hanyut (drifting
fishpots) (Subani dan Barus,1988).
Bubu dasar mempunyai ukuran yang bervariasi tergantung kebutuhan
nelayan. Bubu kecil ukuran panjangnya 1 m, lebar 50 – 75 cm, dan tinggi 25 – 30
cm, sedangkan bubu besar mempunyai ukuran panjang bisa mencapai 3,5 m, lebar
2 m dan tinggi 75 – 100 cm. Pengoperasian bubu dasar biasanya dilakukan
di perairan karang atau di antara bebatuan. Untuk mengetahui tempat di mana
bubu dipasang, biasanya dipasang pelampung tanda melalui tali panjang yang
dihubungkan dengan bubu tersebut. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan 2 – 3
hari setelah bubu dipasang, kadang bahkan beberapa hari setelah bubu dipasang.
Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang
kualitas baik seperti kuwe (Caranx spp), beronang (Siganus spp), kerapu
(Epinephelus spp), kakap (Lutjanus spp), kakaktua (Scarus spp), ekor kuning
3

(Caesio spp), kaji (Diagramma spp), lencam Lethrinus spp), udang penaeid,
udang barong dan sebagainya (Subani dan Barus,1988).
Bubu merupakan salah satu alat tangkap pasif bersifat statis dan
keefektifannya sangat tergantung pada jenis pikatan. Selama ini nelayan
menggunakan umpan sebagai pikatan agar ikan masuk ke bubu. Namun untuk
memikat ikan masuk ke bubu bukan saja dengan umpan tetapi juga dipengaruhi
oleh tingkah laku ikan itu sendiri seperti pergerakan ikan secara acak, pemakaian
bubu sebagai tempat tinggal atau tempat berlindung, keingintahuan ikan, tingkah
laku sosial atau pemangsaan. Aspek tingkah laku ikan perlu diketahui agar mudah
merancang alat tangkap serta memilih metode penangkapan yang tepat dalam
operasi penangkapan ikan. Guna mengefektifkan penangkapan ikan karang
dengan bubu dasar di samping cara yang sudah dilakukan nelayan selama ini,
akan tetapi perlu ada penyempurnaan baik terhadap alat tangkap maupun metode
penangkapannya.
Keberhasilan penangkapan ikan karang dengan bubu tidak hanya ditentukan
dari jenis umpan yang digunakan untuk mempengaruhi tingkah laku ikan datang
mendekat ke bubu. Namun menurut Furevik (1994) diacu oleh Ferno dan Olsen
(1994), beberapa parameter lain perlu diperhatikan seperti dimensi mesh bubu,
ukuran dan bentuk pintu masuk, serta ukuran bubu.
Keefektifan dari suatu alat tangkap dalam menangkap ikan salah satunya
ditentukan dari disain alat tangkap itu sendiri. Tampilan dari alat tangkap bubu
baik itu tipe, ukuran, dan penampakan dari alat tangkap tersebut sangat
mempengaruhi tingkah laku ikan. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi
zona pengaruh dari alat tangkap bubu terhadap tingkah laku ikan.
Menurut Nikonorov (1975) zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang
mempengaruhi tingkah laku ikan saat operasi penangkapan dilakukan ada tiga
macam yaitu : (1) Zone of influence adalah wilayah/area/zona pengaruh alat
tangkap terhadap tingkah laku ikan.; (2) Zone of action adalah wilayah/area/zona
yang dihasilkan alat tangkap diarahkan ke kumpulan ikan; dan (3) Zone of
retention adalah wilayah/area/zona di mana alat tangkap dapat menahan ikan
sehingga tidak terlepas (Nikonorov,1975).
4

Untuk memperbesar zone of influence dari alat tangkap bubu dapat


dilakukan dengan menggunakan rangsangan buatan (artificial stimultant) melalui
penggunaan alat bantu penangkapan yakni rumpon. Menurut Gunarso (1985)
bahwa untuk mengumpulkan ikan dapat dilakukan melalui beberapa cara,
diantaranya dengan rangsangan kimia, rangsangan penglihatan, pendengaran,
penciuman, aliran listrik dan rangsangan dengan menyediakan tempat berlindung.
Prinsip penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi untuk
mengumpulkan ikan, pada dasarnya agar gerombolan ikan tersebut mudah
tertangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki.
Rumpon (fish aggregating device) dikenal sebagai alat bantu penangkapan
ikan, berfungsi untuk menarik perhatian/memikat ikan agar berkumpul pada suatu
titik atau tempat, tempat berlindung dan sumber makanan ikan, kemudian dapat
dilakukan penangkapan. Teknologi rumpon sudah diterapkan oleh masyarakat
nelayan sejak dahulu. Biasanya dipakai sebagai alat bantu dalam penangkapan
ikan pelagis baik pelagis kecil maupun pelagis besar dengan menggunakan alat
tangkap purse seine, pole and line dan sebagainya. Rumpon ini dikenal dengan
sebutan rumpon permukaan.
Rumpon digunakan dalam penelitian ini adalah rumpon dasar dioperasikan
di perairan karang berfungsi sebagai alat pemikat/pengumpul ikan yang
dioperasikan bersama alat tangkap bubu untuk memperlancar operasi
penangkapan. Bubu yang dioperasikan bersama rumpon dimaksud untuk
memperbesar zona pengaruh (field of influence) alat tangkap bubu. Diharapkan
dengan mengoperasikan bubu bersama rumpon ikan-ikan akan tertarik dan datang
lebih banyak memasuki zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu,
sehingga pada akhirnya ikan akan masuk ke dalam bubu dan tertangkap.
Penelitian yang berkaitan dengan penggunaan bubu bersama rumpon dalam
penangkapan ikan karang dikhususkan hanya untuk mengetahui tingkah laku
ikan karang terhadap alat tangkap bubu meliputi jenis dan jumlah ikan yang hadir
di rumpon dan bubu, radius, lama waktu, pola renang, pola gerak, serta jenis,
jumlah, ukuran dan kelimpahan ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap
bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon.
5

Bertolak dari uraian di atas, maka untuk memahami proses tingkah laku
ikan karang terhadap alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon serta hasil tangkapan bubu perlu dikaji melalui suatu penelitian.

1.2 Perumusan Masalah

Penggunaan teknologi penangkapan ikan dengan rumpon sudah lama


dikenal oleh para nelayan di Indonesia dan telah banyak digunakan dalam
penangkapan ikan, terutama penangkapan ikan pelagis baik pelagis kecil maupun
pelagis besar. Proses pembuatan konstruksi rumpon ini sangat sederhana dan
dapat memanfaatkan bahan-bahan lokal. Sampai saat ini, pemakaian rumpon
dalam penangkapan ikan dasar, khusus ikan karang belum dicoba oleh para
nelayan.
Alat tangkap yang digunakan dalam penangkapan ikan karang yakni bubu,
pancing, jaring, sero dan panah. Dari jenis alat tangkap tersebut yang paling
dominan digunakan untuk penangkapan ikan karang yakni bubu. Teknologi
penangkapan ikan dengan bubu banyak digunakan nelayan hampir di seluruh
dunia, mulai dari skala kecil, menengah sampai skala besar. Perikanan bubu skala
kecil umumnya diarahkan untuk menangkap ikan dasar, udang dan kepiting yang
dioperasikan pada kedalaman perairan yang tidak begitu dalam di perairan karang.
Bentuk dan disain bubu sederhana dan ini sudah berkembang sejak turun-temurun
(Martasuganda, 2003).
Bubu yang digunakan dalam penangkapan ikan karang adalah bubu dasar.
Sebagai alat pemikat/ penarik ikan masuk ke bubu, biasanya di pasang umpan.
Selain umpan digunakan untuk menarik ikan masuk ke bubu, dapat pula
digunakan pikatan lain seperti rumpon, di mana rumpon akan berfungsi
menyediakan makanan berupa plankton yang akan dimanfaatkan oleh ikan karang
sebagai sumber makanan. Salah satu komponen utama dari rumpon yang
berfungsi untuk menarik ikan-ikan datang ke rumpon yakni atraktor. Atraktor
(aggregator) berfungsi sebagai alat penarik/pemikat ikan, dapat dibuat dari jenis
daun-daunan, seperti daun kelapa, daun pinang, daun nipah dan juga dari bahan
sintetis seperti tali temali. Menurut Boy and Smith (1984) diacu oleh Monintja
6

et al. (1990), bahan aggregator dapat dibuat dari ban bekas, daun kelapa atau tali
plastik
Menurut hasil penelitian Iskandar dan Diniah (1996) bahwa bubu berumpon
dapat memberikan hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan bubu
tanpa rumpon. Hal ini dapat dimengerti karena bubu merupakan alat tangkap
pasif, sehingga agar ikan masuk ke bubu perlu dilakukan hal-hal yang dapat
menarik perhatian ikan, salah satunya perlu kombinasi dengan rumpon.
Penggunaan bubu bersama rumpon memberikan manfaat yang sangat besar
terutama yang berkaitan dengan tingkah laku ikan. Adanya rumpon dapat menarik
perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu
sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton yang akan mengundang ikan
pemakan plankton untuk mendekati rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan
ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan kecil mengundang ikan besar untuk
datang terutama dari ikan predator yang akan membuat ikan besar terjebak masuk
ke bubu.
Selama ini pemahaman masyarakat terutama nelayan tentang penggunaan
rumpon dioperasikan bersama alat tangkap dalam proses penangkapan ikan hanya
sekedar sebagai alat pengumpul ikan. Akan tetapi, pemahaman tentang proses
ikan datang mendekati dan memasuki alat tangkap dan kenapa perlu
menggunakan rumpon masih sangat terbatas. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
data dan informasi yang lebih akurat mengenai penggunaan bubu bersama rumpon
dalam penangkapan ikan karang perlu dikaji secara ilmiah lewat penelitian.
Bertolak dari uraian di atas, maka yang menjadi fokus masalah dalam
penelitian ini adalah ” Belum diketahui pengaruh rumpon terhadap zona pengaruh
(zone of influence) alat tangkap bubu, serta ikan hasil tangkapan bubu.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini sebagai berikut :


(1) Mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh rumpon terhadap zona
pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu
(2) Mengkaji pengaruh rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik
jenis, jumlah, maupun ukuran.
7

Diharapkan inovasi teknologi yang akan diuji lewat penelitian ini nanti,
dapat memberikan informasi tentang penggunaan bubu bersama rumpon untuk
meningkatkan produksi hasil tangkapan ikan karang, meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan para nelayan. Selain itu, informasi ini juga penting bagi
pengambil kebijakan dalam bidang perikanan tangkap untuk menyusun rencana
pengembangan usaha penangkapan ikan karang di masa akan datang.

1.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini sebagai berikut :


(1) Rumpon berpengaruh terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat
tangkap bubu.
(2) Rumpon berpengaruh terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah,
maupun ukuran.

1.5 Kerangka Pemikiran

Bubu termasuk salah satu alat tangkap yang banyak digunakan dalam
penangkapan ikan karang. Untuk memikat ikan memasuki alat tangkap bubu,
biasanya para nelayan memasang umpan. Cara memberikan rangsangan bau-
bauan melalui pemasangan umpan ke dalam bubu membuat ikan-ikan akan
terangsang untuk mendekati dan memasuki alat tangkap bubu. Selain umpan bisa
digunakan untuk memikat ikan masuk ke bubu, dapat pula memanfaatkan pola
tingkah laku ikan yang lain dengan cara merangsang indera penglihatan ikan
sehingga ikan tertarik terhadap alat tangkap.
Salah satu alternatif yang digunakan untuk merangsang ikan agar tertarik
terhadap alat tangkap dengan menggunakan rumpon. Rumpon termasuk alat bantu
penangkapan ikan yang berfungsi untuk memikat ikan sebelum operasi
penangkapan dilakukan dengan suatu jenis alat tangkap.
Penggunaan rumpon bersama bubu akan memberikan manfaat yang sangat
besar terutama yang berkaitan dengan tingkah laku ikan. Rumpon dapat menarik
perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu
sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton sebagai sumber makanan
bagi ikan-ikan, sebagai tempat berpijah bagi ikan-ikan tertentu, sebagai tempat
8

berlindung dari predator bagi ikan-ikan tertentu, dan sebagai titik acuan navigasi
bagi ikan-ikan tertentu yang beruaya.
Penggunaan bubu bersama rumpon akan mempengaruhi pola tingkah laku
ikan memasuki zone of influence/ field of influence dari alat bubu. Ikan-ikan
tersebut akan tertarik atau terespons untuk mendekati rumpon, sehingga terjadi
aggregasi populasi ikan. Ikan-ikan hadir di rumpon ada yang menetap (resident),
menetap sementara (transient) serta hanya berkunjung sebentar (visitor).
Penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama rumpon, akan
memudahkan ikan-ikan untuk mendekati dan memasuki alat tangkap bubu dan
akhirnya tertangkap. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran untuk
melaksanakan penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
9

Bubu alat tangkap yang umum digunakan


di terumbu karang

Bubu berumpan Bubu tanpa umpan (atraktor


lain tanpa umpan)

Aktivitas penangkapan

Salah satu alternatif


pakai rumpon

Feeding ground Rangsangan Sumber Tempat berlindung,


penglihatan makanan dan lain-lain

Bubu Bubu tanpa


berumpon rumpon
Aggregasi
populasi ikan :
• Menetap Pengaruh alat tangkap (zone of
(resident) influence/field of influence)
• Sementara
(non-resident Respons

Menetap (resident)

Bubu Rumpon
Tinggal sementara (transient)

Mendekat Menjauh ? Berkunjung sebentar (visitor)

Masuk
Escape Menjauhi rumpon

Tertangkap

Gambar 1 Skema kerangka pemikiran penelitian.


2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Karang

Klasifikasi ikan karang menurut Kuiter (1992), sebagai berikut :


Phylum : Cordata
Klas : Osteichtyes
Ordo : Perciformes
Famili : Lutjanidae, Scaridae, Pomacentridae, dst
Genus : Lutjanus, Scarus, dst
Spesies : Lutjanus johni, dst
Menurut Adrim (1993) diacu oleh Nasution (2001) mengelompokkan ikan karang
dalam tiga kategori yaitu :
(1) Kelompok ikan target, yaitu ikan yang mempunyai manfaat sebagai ikan
konsumsi, seperti famili Serranidae, Lutjanidae, Haemulidae dan
Lethrinidae;
(2) Kelompok ikan indikator, yaitu ikan karang yang dinyatakan sebagai
indikator kelangsungan hidup terumbu karang. Hanya satu famili yang
termasuk kelompok ikan indikator yaitu famili Chaetodontidae.
(3) Kelompok ikan utama (mayor), yaitu ikan yang berperan dalam rantai
makanan, seperti ikan dari famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae,
Caesionidae, Labridae, Siganidae, Mullidae dan Apogontidae.
Menurut Terangi (2004), pengelompokan ikan karang berdasarkan peranannya
terdiri dari :
(1) Ikan target adalah ikan yang merupakan target penangkapan atau dikenal
dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi seperti famili Serranidae,
Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mullidae, Siganidae,
Labridae dan Haemulidae;
(2) Ikan indikator dikenal sebagai ikan penentu terumbu karang karena erat
hubungannya dengan kesuburan terumbu karang seperti famili
Chaetodontidae (kepe-kepe).
(3) Ikan lain (Mayor familiy) adalah ikan yang terdapat dalam jumlah yang
banyak dan banyak dijadikan sebagai ikan hias air laut seperti famili
Caesionidae, Scaridae, Pomacentridae, Apogonidae, dan lain-lain.
11

2.2 Karakteristik Ikan Karang

2.2.1 Ikan target


Dalam Terangi (2004), di kemukakan karakteristik dari berbagai famili ikan
karang sebagai berikut :

1) Serranidae

Famili ini biasanya dikenal dengan sebutan grouper, rock cods, coral trout,
kerapu, sunu, lodi. Terdiri dari beberapa sub famili seperti Anthiniinae
(anthias), Ephinephelinae, Gramministinae (soapfish) dan Pseudogrammitinae
(podges). Biasanya hidup soliter (jarang ditemukan berpasangan), dan
bersembunyi di gua-gua atau di bawah karang. Ukuran panjang sampai 2 m
dengan berat mencapai 200 kg. Tergolong karnivora pemakan ikan, udang dan
crustacea. Beberapa spesies dari famili ini diantaranya Anyperodon
leucogramminicus, Cephalopholis miniata, Epinephelus quoyanus dan
Plectropomus maculates. Subfamili Anthiinae disebut basslets, sea-perch,
nona manis. Biasanya berukuran kecil, mempunyai warna terang, merah,
orange, kuning dan biru. Hidup pada daerah tubir di terumbu karang dan jauh
dari pantai atau daerah yang mempunyai kadar garam tinggi dan selalu
bermain di atas celah-celah karang.

2) Lutjanidae

Famili ini dikenal dengan sebutan snappers, seabass, kakap, jenahan,


jambihan dan samassi. Hidup di perairan dangkal sampai laut dalam. Bentuk
tubuh memanjang, agak pipih, badan tinggi dan mempunyai gigi taring.
Warna merah, putih kuning kecokelatan dan perak. Sebagian hidup
bergerombol dan sebagai predator ikan, crustacea dan plankton feeders.
Bentuk berbeda antar yang dewasa dengan yang kecil. Contoh Lutjanus
kasmira, L. biguttatus, L. sebae, dan Macolor niger.

3) Lethrinidae

Famili ini dikenal dengan sebutan emperor, asual, asuan, gotila, gopo,
ketamba lencam, mata hari, ramin dan sikuda. Sering ditemukan di daerah
berpasir dan patahan karang (rubbel) pada daerah tubir, warna tubuh
12

bervariasi antar jenis, tetapi ada beberapa jenis dapat berubah dengan cepat
hampir mirip dengan Lutjanidae tapi memiliki kepala agak runcing,
panjangnya bisa mencapai 1 meter. Cara makan karnivora dengan memakan
bermacam hewan di pasir dan patahan karang (rubbel).

4) Acanthuridae

Famili ini dikenal dengan sebutan surgeons, botana, maum, marukut, kuli
pasir. Duri berbisa terdapat pada pangkal ekor berjumlah 1 dan 2, sangat
tajam seperti pisau operasi, kulit tebal dengan sisik halus. Termasuk golongan
herbivora dan hidup di daerah karang dangkal, contoh : Naso vlamingii,
Zebrasoma scopes.

5) Mullidae

Famili ini dikenal dengan sebutan goatfishes, biji nangka, kambing-kambing.


Warna umumnya merah, kuning dan keperak-perakan, mempunyai jenggot
(barbell), dan mencari makan di dasar perairan atau pasir. Contoh :
Parupeneus bifasciatus, Upeneus tragula.

6) Siganidae

Famili ini dikenal dengan sebutan rabbit fishes, baronang, cabe, lingkis,
samadar. Tubuh lebar dan pipih ditutupi sisik halus, warna bervariasi, pada
punggung terdapat bintik-bintik putih, coklat, kelabu atau keemasan, duri-duri
sirip berbisa, beracun menyebab perih bila tertusuk durinya dan ukuran
berkisar 30 - 45 cm. Makanan umumnya rumput laut dan alga.

7) Haemullidae

Famili ini dikenal dengan sebutan sweetlips, tiger, grunts, bibir tebal.
Ditemukan pada gua-gua karang, kulit halus dan licin, warna dan bentuk
tubuh berubah dalam pertumbuhan. Ukuran medium sampai 90 cm. Contoh :
Plectrorincus orientalis.

8) Labridae

Khusus genus Cheilinus, Choerodon dan Hemigymnus, ketiga genus ini


dinamakan wrasses raksasa karena mempunyai ukuran agak besar (medium
13

size 20 -130 cm), aktif pada waktu siang hari (diurnal), ikan yang sulit untuk
didekati (pemalu), sering ditemukan pada air yang bersih dan pada tubir
karang di kedalaman 10 – 100 m. Makanannya moluska, bulu babi, udang
kecil dan invertebrata. Contoh: Thallasoma sp, Cheilinus undulatus, Epibulus
insidiator, Choerodon anchorago, Cheilinus fasciatus, Labroides sp.

9) Nemipteridae

Famili ini dikenal dengan sebutan spinecheeks, monocle-bream, pasir-pasir,


aloumang, ijaputi, palosi pumi dan ronte. Berwarna terang, sering ditemukan
pada dasar perairan berpasir dan patahan-patahan karang (rubble), kelihatan
selalu diam, tapi bila terusik berenang dengan cepat. Agresif pemakan
invertebrata, ikan kecil, udang, kepiting dan cacing (Benthic feeders), hidup
soliter dan bergerombol dan bersifat diurnal dan malam beristirahat di antara
karang - karang. Ada perbedaan antara kecil dengan yang telah dewasa.

10) Priacanthidae

Famili ini dikenal dengan sebutan big eyes, belanda mabuk, mata besar. Ciri-
cirinya bermata besar umumnya merah, sebagian hidup di laut dalam dan
pada siang hari bersembunyi di gua-gua karang. Untuk identifikasi di bawah
air sulit karena antar spesies mirip, sebaiknya diambil spesimen.

11) Carangidae

Famili ini dikenal dengan sebutan gabua, putih, kue. Termasuk ikan perenang
cepat, tergolong ikan pelagis, biasanya hidup bergerombol (schooling),
bersifat karnivora (waktu kecil makan zooplanton), dengan ukuran tubuh bisa
mencapai 2 meter.

12) Sphraenidae

Famili ini dikenal dengan sebutan baracuda, alu-alu. Termasuk perenang


cepat, hidup bergerombol (schooling), dan giginya tajam.
14

2.2.2 Ikan indikator

1) Chaetodontidae

Famili ini dikenal dengan sebutan butterfly, daun-daun, kepe-kepe. Umumnya


berpasangan, sebagian hidup bergerombol, ukuran tubuh kurang dari 6 inchi,
tubuh bulat dan pipih, dan gerakan lamban atau lemah gemulai. Cara makan
di atas karang seperti kupu-kupu. Warna tubuh umumnya cemerlang dari
kuning, putih dengan tompel hitam dan pola bergaris pada mata. Makanan
polip karang, algae, cacing dan invebterata lain. Aktif di siang hari (diurnal)
dan mata selalu ditutupi strip hitam.

2.2.3 Ikan famili utama (mayor)

1) Pomacentridae

Famili ini dikenal dengan sebutan damselfish, betok laut, dakocan.


Mempunyai banyak genus. Badan pipih dan nampak dari samping bulat. Ikan
kecil terbanyak di terumbu karang. Makanan plankton, invetebrata, dan alga.
Sebagian ada yang bersimbiosis dengan anemon (Amphiprion). Contoh :
Cromis sp, Pomacentrus sp, Abudefduf sp, Dascyllus sp dan Amphiprion sp

2) Caesionidae

Famili ini dikenal dengan sebutan fusilier, ekor kuning, sulih, suliri, sunin.
Genus Caesio berenang cepat, warna umumnya biru, kuning bagian belakang
dan perak. Sering ditemukan di luar karang (tubir karang). Makanannya
zooplankton. Contoh: Pterocaesio sp, dan Caesio sp.

3) Scaridae

Famili ini dikenal dengan sebutan parrotfishes, kakaktua, bayam. Gigi hanya
dua atas dan bawah (seperti kakak tua), warna kebanyakan biru dan hijau,
sering ditemukan bergerombol, kadang-kadang ditemukan sedang memakan
karang keras dan sulit untuk diidentifikasi karena banyak yang mirip. Sering
mencari makan di perairan dangkal waktu pasang tinggi.
15

4) Holocentridae

Famili ini dikenal dengan sebutan squirrel, swanggi, baju besi, sirandang,
murjan, olelo, mahinai. Hidup di bawah gua-gua karang, biasanya
berpasangan, kadang-kadang juga bergerombol, kulit dan sisik keras, kepala
dan sirip berbisa dan banyak yang mirip antar spesies. Warna tubuh merah,
perak dan mempunyai tompel dan garis.

5) Pomacanthidae

Famili ini dikenal dengan sebutan anggel, injel, betmen, napoleon, anularis.
Warna mencolok dan cantik dengan ukuran tubuh dewasa antara 30 - 39 cm.
Warna dan bentuk tubuh berubah selama pertumbuhan. Hidup soliter (sendiri)
dan berpasangan. Hampir mirip dengan kepe-kepe, tapi lebih tebal dan
di bawah tutup insang berduri dan makanannya alga dan spongs. Contoh:
Centropyge sp, Pomachantus sp.

6) Apogonidae

Famili ini dikenal dengan sebutan cardinal, beseng, belalang, seriding,


capungan. Banyak ditemukan pada ranting karang, bulu babi dengan ukuran
tubuh kecil antara 5 -15 cm, agak buntek, sirip-sirip transparan, warna
kuning, merah, coklat, putih transparan sebagian berbintik dan bergaris.
Contoh : Apogon cyanosoma, Cheilodipterus artus.

7) Scorpaenidae

Famili ini dikenal dengan sebutan scorpion, lepu, linga-linga, lapo. Ikan ini
penuh dengan duri yang berbisa 3 - 5 duri, bergerak lambat. Termasuk ikan
predator, menangkap ikan yang lewat di depanya. Makanannya udang,
kepiting, ikan-ikan kecil, warna umumnya cokelat, merah, putih, hitam dan
kuning. Di Indo-Pasifik ada 80 genus, dari 350 spesies dan semua memiliki
duri beracun.

8) Balistidae

Famili ini dikenal dengan sebutan triger, cepluk, papakulu, pakol, mendut,
gogot. Kulit tebal, bentuk seperti bola ruqby, mulut kecil dengan gigi yang
kuat, hidup soliter, jika malam hari bersembunyi di lubang-lubang karang.
16

Makanan kepiting, moluska, bulu babi, sponge, hydroids, coral dan algae.
Bagi penyelam harus hati-hati, karena ada spesies yang menyerang penyelam
ketika ikan itu sedang bertelur dan sirip keras dan kaku.

9) Aulostomidae

Famili ini dikenal dengan sebutan shimpfish, pisau-pisau. Ditemukan


bergerombol pada karang bercabang, berenang secara vertikal, dan juvenil
bermain pada bulu babi.

10) Phempheridae

Famili ini dikenal dengan sebutan keeled sweeper. Warna umumnya cokelat
kekuningan, bentuk tubuh sepeti segi tiga dan spesies kebanyakan mirip.
Ditemukan pada gua-gua karang dan ukuran tubuh antara 15 - 25 cm.

11) Tetraodontidae

Famili ini dikenal dengan sebutan puffers, Ostraciidae disebut boxfhise dan
Monacanthidae disebut leather jackets. Ada yang punya mata palsu, bentuk
tubuh agak runcing, dan fleksibel bisa seperti balon. Hidup soliter dan aktif
pada waktu malam, memiliki organ racun dan perenang lambat dan potensial
bagi predator. Habitat beragam seperti lumpur, pasir dan karang.

12) Zanclidae

Famili ini dikenal dengan sebutan morish idol. Hidup pada terumbu karang,
berhidung panjang dan sirip dorsal panjang, warna tubuh kuning dan belang
hitam.

13) Ephippidae

Famili ini dikenal dengan sebutan batfishes, platak. Bentuk seperti kelelawar,
perenang lambat/tenang. Makanan algae, invertebrata (ubur-ubur) dan
plankton .
17

2.3 Pola Distribusi dan Kebiasaan Makan Ikan Karang

2.3.1 Pola distribusi ikan karang


Beberapa studi mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kehadiran ikan (struktur komunitas dan kelimpahan ikan) di suatu
komunitas terumbu karang antara lain : tinggi rendahnya presentase tutupan
karang hidup, zona habitat dan peubah fisik seperti arus, kecerahan dan suhu (Bell
dan Galzin, 1985 diacu oleh Tamimi dan Bengen, 1993).
Distribusi ikan karang dikelompokan menjadi 2 bagian antara lain (1)
distribusi vertikal ikan karang; dan (2) distribusi harian ikan karang. Menurut
Harmelin-Vivien (1979) diacu oleh Marschiavelli (2001) mengemukakan bahwa
ikan-ikan karang dapat dikelompokkan berdasarkan distribusi vertikal sebagai
berikut :
(1) Spesies ikan karang yang hidup di dalam sedimen seperti famili Gobiidae,
Ophichtidae, Trichonotidae, dst;
(2) Spesies ikan karang yang hidup di permukaan sedimen, seperti famili
Torpedinidae, Nemipteridae, Bothidae, Soleidae, Mullidae, Sydnathidae,
dst;
(3) Spesies ikan karang yang hidup di dalam gua-gua karang, seperti famili
Serranidae, Apogonidae, Holocentridae, Pomacanthidae, Malacanthidae, dst;
(4) Spesies ikan karang yang hidup di permukaan terumbu karang, seperti
famili Pomacentridae, Bleniidae, Synodonthidae, Monacanthidae, dst;
(5) Spesies ikan karang yang hidup di sekitar terumbu karang, seperti famili
Labridae, Chaetodontidae, Scaridae, Acanthuridae, Balistidae, Zanclidae,
dst;
(6) Spesies ikan karang yang hidup di kolom air, seperti famili Tylosuridae,
Carangidae, Sphyraenidae, Clupeidae, dst.
Pola distribusi harian ikan karang dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu
ikan-ikan diurnal dan nokturnal. Ikan diurnal (ikan siang) merupakan kelompok
terbesar di ekosistem terumbu karang. Termasuk kelompok ikan diurnal adalah
famili Pomacentridae, Labridae, Acanthuridae, Chaetodontidae, Serranidae,
Pomacanthidae, Lutjanidae, Balistidae, Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae, dan
18

Gobiidae. Mereka makan dan tinggal di permukaan karang serta memakan


plankton yang lewat di atasnya. (Allen dan Steene 1990 diacu oleh Syakur 2000).
Pada malam hari ikan-ikan diurnal akan masuk dan berlindung di dalam
terumbu dan digantikan oleh ikan-ikan nokturnal (ikan malam). Pada malam hari
mereka keluar mencari makan, dan di siang hari ikan-ikan ini masuk ke gua-gua
atau ke celah-celah karang. Termasuk ikan nokturnal seperti famili Holocentridae,
Apogonidae, Haemulidae, Muraenidae, Scorpaenidae, Serranidae, dan Labridae.
Selain ikan diurnal dan nokturnal, jenis ikan lain yang sering melintasi ekosistem
terumbu karang seperti famili Scombridae, Sphyraenidae, Caesionidae, dan ikan
hiu.Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan sifat dan habitat hidup dapat
dilihat pada Tabel 1.
19

Tabel 1 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan sifat dan habitat hidup

No Famili KelompokiIkan Sifat Hidup Habitat hidup


Target Indikator Mayor Soliter Bergerombol Berpasangan Dalam Permukaan Dalam Permukaan Sekitar Kolom air
sedimen sedimen gua-gua terumbu terumbu
1 Gobiidae +
2 Ophichtidae +
3 Trichonotidae +
4 Torpedinidae +
5 Nemipteridae + + +
6 Bothidae +
7 Soleidae +
8 Mullidae + +
9 Sydnathidae +
10 Serranidae + +
11 Apogonidae + +
12 Holocentridae + + +
13 Pomacanthidae + + + +
14 Malacanthidae +
15 Pomacentridae + +
16 Bleniidae +
17 Synodonthidae +
18 Monacanthidae +
19 Labridae + +
20 Chaetodonthidae + + + +
21 Scaridae + + +
22 Acanthuridae + +
23 Balistidae + + +
24 Zanclidae + +
25 Tylosuridae +
26 Carangidae + + +
27 Sphyraenidae + +
28 Clupeidae +
29 Ostraciontidae
30 Tetraodontidae + +
31 Canthigasteridae
32 Haemulidae +
20

Tabel 1 (Lanjutan)

No Famili KelompokiIkan Sifat Hidup Habitat hidup


Target Indikator Mayor Soliter Bergerombol Berpasangan Dalam Permukaan Dalam Permukaan Sekitar Kolom air
sedimen sedimen gua-gua terumbu terumbu
33 Priacanthidae +
34 Muraenidae
35 Scorpaenidae +
36 Synodontidae
37 Carcharhinidae
38 Lamnidae
39 Sphraenidae +
40 Lutjanidae + +
41 Cirrhitidae
42 Scombridae
43 Caesionidae +
44 Ephippidae +
45 Diodontidae
46 Palinuridae
47 Diogonidae
48 Xanthidae
49 Siganidae +
50 Lethrinidae +
51 Aulostomidae + +
52 Phempheridae +
53 Kyphopsidae
Sumber : Terangi (2004); Harmelin-Vivien (1979) diacu oleh Marschiavelli (2001)
Keterangan : + : tergolong
21

2.3.2 Kebiasaan makan ikan karang

Terangi (2004), mengatakan bahwa pengelompokan ikan karang


berdasarkan periode aktif mencari makan sebagai berikut :
(1) Ikan diurnal (aktif pada siang hari) seperti famili Holocentridae,
Chaetodontidae, Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Bleniidae,
Balistidae, Pomacanthidae, Monachantidae, Ostracionthidae,
Tetraodontidae, Canthigasteridae, dan beberapa dari suku Mullidae;
(2) Ikan nokturnal (aktif pada malam hari) seperti famili Holocentridae,
Apogonidae, Haemulidae, Priacanthidae, Muraenidae, Serranidae dan
beberapa dari suku Mullidae; dan
(3) Ikan crepuscular (aktif diantara) seperti famili Sphyraenidae, Serranidae,
Carangidae, Scorpaenidae, Synodontidae, Carcharhinidae, Lamnidae,
Spyraenidae, dan beberapa dari Muraenidae.
Menurut Pentury et al. (1995), mengatakan bahwa berdasarkan cara
makannya, ikan karang dapat dikelompokkan menjadi pemakan benthos (benthic
feeder), benthos dan midwaters feeders (famili Pomadasydae), serta pemakan
plankton ( plankton feeder). Selanjutnya menurut waktu makan maka ikan karang
dapat digolongkan menjadi ikan yang mencari makan pada siang hari (diurnal)
dan ikan yang mencari makan pada malam hari (nokturnal). Menurut
Mc Connaughey dan Zottoli (1983) diacu oleh Syakur (2000) mengemukakan
ikan yang tergolong herbivora adalah ikan yang aktif di siang hari (diurnal),
sedangkan ikan karnivor umumnya mencari makan pada malam hari (nokturnal).
Menurut hasil penelitian Iskandar dan Mawardi (1996) mengemukakan ikan-
ikan yang termasuk ikan diurnal (D) seperti famili Pomacentridae, Caesionidae,
Synodontidae, Ephippidae, Chaetodontidae, Pomacanthidae, Labridae, Scaridae,
Acanthuridae dan Diodontidae, sedangkan tergolong ikan nokturnal seperti famili
Lutjanidae, Holocentridae, Palinuridae, Diogonidae dan Xanthidaae dan jenis ikan
yang bersifat rangkap diurnal dan nokturnal dari famili Cirrhitidae, Serranidae,
dan Holocentridae dari genus Pterois sp.
Aktivitas makan dari ikan diurnal dimulai sejak penetrasi cahaya matahari
cukup menerangi kolom perairan di sekitar terumbu karang. Di pagi hari aktivitas
ikan belum begitu tinggi, akan tetapi semakin siang semakin tinggi aktivitasnya.
22

Sebaliknya pada sore hari saat penetrasi cahaya mulai berkurang maka aktivitas
makan pun berkurang dan di saat menjelang matahari terbenam ikan-ikan tersebut
mulai menghilang menuju tempat persembunyian. Aktivitas ikan nokturnal
mencari makan dimulai saat hari mulai gelap. Ikan-ikan tersebut digolongkan
sebagai ikan soliter di mana aktivitas makan dilakukan secara individu,
gerakannya lambat cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu luas serta
lebih banyak menggunakan indera perasa dan penciuman (Iskandar dan Mawardi,
1996). Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan aktivitas
makan dapat dilihat pada Tabel 2.

2.4 Habitat Ikan Karang

Keterkaitan ikan terhadap terumbu karang karena bentuk pertumbuhan


terumbu menyediakan tempat yang baik dan sebagai sumber makanan dengan
keragaman jenis hewan atau tumbuhan (Nagelkerken, 1981 diacu oleh Wijoyo,
2002).
Choat dan Bellwood (1991) diacu oleh Syakur (2000) membahas interaksi
antara ikan karang dengan terumbu karang, disimpulkan ada tiga bentuk hubungan
antara lain :
(1) Interaksi langsung sebagai tempat berlindung dari predator (pemangsa)
terutama bagi ikan masih muda;
(2) Interaksi dalam mencari makanan meliputi hubungan antara ikan karang dan
biota yang hidup di karang termasuk algae;
(3) Interaksi tak langsung akibat struktur karang, kondisi hidrologi dan
sedimen.
Interaksi antara ikan karang dengan habitat karang sangat erat kaitannya
tergantung dari kondisi terumbu karang. Kerusakan terumbu karang akan
mengakibatkan menurunnya populasi ikan di perairan karang.
23

Menurut Helviana (1998) membuat penelitian terhadap struktur komunitas


ikan karang di Pulau Siberut pada kedalaman 3 m dan 10 m disimpulkan bahwa
jumlah jenis (taksa) ikan karang pada kedalaman 3 m lebih sedikit jika
dibandingkan dengan kedalaman 10 m. Hal ini disebabkan oleh rendahnya
penutupan karang hidup pada kedalaman 3 m. .
24

Tabel 2 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan aktivitas makan

No Famili KelompokiIkan Periode aktivitas mencari makan Tingkat tropik


Target Indikator Mayor Siang Antara Malam Herbivora Omnivora Plankton Pemakan Piscivora Pemakan
(Diurnal) (Crespuscular) (Nocturnal) feeders crustcea lain-lain
dan ikan
1 Gobiidae + + +
2 Ophichtidae
3 Trichonotidae
4 Torpedinidae
5 Nemipteridae
6 Bothidae
7 Soleidae +
8 Mullidae + + + +
9 Sydnathidae +
10 Serranidae + + + + + +
11 Apogonidae + + +
12 Holocentridae + + + + + +
13 Pomacanthidae + + + +
14 Malacanthidae +
15 Pomacentridae + + + + + +
16 Bleniidae +
17 Synodonthidae
18 Monacanthidae + +
19 Labridae + + + +
20 Chaetodonthidae + + +
21 Scaridae + + +
22 Acanthuridae + + + + + +
23 Balistidae + + + +
24 Zanclidae +
25 Tylosuridae
26 Carangidae + + + + + +
27 Sphyraenidae + +
28 Clupeidae
29 Ostraciontidae + + +
30 Tetraodontidae + +
31 Canthigasteridae + + +
32 Haemulidae + +
33 Priacanthidae + + +
34 Muraenidae + + + +
35 Scorpaenidae + + + + +
25

Tabel 2 (Lanjutan)

No Famili KelompokiIkan Periode aktivitas mencari makan Tingkat tropik


Target Indikator Mayor Siang Antara Malam Herbivora Omnivora Plankton Pemakan Piscivora Pemakan
(Diurnal) (Crespuscular) (Nocturnal) feeders crustcea lain-lain
dan ikan
36 Synodontidae + + + + +
37 Carcharhinidae + +
38 Lamnidae + +
39 Sphraenidae + + + +
40 Lutjanidae + + + + + +
41 Cirrhitidae + +
42 Scombridae + +
43 Caesionidae + +
44 Ephippidae + + +
45 Diodontidae + + +
46 Palinuridae +
47 Diogonidae +
48 Xanthidae +
49 Siganidae + + +
50 Lethrinidae + + +
51 Aulostomidae + +
52 Phempheridae +
53 Kyphopsidae + + +
54 Sparidae + +
55 Gerridae +
56 Fistulariidae +
57 Sciaenidae + +
58 Pempheridae +
59 Grammistidae + +
60 Grammidae +
Sumber : Allen dan Steene (1990); Syakur (2000), Terangi (2004); Iskandar dan Mawardi (1996);
Keterangan : + : tergolong
26

Keberadaan ikan di terumbu karang tergantung pada makanannya, karena itu


ada keterkaitan yang tidak seimbang terhadap hubungan antara predator dan
mangsanya (White, 1987). Keberadaan ikan-ikan karang sangat dipengaruhi oleh
kondisi/kesehatan terumbu karang biasanya ditunjukkan oleh persentase
penutupan karang hidup (Hutomo, 1986 diacu oleh Wijoyo, 2002).
Terumbu karang terdiri dari berbagai habitat seperti daerah berpasir,
berbatu, ada yang membentuk daratan, lereng, tebing dan gua-gua.
Habitat-habitat tersebut mempengaruhi jenis-jenis ikan yang berasosiasi
di dalamnya. Pada karang glomerate seperti Porites sp umumnya tanpa celah
yang dalam, banyak terdapat ikan pemakan polip (polypgrazer) seperti ikan pakol
(Balistidae) dan ikan kepe-kepe (Chaetodontidae). Karang cabang seperti
Acropora sp merupakan tempat berlindung bagi ikan kecil seperi ikan gobi dan
ikan betok laut berenang keluar mencari zooplankton sebagai makanannya dan
segera kembali ke terumbu.

2.5 Alat Tangkap Bubu

2.5.1 Bentuk dan konstruksi bubu

Perangkap (trap) adalah semua alat penangkap yang berupa jebakan. Alat ini
bersifatnya pasif, dibuat dari anyaman bambu (bamboos netting), anyaman rotan
(rottan netting), anyaman kawat (wire netting), kere bambu (bamboo’s screen),
misalnya bubu (fish pot), sero (guiding barriers), dan lain-lain. Alat penangkap
tersebut baik secara temporer, semi permanen, maupun permanen di pasang
(di taman) di dasar laut, diapungkan atau dihanyutkan. Ikan-ikan atau sumberdaya
perikanan laut lainnya tertangkap atau terperangkap karena terangsang adanya
umpan atau tidak (Subani dan Barus,1989).
Menurut Sainsbury (1986), membagi bubu (pot) secara umum dikelompokan
menjadi 2 (dua) bagian yaitu offshore pot fishing dan inshore potting. Pot (trap)
di konstruksi dari beberapa material yang berbeda termasuk kayu, kawat, plastik,
plastik dibungkus dengan kawat dan jaring. Disainnya tergantung dari setiap
lokasi. Pot dirancang untuk memudahkan ikan masuk dan sulit untuk keluar.
Selanjutnya menurut Brandt (1984) penangkapan ikan dengan bubu adalah
27

keinginan agar ikan mau masuk ke dalam tempat atau jebakan, di mana ikan
masuk tanpa ada paksaan karena ingin mencari tempat berlindung, terpikat oleh
umpan, terkejut atau digiring oleh nelayan
Bentuk bubu sangat beraneka ragam, ada yang berbentuk segi empat,
trapesium, silinder, lonjong, bulat setengah lingkaran, persegi panjang dan bentuk
lainnya. Bentuk bubu biasanya disesuaikan dengan ikan menjadi target tangkapan,
tetapi meskipun yang dijadikan target tangkapan sama, terkadang bentuk bubu
yang dipakai bisa juga berbeda tergantung pada kebiasaan atau pengetahuan
nelayan yang mengoperasikannya. Berbeda dengan alat tangkap lain, bentuk bubu
tidak ada keseragaman di antara nelayan di satu daerah dengan di daerah lainnya
atau di satu negara dengan negara lainnya (Martasuganda, 2003). Dalam JICA
(2001) dikemukakan bahwa bentuk bubu ada bermacam-macam tipe seperti tipe
cone, retangular, semi-retangular, half-ball, arrow-head, Z type, cylinder, scoop,
circular, heart, triangular, barrel dan jar.
Bagian-bagian bubu terdiri dari badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan
pintu. Badan sebagai rongga tempat ikan terkurung. Mulut bubu berbentuk corong
dan merupakan pintu tempat ikan dapat masuk tetapi tidak dapat keluar dan pintu
bubu merupakan tempat pengambilan hasil tangkapan (Subani dan Barus,1989).
Bubu merupakan salah satu alat tangkap pasif bersifat statis dan
keefektifannya sangat tergantung pada jenis pikatan yang dipakai. Dalam usaha
penangkapan bubu, biasanya untuk menarik ikan masuk ke bubu di pasang umpan
tetapi ada pula bisa tanpa umpan. Jenis umpan yang digunakan dapat
mempengaruhi jumlah hasil tangkapan dan komposisi jenis ikan yang tertangkap
(Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994).
Menurut High dan Beardsley (1970), Ferno dan Olsen (1994)
mengemukakan bahwa ikan dapat tertarik pada bubu bukan saja karena umpan
tetapi dari berbagai alasan lain seperti pergerakan secara acak, pemakaian bubu
sebagai tempat tinggal atau tempat berlindung, keingintahuan ikan, tingkah laku
sosial antar spesies, atau karena pemangsaan. Beberapa hal tersebut di atas
merupakan suatu mekanisme yang dapat memberikan masukan untuk efisiensi
bubu tanpa umpan.
28

Menurut Furevik (1994), mengemukakan bahwa tingkat selektif alat tangkap


bubu dalam penangkapan ikan sangat tergantung dari beberapa parameter antara
lain : mesh zise bubu, bentuk dan ukuran pintu masuk, ukuran bubu dan celah
pelolosan (escape gap).

2.5.2 Daerah penangkapan ikan untuk tempat pemasangan bubu

Daerah penangkapan adalah semua tempat dimana ikan ada dan alat tangkap
dapat dioperasikan (Djatikusumo, 1975 diacu oleh Urbinus, 2000). Menurut
Sadhori (1985), ada empat syarat yang harus dipenuhi dalam menentukan daerah
penangkapan ikan, yaitu:
(1) Adanya ikan yang akan ditangkap;
(2) Ikan tersebut dapat ditangkap
(3) Penangkapan dapat dilakukan secara berkesinambungan
(4) Hasil tangkapan menguntungkan
Penentuan daerah penangkapan untuk pengoperasian bubu tidak begitu
rumit dan kurang dipengaruhi oleh faktor oseanografi. Hal terpenting dalam
menentukan daerah penangkapan adalah diketahui keberadaan ikan dasar, kepiting
atau udang sebelum operasi penangkapan dilakukan. Informasi ini dapat diperoleh
dari data hasil tangkapan atau informasi daerah penangkapan dari instansi terkait
atau berdasarkan catatan keberadaan ikan dasar, kepiting atau udang di daerah
penangkapan (Martasuganda, 2003).

2.5.3 Pengoperasian alat tangkap bubu

Sainsbury (1986) mengemukakan bahwa bubu dapat dioperasikan satu kali


dalam sekali setting, hasil tangkapannya memiliki kualitas yang tinggi tetapi
terdapat juga hasil tangkapan sampingan. Operasi penangkapan ikan erat
hubungannya dengan tingkah laku ikan sebagai faktor penentu keberhasilan
operasi penangkapan ikan. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan dapat
memperbaiki serta merubah alat maupun metode penangkapan yang
memungkinkan untuk meningkatkan efisiensi penangkapan.
29

Pengoperasian bubu dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : bubu dasar
(ground fishpot), bubu apung (floating fishpot) dan bubu hanyut (drifting fishpot).
Menurut cara pengoperasiannya bubu dasar dapat dioperasikan dengan dua cara
yaitu dipasang secara terpisah di mana satu bubu dipasang dengan satu pelampung
(single trap) dan beberapa bubu dirangkai menjadi satu dengan menggunakan satu
tali utama (long line traps) (Subani dan Barus, 1989).
Menurut Monintja dan Martasuganda (1990) diacu oleh Nasution (2001),
keistimewaan bubu sebagai alat tangkap tradisional sebagai berikut:
(1) Pembuatan alat mudah dan murah;
(2) Pengoperasian mudah;
(3) Kualitas hasil tangkapan bagus;
(4) Tidak merusak sumber daya, baik secara ekologis maupun teknik; dan
(5) Dapat dioperasikan di tempat-tempat di mana alat tangkap lain tidak bisa
beroperasi
Menurut Monintja dan Martasuganda (1990) diacu oleh Nasution (2001)
bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan ikan dasar, ikan karang dan udang
terperangkap pada bubu, yaitu :
(1) Tertarik oleh umpan;
(2) Digunakan sebagai tempat berlindung;
(3) Karena sifat thigmotaksis ikan itu sendiri; dan
(4) Digunakan sebagai tempat beristirahat sewaktu ikan bermigrasi.

2.5.4 Hasil tangkapan

Ikan yang menjadi target penangkapan dengan bubu adalah kepiting, udang,
shelfish, octopus, ikan demersal, lobster, conger eel dan cuttlefish (JICA, 2001).
Hasil tangkapan bubu dasar terdiri dari ikan dasar, ikan karang, udang, kepiting
dan sebagainya. Hasil tangkapan ikan karang dengan bubu dasar berupa ikan
karang terutama dari famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Siganidae,
Serranidae Scaridae, Acanthuridae, Lutjanidae, Labridae, dan jenis lainnya.
Menurut Tiyoso (1979 diacu oleh Suci (1993) bahwa fluktuasi hasil
tangkapan bubu dapat terjadi karena beberapa alasan seperti:
30

(1) Migrasi dan perubahan harian, musiman maupun tahunan dari kelompok
ikan;
(2) Keragaman ukuran ikan dalam populasi;
(3) Tepat tidaknya penentuan tempat pemasangan bubu, karena alat tangkap ini
bersifat pasif dan menetap.

2.5.5 Zona pengaruh di sekitar alat tangkap terhadap tingkah laku ikan

Zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang mempengaruhi tingkah laku ikan
saat operasi penangkapan dilakukan ada tiga macam yaitu : (1) Zone of influence
adalah wilayah/area/zona pengaruh alat tangkap terhadap tingkah laku ikan.; (2)
Zone of action adalah wilayah/area/zona yang dihasilkan alat tangkap diarahkan
ke kumpulan ikan; dan (3) Zone of retention adalah wilayah/area/zona di mana
alat tangkap dapat menahan ikan sehingga tidak terlepas (Nikonorov,1975).
Letak wilayah/area/zona dari beberapa alat tangkap menurut Nikonorov (1975)
dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Zona/area pengaruh alat tangkap.


Keterangan :
I.Tipe kontak alat tangkap : a. gillnets, b. pancing berumpan dan c. pancing tanpa umpan; II. Trapnet;
III. Alat tangkap Trawl : d. posisi horisontal, e. posisi vertikal; IV. Fish Pump; V. Alat tangkap
melingkar (surrounding gear) : f . pertengahan (midwater), g. di dasar (on the bottom), 1 : Zone of
influence, 2 : Zone of action, 3. zone of retention; 4. field of influence terhadap sumber cahaya, umpan,
dan lain-lain.
31

Nikonorov (1975) menggambarkan zona pengaruh dari alat tangkap trapnet


dimana zone of influence ditentukan oleh ukuran leader (penaju), zone of action
ditentukan oleh pintu masuk trap, dan zone of retention ditentukan oleh kantong
(chamber). Untuk menghitung jumlah ikan yang berinteraksi pada zone of
influence (leader) sebagai berikut :
Qf0 = c0 S0 Vt t ; (1)
di mana : Qf0 = jumlah ikan yang memasuki zone of influence
c0 = konsentrasi ikan
S0 = area permukaan leader net
Vt = kecepatan renang ikan
t = lama penangkapan
Selanjutnya untuk menghitung kapasitas penangkapan pada trapnet yang
ditentukan oleh jumlah ikan (Qf) yang melalui zone of action dari alat tangkap
Qf1 = c1 S1 Vf t ; (2)
di mana : Qf1 = jumlah ikan yang memasuki zone of action
c1 = konsentrasi ikan
S1 = area dari leader net
Vf = kecepatan masuknya ikan
t = lama penangkapan
maka Qf1 = Qf0 - Qf2 (3)
Oleh karena itu, efisiensi penangkapan dapat dihitung sebagai berikut :
Qf1 Qf2
= ----- = 1 + -------
1 (4)
Qf0 Qf0
Selanjutnya retaining efficiency dapat dihitung sebagai berikut :
Qf = Qf1 - Qf3

Qf Qf3
2 = ----- = 1 - ------- (5)
Qf1 Qf1
Mengacu pada pendapat Nikonorov (1975) dapat diduga setelah rumpon dan
bubu berada di perairan maka kedua benda tersebut akan memberikan respons
untuk menarik ikan berkumpul baik di rumpon maupun di bubu. Ikan yang
terespons datang mendekati rumpon dan bubu merupakan awal proses tingkah
laku terjadi. Proses tingkah laku ikan terjadi karena beberapa alasan antara lain:
32

(1) Rangsangan (stimulation) dari luar seperti warna, bentuk benda, bau umpan,
suara dan cahaya; (2) Tanggapan dari ikan melalui mata, telinga, penciuman dan
linea lateralis; dan (3) Sistem urat syaraf dimana ikan menerima tanggapan dan
duteruskan oleh urat syaraf dan ujung urat syaraf ke otak dan diproses di otak,
maka otak akan memerintahkan terjadinya gerakan-gerakan pada tumbuh ikan
(body movement). Seluruh gerakan tersebut di sebut tingkah laku ikan (fish
behaviour) (Syandri, 1988).

Perubahan tingkah laku ikan berhubungan dengan tanggapan ikan dengan


benda-benda yang berada di perairan dan lingkungan sekitarnya awalnya
di respons oleh mata ikan. Mata ikan merupakan salah satu organ penting pada
ikan berfungsi untuk melihat benda-benda dalam air baik dalam posisi dekat
maupun jauh. Bila ikan sedang istirahat, maka mata ikan hanya mampu melihat
benda di depannya saja, dan bila melihat jauh seluruh lensa ditarik kebelakang
oleh otot khusus dinamakan retractor lentis (Omma Nney, 1982 diacu oleh
Syandri, 1988).

Penglihatan ikan berbeda dengan binatang air lain, dimana ikan dapat
melihat ke beberapa jurusan sekaligus. Mata ikan terletak pada kedua sisi kepala,
di sebelah kiri (dicatat oleh otak bagian kiri) dan sebelah kanan (dicatat oleh otak
bagian kanan) (Rab, 1988 diacu oleh Razak et al. 2005). Khusus bagi ikan karang,
mata ikan juga memiliki morfologi yang berbeda. Pada ikan nokturnal, ukuran
matanya lebih besar seperti ikan Myripristis sp , sedangkan ikan diurnal seperti
Chaetodon lunula ukuran matanya kecil. Perbedaan ukuran itu disebabkan kondisi
cahaya yang ada di lingkungan perairan sangat kontras saat siang hari dan malam
hari. Pada malam hari intensitas cahaya rendah sehingga adaptasi mata ikan lebih
besar, agar mampu menggunakan cahaya dengan intensitas rendah.

Warna yang mampu dilihat ikan karang secara umum adalah warna biru dan
sensitif terhadap warna hijau. Ikan karang dari kelompok diurnal ketajaman
penglihatan (visual acuity) lebih baik dari pada kelompok ikan nokturnal dan
crespuscular karena sel-sel kerucut (cone cell) pada fotoreseptor lebih banyak.
Pada ikan nokturnal fotoreseptor mengalami modifikasi dimana kepadatan sel
batang (rod cell) antara 106 - 107 per mm2 dan lebih banyak dari ikan diurnal,
33

serta ketebalan lapisan fotoreseptor lebih tebal dari ikan diurnal (Sale (ed) 1991
diacu oleh Razak et al. 2005).

Dalam kaitan dengan penglihatan ikan karang untuk melihat makanan


di sekelilingnya ditentukan juga oleh sinar ultra violet. Sinar ultra violet ini dapat
membantu ikan untuk melihat makanan khusus ikan karang pemakan
zooplankton. Adanya sinar ultra violet yang dapat dilihat oleh ikan menyebabkan
warna zooplankton berwarna hitam dan dapat dilihat dalam air sehingga ikan
karang dapat mengenalinya (Razak et al. 2005)

Selain itu menurut Laevastu dan Hela (1971) diacu oleh Sondita (1986),
visibilitas suatu alat tangkap bagi penglihatan ikan mempengaruhi keberhasilan
penangkapan ikan. Karena itu kemampuan ikan untuk melihat suatu benda
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Kemampuan ikan untuk
melihat suatu benda di kolom air dipengaruh oleh jarak ikan dengan benda,
intensitas cahaya lingkungan dan sifat benda itu sendiri. Kemampuan cahaya
untuk menembus kolom air berbeda menurut panjang gelombang (Nikonorov,
1975 diacu oleh Sondita, 1986).

Diduga selain visibilitas alat tangkap dan cahaya yang mempengaruhi ikan
bisa melihat alat tangkap dan terpengaruh, tentu masih ada beberapa faktor lain
seperti schooling ikan termasuk pola renang ada yang soliter, bergerombol dan
berpasangan, pola gerak ikan, lapisan renang (swimming layer), radius/jarak ikan
dengan alat tangkap, lama waktu ikan berada di sekitar alat tangkap berbeda-
beda, serta faktor fisik terutama arus yang dapat merubah arah ruaya ikan.

Gambaran tentang perubahan tingkah laku ikan ketika ikan karang


memasuki zone of influence alat tangkap bubu tentu berbeda pada setiap jenis
ikan. Ikan karang berbeda dengan jenis ikan lainnya terutama ikan memiliki
kelompok tertentu. Secara umum dikenal ada tiga kelompok ikan karang yaitu
kelompok famili utama (mayor), target dan indiktor. Masing-masing kelompok
ikan ini memperlihatkan pola hidup yang berbeda-beda.
34

2.5.6 Tingkah laku ikan mendekati dan memasuki alat tangkap bubu

Ketika ikan memasuki bubu berumpan pada awalnya ikan akan mendatangi
dan menggigit umpan, tetapi tidak lama kemudian ikan tersebut akan kehilangan
ketertarikannya. Pada bubu tidak berumpan, ada perbedaan tingkah laku ikan
memasuki bubu di mana squerrelfish dan goatfish memasuki bubu dengan cara
bergerombol, tetapi parrotfish, bigeyes memasuki bubu secara individual.
Chaetodon sp dan Pseudopeneus sp akan berenang berbalik arah dengan
ketakutan bila ada ikan jenis lain yang tertangkap oleh bubu (Furevik, 1994 diacu
oleh Ferno dan Olsen, 1994).
Irawati (2002) mengemukakan tentang tingkah laku ikan kerapu macan
dalam bak percobaan terlihat bahwa ikan mulai masuk ke dalam bubu setelah
beberapa saat bubu berada dalam bak. Waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk
masuk ke dalam bubu sangat bervariasi. Saat penelitian diketahui bahwa ada ikan
yang langsung masuk ke dalam bubu setelah 1 menit dan hingga pengamatan
terakhir sekitar 3 jam ikan tidak pernah masuk ke dalam bubu.
Ikan mendekati bubu dengan berbagai cara antara lain ikan mencoba masuk
satu per satu, bergerombol dan ada yang bergerombol lalu mencoba masuk
ke bubu. Ikan yang sudah mendekati bubu tersebut kemudian menyusuri dinding
bubu dengan menggunakan bagian samping tubuhnya maupun bagian depan
mulutnya. Ikan mendekati bubu dari berbagai arah dan beberapa ikan mengelilingi
bubu terlebih dahulu baru mulai masuk ke bubu. Setelah menyusuri dinding bubu,
ikan ada yang masuk ke bubu tetapi ada juga hanya lewat saja (Irawati, 2002).
Ikan yang tidak masuk ke dalam bubu akan kembali berkumpul dengan ikan
lain yang bergerombol di luar bubu. Ikan tidak jadi masuk ke bubu karena
beberapa sebab di antaranya karena di dalam bubu ada ikan yang menjadi
pesaing, atau jika di alam karena ada ikan pemangsa (predator). Selain itu, karena
ikan tersebut mengikuti pergerakan ikan lain yang menjauhi bubu dan ikan tidak
masuk ke bubu karena ada ikan lain yang menghalangi jalan masuknya (Irawati,
2002)
Reiliza (1997) mengamati tingkah laku ikan kepe-kepe (Chaetodon
octofasciatus), ikan bendera (Heniochus acuminatus) dan ikan raja gantang
(Sargocentron violaceum) terhadap alat tangkap bubu dengan menggunakan
35

remotely operated vehicles (ROV) ternyata ketiga jenis ikan tersebut mempunyai
tingkah laku yang berbeda. Tingkah laku dari ketiga jenis ikan tersebut sebagai
berikut :

(1) Ikan kepe-kepe (Chaetodon octofasciatus)

Ikan ini selalu berenang berkelompok (minimal 2 ekor). Ikan kepe-kepe


datang ke bubu dari arah depan samping kanan atau kiri, tidak pernah datang lurus
dari depan bubu. Biasanya ikan ini berenang menentang arus dan terkadang
tingkah lakunya di sekitar dan di dalam mulut bubu dipengaruhi oleh arah dan
gerakan arus. Tingkah laku ikan kepe-kepe terhadap bubu kawat tipe buton
sebagai berikut :
(1) Ikan datang ke bubu lalu menyusuri dinding mulut bubu, bermain di mulut
bubu, kemudian masuk ke dalam bubu membutuhkan waktu kurang lebih
20 - 49 detik;
(2) Ikan datang ke bubu menyusuri dinding mulut bubu, kemudian masuk
ke bubu membutuhkan waktu kurang lebih 6 – 15 detik;
(3) Ikan datang ke bubu menyusuri dinding mulut bubu dan bermain di dalam
mulut bubu, kemudian keluar dari bubu menyusuri dinding mulut bubu
membutuhkan waktu kurang lebih 18 – 22 detik;
(4) Ikan datang ke bubu lalu menyusuri dinding mulut bubu, kemudian berbelok
dan langsung keluar dari bubu membutuhkan kurang lebih waktu 5 – 15
detik.

(2) Ikan bendera (Heniochus acuminatus)

Ikan ini berenang berkelompok ( 2 – 3 ekor) dengan gerakan naik turun


(tidak mendatar). Ikan ini sangat menyukai karang yang terdapat di atas bubu dan
bermain-main di situ. Tingkah laku ikan bendera terhadap bubu sebagai berikut:
(1) Ikan datang ke karang yang ada di atasnya, lalu masuk ke mulut bubu,
kemudian pergi membutuhkan waktu kurang lebih 39 - 43 detik;
(2) Ikan datang langsung ke dalam mulut bubu, lalu masuk ke dalam bubu,
membutuhkan waktu kurang lebih 14 – 16 detik;
(3) Ikan datang ke bubu, bermain-main di mulut bubu, lalu keluar dan pergi,
membutuhkan waktu kurang lebih 39 – 50 detik.
36

(3) Ikan raja gantang (Sargocentron violaceum)

Ikan ini bergerak lambat. Gerakannya pada saat masuk ke dalam bubu
adalah melingkar dan arah putarannya dipengaruhi oleh arus. Tingkah laku ikan
raja gantang terhadap bubu sebagai berikut :
(1) Ikan mendatangi bubu dari arah depan dengan gerakan melingkar yang
berlawanan dengan arah arus, masuk ke dalam mulut bubu dan berhenti
di ujung mulut bubu (hanya bergerak berputar-putar berlawanan arah arus),
membutuhkan waktu kurang lebih 49,5 detik;
(2) Ikan mendatangi bubu dari arah depan dengan gerakan melingkar yang
berlawanan dengan arah arus, masuk ke dalam mulut bubu dan masuk
ke dalam bubu, membutuhkan waktu kurang lebih 50,5 detik.

2.5.7 Tingkah laku ikan di dalam bubu


Jenis ikan yang berbeda memiliki tingkah laku di dalam bubu yang berbeda-
beda pula. butterflyfish (Chaetodon sp), goatfish/biji nangka (Parupeneus sp),
squerrelfish (Sargocentron sp)dan parrotfish (Scarus sp) berenang mengitari bubu
berbeda dengan ikan kerapu yang sesekali melakukan tingkah laku pencarian
celah untuk keluar. Ikan cod akan mendorong dinding bubu dan mengitari ruang
dalam bubu. Aktivitas ikan di dalam bubu juga dipengaruhi oleh aktivitas ikan di
luar bubu. Ikan kerapu dan parrotfish mengejar mangsanya ke dalam bubu,
emperors dan ikan kakap memasuki bubu ketika ikan mangsanya berada dalam
bubu tersebut (Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994).
Berdasarkan hasil penelitian Irawati (2002) terlihat bahwa ikan kerapu
macan setelah masuk ke bubu biasanya mencari tempat bersembunyi dan berdiam
diri (istirahat) ataupun bergerombol bersama ikan lain yang sudah masuk
ke dalam bubu sebelumnya. Ikan banyak beristirahat di antara mulut dan dinding
bubu yang membentuk suatu sudut. Ikan ini akan bergerak cukup aktif di dalam
bubu bila belum menemukan tempat yang tepat untuk beristirahat dan
bergerombol, karena ruang dalam bubu terbatas, ikan sering bergerombol dalam
posisi saling bertumpuk satu sama lain. Selain beristirahat dan bergerombol, ikan
di dalam bubu juga berkejaran, bergerak mengitari ruang di dalam bubu, dan
bergerak mengitari mulut bubu.
37

Berdasarkan hasil penelitian Irawati (2002) terlihat bahwa ikan kerapu


macan setelah masuk ke bubu biasanya mencari tempat bersembunyi dan berdiam
diri (istirahat) ataupun bergerombol bersama ikan lain yang sudah masuk
ke dalam bubu sebelumnya. Ikan banyak beristirahat di antara mulut dan dinding
bubu yang membentuk suatu sudut. Ikan ini akan bergerak cukup aktif di dalam
bubu bila belum menemukan tempat yang tepat untuk beristirahat dan
bergerombol. Karena ruang dalam bubu terbatas, ikan sering bergerombol dalam
posisi saling bertumpuk satu sama lain. Selain beristirahat dan bergerombol, ikan
di dalam bubu juga ada yang berkejaran, bergerak mengitari ruang di dalam bubu,
dan bergerak mengitari mulut bubu.
Menurut Irawati (2002), pola pergerakan ikan di dalam bubu sebagai
berikut: (1) ikan bergerak mengitari ruangan dalam bubu, gerak berputar ini
biasanya searah atau berlawanan jarum jam; (2) ikan bergerak bolak-balik dalam
bubu; (3) ikan bergerak ke dalam ruangan bubu dengan berbagai arah setelah ikan
memasuki bubu melalui celah pelolosan; (4) ikan bergerak ke segala arah; dan (5)
ikan mengitari mulut bubu. Posisi ikan bergerombol di dalam bubu yaitu dekat
celah pelolosan; di antara bagian mulut dan dinding bubu membentuk sudut;
di sudut ruangan dalam bubu serta beristirahat (berdiam diri) dalam keadaan
menyebar. Selanjutnya pergerakan ikan akibat interaksi antara ikan di dalam dan
di luar bubu yaitu bergerak ke suatu arah yang sama; ikan di dalam bubu
berkumpul di semua sudut dan ikan di luar bubu berkumpul di sekitar sudut bubu;
ikan berkumpul di sekitar celah pelolosan; serta ikan bergerak dari dasar bak
menuju ke atas lalu ke bawah dan dilakukan oleh ikan di dalam maupun di luar
bubu secara bersamaan.
Menurut Reiliza (1997), ikan kepe-kepe terlihat panik setelah terperangkap
di dalam bubu, gerakannya lebih cepat dan mencari-cari tempat untuk keluar,
karena merasa terkurung dan ruang geraknya terbatas. Ikan kepe-kepe berenang
lincah di dalam bubu dari sudut kiri ke sudut kanan, atau sebaliknya dengan
gerakan mendatar. Gerakan renang lincah dan mendatar menyebabkan ikan kepe-
kepe dapat meloloskan diri setelah terperangkap kurang lebih 2 jam di dalam
bubu. Gerakan ikan bendera setelah terperangkap di dalam bubu lebih cepat
38

gerakannya sebelum terperangkap dan terlihat panik. Ikan ini berenang di dalam
bubu dari salah satu sudut bubu ke mulut bubu dengan waktu 5 detik.
Menurut Reiliza (1997), gerakan renang naik turun menyebabkan sampai
akhir pengamatan tidak ada ikan yang meloloskan diri dari bubu. Pengurangan
penutupan karang ternyata berpengaruh terhadap tingkah laku ikan bendera, untuk
mendatangi bubu hanya dalam waktu singkat saja lalu pergi. Ikan raja gantang
masuk ke dalam bubu berenang lambat, tidak menunjukkan kepanikan dan
cenderung diam di dasar bubu. Gerak ikan ini di dalam bubu sama dengan
gerakannya di ujung mulut bubu, yaitu hanya berputar-putar melawan arus dan
membutuhkan waktu untuk satu kali berputar 8,5 detik. Ikan raja gantang
termasuk ikan nokturnal. Ikan raja gantang masuk ke bubu yang bagian atasnya
ditutupi karang. Pada saat penutupan karang dikurangi, ikan ini tidak memberikan
respons di depan bubu, tetapi berenang ke gundukan karang yang berbentuk atap
di samping bubu dan berlindung di situ.

2.6 Rumpon

2.6.1 Tipe rumpon


Rumpon (Fish Aggregating Device/FADs) merupakan alat pemikat ikan
digunakan untuk mengonsentrasikan ikan, sehingga operasi penangkapan ikan
dapat dengan mudah dilakukan. Inovasi teknologi penangkapan ikan karang
dengan bubu bersama rumpon belum banyak digunakan oleh masyarakat nelayan
di Indonesia.
Menurut Lionberger dan Gwin (1983) diacu oleh Mardikanto (1993)
mengartikan inovasi tidak sekedar sebagai sesuatu yang dimulai baru, tetapi lebih
luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya
perubahan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu. Selanjutnya menurut
Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa inovasi adalah sesuatu ide, perilaku,
produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui,
diterima dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat
dalam suatu lokalitas tertentu, atau dapat mendorong terjadinya perubahan-
perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya
39

perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat


yang bersangkutan.
Sebutan rumpon berbeda pada berbagai daerah di Indonesia seperti di Jawa
(tenda), Madura (ojen), Sumatra Barat (rabon), Sumatra Timur dan Utara (unjan
dan tuasan), sedangkan di Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, NTT dan Ambon
menyebutnya rompong (Subani dan Barus, 1988).
Tipe-tipe/jenis-jenis rumpon yang dikembangkan saat ini di kelompokkan
sebagai berikut :
(1) Berdasarkan posisi pemikat atau pengumpul (aggregating) rumpon dapat
dibagi menjadi rumpon permukaan lapisan tengah dan rumpon dasar.
(i) Rumpon permukaan lapisan tengah
Rumpon permukaan lapisan tengah terdiri dari rumpon perairan dangkal
dan rumpon perairan dalam. Rumpon laut dangkal umumnya dipasang
atau di tanam pada kedalaman antara 30 –75 m atau kurang dari 100 m.
Rumpon ini biasanya digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis
kecil yang tertangkap dengan alat tangkap payang dan pukat cincin
(purse seine). Rumpon laut dalam disebut juga payaos atau rompong
Mandar dipasang pada kedalaman lebih dari 600 m, bahkan sampai 1500
m. Penggunaan rumpon ini untuk menangkap ikan-ikan pelagis besar
terutama tuna, cakalang dan jenis ikan lainnya yang memiliki nilai
ekspor. Payaos mempunyai bentuk lebih istimewa, pelampungnya terdiri
dari 60 – 100 batang bambu disusun menjadi satu sehingga membentuk
rakit. Tali pemberat (tali yang menghubungkan antara pelampung dan
pemberat dapat mencapai 1000 – 1500 m, bahkan lebih terbuat dari
pintalan rotan atau bahan lainnya. Pemberat berkisar antara 1000 – 3500
kg dari batu-batuan atau dari cor semen. Sebagai atraktor dipasang daun
kelapa. Payaos digunakan untuk penangkapan payang, pukat cincin,
huhate, rawai vertikal maupun pancing.
(ii) Rumpon perairan dasar
Rumpon perairan dasar merupakan alat bantu penangkapan ikan yang
dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut. Biasanya digunakan
40

sebagai alat bantu penangkapan dalam menangkap ikan-ikan yang hidup


di dasar perairan (ikan demersal) terutama ikan karang.
(2) Berdasarkan kriteria permanensi maka rumpon dapat dibagi atas :
(i) Rumpon yang di jangkar namun dapat berpindah-pindah (dinamis).
Rumpon ini dipasang bisa diangkat-angkat dengan berat pemberat antara
25 –35 kg.
(ii) Rumpon yang di jangkar secara tetap (statis). Rumpon ini tidak bisa
diangkat-angkat bersifat tetap dengan berat pemberat 75 – 100 kg.
(3) Berdasarkan tingkat teknologi yang digunakan , rumpon dibagi atas:
(i) Rumpon tradisional umumnya digunakan oleh nelayan tradisional.
Komponen rumpon ini terdiri dari pelampung, tali jangkar,
jangkar/pemberat serta pemikat dari daun kelapa. Rumpon ini dipasang
pada kedalaman 300 – 2000 m.
(ii) Rumpon modern umumnya digunakan oleh perusahaan swasta maupun
BUMN. Komponen rumpon terdiri dari pelampung terbuat dari plat besi
atau drum, tali jangkar terbuat dari kabel baja (steel wire), tali sintesis
dan dilengkapi dengan swivel (kili-kili), pemberat terbuat dari cor
semen, sedangkan pemikat terbuat dari bahan alami (daun kelapa) dan
bahan sintesis seperti ban, pita plastik dan sebagainya.
Dalam SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/1/97 dijelaskan ada 3 jenis rumpon
antara lain: (1) rumpon perairan dasar merupakan alat bantu penangkapan ikan
yang dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut, (2) rumpon perairan
dangkal, merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan
pada perairan laut dengan kedalaman sampai 200 m, dan (3) rumpon perairan
dalam, merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan
pada perairan laut dengan kedalaman di atas 200 m.

2.6.2 Konstruksi rumpon

Rumpon secara umum terdiri dari 3 komponen yaitu pemikat ikan, jangkar
dan tali penambat yang menghubungkan pemikat ikan dengan jangkar. Bahan
pemikat (atraktor) yang digunakan adalah daun kelapa (Subani, 1989 diacu oleh
Effendie, 2002). Selanjutnya menurut Preson (1982) diacu oleh Monintja et al.
41

(1990) mengemukakan bahwa disain FAD terdiri dari tiga komponen utama
yakni : (1) anchor; (2) mooring live; dan (3) aggregator.
Bahan untuk jangkar (anchor) kini banyak digunakan adalah drum yang
diisi dengan semen konkrit, bahan untuk mooring live yang baik adalah
polypropyleen, sedangkan bahan aggregator dari ban bekas, daun kelapa atau tali
plastik (Boy and Smith 1984 diacu oleh Monintja et al. (1990). Ketiga komponen
tersebut harus dirancang sedemikian rupa agar efisien dan efektif.
Zulkarnain (2002) mengemukakan alat pemikat (atraktor) merupakan salah
satu kemampuan utama pada rumpon. Atraktor juga merupakan bagian terpenting
dari rumpon. Hal ini karena atraktor berfungsi sebagai alat pemikat atau
pengumpul ikan sesungguhnya.
Menurut Tim Pengkaji Rumpon Fakultas Perikanan IPB (1987) diacu oleh
Zulkarnain ( 2002), persyaratan umum atraktor adalah : (1) mempunyai daya
pikat yang baik terhadap ikan, (2) tahan lama, (3) mempunyai bentuk seperti
posisi potongan vertikal, (4) melindungi ikan-ikan kecil, (5) bentuknya silinder
dengan posisi arah ke bawah, dan (6) terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan
murah. Selanjutnya menurut Monintja, et al. (1990) mengatakan berbagai faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam menilai prospek penggunaan rumpon antara
lain : (1) ketersediaan bahan baku rumpon, (2) daya tahan rumpon terhadap
berbagai kondisi perairan, dan (3) kemudahan operasi penangkapan ikan.
Monintja et al. (1990) mengemukakan bahwa manfaat yang dapat
diharapkan dengan penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan
adalah : (1) mengurangi waktu dan bahan bakar dalam pengintaian ikan, (2)
meningkatkan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan, dan (3)
meningkatkan mutu hasil tangkapan yang ditinjau dari spesies dan komposisi
ukuran. Selanjutnya menurut Direktorat Jenderal Perikanan, 1995 diacu oleh
Imawati (2003) mengemukakan beberapa keuntungan dalam penggunaan rumpon
yakni memudahkan pencarian gerombolan ikan, biaya eksploitasi dapat dikurangi
dan dapat dimanfaatkan oleh nelayan kecil.
42

2.6.3 Peranan rumpon sebagai alat pemikat ikan

Menurut Gunarso (1985) bahwa cara mengumpulkan ikan dapat dilakukan


melalui beberapa cara di antaranya dengan rangsangan kimia, rangsangan
terhadap penglihatan, pendengaran, penciuman, menggunakan aliran listrik dan
rangsangan dengan menyediakan tempat berlindung. Pada prinsipnya
penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi untuk
mengumpulkan ikan, pada dasarnya agar gerombolan ikan tersebut mudah
tertangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki.
Menurut Asikin (1985) diacu oleh Yusfiandayani (2004) mengatakan
bahwa keberadaan ikan di sekitar rumpon disebabkan oleh (1) sebagai tempat
bersembunyi di bawah bayang-bayang daun rumpon bagi beberapa jenis ikan; (2)
sebagai tempat berpijah bagi beberapa jenis ikan tertentu; dan (3) sebagai tempat
berlindung bagi beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat fototaksis negatif.
Samples dan Sproul (1985) diacu oleh Yusfiandayani (2004) mengatakan
bahwa tertariknya ikan di sekitar rumpon karena (1) sebagai tempat berteduh
(shading place) bagi beberapa jenis ikan tertentu; (2) sebagai tempat mencari
makan (feeding ground) bagi ikan-ikan tertentu; (3) sebagai substrat untuk
meletakkan telurnya bagi ikan-ikan tertentu; (4) sebagai tempat berlindung dari
predator dari ikan-ikan tertentu; dan (5) sebagai tempat titik acuan navigasi
(meeting point) bagi ikan-ikan tertentu yang beruaya.
Prinsip penangkapan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi untuk
mengumpulkan ikan, pada hakikatnya adalah agar kawanan ikan tersebut mudah
tertangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki. Diduga ikan tertarik di sekitar
rumpon berfungsi sebagai tempat berlindung dan mencari makanan (Subani, 1986
diacu oleh Effendie, 2002). Selanjutnya menurut Soemarto (1962) diacu oleh
Yusfiandayani (2004) mengatakan bahwa dalam area rumpon terdapat plankton
yang merupakan makanan ikan lebih banyak bila dibandingkan di luar rumpon.
De San (1982) diacu oleh Monintja et al. (1990) mengemukakan bahwa
posisi penempatan FAD terbaik adalah : 1) tempat yang dikenal sebagai lintasan
ruaya ikan; 2) daerah upwelling, fronts dan gerakan Eddy; 3) dasar perairan
datar;dan 4) tidak terlalu dekat dengan karang.
43

2.6.4 Tingkah laku ikan di rumpon

Menurut Jusfiandayani (2004) mengemukakan bahwa kawanan ikan mulai


menempati kolom air di sekitar rumpon dari kedalaman antara 1 – 10 m, setelah
itu jumlah ikan semakin banyak hingga kedalaman 20 m. Jenis-jenis ikan yang
banyak dan paling sering terlihat seperti ikan selar (Carangidae) dan kembung
(Rastrelliger sp). Kedua jenis ikan ini berenang secara berkelompok di sekitar
rumpon, sedangkan ikan kembung sering terlihat berada pada jarak yang relatif
lebih jauh dari rumpon. Sebaran vertikal dan tingkah laku kedua jenis ikan yang
teramati dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Posisi dan aktivitas ikan yang teramati saat pengamatan bawah air dalam
studi tentang mekanisme berkumpul ikan pelagis kecil di sekitar rumpon
dan pengembangan perikanan di perairan Pasauran, Propinsi Banten

No Jenis ikan Kedalaman air Posisi relatif Aktivitas ikan


(m) terhadap rumpon
1 Selar (Carangidae) 1 – 20 m Di atas dan di Berenang, bergerak
depan atraktor naik dan turun, mencari
makan dengan
menyaring air dan
menyentuh daun/ bahan
atraktor
2 Kembung 5 – 20 m Di depan dan di Makan dengan cara
(Rastrelliger sp) samping atraktor menyaring air,
berenang bergerak naik
dan turun

Rumpon selain dimanfaatkan untuk aktivitas mencari makan, berlindung dan


berasosiasi bagi schooling ikan. Ternyata rumpon juga bisa dimanfaatkan oleh
biota lain, seperti cumi-cumi memanfaatkan atraktor rumpon untuk meletakkan
telur-telurnya.
Schooling ikan selar dan kembung umumnya aktif, bergerak naik turun
di sepanjang atraktor rumpon, mulai dari kolom air dekat permukaan ke bawah.
Pada saat arus lemah (< 2 knot), kawanan ikan berenang ke atas arus, yaitu berada
di muka rumpon sesuai dengan arah datangnya arus air. Pada kondisi arus yang
lebih kuat (> 2 knot), ikan-ikan umumnya berenang di belakang rumpon. Pada
kondisi arus kuat ikan yang terlihat di sekitar rumpon sangat sedikit, kemungkinan
ikan ini berenang pada kedalaman yang lebih dalam. Pada saat arus air relatif
kuat, kawanan ikan kembung dan selar cenderung berenang di belakang rumpon
44

atau di posisi yang lebih dalam, saat berada di belakang rumpon, kedua jenis ikan
tersebut umumnya mengarahkan mukanya menentang arus (Jusfiandayani, 2004).
Menurut Barretto dan Miclat (1988) spesies ikan karang yang terekruit pada
terumbu karang buatan terbuat dari bambu selama 14 bulan ada 36 famili terdiri
dari ikan yang menetap (resident) (30 %), ikan yang menetap sementara
(transient) (18 %) dan ikan yang berkunjung sebentar (visitor) (52 %), tertera
pada Tabel 4.
Tabel 4 Spesies ikan karang yang terekruit pada terumbu karang buatan terbuat
dari bambu dan klasifikasi ekologinya
Famili Spesies Klasifikasi
Resident Non-resident
Resident transient visitor
Acanthuridae Acanthurus mata +
Apogonidae Apogon aurus +
A. kiensis +
A. notatus +
Apogon sp. 1 +
Apogon sp. 2 +
Apogon sp. 3 +
Bleniidae Meiacanthus grammistes +
Plagiotremus rhynorhynchos +
Bothidae Bothus sp +
Caesionidae Caesio caerulaureus +
C. cuning +
Pterocaesio chrysozonus +
P. pisang +
Callionymidae Callionymus sp +
Carangidae Gnathanodon speciousus +
Selaroides leptolepis +
Centriscidae Aeoliscus strigatus +
Chaetodontidae Heniochus acuminatus +
Cirrhitidae Cirrhitichthys aprinus +
C. falco +
Clupeidae Sardinell sp +
Dasyatidae Dasyatis kuhlii +
Emmelichtyidae Emmelichthys sp +
Ephippidae Platax orbicularis +
P. teira +
Gerridae Gerres filamentosus +
Gerres sp +
Haemulidae Pletorhynchus pictus +
Kyphosidae Kyphosus vaigiensis +
Labridae Cheilinus celebicus +
C. diagramma +
Coris gaimardi +
Labroides dimidiatus +
Thallassoma quinquevittata +
T. lunare +
Leiognathidae Gazza minute +
Leiognathus leuciscus +
45

Tabel 4 (Lanjutan)

Famili Spesies Klasifikasi


Resident Non-resident
Resident transient visitor
L. equulus +
Lethrinidae Lethrinus miniatus +
Lutjanidae Lutjanus biguttatus +
L. caeruleovittatus +
L. decussatus +
L. erythropterus +
L. fulfiflamma +
L. lineolatus +
L. rivulatus +
L. russeli +
L. spilurus +
Pinjalo sp. +
Monacanthidae Aluterus scriptus +
Paraluteres prionurus +
Monacanthidae sp. 1 +
Mullidae Parupeneus barberinus +
P. Pleurospilos +
Upeneus moluccensis +
U. tragula +
U. vittatus +
Nemipteridae Pentapodus macrurus +
Pentapodus sp +
Scolopsis ciliatus +
Scolopsis sp. 1 +
Scolopsis sp. 2 +
Ostraciontidae Ostracion sp +
Plotosidae Plotosus lineatus +
Pomacentridae Abudefduf vagiensis +
Neopomacentrus azysrom +
N. cyanomos +
N. nemurus +
Scorpaenidae Pterois volitans +
Serranidae Cephalopholis pachyecentro +
Epinephelus oreolatus +
E. macrospilos +
E. malabaricus +
Siganidae Siganus canaliculatus +
S. javus +
S. virgatus +
Sphyraenidae Sphyraena jello +
S. obtusata +
Syngnathidae Solenostomus paradoxus +
Synodontidae Synodus variegatus +
Teraponidae Terapon jarbua +
T. puta +
Tetraodontidae Arothron immaculatus +
A. nigropunctatus +
Canthigaster bennetti +
C. solandri +
Tripterygiidae Tripterygion so +
Sumber : Barretto dan Miclat (1988)
Keterangan : + : tergolong
46

2.6.5 Penggunaan rumpon (FAD) untuk meningkatkan efisiensi


penangkapan bubu
Menurut Iskandar dan Diniah (1996) bahwa bubu berumpon dapat
memberikan hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan bubu tanpa
rumpon. Hal ini dapat dimengerti karena bubu merupakan alat tangkap pasif,
sehingga agar ikan masuk ke bubu perlu dilakukan hal-hal yang dapat menarik
perhatian ikan, salah satunya perlu kombinasi dengan rumpon.
Penggunaan rumpon untuk bubu memberikan manfaat yang sangat besar
terutama berkaitan dengan tingkah laku ikan. Adanya rumpon dapat menarik
perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu
sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton yang akan mengundang ikan
pemakan plankton untuk mendekati rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan
ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan kecil mengundang ikan besar untuk
datang terutama dari ikan predator untuk memangsanya sehingga membuat ikan
besar terjebak masuk ke bubu (Iskandar dan Diniah,1996).
Cara mendisain bubu berumpon yaitu setiap bubu di pasang pelepah daun
kelapa sebanyak 10 potong berfungsi sebagai rumpon, kemudian diikat
di sekeliling bubu hingga menjadi bubu berumpon. Metode pengoperasian bubu
menggunakan sistem terpisah atau tunggal dan dipasang pelampung. Bubu
dioperasikan di dasar perairan dengan posisi berselang seling antara bubu tanpa
rumpon dan bubu berumpon. Pintu bubu dipasang menghadap ke arah pantai dan
lama perendaman di perairan antara 5 – 7 hari. Setting dan hauling dilakukan
bergantian secara berurutan berdasarkan posisi bubu terpasang. Pada setiap kali
hauling hasil tangkapan setiap bubu diambil dan ditempatkan pada wadah
terpisah, kemudian dilakukan pencatatan jumlah, berat dan panjang ikan hasil
tangkapan (Iskandar dan Diniah,1996).
Hasil tangkapan bubu berumpon terdiri dari 7 jenis ikan yaitu ikan kakap,
kerapu, cumi-cumi, kepiting, buntal, gogot dan kuwe, sedangkan bubu tanpa
umpon hanya 3 jenis ikan terdiri dari ikan kakap, kerapu, cumi-cumi. Hasil
tangkapan bubu berumpon didominasi oleh ikan kakap sebanyak 38,34 %,
sedangkan bubu tanpa rumpon didominasi oleh cumi-cumi sebanyak 40 %
(Iskandar dan Diniah, 1996)
47

Menurut Iskandar dan Diniah (1996) bahwa komposisi jenis hasil tangkapan
ikan dengan bubu tanpa rumpon dan bubu berumpon ternyata berbeda, di mana
bubu berumpon mempunyai komposisi jenis hasil tangkapan lebih banyak dari
bubu tanpa rumpon. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa
penggunaan bubu berumpon dapat meningkatkan jumlah dan berat hasil
tangkapan mencapai lebih dari 200 %. Oleh karena itu, pengoperasian bubu
berumpon dapat dimasyarakatkan kepada para nelayan pengguna bubu. Namun
demikian untuk mengetahui posisi pemasangan bubu dan ukuran bubu yang
optimal dapat dilakukan penelitian lanjutan.
Selanjutnya Wahyuni (1995) mengemukakan bahwa hasil tangkapan ikan
karang yang tertangkap dengan alat tangkap bubu kawat tipe buton berumpon
dipasang secara vertikal pada lapisan permukaan, pertengahan dan di dasar
perairan diperoleh total hasil tangkapan dari 22 kali hauling sebanyak 343
individu ikan karang. Jenis ikan karang yang diperoleh ada 20 spesies/jenis. Jenis
ikan karang yang dominan tertangkap di lapisan permukaan perairan adalah
sersan mayor (Abudefduf vaigiensis) sebanyak 83 individu dari famili
Pomacentridae. Pada lapisan pertengahan didominasi oleh ikan Piso piso
(Aeoliscus strigatus) sebanyak 56 individu dari famili Centristidae dan pada
lapisan dasar perairan didominasi oleh ikan ekor kuning (Caesio crythrogaster)
sebanyak 74 individu dari famili Caesionidae.
Menurut Wahyuni (1995), dalam pengoperasian bubu berumpon apalagi
dipasang secara vertikal dengan posisi digantung, maka perlu memperhatikan
reaksi ikan terhadap gerakan bubu. Ternyata pengoperasian bubu yang dipasang
secara vertikal dengan cara digantung pada tiga lapisan ke dalam baik pada
permukaan, pertengahan maupun di dasar perairan bersama rumpon permukaan
ternyata bubu yang dipasang pada lapisan permukaan dan pertengahan
mempunyai kelemahan-kelemahan dari bubu yang dipasang di dasar perairan.
Bubu yang dipasang di dasar perairan lebih stabil, sedangkan bubu yang
dipasang di permukaan dan pertengahan dengan posisi tergantung karena ada
gerakan air, maka bubu akan bergerak-gerak, sehingga ikan tertarik melihat warna
bubu dan mendekati alat tangkap tersebut. Akan tetapi peluang ikan untuk masuk
ke mulut bubu pada lapisan permukaan dan pertengahan sangat kecil.
48

2.7 Karakteristik Perifiton

Menurut Odum (1971), perifiton adalah komunitas organisme hidup


menempel di atas atau di permukaan sekitar substrat yang tenggelam. Substrat
tersebut dapat berupa batu-batuan, kayu, tumbuhan air yang tenggelam dan
kadang kala hewan air.
Wetzel (1979), berdasarkan tipe substrat tempat melekat, maka perifiton
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
(1) Epilithic adalah perifiton yang menempel pada batu;
(2) Epipelic adalah perifiton yang menempel pada permukaan sedimen;
(3) Epiphytic adalah perifiton yang menempel atau hidup pada permukaan
daun atau batang tumbuhan;
(4) Epizoic adalah perifiton yang menempel pada permukaan tubuh hewan;
(5) Epidendritic adalah perifiton yang menempel pada kayu; dan
(6) Epipsamic adalah perifiton yang menempel pada permukaan pasir.
Menurut Wetsel (1982), mengemukakan bahwa komunitas perifiton
umumnya terdiri dari algae mikroskopis bersifat sessil, satu sel maupun alga
filamen terutama dari jenis diatom, jenis-jenis algae Conjugales, Cyanophyceae,
Euglenophyceae, Xanthophyceae dan Crysophyceae.
Perkembangan perifiton dapat dipandang sebagai akumulasi yaitu
peningkatan biomassa dengan bertambahnya waktu akumulasi merupakan hasil
kolonisasi dengan proses biologi yang menyertainya dan berinteraksi dengan
faktor kimia dan fisik perairan ( Kaufman diacu oleh Soedharma et al. 1995).
Selanjutnya menurut Ruttner (1974) diacu oleh Yuspardianto (1998)
perkembangan perifiton menuju kemantapan ditentukan oleh keadaan substrat.
Substrat dari benda hidup sering bersifat sementara karena adanya proses
pertumbuhan dan kematian. Setelah tumbuh cepat kemudian mantap, selanjutnya
mengalami kematian dan pembusukan. Setiap saat pada substrat hidup terjadi
perubahan lingkungan sebagai akibat respirasi dan asimilasi sehingga
mempengaruhi komunitas perifiton. Pada substrat berupa benda mati akan lebih
bersifat mantap (permanen) meskipun pembentukan komunitas lambat, namun
akan lebih mantap tidak mengalami rusak atau mati.
49

Menurut Ruttner (1974) diacu oleh Soedharma et al. (1995), tipe substrat
sangat menentukan kolonisasi dan komposisi perifiton berkaitan erat dengan
kemampuan dan alat penempelnya. Kemampuan menempel pada substrat
menentukan eksistensinya terhadap pencucian arus atau gelombang. Kolonisasi
adalah suatu proses penempatan atau penghunian suatu daerah atau tempat oleh
suatu organisme, sedangkan suksesi merupakan suatu proses pergantian dan suatu
atau kelompok jenis organisme oleh yang lainnya dengan komposisi dan struktur
yang berbeda ( D’Itri, 1985).
Wetzel (1982) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan perifiton antara lain (1) sinar matahari; (2) suhu; (3) kecepatan arus.
Jenis-jenis algae yang menempel pada umumnya mendominasi perairan berarus
kuat. Berkurangnya kecepatan arus akan meningkatkan keragaman organisme
yang melekat, sedangkan dari segi biomassa dan produksi perifiton, akumulasi
biomassa lebih cepat pada perairan berarus cepat tetapi total biomassa cenderung
seimbang baik pada perairan berarus cepat maupun lambat; dan (4) unsur hara.
3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di perairan Hansisi, Kecamatan Semau, Kabupaten


Kupang, NTT. Penelitian dilaksanakan selama 8 (delapan) bulan dimulai dari
persiapan sampai analisis data. Waktu pelaksanaan penelitian lapangan 4 (empat)
bulan, identifikasi perifiton di laboratorium 1 (satu) bulan dan tabulasi sampai
analisis data 3 (tiga) bulan, terhitung dari bulan April sampai dengan November
2006.
Kondisi perairan Hansisi didominasi oleh beberapa ekosistem pesisir seperti
padang lamun (seagrass), algae (seaweeds) dan terumbu karang. Perairan
pantainya ditutupi oleh hamparan terumbu karang di sepanjang pantai. Kondisi
terumbu karang banyak mengalami kerusakan akibat penangkapan dengan bom.
Hal ini ditandai dari banyaknya patahan-patahan karang yang berserakan.
Proporsi tutupan karang di lokasi penelitian I sekitar 40 – 50 %, didominasi
oleh karang keras (hard coral), dengan substrat pasir ditambah patahan karang
dan karang lunak (soft coral). Pada lokasi penelitian II 75 % persentase
penutupan karang didominasi oleh karang lunak (soft coral), dengan substrat
berpasir ditambah patahan karang.
Jenis karang keras (hard coral) yang tumbuh di lokasi penelitian adalah
Symphylia radians, Echinopora mammiformis, Caulastrea furcata, Hydrophora
grandis, Scolymia sp, Porites cylindrica, Goniopora sp, Acropora palifera, A.
digitifera, A. latistella, A. formosa, Montipora digitata dan lain-lain. Selanjutnya
jenis karang lunak (soft coral) yang tumbuh di lokasi penelitian adalah
Lobophytum sp, Sarcophyton sp, Crassocaule sp, dan Sinularia sp yang dominan.
Selain itu, terdapat juga berbagai jenis ikan karang, kima, lobster, teripang, dan
lain-lain. Dari pengamatan visual terlihat bahwa karang yang mengalami
kerusakan sudah mulai tumbuh kembali. Hal ini dapat dilihat pada beberapa jenis
karang cabang mulai muncul tunas baru.
Kegiatan masyarakat yang dilakukan di sekitar lokasi penelitian didominasi
oleh kegiatan penangkapan, makameting (pengambilan hasil laut saat surut), dan
51

budidaya rumput laut. Beberapa kegiatan ini tentu sangat berpengaruh terhadap
kondisi terumbu karang di perairan setempat.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Rumpon
Rumpon digunakan dalam penelitian berbentuk piramida. Rangka rumpon
terbuat dari bambu dengan ukuran berbeda yakni ukuran kecil panjang : 1,25 m ,
lebar : 1,0 m dan tinggi : 1,25m, dan ukuran besar panjang : 1,75 m, lebar : 1,5
m dan tinggic: 1,75 m. Rumpon menggunakan pikatan/atraktor daun lontar
(Borrasus flabellifer), dan daun gewang/gebang (Corypha gebanga) dibuat
sebanyak 14 unit. Komponen- komponen rumpon disajikan pada Tabel 5,
sedangkan gambar rumpon dan atraktor disajikan Lampiran 1 dan 2.
Tabel 5 Komponen-komponen rumpon yang digunakan dalam penelitian
No Komponen Bahan Ukuran Jumlah
1 Rangka rumpon Bambu P =1,75 m,Ø= 8 cm 42 batang
P =1.50 m,Ø= 8 cm 14 batang
P =1.25 m,Ø= 8 cm 42 batang
P =1.00 m,Ø= 8 cm 14 batang
2 Atraktor • Daun lontar 144 pelepah
• Daun gewang 24 pelepah
3 Tali temali
• Tali pengikat Nylon PE Ø = 5 mm 252 m
rangka rumpon
• Tali pengikat Nylon PE Ø = 5 mm 140 m
atraktor
• Tali jangkar Nylon PE Ø = 10 – 15 mm 84 m
• Pengait jangkar Besi beton P=60 cm,Ø = 8 mm 33,6 m
• Tali pelampung Nylon PE Ø = 10 – 15 mm 140 m
4 Jangkar Cor semen 10 kg 56 buah
5 Pelampung tanda Botol aqua 1 liter 28 buah

3.2.2 Bubu

Bubu digunakan dalam penelitian berbentuk setengah lingkaran (semi


circular) dengan ukuran panjang : 1,2 m, lebar : 0,7 m dan tinggi : 0,6 m. Bubu
52

memiliki satu pintu dengan panjang corong 0,8 m, lebar mulut bagian luar 0,25
m, lebar mulut bagian tengah 0,18 m dan lebar mulut bubu bagian dalam 0,15 m.
Bubu dilengkapi dengan celah pelolosan berukuran 0,25 m x 0,25 m. Kerangka
bubu terbuat dari besi beton dan badan bubu dari kawat ram dengan ukuran mesh
size ½ inch. Bubu dibuat sebanyak 6 unit. Komponen- komponen bubu disajikan
pada Tabel 6, sedangkan gambar bubu disajikan pada Lampiran 3.
Tabel 6 Komponen-komponen bubu yang digunakan dalam penelitian
No Komponen Bahan Ukuran Jumlah
1 Rangka Besi beton p = 120 cm,Ø= 12 mm 36 batang
bubu l = 70 cm, Ø= 8 mm 18 batang
t = 60 cm, Ø= 12 mm 24 batang
2 Dinding Kawat ram (Wire Mezh size = ½ inch 32.58 m
bubu mezh) merk Reyner
Aretobe
3 Pintu
Rangka Besi beton • Panjang corong = 80 cm,
pintu • Lebar mulut bagian luar =
25 cm
• Lebar mulut bubu bagian
dalam = 18 cm
• Lebar mulut bubu bagian
dalam = 15 cm
Dinding Kawat ram (Wire Mezh size = ½ inch 4,8 m
pintu mesh) merk Reyner
Aretobe
4 Celah Rangka dari kawat 25 cm x 25 cm 6 buah
pelolosan hass dan dinding dari
kawat ram
5 Tali temali
6 Tali Nylon PE Ø = 10 – 15 mm 110 m
pelampung
Tali jangkar Nylon PE Ø = 10 – 15 mm 40 m
Pengait Nylon PE P = 1,0 m 24 m
jangkar
7 Jangkar Cor semen 2,5 kg 24 buah
8 Pelampung Botol aqua 1 liter 24 buah

3.2.3 Perahu

Pengoperasian alat tangkap bubu selama penelitian menggunakan perahu


motor milik nelayan dengan jenis mesin merk Yamaha berkekuatan 40 pK. Perahu
yang digunakan memiliki ukuran panjang : 5 m, lebar : 1,5 m dan tinggi : 1,0 m.
53

3.2.4 Peralatan pengambilan data di lapangan

Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan data terinci sebagai berikut :


(1) untuk pengamatan tingkah laku ikan di rumpon digunakan video bawah air,
camera, papan tulis bawah air (sabak/slate), SCUBA (self contain underwater
breathing apparatus), pensil 2B, counter dan stopwatch; (2) untuk menentukan
posisi penempatan rumpon digunakan GPS; (3) untuk pengambilan data hasil
tangkapan digunakan bubu dasar; (4) untuk mengukur ukuran ikan digunakan
mistar dengan ketelitian 30 cm; (5) untuk keperluan identifikasi ikan, dan
perifiton menggunakan plastik sampel, botol sampel, aquades dan larutan
formalin 10 dan 4 %, mikroskop, gelas objek, kaca penutup, tissue roll, alat tulis
menulis serta buku identifikasi ikan, dan perifiton, dan (6) untuk pengamatan data
oseanografi menggunakan alat Water Checker merk HORIBA dilengkapi dengan
data suhu, salinitas, DO, dan kecerahan, serta untuk mengukur arah dan kecepatan
arus menggunakan gabus yang diikat dengan tali nylon dan stopwatch.

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Prosedur penelitian di lapangan
(1) Mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh rumpon terhadap zone of
influence dari alat tangkap bubu.
Dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka data diambil
menggunakan metode sensus visual. Pengambilan data di bagi dalam dua
tahapan sebagai berikut :
i) Pengamatan tingkah laku ikan di sekitar rumpon dan bubu
Prosedur pengambilan data di lapangan sebagai berikut :
(i) Sebelum bubu dan rumpon di pasang di lokasi penelitian, terlebih
dahulu di lakukan survei lokasi untuk menentukan lokasi penelitian
dengan cara menyelam menggunakan SCUBA mengitari areal
terumbu karang di perairan setempat.
(ii) Data survei tersebut, kemudian dibuat denah lokasi penelitian.
Penentuan posisi penempatan bubu bersama rumpon menggunakan
GPS. Lokasi penelitian rumpon dan bubu dapat dilihat pada
Gambar 3.
54

(iii) Rumpon di pasang di perairan pada substrat didominasi karang


keras (lokasi L1) dan karang lunak (lokasi L2) dengan jarak antara
kedua lokasi tersebut sekitar 100 m. Jarak penempatan rumpon dan
bubu dengan substrat karang keras disesuaikan dengan kondisi
terumbu karang di lokasi penelitian. Ada dua ukuran modul rumpon
yang digunakan dalam penelitian yakni modul ukuran kecil panjang
: 1,25 m, lebar : 1,00 m dan tinggi: 1,25 m) dan ukuran besar
panjang : 1,75 m, lebar : 1,50 m dan tinggi: 1,75 m). Setiap
kelompok modul rumpon berjumlah 3 unit untuk ukuran kecil ada 2
kelompok, dan kelompok modul rumpon ukuran besar ada 2
kelompok. Bubu dipasang di antara kelompok modul rumpon. Jarak
antara bubu dengan masing-masing modul rumpon pada setiap
kelompok 5 m. Selain itu, dipasang juga bubu tanpa rumpon dengan
jarak 25 m dari bubu yang dipasang bersama rumpon. Sketsa
penempatan rumpon dan bubu di lokasi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 4.

Gambar 3 Peta lokasi penempatan rumpon dan bubu di perairan Hansisi,


Semau, Kupang.
55

BTR

RG

BRK BRB

Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil, BRB : Bubu rumpon besar,


BTR :Bubu tanpa rumpon, RG: Rumpon gewang.

Gambar 4 Sketsa penempatan rumpon dan bubu di lokasi penelitian.

(iv) Pengamatan awal dilakukan dengan mengamati kondisi karang serta


ikan-ikan yang berada di sekitar terumbu karang.
(v) Pengamatan berikutnya dilakukan 30 menit setelah rumpon terpasang
di perairan. Pengamatan terhadap jenis-jenis ikan karang yang hadir di
sekitar zone of influence alat tangkap bubu dioperasikan bersama
rumpon maupun tanpa rumpon menggunakan metode sensus visual
(visual census method).
Ilustrasi tentang zona pengaruh alat tangkap (zone of influence/field of
influence) bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon
dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Ilustrasi ini dikembangkan
berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Nikonorov, 1975, disajikan
pada Gambar 5.
56

zona of influence alat


tangkap bubu
zona of influence alat field of influence alat
tangkap bubu
tangkap bubu

2
1a. 2a 1
3
1 R1
R1 R2

zona of influence alat


tangkap bubu

field of influence alat


tangkap bubu
zona of influence
alat tangkap bubu

1b. 2b.
2

3
R1
1
R2
R1
2

Keterangan :Jarak (radius) area pengaruh (zone of Keterangan : 1,2 : Zone of influence/ field of influence, R1:
influence) alat tangkap bubu; 1. Zone of influence; jarak zona pengaruh alat tangkap bubu, R2 : jarak zona
2. Zone of action; 3. Zone of retention pengaruh alat tangkap bubu yang diperbesar dengan
menambahkan rumpon

Gambar 5 Zona pengaruh (zone of influence/field of influence) alat tangkap bubu


yang dioperasikan bersama rumpon.

(vi) Pengamatan berikut dilakukan seminggu sekali pada jam 08.00, jam
12.00, dan jam 16.00.
Pengamatan dilakukan terhadap tingkah laku ikan karang yang hadir
di rumpon dan bubu meliputi jenis dan jumlah ikan yang hadir, jarak
(radius) ikan terhadap rumpon dan bubu, lama waktu ikan berada
di rumpon dan bubu, pola renang (soliter, bergerombol, dan
berpasangan), serta pola gerak seperti cara datang dari arah depan
dengan membuat gerak melingkar melawan arus, bergerak naik turun,
maupun membuat gerakan searah jarum jam serta jumlah ikan yang
hadir di rumpon dan bubu. Untuk menentukan jenis ikan karang yang
hadir di sekitar rumpon dan bubu mengikuti petunjuk Gloerfelt dan
57

Kailola, 1984, Isa et al. 1998; Kuiter, 1992 dan Allen dan Stenee,
2002.
(vii) Untuk pengamatan tingkah laku ikan menggunakan video bawah air,
camera digital, SCUBA, papan tulis bawah air (sabak/slate), pensil
2B, counter dan stopwatch.
(viii) Sebagai data pendukung diamati juga perifiton yang menempel pada
setiap jenis daun atraktor. Daun atraktor yang digunakan untuk
penempelan perifiton adalah daun lontar (Borrasus flabellifer), dan
daun gewang/gebang (Corypha gebanga). Untuk mengetahui
perifiton yang menempel pada setiap daun digunting salah satu helai
yang diambil secara acak dengan ukuran panjang: 10 cm dan lebar: 5
cm. (Gambar 6) Kemudian permukaan daun di mana perifiton
menempel dikeruk dengan pisau dan dimasukkan ke dalam botol
sampel berisi larutan formalin 4 % untuk dianalisis di laboratorium.

L = 5 cm L=5 cm

P = 10 cm P=10 cm

a. Daun lontar yang dipotong untuk b. Daun gewang yang dipotong


pengambilan sampel perifiton untuk pengambilan sampel

Gambar 6 Daun lontar dan daun gewang sebagai tempat


penempelan perifiton.

ii) Pengamatan tingkah laku ikan di sekitar dan di dalam bubu


Pengamatan tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu
melalui simulasi yang dilakukan di dalam keramba. Pengamatan tidak
dapat dilakukan di lokasi penelitian karena kondisi perairan saat itu
dalam keadaan bergelombang dan arusnya kuat. Pada kondisi ini
keadaan perairan menjadi tidak stabil dan tingkat kekeruhannya tinggi
sehingga sulit untuk melakukan pengamatan bawah air karena batas
pandang (visibilitas) rendah dan sulit untuk mengamati jenis ikan yang
hadir di rumpon dan bubu.
58

Kondisi ini mulai terjadi pada saat siang sampai sore hari. Keadaan
perairan mulai berubah diatas jam 10.00 WITA sampai sore hari.
Perubahan ini terjadi disebabkan karena pada jam 10.00 WITA keatas
permukaan perairan menjadi panas dan angin mulai bertiup
menyebabkan terjadi pengaliran massa air (arus). Adanya proses
pengaliran massa air ini menyebabkan terjadinya pengadukan massa air
sehingga perairan menjadi keruh. Selain itu, olah gerak dalam
pengamatan bawah air juga sulit dilakukan dan pada kondisi ini ikan-
ikan karang lebih banyak mencari lokasi persembunyian baik di celah-
celah karang maupun di rumpon dan bubu sehingga ikan yang hadir di
rumpon dan bubu konsentrasinya menjadi berkurang atau sedikit.
Pengamatan dilakukan di dalam keramba berukuran panjang: 2 m,
lebar: 1.5 m dan tinggi: 2 m (Lampiran 4). Kemudian ikan hasil
tangkapan bubu baik menggunakan rumpon maupun tanpa rumpon
dimasukkan ke dalam keramba. Pengamatan dilakukan dari jam
11.00 – 17.00 WITA. Ikan yang dimasukkan ke dalam keramba untuk
diamati sebanyak 17 spesies dengan pola tingkah laku berbeda-beda.
Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu diamati secara
visual meliputi pola renang dan pola gerak ikan karang di luar maupun
di dalam bubu serta cara ikan masuk dan meloloskan diri dari dalam
bubu.
Penelitian tingkah laku ikan karang dalam keramba hanya
dilakukan pada 17 spesies ikan karang. Informasi yang diperoleh masih
sangat terbatas sehingga diharapkan perlu mengkaji lebih lanjut tingkah
laku ikan dari jenis-jenis ikan karang lainnya.
(2) Mengkaji pengaruh rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis,
jumlah, maupun ukuran.
Dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka untuk mendapatkan data
dilakukan proses penangkapan ikan. Penangkapan ikan dilakukan pada dua
lokasi penelitian dengan prosedur kerja sebagai berikut:
59

(i) Penangkapan ikan menggunakan alat tangkap bubu dioperasikan


bersama rumpon ukuran kecil dan besar menggunakan atraktor daun
lontar saja dan juga menggunakan bubu tanpa rumpon.
(ii) Penangkapan dilakukan setelah rumpon berumur satu bulan di perairan.
Operasi penangkapan dilakukan 2 kali pada jam yang berbeda yaitu
penangkapan pertama (siang) dilakukan pada jam 07.00 dan
pengangkatan bubu dilakukan sore hari jam 17.00, kemudian
penangkapan kedua (malam) dilakukan pada jam 18.00 dan
pengangkatan bubu dilakukan pada jam 07.00 pagi hari berikutnya.
Proses penangkapan dilakukan setiap hari selama sebulan (30 hari).
(iii) Ikan hasil tangkap bubu bersama rumpon dan tanpa rumpon di pisahkan
menurut jenis ikan, jumlah masing-masing jenis (individu), dan
mengukur panjang total (total length).
(iv) Ikan hasil tangkapan yang sudah diamati, kemudian untuk keperluan
identifikasi diambil setiap jenis satu individu. Alat dan bahan yang
dibutuhkan untuk identifikasi ikan adalah plastik sampel, botol sampel,
aquades dan larutan formalin 10 %, tissue roll, alat tulis menulis. Untuk
penentuan jenis ikan mengikuti petunjuk Gloerfelt dan Kailola, 1984,
Isa et al. 1998; Kuiter, 1992 dan Allen dan Stenee, 2002.
(v) Sisa hasil tangkapan yang belum layak ditangkap di lepaskan kembali ke
perairan melalui celah pelolosan.
(vi) Sebagai data pendukung dilakukan pengukuran parameter lingkungan
lokasi penelitian seperti DO, pH, suhu, salinitas, kecepatan dan arah arus
serta kecerahan perairan. Pengukuran data oseanografi menggunakan
alat Water Checker merk HORIBA dilengkapi dengan DO, pH, suhu,
salinitas, dan kecerahan, sedangkan untuk mengukur arah dan kecepatan
arus menggunakan gabus yang diikat dengan tali nylon dan stopwatch.

3.3.2. Prosedur penelitian di laboratorium

Identifikasi perifiton dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Faperta,


Undana, Kupang dan untuk membuat dokumentasi perifiton dilakukan
di Laboratorium Kesehatan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
60

Untuk mengidentifikasi perifiton yang menempel pada atraktor daun lontar dan
daun gewang/gebang mengikuti petunjuk Davis (1955); Ward et al. (1959);
Newell dan Newell (1963); dan Yamaji (1976).

3.4 Analisis Data


3.4.1 Analisis komunitas perifiton dan ikan karang serta tingkah laku
ikan karang di sekitar rumpon dan bubu
1. Analisis komunitas perifiton dan ikan karang
a. Analisis kepadatan perifiton
Perhitungan kepadatan individu perifiton (n) pada setiap mm2
permukaan substrat (daun) mengikuti petunjuk A.P.H.A (American
Public Health Association), 1989 sebagai berikut:
n= Perifiton dalam konsentrat (N)

Luas substrat (A) (mm2)

dimana : n = Kepadatan individu perifiton


N = Jumlah perifiton dalam konsentrat
A = Luas permukaan substrat (daun) (mm2)
b. Analisis indeks keragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks
dominansi (C) perifiton dan ikan karang di rumpon dan bubu
(i) Analisis Indeks Keragaman (H’)
Analisis indeks keragaman digunakan untuk mengetahui
keragaman perifiton menempel pada setiap jenis atraktor
(aggregator) dan ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu
mengikuti petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972)
sebagai berikut:
S
H' = ( pi log pi )
i =1

dimana : S = Jumlah taksa


H’ = Indeks keragaman Shannon-Weaner
61

ni
pi =
N
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu

Nilai indeks keragaman (H’) berkisar antara 0 - dengan


kriteria sebagai berikut :
H’ < 3,2 : keragaman populasi kecil
3,2 < H’ < 9,9 : keragaman populasi sedang
H’ > 9,9 : keragaman populasi besar

(ii) Analisis indeks Keseragaman (E)


Analisis indeks keseragaman digunakan untuk mengetahui
keseragaman perifiton menempel pada setiap jenis atraktor
(aggregator) dan ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu.
Perbandingan antara nilai indeks Keragaman dan Keragaman
maksimum dinyatakan sebagai Keragaman populasi (C) mengikuti
petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972) sebagai berikut:
'
H
H = '
H maks

dimana : E = Indeks keseragaman


H’ maks = log2 S ( untuk rumpon dan bubu)
S = jumlah taksa
Keragaman maksimum dihitung sebagai berikut :
H’ maks = log S, di mana S = jumlah taksa
Nilai keseragaman suatu populasi berkisar antara 0 – 1,
di mana pembagian nilai tersebut menunjukkan keadaan komunitas
sebagai berikut :
0,00 < E < 0,50 : komunitas berada pada kondisi tertekan
0,50 < E < 0,75 : komunitas berada pada kondisi labil
0,75 < E < 1,00 : komunitas berada pada kondisi stabil
62

(iii) Analisis Indeks Dominansi (C)


Analisis indeks dominansi digunakan untuk mengetahui nilai
dominansi perifiton menempel pada setiap jenis atraktor
(aggregator) dan ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu
mengikuti petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972)
sebagai berikut:
S 2

C= ( pi )
i =1

dimana : C = Indeks dominansi


pi = Proporsi jumlah spesies ke-i terhadap jumlah total
(ni/N)
Menurut Simpson diacu oleh Odum (1971) kisaran nilai
indeks dominansi berkisar antara 0 - 1. Nilai C mendekati 1, maka
semakin kecil keseragaman suatu populasi dan terjadi kecenderungan
suatu jenis mendominasi populasi tersebut. Kisaran nilai indeks
dominansi sebagai berikut :
0,00 < C 0,30 : dominansi rendah
0,30 < C 0,60 : dominansi sedang
0,60 < C 1,00 : dominansi tinggi

2. Analisis tingkah laku ikan karang


Analisis data radius, lama waktu, pola renang dan pola gerak
ikan karang yang hadir di sekitar rumpon dan bubu dijelaskan secara
deskriptif menggunakan tabel dan gambar.
Penentuan proporsi radius setiap spesies ikan karang terhadap
rumpon dan bubu, lama waktu setiap spesies ikan karang hadir
di sekitar rumpon dan bubu, pola renang dan pola gerak setiap spesies
ikan karang di sekitar rumpon dan bubu menggunakan perhitungan
sebagai berikut :
63

dimana: P = Proporsi setiap jenis ikan karang


ni = Jumlah jenis ke-i
N = Jumlah total seluruh spesies

3.4.2 Analisis hasil tangkapan bubu


1. Analisis kelimpahan Ikan
Analisis kelimpahan ikan dimaksud untuk melihat jumlah ikan karang
yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon. Analisis kelimpahan ikan karang mengikuti petunjuk
Odum (1971) sebagai berikut:

Xi
X =
n
dimana : X = Kelimpahan ikan karang
Xi = Jumlah ikan karang pada stasion pengamatan ke-i
n = Luas bubu (m2)

2. Analisis statistik

Untuk melihat apakah ada perbedaan hasil tangkapan ikan karang yang
tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 pada penangkapan malam dan siang
hari menggunakan uji t yang terdapat pada perangkat lunak MINITAB
versi 13.20.
4 PENGARUH RUMPON TERHADAP ZONE OF INFLUENCE
ALAT TANGKAP BUBU

4.1 Pendahuluan

Terumbu karang termasuk salah satu ekosistem di daerah tropis memiliki


keanekaragaman hayati sangat tinggi. Hal ini ditandai dengan banyaknya biota
laut yang menghuni ekosistem tersebut. Salah satu biota penghuni terumbu karang
yang memiliki keanekaragaman tinggi adalah ikan karang. Ikan karang memiliki
jenis, ukuran, warna tubuh dan kesukaan habitat berbeda-beda. Ikan karang
melakukan aktivitasnya setiap hari menggunakan terumbu karang sebagai tempat
untuk mencari makan, tempat berlindung, tempat berpijah, dan sebagainya.
Usaha penangkapan ikan karang telah dilakukan para nelayan dengan
menggunakan berbagai alat tangkap, namun kegiatan yang dilakukan belum
sepenuhnya memperhatikan aspek kelestarian lingkungan perairan karang dan
biota penghuninya. Penangkapan ikan karang dilakukan dengan menggunakan
berbagai alat tangkap seperti bubu, jaring, panah, bahkan ada yang menggunakan
alat tangkap bersifat destruktif seperti bom dan racun. Akibat dari pola
penangkapan seperti tersebut, maka akhir-akhir ini banyak terumbu karang di
perairan Indonesia, khususnya di lokasi penelitian sudah banyak mengalami
kerusakan.
Perkembangan teknologi penangkapan ikan di Indonesia terutama ikan
karang tidak terlepas dari perkembangan pengetahuan tentang tingkah laku ikan di
dunia secara keseluruhan. Pengetahuan tentang alat tangkap dan tingkah laku ikan
menjadi sasaran tangkapan merupakan faktor penting dalam memahami proses
penangkapan dari suatu jenis alat tangkap. Selain itu, pengetahuan tersebut dapat
pula digunakan dalam meningkatkan hasil tangkapan (Fitri, 2002 diacu oleh
Yustika, 2006).
Dalam mendisain suatu alat tangkap, maka faktor utama yang harus
diperhatikan adalah aspek tingkah laku ikan. Menurut Gunarso (1985), tingkah
laku ikan adalah suatu proses adaptasi tubuh ikan terhadap lingkungan internal
maupun eksternal, seperti perubahan cahaya, kamuflase, stress dan proses
fisiologi internal lainnya. Ikan bereaksi secara langsung terhadap keadaan
sekelilingnya melalui beberapa indera seperti indera penglihatan, penciuman,
65

peraba dan sebagainya. Dengan kata lain, indera tersebut memungkinkan ikan
untuk mendeteksi benda-benda pada suatu jarak tertentu.
Tingkah laku ikan dalam kaitan dengan benda-benda bergerak atau diam
menunjukkan bahwa rangsangan merupakan faktor penting yang dapat
menentukan tingkat efisiensi penangkapan dari berbagai alat tangkap. Faktor
rangsangan menyangkut daya penglihatan lebih dominan dalam menentukan
reaksi atau sebagai faktor penting bagi beberapa jenis ikan untuk merespons
terhadap alat tangkap. Faktor rangsangan menyangkut daya penglihatan
merupakan faktor yang menentukan reaksi atau tingkah laku ikan dalam
merespons adanya alat tangkap (Baskoro dan Effendie, 2005).
Salah satu jenis alat tangkap populer digunakan untuk menangkap ikan
karang adalah bubu (Purbayanto et al. 2006). Bubu sering dianggap sebagai alat
penangkap ikan yang tidak merusak lingkungan (Redjeki et al. 2005). Berbagai
jenis bahan dapat dipakai untuk membuat bubu, misalnya anyaman bambu, rotan,
dan kawat (Hartati et al. 2004). Menurut proses tertangkapnya ikan, bubu
termasuk dalam kategori perangkap (jebakan), alat tangkap bersifat pasif. Dalam
proses penangkapan alat tangkap bubu mempermudah ikan untuk masuk namun
sulit keluar. Untuk menarik ikan bergerak masuk ke dalam bubu, nelayan biasanya
memasang umpan yang diletakkan di dalam bubu. Umpan digunakan sebagai alat
pemikat agar ikan karang datang mendekati alat tangkap bubu, masuk ke dalam
bubu dan akhirnya terperangkap.
Bubu digunakan oleh setiap daerah berbeda-beda baik bentuk, ukuran
maupun teknik pengoperasiannya. Bubu digunakan dalam penangkapan ikan
karang adalah bubu dasar. Untuk menarik ikan masuk ke bubu biasanya menurut
pengalaman nelayan selama ini menggunakan umpan. Umpan digunakan sebagai
alat pemikat, agar ikan karang datang mendekati alat tangkap bubu, masuk ke
dalam bubu dan akhirnya terperangkap.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi penangkapan ikan karang, selain
penggunaan umpan sebagai alat pengumpul ikan karang agar bisa mendekati alat
tangkap, maka perlu dipikirkan teknologi yang tepat agar ikan-ikan dapat mudah
berkumpul dan akhirnya terperangkap. Alat bantu penangkapan ikan yang
digunakan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan ikan karang adalah rumpon.
66

Rumpon adalah suatu konstruksi bangunan dipasang di perairan bertujuan


untuk memikat ikan agar berasosiasi dengannya sehingga memudahkan
penangkapan (Monintja, 1995 diacu oleh Baskoro dan Effendie, 2005).
Selanjutnya menurut Bergstrom (1983) diacu oleh Atapattu (1991), rumpon
(fish aggregating device) merupakan salah satu metode, objek atau konstruksi
digunakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pemanenan ikan dengan menarik
atau mengumpulkan ikan.
Prinsip penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon, di samping rumpon
berfungsi untuk mengumpulkan ikan, pada hakekatnya adalah agar kawanan
(schooling) ikan tersebut mudah ditangkap dengan alat tangkap yang digunakan.
Diduga ikan tertarik dan berkumpul di sekitar rumpon karena rumpon berfungsi
sebagai tempat berlindung dan mencari makan (Subani 1986 diacu oleh Baskoro
dan Effendie 2005, Monintja et al. 2003, Yusfiandayani 2004). Adanya perifiton
di rumpon dan ikan-ikan beserta food-web lokal yang terbentuk di sekitarnya
menjadikan rumpon dan ruang di sekitarnya suatu feeding ground. Pada food-web
tersebut, biota berukuran kecil biasanya merupakan mangsa bagi ikan-ikan yang
berukuran lebih besar. Bangunan rumpon merupakan substrat mempermudah
biota renik berkembang. Selanjutnya biota renik yang menempel (perifiton)
merupakan mangsa bagi ikan-ikan kecil. Kehadiran ikan-ikan kecil kemudian
akan menarik perhatian ikan-ikan lebih besar untuk datang memangsanya. Proses
selanjutnya yang diharapkan adalah ikan-ikan tersebut (baik mangsa maupun
pemangsa) kemudian akan mendekati bubu dan akhirnya masuk dan terperangkap
karena mangsa akan mencari perlindungan sedangkan pemangsa mengejar
mangsa.
Bubu dipasang bersama rumpon di perairan, mempermudah
mikroorganisme sebagai makanan ikan dapat menempel pada atraktor rumpon.
Mikroorganisme yang menempel disebut perifiton merupakan makan bagi ikan-
ikan kecil. Dengan kehadiran ikan-ikan kecil akan menarik ikan-ikan besar untuk
datang memangsanya. Ikan-ikan akan mendekat pada alat tangkap bubu untuk
mencari perlindungan dan akhirnya masuk dan terperangkap.
Ikan karang mendekati alat tangkap bubu memperlihatkan tingkah laku
yang berbeda-beda sangat tergantung dari spesies ikan. Tidak semua spesies ikan
67

mempunyai tingkah laku di sekitar bubu sama. Pada bubu tidak berumpan, ada
perbedaan tingkah laku ikan memasuki bubu di mana squerrelfish dan goatfish
memasuki bubu dengan cara bergerombol, tetapi parrotfish, bigeye memasuki
bubu secara individual. Chaetodon sp dan Pseudopeneus sp akan berenang
berbalik arah dengan ketakutan bila ada ikan jenis lain yang tertangkap oleh bubu
(Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994). Fenomena ketertarikan ikan
karang pada alat tangkap bubu merupakan bentuk tingkah laku ikan yang sangat
penting harus diketahui sebagai salah satu faktor kunci dalam mendukung
keberhasilan usaha penangkapan ikan karang.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh
rumpon terhadap zone of influence dari alat tangkap bubu.

4.2 Metodologi Penelitian


4.2.1 Prosedur Pengamatan
4.2.1.1 Pengamatan tingkah laku ikan karang di sekitar rumpon dan bubu
(i) Pengamatan tingkah laku ikan karang di sekitar rumpon dan bubu
menggunakan metode sensus visual (visual census method).
Pengamatan dilakukan 30 menit setelah rumpon dan bubu terpasang
di perairan. Pengamatan dilakukan terhadap jenis-jenis ikan karang
yang hadir di sekitar rumpon dan zona pengaruh (zone of influence)
alat tangkap bubu. Ilustrasi tentang zona pengaruh alat tangkap (zone
of influence/field of influence) bubu yang dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon telah disajikan pada Bab 3 Gambar 5.
(ii) Pengamatan berikut dilakukan seminggu sekali pada jam 08.00, jam
12.00, dan jam 16.00. Adapun hal-hal yang diamati meliputi
jumlah ikan, jarak (radius) ikan terhadap rumpon dan bubu, lama
waktu ikan berada di rumpon dan bubu, pola renang (soliter,
bergerombol, dan berpasangan), pola gerak seperti cara datang dari
arah depan dengan membuat gerak melingkar melawan arus,
bergerak naik turun, maupun membuat gerakan searah jarum jam.
68

(iii) Untuk menentukan jenis ikan karang yang hadir di sekitar rumpon
dan bubu mengikuti petunjuk Gloerfelt dan Kailola (1984), Isa et
al. (1998); Kuiter (1992) dan Allen dan Stenee (2002).
(vi) Sebagai data pendukung diamati juga perifiton yang menempel pada
setiap jenis daun atraktor yaitu daun lontar (Borrasus flabellifer),
dan daun gewang/gebang (Corypha gebanga).

4.2.1.2 Pengamatan tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu
Pengamatan tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu melalui
simulasi yang dilakukan di dalam keramba. Pengamatan tidak dapat dilakukan di
lokasi penelitian karena kondisi perairan saat itu dalam keadaan bergelombang
dan arusnya kuat. Pada kondisi ini keadaan perairan menjadi tidak stabil dan
tingkat kekeruhannya tinggi sehingga sulit untuk melakukan pengamatan bawah
air karena batas pandang (visibilitas) rendah dan sulit untuk mengamati jenis ikan
yang hadir di rumpon dan bubu.
Pengamatan dilakukan di dalam keramba berukuran panjang: 2 m, lebar:
1.5 m dan tinggi: 2 m (Lampiran 4). Kemudian ikan hasil tangkapan bubu baik
menggunakan rumpon maupun tanpa rumpon dimasukkan ke dalam keramba.
Pengamatan dilakukan dari jam 11.00 – 17.00 WITA. Ikan yang dimasukkan ke
dalam keramba untuk diamati sebanyak 17 spesies dengan pola tingkah laku
berbeda-beda. Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu diamati secara
visual meliputi pola renang dan pola gerak ikan karang di luar maupun di dalam
bubu serta cara ikan meloloskan diri dari dalam bubu. Pengamatan tingkah laku
ikan karang di dalam keramba hanya menggunakan 17 spesies. Informasi yang
diperoleh masih sangat terbatas sehingga untuk mendapatkan data yang lebih
lengkap perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap jenis-jenis ikan karang
lainnya.
69

4.2.2 Analisis data

1. Analisis komunitas perifiton dan ikan karang


a. Analisis kepadatan Perifiton
Perhitungan kepadatan individu perifiton (n) pada setiap mm2 permukaan
substrat (daun) mengikuti petunjuk American Public Health Association
(A.P.H.A), 1989 ( Rumus telah disajikan pada Bab 3).
b. Analisis Indeks Keragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks
Dominansi (C) perifiton dan ikan karang di rumpon dan bubu mengikuti
petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972) (Rumus telah
disajikan pada Bab 3).

2. Analisis tingkah laku ikan karang


Analisis data jumlah ikan yang hadir, jarak (radius), lama waktu, pola renang
dan pola gerak ikan karang yang hadir di sekitar rumpon dan bubu di jelaskan
secara deskriptif menggunakan tabel dan gambar. Penentuan proporsi ikan
karang yang hadir di rumpon dan bubu, jarak (radius) ikan terhadap rumpon
dan bubu serta lama waktu ditentukan berdasarkan jumlah, jarak (radius), dan
lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu.
Penentuan proporsi dilakukan terhadap jumlah ikan yang hadir, jarak (radius)
setiap spesies ikan karang terhadap rumpon dan bubu, lama waktu setiap
spesies ikan karang hadir di sekitar rumpon dan bubu, pola renang dan pola
gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu (Rumus telah
disajikan pada Bab 3).
Proporsi pola renang ditentukan berdasarkan pola renang yang diperlihatkan
oleh setiap spesies ikan karang, sedangkan pola gerak ditentukan berdasarkan
3 paramater gerakan yang diperlihatkan oleh ikan karang di rumpon dan
bubu. Untuk menentukan pola gerak ikan di rumpon berdasarkan tiga
parameter gerakan yaitu arah renang (datang dari depan dan belakang), pola
gerakan (melawan arus, bergerak naik turun, bergerak bolak balik, bergerak
melingkar searah jarum jam) dan posisi ikan terhadap rumpon (vertikal, atas,
samping, pertengahan, dalam, masuk keluar, singgah sebentar lalu pergi dan
datang langsung pergi). Selanjutnya untuk menentukan pola gerak ikan
70

di bubu berdasarkan tiga parameter gerakan yaitu arah renang (depan,


samping, belakang), pola gerakan (melawan arus, naik turun, bolak balik,
menyusuri dinding bubu, menyusuri dinding bubu serah jarum jam) dan
posisi ikan dengan bubu (atas, samping, depan mulut bubu, dasar dan
langsung pergi). Penentuan pola gerak ikan karang di rumpon dan bubu di
modifikasikan mengikuti petunjuk Suharyanto (2003) yang dilakukan dalam
menentukan pola lompatan udang.

4.3 Hasil
4.3.1 Rumpon sebagai alat pengumpul ikan karang
4.3.1.1 Keragaman taksa perifiton di rumpon
Awal setelah rumpon di pasang di perairan maka daun-daun rumpon akan
membusuk dan menempel mikroorganisme. Mikroorganisme yang menempel
disebut perifiton. Perifiton terdiri dari tumbuhan dan hewan mikroskopis yang
menempel pada substrat yang terendam dalam air terutama pada atraktor rumpon.
Perifiton yang hadir di rumpon akan mempengaruhi laju perkembangan proses
kolonisasi organisme pemangsa lain termasuk juvenil ikan dan larva kerang-
kerangan yang menempel (Soedharma,1994).
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan jenis-jenis perifiton yang
menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 secara
keseluruhan berjumlah 85 spesies, 70 genus, 36 famili dan 15 kelas. Keragaman
taksa perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi
L1 dan L2 disajikan Tabel 7. Jenis dan sebaran perifiton pada atraktor lontar dan
gewang di lokasi L1 dan L2 dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6.
Tabel 7 Keragaman taksa perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar
dan gewang di lokasi L1 dan L2

Taksa L1 L2
perifiton RKL RBL RG RKL RBL RG
Spesies 50 46 53 46 41 50
Genus 46 42 46 42 39 43
Famili 31 30 29 30 25 29
Kelas 13 12 15 11 10 14
71

Keragaman taksa perifiton ditemukan pada atraktor rumpon kecil lontar di


lokasi L1 ada 50 spesies, 46 genus, 31 famili dan 13 kelas, atraktor rumpon besar
lontar di lokasi L1 ada 46 spesies, 42 genus, 30 famili dan 12 kelas, dan pada
atraktor rumpon gewang di lokasi L1 ada 53 spesies, 46 genus, 29 famili dan 15
kelas. Selanjutnya komposisi dan sebaran perifiton yang ditemukan pada atraktor
rumpon kecil lontar di lokasi L2 ada 46 spesies, 42 genus, 30 famili dan 11 kelas,
atraktor rumpon besar lontar di lokasi L2 ada 41 spesies, 39 genus, 25 famili dan
10 kelas, dan pada atraktor rumpon gewang di lokasi L2 ada 50 spesies, 43 genus,
29 famili dan 14 kelas.
Jumlah spesies perifiton terbanyak pada rumpon gewang lokasi L1
sebanyak 53 spesies, kemudian diikuti oleh rumpon kecil lontar di lokasi L1 dan
rumpon gewang di lokasi L2 masing-masing sebanyak 50 spesies, dan terendah
pada rumpon besar lontar lokasi L2 sebanyak 41 spesies. Selanjutnya jumlah
genus tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar dan rumpon gewang lokasi L1
masing-masing sebanyak 46 genus, kemudian diikuti oleh rumpon gewang lokasi
L2 sebanyak 43 genus dan terendah pada rumpon besar lontar di lokasi L1 dan L2
sebanyak 39 genus. Jumlah famili tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar
lokasi L1 dan L2 masing-masing sebanyak 31 dan 30 famili, kemudian rumpon
gewang lokasi L1 dan L2 masing-masing 29 famili, dan terendah pada rumpon
besar lontar lokasi L1 dan L2 sebanyak 26 dan 25 famili. Berikutnya jumlah kelas
terbanyak terdapat pada rumpon gewang lokasi L1 dan L2 masing-masing
sebanyak 15 dan 14 kelas, kemudian rumpon kecil lontar lokasi L1 sebanyak 13
kelas dan terendah pada rumpon besar lontar lokasi L2 sebanyak 10 kelas.
Sebaran taksa perifiton pada rumpoin lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2
disajikan pada Gambar 7.
72

60
50

J u m la h ta k s a
40
Spesies
30
Genus
20
Famili
10
Kelas
0
RKL1 RBL1 RG1 RKL2 RBL2 RG2
Jenis rumpon

Gambar 7 Keragaman taksa perifiton pada atraktor rumpon lontar


dan gewang di lokasi L1 dan L2.

Keragaman spesies tertinggi terdapat pada rumpon gewang L1, kemudian


rumpon kecil lontar L1 dan rumpon gewang L2 dan teredah pada rumpon besar
lontar L2. Jumlah genus tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar dan rumpon
gewang L1 dan terendah pada rumpon besar lontar L2. Famili tertinggi terdapat
pada rumpon kecil lontar L1 dan terendah pada rumpon besar lontar L2.
selanjutnya kelas tertinggi terdapat pada rumpon gewang L1 dan L1 dan terendah
pada rumpon besar lontar L2. Dari data tersebut terlihat bahwa kelas
Bacillariophyceae lebih mendominasi keragaman taksa perifiton baik dilihat dari
jumlah spesies, genus maupun famili dibandingkan dengan kelas perifiton
lainnya.
Selain jenis-jenis perifiton yang diamati pada atraktor rumpon, dilakukan
pengamatan juga pada alat tangkap bubu. Adapaun jenis-jenis perifiton yang
teridentifikasi pada alat tangkap bubu sebagai berikut : Zygnemopsis spiralis,
Globoralis pumilio, Creseis virgula, C. acicula, Leptocylindrus sp, Spikul spongs,
Zygnema insigne, Cymbella sp 2, Textullaria sagittula, Coscinodiscus sp,
Amphorela brandhi, Nitzschia sigma, N. vitrea, Eutintinus sp, Halosphaera
viridis, Spongilla fragilis, Atlanta sp, Peraclis sp, Hyalotheca dissiliens, Limacina
leseuri, Detonula pumida, Rhizoclonium sp, Pleurosigma sp, Triceratium
73

ghibbosum, Ligmophora abbreviata, Calanus sp, Askenasyella chlamidopus,


Fragmen alga merah, Pyrocistis fusiformis, Fragillaria cylindrus, Atlanta sp,
Pelagothrix clevei, Halosphora viridis, Anguillospora longissima, Diploneis
fusca, larva udang, Cipria sp, dan Tintinopsis sp. Dari hasil identifikasi ini
ternyata bahwa jenis-jenis perifiton yang hadir di rumpon mirip dengan jenis-jenis
perifiton yang terdapat pada bagian-bagian badan bubu.

4.3.1.2 Kepadatan dan kelimpahan perifiton

Jenis perifiton yang memiliki kepadatan dan kelimpahan tertinggi terdapat


pada rumpon kecil lontar lokasi L1 adalah Leptocylindrus sp dengan kepadatan
9,0 ind/mm2 dan kelimpahan 25,0%, kemudian Chroococcus sp dengan
kepadatan 8.0 ind/mm2 dan kelimpahan 23.0 %, dan diikuti oleh jenis lain. Pada
rumpon besar lontar lokasi L1 adalah Leptocylindrus sp dengan kepadatan 13,0
ind/mm2 dan kelimpahan 45,0%, kemudian Chroococcus sp dengan kepadatan
8,0 ind/mm2 dan kelimpahan 26,0%, dan diikuti oleh jenis lain. Pada rumpon
gewang di lokasi L1 adalah Chroococcus sp dengan kepadatan 17,0 ind/mm2 dan
kelimpahan 73,0%, kemudian Leptocylindrus sp dengan kepadatan 5,0 ind/mm2
dan kelimpahan 20,0%, dan diikuti oleh jenis lain.
Jenis perifiton yang memiliki kepadatan dan kelimpahan tertinggi terdapat
pada rumpon kecil lontar di lokasi L2 adalah Chroococcus sp dengan kepadatan
5,0 ind/mm2 dan kelimpahan 17,0 %, kemudian Dentiluca thermalis dengan
kepadatan 6,0 ind/mm2 dan kelimpahan 21,0%, dan diikuti oleh jenis lain. Pada
rumpon besar lontar di lokasi L2 adalah Leptocylindrus sp dengan kepadatan 12,0
ind/mm2 dan kelimpahan 44,0 %, kemudian Chroococcus sp dengan kepadatan
8,0 ind/mm2 dan kelimpahan 29,0%, dan diikuti oleh jenis lain, sedangkan pada
rumpon gewang di lokasi L2 adalah Chroococcus sp dengan kepadatan 5
ind/mm2 dan kelimpahan 8,0%, kemudian Nitzschia sigma dengan kepadatan
23 ind/mm2 dan kelimpahan 5,0%, dan diikuti oleh jenis lain.
Jenis perifiton yang memiliki nilai kepadatan dan kelimpahan tertinggi dari
seluruh jenis perifiton yang menempel baik pada rumpon kecil lontar maupun
rumpon besar lontar adalah Leptocylindrus sp, sedangkan rumpon gewang
didominasi oleh Chroococcus sp. Nilai kepadatan dan kelimpahan setiap jenis
74

perifiton pada lokasi L1 dan L2 dapat dilihat pada Lampiran 7. Sebaran nilai
kepadatan setiap kelas perifiton di lokasi L1 dan L2 disajikan pada Gambar 8
dan 9.

25 Bacillario phyceae
Dino phyceae
20 Cyano phyceae
N ila i kepa da ta n setia p fa m ili

Chlo ro phyceae
Rho do phyceae
15 Sarco dina
perifito n

Co pepo da
P ro to branchia
10
Demo s po ngiae
Uro cho rdata/Tunicata
5 Opis tho branchia
Spro tricha
P o lychaeta
0 Bacteria
RKL1 RBL1 RG1 Myxo phyceae
Ciliata
Jenis rumpon di lokasi L1

Gambar 8 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1.

25 Bacillario phyceae
Nilai k ep ad atan (X) setiap k elas p erifito n

Dino phyceae
Cyano phyceae
Chlo rop hyceae
20
Rhod op hyceae
Sarcod ina
Cop epo da
15 Pro tob ranchia
Demosp ong iae
Uro cho rdata/Tunicata
Opisthob ranchia
10
Sp rotricha
Po lychaeta
Bacteria
5 Myxop hyceae
Ciliata

Gambar 9 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2.
75

Dari gambar tersebut terlihat bahwa kelas perifiton yang memiliki nilai
kepadatan tertinggi adalah kelas Cyanophyceae yang terdapat pada rumpon
gewang baik di lokasi L1 maupun L2, kemudian kelas Bacillariophyceae dan
diikuti oleh kelas perifiton lainnya. Dengan demikian kelas periton yang memiliki
nilai kepadatan tertinggi di lokasi L1 dan L2 di dominansi oleh Kelas
Cyanophyceae dan Bacillariophhyceae. Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas
perifiton di lokasi L1 dan L2 disajikan pada Gambar 10 dan 11.

60 Bacillario p hyceae
Nilai kelimpahan (N) setiap famili

Dino p hyceae

50 Cyano p hyceae
Chlo ro p hyceae
Rho d o p hyceae
40
perifiton

Sarco d ina
Co p ep o d a
30 Pro t o b ranchia
Demo s p o ng iae
Uro cho rd ata/Tunicata
20
Op is tho b ranchia
Sp ro tricha
10 Po lychaeta
Bacteria
0 M yxo p hyceae

RKL1 RBL1 RG1


Jenis rumpon di lokasi L1

Gambar 10 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1.
Bacillario p hyceae
60 Dino p hyceae
Cyano p hyceae
Nilai kelimpahan (N) setiap famili

Chlo ro p hyceae
50
Rho d o p hyceae
Sarco d ina
40 Co p ep o d a
perifiton

Pro t o b ranchia

30 Demo s p o ng iae
Uro cho rd at a/ Tunicat a
Op is tho b ranchia
20 Sp ro tricha
Po lychaeta

10 Bact eria
M yxo p hyceae
Ciliata
0
RKL2 RBL2 RG2
Jeni s rumpon di l okasi L2

Gambar 11 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2.
76

Dari gambar tersebut terlihat bahwa kelas perifiton yang memiliki nilai
kelimpahan tertinggi adalah Kelas Cyanophyceae pada rumpon besar lontar di
lokasi L1, sedangkan di lokasi L2 kelas perifiton yang memiliki kelimpahan
tertinggi adalah kelas Bacillariophyceae terdapat pada rumpon besar lontar.
Dengan demikian kelas periton yang memiliki nilai kepadatan dan kelimpahan
tertinggi di lokasi L1 dan L2 di dominansi oleh Kelas Cyanophyceae dan
Bacillariophhyceae.

4.3.1.3 Indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)


perifiton yang menempel pada atraktor rumpon
Nilai indeks H , E dan C merupakan suatu nilai yang memberikan
gambaran tentang kondisi hubungan antara kelompok organisme digunakan untuk
menilai kestabilan struktur komunitas organisme tersebut. Analisis nilai indeks
H’, E dan C dilakukan juga untuk menilai kestabilan struktur komunita perifiton
yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2.
Hasil analisis nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)
perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1
dan L2 disajikan pada Tabel 8 dan Gambar 12.
Tabel 8 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)
perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan rumpon
gewang di lokasi L1 dan L2

Lokasi No Jenis Rumpon H E C


L1 1 Rumpon Kecil Lontar 0,993 0,791 0,125

2 Rumpon Besar Besar 0,883 0,545 0,276

3 Rumpon Gewang 1,252 0,795 0,559

L2 1 Rumpon Kecil Lontar 1,183 0,754 0,055

2 Rumpon Besar Besar 0,621 0,513 0,281

3 Rumpon Gewang 1,226 0,738 0,094

Nilai indeks H , E dan C perifiton yang menempel pada rumpon kecil


lontar lokasi L1 terdiri dari H = 0,993, E = 0,791 dan C = 0,125. Nilai ini
77

menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton


berada pada kondisi stabil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada
dominansi spesies perifiton tertentu di dalam komunitasnya. Rumpon besar lontar
lokasi L1 terdiri dari H = 0,883, E = 0,545 dan C = 0,276. Nilai ini menunjukkan
bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton berada pada
kondisi labil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada dominansi spesies
perifiton tertentu di dalam komunitasnya, sedangkan pada rumpon gewang lokasi
L1 terdiri dari H =1,251, E = 0,795 dan C = 0,559. Nilai ini menunjukkan bahwa
keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton berada pada kondisi slabil
dan ada dominansi spesies di dalam komunitasnya.
Selanjutnya nilai indeks H , E dan C perifiton yang menempel pada rumpon
kecil lontar lokasi L2 terdiri dari H =1,183, E = 0,754 dan C = 0,055. Nilai ini
menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton
berada pada kondisi stabil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada
dominansi spesies perifiton tertentu di dalam komunitasnya. Rumpon besar lontar
di lokasi L2 terdiri dari H = 0,621, E = 0,513 dan C = 0,281. Nilai ini
menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton
berada pada kondisi labil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada
dominansi spesies perifiton tertentu di dalam komunitasnya, sedangkan pada
rumpon gewang di lokasi L1 terdiri dari H =1,226, E = 0,738 dan C = 0,094.
Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas
perifiton berada pada kondisi labil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada
dominansi spesies perifiton tertentu di dalam komunitasnya.
Indeks keragaman (H’) perifiton pada rumpon gewang di lokasi L1 dan L2
lebih tinggi dibandingkan dengan rumpon lontar kecil dan lontar besar. Indeks
Keseragaman (E) perifiton di lokasi L1 tertinggi pada rumpon gewang, sedangkan
di lokasi L2 pada rumpon kecil lontar. Selanjutnya indeks dominansi (C) perifiton
tertinggi pada rumpon gewang di lokasi L1. Berdasarkan kisaran nilai H’, E dan
C dapat disimpulkan bahwa keragaman perifiton pada rumpon lontar dan rumpon
gewang di lokasi L1 dan L2 umumnya rendah, komunitas perifiton berada pada
kondisi labil sampai stabil dan tidak ada dominansi spesies di dalam komunitas
perifiton.
78

1.4

1.2

Indeks H', E dan C


0.8
H'
0.6
E
0.4 C

0.2

0
RKL1 RBL1 RG1 RKL2 RBL2 RG2
Jenis rumpon

Gambar 12 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan


Dominansi (C) perifiton di lokasi L1 dan L2.

4.3.1.4 Keterkaitan ikan karang dengan rumpon sebagai feeding ground


Rumpon sebagai alat pengumpul ikan berfungsi sebagai sumber makan bagi
ikan-ikan karang. Penelitian ini tidak membahas khusus tentang jenis-jenis
makanan yang dimakan oleh ikan karang di rumpon. Namun dengan hadirnya
perifiton di rumpon memacu ikan karang untuk berkumpul dan diduga makanan
yang dimakan adalah perifiton. Perifiton yang menempel pada daun atraktor
rumpon merupakan sumber makanan bagi ikan karang. Hadirnya ikan karang di
rumpon tentu akan memanfaatkan sumber makanan tersebut. Kondisi ini
menggambarkan suatu bentuk jaringan makanan (food web) yang terbentuk di
rumpon dan menjadikan rumpon sebagai feeding ground bagi ikan-ikan karang.
Pada saat pengamatan lapangan terlihat beberapa jenis ikan karang begitu
aktif mencari makan dan melakukan proses makan di rumpon seperti Chaetodon
kleinii, Zebrasoma sp, Scarus sp dan jenis ikan lainnya. Misalnya Chaetodon
kleinii memperlihatkan tingkah laku dalam mencari makan di rumpon dengan
cara bergerak bola balik masuk keluar rumpon sambil mencicipi makanan yang
terdapat di daun rumpon. Tingkah laku makan ini mengindikasikan jenis ikan
karang tersebut hadir di rumpon dan memanfaatkan rumpon sebagai tempat
mencari makan.
79

Penelitian juga telah dilakukan oleh Saldika (2007) bersamaan dengan


pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis makanan yang
dimakan oleh ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan
bersama rumpon dengan menganalisis isi lambung ikan Epinepelus merra. Hasil
analisis isi lambung membuktikan bahwa jenis-jenis makanan yang dimakan
ikan Epinephelus merra yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan
bersama rumpon terdiri atas ikan, udang, cumi-umi dan kepiting.
Penelitian ini baru dilakukan pada salah satu jenis ikan karang tetapi untuk
mendapatkan informasi yang lengkap tentang jenis-jenis makanan yang di makan
oleh ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama
rumpon perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Diharapkan kedepan melalui
informasi penelitian yang akan dilakukan dapat menggambarkan secara lengkap
jenis-jenis makanan yang terdapat di rumpon sebagai sumber makanan bagi ikan
karang.

4.3.2 Keragaman taksa ikan karang


4.3.2.1 Keragaman taksa ikan karang di rumpon
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa jenis-jenis ikan karang yang
hadir di rumpon pada lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari
berjumlah 62 spesies, 42 genus dan 22 famili (Tabel 9). Keragaman taksa pada
setiap kelompok ikan karang yang hadir di rumpon disajikan pada tabel di bawah
ini.
Tabel 9 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon
Kelompok ikan Taksa RKL1 RBL1 RKL2 RBL2
Famili Utama Spesies 14 13 7 13
(Mayor) Genus 11 10 7 11
Famili 8 6 5 6
Target Spesies 14 8 6 8
Genus 13 5 5 8
Famili 8 3 2 7
Indikator Spesies 3 4 1 2
Genus 1 1 1 1
Famili 1 1 1 1
Non Ikan Spesies 1 0 0 0
Karang Genus 1 0 0 0
Famili 1 0 0 0
Keterangan : RKL : Rumpon kecil lontar, RBL : Rumpon besar lontar.
80

Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah spesies tertinggi pada kelompok


famili utama (mayor) terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1. Jumlah
genus tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1 dan rumpon besar
lontar di lokasi L2, sedangkan jumlah famili tertinggi terdapat pada rumpon kecil
lontar di lokasi L1. Pada kelompok ikan target jumlah spesies, genus dan famili
tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1, dibandingkan dengan
kelompok rumpon lainnya. Pada kelompok indikator spesies tertinggi terdapat
pada rumpon besar lontar di lokasi L1 dan untuk genus dan famili semuanya
sama. Pada kelompok non ikan karang spesies, genus dan famili hanya terdapat
pada rumpon kecil lontar di lokasi L1, sedangkan lainnya tidak ada. Dari uraian
tersebut terlihat bahwa keragaman taksa tertinggi baik spesies, genus maupun
famili terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1. Sebaran keragaman taksa
ikan karang yang hadir di rumpon disajikan pada Gambar 13 dan 14.

14

12
Famili Utama (M ayo r)
10 Targ et
Jumlah taksa

Ind ikat o r
8 No n Ikan Karang

2
No n Ikan Karang
0 Ind ikat o r
Targ et Ke lompok ikan
Sp es ies Genus
RKL1 Famili Sp es ies Famili Utama (M ayo r)
Genus
RBL1 Famili

Jenis rumpon

Gambar 13 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L1.

14

12

Famili Utama (Mayor)


Jumlah taksa

10
T arget
8
Indikator
6 Non Ikan Karang

2
Non Ika n Ka ra ng
Indika t or
0
Ta rge t Ke lompok ikan
S pe sie s
Ge nus Fa mili Ut a ma (Ma yor)
RKL2 Fa mili
S pe sie s
Ge nus
RBL2 Fa mili

Jenis rumpon

Gambar 14 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L2.
81

Secara rinci komposisi dan sebaran jenis ikan karang hadir di rumpon
disajikan pada Lampiran 8. Dari data tersebut terlihat bahwa beberapa jenis ikan
karang yang dominan hadir di sekitar rumpon baik rumpon kecil maupun rumpon
besar di lokasi L1 dan L2 seperti Chromis margaritifer, Abudefduf bengalensis,
Chrysiptera rollandi dan Chaetodon kleinii. Selanjutnya yang menyebar sedang
seperti Chromis ovalis, Chrysiptera unimaculata, Sufflamen chrysopterus, Scarus
ghobban, Apogon kallopterus, Centropyge bicolor, Canthigaster valentini, Pterois
volitans, Acanthurus nigricans, A. mata, Ctenochaetus striatus, Halichoeres
scapularis, Epinephelus merra, Parupeneus bifasciatus, Lethrinus sp, Lutjanus sp
dan Chaetodon trifasciatus, sedangkan jenis ikan lainnya menyebar jarang.

4.3.2.2 Keragaman taksa ikan karang di bubu


Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa keragaman taksa ikan
karang yang hadir pada alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari secara
keseluruhan berjumlah 47 spesies, 34 genus dan 20 famili (Tabel 10). Keragaman
taksa pada setiap kelompok ikan karang yang hadir di bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon deisajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 10 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu.
Kelompok Taksa BRK1 BRB1 BTR1 BRK2 BRB2 BTR2
ikan
Famili Spesies 7 12 5 8 7 6
Utama Genus 7 9 4 7 6 5
(Mayor) Famili 4 4 3 5 4 3
Target Spesies 5 4 4 3 3 4
Genus 4 4 4 3 3 4
Famili 2 2 2 3 3 4
Indikator Spesies 1 1 1 1 2 3
Genus 1 1 1 1 1 1
Famili 1 1 1 1 1 1
Non Ikan Spesies 0 0 1 0 0 1
Karang Genus 0 0 1 0 0 1
Famili 0 0 1 0 0 1
Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil, BRB: Buburumpon besar, BTR: Bubu tanpa rumpon.

Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah spesies dan genus tertinggi


terdapat pada kelompok famili utama (mayor) di bubu rumpon besar lokasi L1,
82

sedangkan jumlah famili tertinggi terdapat pada bubu rumpon kecil di lokasi L2.
Pada kelompok ikan target jumlah spesies tertinggi terdapat pada bubu rumpon
kecil di lokasi L1, sedangkan jumlah genus tertinggi masing-masing terdapat pada
bubu rumpon kecil, bubu rumpon besar, bubu tanpa rumpon di lokasi L1 dan bubu
tanpa rumpon di lokasi L2. Selanjutnya jumlah famili tertinggi terdapat pada bubu
tanpa rumpon di lokasi L2 . Pada kelompok indikator spesies tertinggi terdapat
pada bubu tanpa rumpon di lokasi L2, sedangkan untuk genus dan famili
semuanya sama. Pada kelompok non ikan karang spesies, genus dan famili hanya
terdapat pada bubu tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2, sedangkan lainnya tidak
ada. Dari data tersebut terlihat bahwa keragaman taksa tertinggi baik spesies,
genus maupun famili terdapat pada bubu rumpon besar di lokasi L1. Sebaran
keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon disajikan pada Gambar 15 dan
16.

12

10

F amili Ut ama (M ayo r)

T arget
8
Jumlah taksa

Indikator
Non Ikan Karang
6

Non Ikan Ka r ang


0
Indikat or Ke lompok ikan
S p e sie s
Ge n us Ta r get
BRK1 Fa mili
S pe sie s
Ge nus Famili Utama (Mayor )
BRB1 Fa mili
S p e sie s
Ge nus
BTR1 Fa mili

Jenis bubu

Gambar 15 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L1.

6
F a m ili Uta m a (M a yo r)
Jumlah taksa

5
Ta rge t
4 Indika to r
No n Ika n Ka ra ng
3

0 Non Ikan Kar ang

S pe sie s
Indikator
Ke lompok i kan
Ge nus Tar get
BRK2 Fa m ili
S pe sie s Famili Utama (Mayor )
Ge nus
BRB2 Fa mili
S pe sie s
Ge nus
BTR2 Fa m ili

Ke ragaman taksa di bubu

Gambar 16 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L2.
83

Secara rinci komposisi jenis dan sebaran ikan karang teramati pada pagi,
siang dan sore hari disajikan pada Lampiran 9. Beberapa spesies ikan karang yang
hadir dominan pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa
rumpon di lokasi L1 dan L2 sepeprti Apogon kallopterus dan Chaetodon kleinii.
Selanjutnya yang menyebar sedang adalah Abudefduf bengalensis, Dascyllus
aruanus, Scarus ghobban, Ctenochaetus striatus, dan Acanthurus bariena,
sedangkan jenis ikan lainnya menyebar jarang.

4.3.3 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang


4.3.3.1 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di rumpon
Jumlah ikan karang yang hadir di rumpon kecil lontar dan rumpon besar
lontar di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari secara
keseluruhan berjumlah 1190 individu (Lampiran 10). Pada rumpon lontar kecil di
lokasi L1 sebanyak 387 individu, rumpon lontar besar sebanyak 396 individu.
Selanjutnya jumlah ikan karang yang hadir di rumpon lontar kecil di lokasi L2
sebanyak 149 individu dan rumpon lontar besar sebanyak 407 individu.
Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar
rumpon disajikan pada Tabel 11. Jumlah kelompok ikan karang yang hadir
terbanyak adalah kelompok famili utama (mayor), kemudian kelompok target dan
indikator, dan paling rendah dari kelompok non ikan karang.

Tabel 11 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon
Kelompok Ikan Lokasi Total Proporsi
L1 L2 (%)
RKL RBL RKL RBL
Famili utama (mayor) 182 320 121 302 925 78
Target 85 37 41 18 181 15
Indikator 11 21 4 47 83 7
Non ikan karang 1 0 0 0 1 <1
Total 279 378 166 367 1190
Keterangan: RKL : Rumpon Kecil Lontar, RBL : Rumpon Besar Lontar.
84

Total individu ikan karang yang hadir di rumpon kecil lontar dan rumpon
besar lontar di lokasi L1 dan L2 dalam jumlah terbanyak adalah Abudefduf
bengalensis sebanyak 193 individu/m2, kemudian Apogon kallopterus sebanyak
151 individu/m2, dan diikuti oleh jenis ikan lain. Total jumlah individu setiap
famili ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar
lontar di lokasi L1 dan L2 disajikan dalam Gambar 17 dan 18.
300
P o macentridae
B alistidae
250 Scaridae
A po go nidae
P o macanthidae
200 Ephippididae
Tetrao do ntidae
Sco rpaenidae
150 A canthuridae
Siganidae
Labridae
100 Serranidae
M ullidae
Lethrinidae
50 Lutjanidae
Chaeto do ntidae
Dasyatitidae
0
RKL RBL
R um po n k e c il lo nt a r ( R KL) da n rum po n be s a r lo nt a r ( R B L)
di lo k a s i I

Gambar 17 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang


hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar
lontar di lokasi L1.

180
P o macentridae
Scaridae
160
A po go nidae
P o macanthidae
140
Ophicthidae
Ephippididae
120 Tetrao do ntidae
Sco rpaenidae
100 Centriscidae
Caesio nidae
80 A canthuridae
Labridae
60 Serranidae
M ullidae
Lethrinidae
40
Lutjanidae
Haemulidae
20
Nemipteridae
Chaeto do ntidae
0
RKL RBL
R um po n k e c il lo nt a r ( R KL) da n rum po n be s a r lo nt a r ( R B L)
di lo k a s i II

Gambar 18 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar
di lokasi L2.
85

Jumlah individu ikan karang yang hadir di rumpon besar lontar lebih
banyak dibandingkan dengan rumpon kecil lontar. Perbedaan ini disebabkan
karena bedanya dimensi rumpon, dimana rumpon ukuran besar tentu mempunyai
daya tampung ikan karang berkumpul lebih banyak dibandingkan dengan rumpon
ukuran kecil. Selain itu, ada beberapa jenis ikan karang biasanya hadir dalam
jumlah besar seperti Chromis margaritifer, C. ovalis, Abudefduf bengalensis,
Apogon kallopterus, dan Pterocaesio diagramma.

4.3.3.2 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di bubu


Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa jenis-jenis ikan karang yang
hadir pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di
lokasi L1 dan L2, teramati pada pagi, siang dan sore hari secara keseluruhan
berjumlah 1230 individu (Lampiran 11). Jumlah ikan karang yang hadir di bubu
rumpon kecil di lokasi L1 sebanyak 184 individu, bubu rumpon besar di lokasi L1
sebanyak 242 individu, dan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 sebanyak 267
individu. Selanjutnya pada bubu rumpon kecil di lokasi L2 sebanyak 210
individu, bubu rumpon besar di lokasi L2 sebanyak 126 individu, dan bubu tanpa
rumpon di lokasi L2 sebanyak 215 individu.
Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar
bubu di disajikan pada Tabel 12. Jumlah kelompok ikankarang yang hadir
terbanyak adalah kelompok famili utama (mayor), kemudian kelompok target dan
indikator, dan paling rendah dari kelompok non ikan karang.
Tabel 12 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di
sekitar bubu
Kelompok Lokasi Total Proporsi
Ikan L1 L2 (%)
BRK BRB BTR BRK BRB BTR
Famili utama 127 217 229 164 91 85 913 74
(mayor)
Target 49 16 15 26 7 113 226 18
Indikator 8 9 22 20 14 16 89 7
Non ikan 0 0 1 0 0 1 2 <1
karang
Total 184 242 267 210 112 215 1230
Keterangan : BRK : Bubu Rumpon Kecil, BRB : Bubu Rumpon Besar, BTR : Bubu Tanpa
Rumpon.
86

Total jumlah spesies ikan karang yang hadir di bubu rumpon kecil dan bubu
rumpon besar di lokasi L1 dan L2 dalam jumlah terbanyak adalah Abudefduf
bengalensis sebanyak 346 individu/m2, kemudian Apogon kallopterus sebanyak
174 individu/m2, dan diikuti oleh jenis ikan lain. Total jumlah individu setiap
famili ikan karang yang hadir di bubu rumpon kecil, bubu rumpon besar dan bubu
tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 disajikan dalam Gambar 19 dan 20.

P omacentridae
250 Apogonidae
P omacanthidae
200
Scaridae
150 Holocentridae
Malacanthidae
100
Caes ionidae

50 Acanthuridae
Labridae
0 Siganidae
BRK BRB BTR Chaetodontidae
Bubu rumpon kecil (BRK), bubu rumpon Das yatitidae
bes ar (BRB) dan bubu tanpa rumpon (BTR)
di lokas i I

Gambar 19 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir
di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa
rumpon di lokasi L1.
120
P o ma c e nt rid a e
Jumlah individu setiap famili ikan karang

A p o g o nid a e
100 S c a rid a e
B a lis t id a e
S c o r p a e nid a e
80 C a e s io nid a e
A c a nt hur id a e
La b rid a e
60
Le t hrinid a e
M ullid a e
40 Ha e mulid a e
N e mip t e rid a e
S e rra nid a e
20 C ha e t o d o nt id a e
M ura e nid a e
0
BRK BRB BT R
Bubu rum p o n k ecil (BRK ), bubu rum p o n besar
(BRB) dan bubu t an p a rum p o n (BT R) di lo k asi II

Gambar 20 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang


hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon di lokasi L2.
87

4.3.4 Indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan


karang di sekitar rumpon dan bubu
4.3.4.1 Rumpon
Nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan
karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 disajikan pada Tabel
13 dan Gambar 21.
Tabel 13 Nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)
ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2
Lokasi No Dimensi Rumpon H E C

L1 1 Rumpon Kecil Lontar 0.861 0,723 0,168

2 Rumpon Besar Lontar 1,010 0,803 0,147

L2 1 Rumpon Kecil Lontar 0,734 0,656 0,281

2 Rumpon Besar Lontar 1,032 0,781 0,175

Nilai Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang


di rumpon kecil lontar lokasi I terdiri dari nilai H = 0.861, E = 0,723, dan
C = 0,168. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang
hadir di sekitar rumpon kecil lontar kecil, komunitas ikan karang berada pada
kondisi labil dan dominansi rendah berarti tidak ada dominansi spesies ikan
tertentu di dalam komunitas ikan karang. Pada rumpon besar lontar lokasi L1
terdiri dari nilai H = 1,010, E = 0,803, dan C = 0,147. Nilai ini menunjukkan
bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di sekitar rumpon besar lontar
kecil, komunitas ikan karang berada pada kondisi stabil dan dominansi rendah
berarti tidak ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang.
Selanjutnya nilai Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan
karang di rumpon kecil lontar lokasi L2 terdiri dari nilai H = 0,734,
E = 0,656, dan C = 0, 281. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi
ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar rendah, komunitas ikan
karang berada pada kondisi labil dan dominansi rendah berarti tidak ada
dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang. Pada rumpon
besar lontar lokasi L2 terdiri dari nilai H = 1,032, E = 0,781, dan C = 0,175.
88

1.2

Indeks H', E dan C


0.8

0.6 H'
E
0.4
C
0.2

0
RKL1 RBL1 RKL2 RBL2

Jenis rumpon

Gambar 21 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan


Dominansi (C) ikan karang di rumpon.

Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di
sekitar rumpon besar lontar kecil, komunitas ikan karang berada pada kondisi
stabil dan dominansi rendah berarti tidak ada dominansi spesies ikan tertentu di
dalam komunitas ikan karang.
Gambar tersebut menunjukkan bahwa nilai Keragaman (H’) ikan karang
yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi I dan
II tertinggi pada rumpon besar lontar baik di lokasi L1 dan L2, sedangkan nilai
Keseragaman (E) tertinggi pada rumpon besar lontar baik di lokasi L1 maupun L2
dan nilai Dominansi (C) tertinngi pada rumpon kecil lontar di lokasi L2.

4.3.4.2 Bubu
Hasil analisis nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan
Dominansi (C) ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 secara rinci disajikan pada Tabel
14 dan Gambar 22.
89

Tabel 14 Nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan
karang yang hadir di sekitar bubu di lokasi L1 dan L2
Lokasi No Alat Tangkap H E C
L1 1 Bubu Rumpon Kecil 0,833 0,771 0,211
2 Bubu Rumpon Besar 1,013 0,901 0,126
3 Bubu Tanpa Rumpon 0,445 0,428 0,573
L2 1 Bubu Rumpon Kecil 0,661 0,637 0,309
2 Bubu Rumpon Besar 0,787 0,787 0,254
3 Bubu Tanpa Rumpon 0,763 0,668 0,267

Nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan


karang yang hadir di sekitar bubu rumpon kecil di lokasi L1 terdiri dari nilai H =
0,833, E = 0,771 dan C = 0,211. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman
populasi ikan karang yang hadir di sekitar bubu rumpon kecil adalah kecil,
komunitas ikan karang berada pada kondisi stabil dan dominansi rendah berarti
tidak ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang. Pada
bubu rumpon besar di lokasi L1 terdiri dari nilai H = 1,013, E = 0,901 dan
C = 0.126. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang
hadir di sekitar bubu rumpon besar rendah/kecil, komunitas ikan karang berada
pada kondisi stabil dan dominansi rendah yang berarti tidak ada dominansi spesies
ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang, sedangkan bubu tanpa rumpon
di lokasi L1 terdiri dari nilai H = 0,445, E = 0,428 dan C = 0,573. Nilai ini
menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di sekitar bubu
tanpa rumpon rendah, komunitas ikan karang berada pada kondisi labil dan
dominansi sedang yang berarti ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam
komunitas ikan karang.
Selanjutnya nilai Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)
ikan karang yang hadir di sekitar bubu rumpon kecil di lokasi L2 terdiri dari nilai
H = 0,661, E = 0,637 dan C = 0,309. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman
populasi ikan karang yang hadir di sekitar bubu rumpon kecil rendah/kecil,
komunitas ikan karang berada pada kondisi labil dan dominansi sedang yang
berarti ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang. Pada
90

bubu rumpon besar di lokasi L2 terdiri dari nilai H = 0,787, E = 0,787 dan
C = 0,254. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang
hadir di sekitar bubu rumpon besar kecil, komunitas ikan karang berada pada
kondisi stabil dan dominansi rendah yang berarti tidak ada dominansi spesies ikan
tertentu di dalam komunitas ikan karang, sedangkan pada bubu yang dioperasikan
tanpa rumpon di lokasi L2 terdiri dari nilai H = 0,767, E = 0,668 dan C = 0,267.
Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di
sekitar bubu tanpa rumpon rendah, komunitas ikan karang berada pada kondisi
stabil dan dominansi sedang yang berarti ada dominansi spesies ikan tertentu
didalam komunitas ikan karang.
Dari data tersebut terlihat bahwa nilai Keragaman (H’) ikan karang pada
bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2
tertinggi pada bubu rumpon besar di lokasi L1, sedangkan nilai Keseragaman (E)
ikan karang tertinggi pada bubu rumpon besar di lokasi L1 dan nilai Dominansi
(C) tertinggi pada bubu tanpa rumpon di lokasi L1.

1.2

1
Indeks H', E dan C

0.8

0.6 H'
E
0.4 C

0.2

0
BRK1 BRB1 BTR1 BRK2 BRB2 BTR2
Jenis bubu

Gambar 22 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan


Dominansi (C) ikan karang di bubu.

4.3.5 Jarak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu


4.3.5.1 Jarak ikan karang di sekitar rumpon
Jarak setiap spesies ikan karang terhadap rumpon di lokasi L1 dan L2
berbeda-beda menurut jenis ikan (Tabel 15). Jumlah ikan karang yang hadir
91

di sekitar rumpon kecil lontar lokasi L1 sebanyak 29 spesies. Dari total jumlah
tersebut ada 19 spesies (66%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan rumpon. Pada
rumpon besar lontar lokasi L1 jumlah ikan karang yang hadir sebanyak 27 spesies.
Dari total jumlah tersebut ada 14 spesies (52%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan
rumpon.
Tabel 15 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap rumpon
di lokasi L1 dan L2

Jenis Lokasi Jarak Jenis ikan Jumlah Proporsi


rumpon Rumpon (m) (%)
RKL L1 0-2 Chromis margaritifer, Chrysiptera 19 66
rollandi, C. parasema, S. ghobban,
Apogon kallopterus, Pomacentrus
nigromanus, Platax sp, Pseudochromis
sp, Petrois volitans, Acanthurus
nigricans, A. mata, Zanclus cornutus,
Zebrasoma flaviscens, Bonianus
ginulatus, Halichoeres scapularis,
Thalassoma lunare, Parupeneus
bifasciatus, C. kleinii dan C. trifasciatus

2-5 Abudefduf bengalensis, Melichtys vidua, 10 34


Scarus sodidus, Ctenochaetus striatus,
Naso caeruleocanda, Heniochus
acuminatus, Epinephelus merra,
Lethrinus sp, Lutjanus sp, dan
Chaetodon melanotus
>5 - - -
Total 29
RBL 0-2 Chromis lepidolepis, C. ovalis, 14 52
Chrysiptera rollandi, C. unimaculata,
Amphiprion sp, Sufflamen chrysopterus,
Apogon bandanensis, Canthigaster
valentini, Zanclus cornutus,
Hologymnosus doliatus, Cheilinus
trilobatus, Pseudonthias dispar,
Epinephelus merra dan Chaetodon
kleinii
2-5 Chromis margaritifer, Abudefduf 12 44
bengalensis, Balistapus undulatus,
Scarus ghobban, S. bleekeri, Siganus
corallinus, Acanthurus pyroferus, A.
mata, A. bariena, Ctenochaetus striatus,
Chaetodon meyeri, dan C. baronessa
>5 Chaetodon trifasciatus 1 4
Total 27
92

Tabel 15 (Lanjutan)
Jenis Lokasi Jarak Jenis ikan Jumlah Proporsi
rumpon Rumpon (m) (%)
RKL L2 0-2 Chromis margaritifer, Chrysiptera 11 73
rollandi, Rinecanthus sp, Scarus
ghobban, Apogon kallopterus,
Myrichtys colubrinus, Pterois volitans,
A. nigricans, Zanclus sp, Ctenochaetus
striatus, dan Chaetodon kleinii
2-5 Apogon bengalensis, Acanthurus mata, 4 27
Lethrinus sp, dan Lutjanus sp
>5 - - -
Total 15
BL 0-2 Chromis ovalis, Chrysipetra rollandi, 18 75
C. unimaculata, Dascyllus aruanus,
Sufflamen chrysopterus, Apogon
kallopterus, Centropyge tibicens,
C.bicolor, Genicanthus melanospilos,
Canthigaster valentini, Aeoliscus
strigatus, Acanthurus triotegus,
Halichoeres scapularis, Hemigymnus
fasciatus, Parupeneus bifasciatus,
Diagramma pictum, Chaetodon kleinii,
dan C. adiergastos
2–5 Chromis margaritifer, Abudefduf 4 17
bengalensis, Pterocaesio diagramma,
dan Scolopsis margaritifer
>5 Epinephelus tauvina, dan Lutjanus 2 9
decussatus
Total 24
Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar.

Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di rumpon kecil lontar lokasi L2


sebanyak 15 spesies. Dari total tersebut ada 11 spesies (73%) berada pada jarak
0 – 2 m dengan rumpon. Pada rumpon besar lontar lokasi L2 jumlah ikan karang
yang hadir sebanyak 24 spesies. Dari total jumlah tersebut ada 18 spesies (75%)
berada pada jarak 0 – 2 m dengan rumpon.
Jarak ikan karang terhadap rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar
di lokasi L1 dan L2 umumnya berada antara 0 – 2 m dengan rumpon. Perbedaan
ini karena setiap jenis ikan karang menyebar pada lapisan kedalaman (swimming
layer) berbeda-beda ada di lapisan atas, pertengahan dan di dasar perairan.
Ilustrasi jarak (radius) ikan karang terhadap rumpon dapat di lihat pada
Gambar 23.
93

Chaetodon trifasciatus, Epinephelus tauvina,


R =>5m dan Lutjanus decussatus

R= 2 - 5m Abudefduf bengalensis, Melichtys vidua, Scarus


sodidus, Ctenochaetus striatus, Naso
caeruleocanda, Heniochus acuminatus,
R = 0 – 2m Epinephelus merra, Lethrinus sp, Lutjanus sp,
dan Chaetodon melanotus. Chromis
margaritifer, Balistapus undulatus, Scarus
ghobban, S. bleekeri, Siganus corallinus,
Acanthurus pyroferus, A. mata, A. bariena,
Chaetodon meyeri, dan C. baronessa Apogon
bengalensis, Lethrinus sp, dan Lutjanus sp
Chromis margaritifer, Pterocaesio
diagramma, dan Scolopsis margaritifer

Chromis margaritifer, Chrysiptera rollandi, C. parasema, S. ghobban, Apogon


kallopterus, Pomacentrus nigromanus, Platax sp, Pseudochromis sp, Petrois
volitans, Acanthurus nigricans, A. mata, Zanclus cornutus, Zebrasoma flaviscens,
Bonianus ginulatus, Halichoeres scapularis, Thalassoma lunare, Parupeneus
bifasciatus, C. kleinii dan C. trifasciatus. Chromis lepidolepis, C. ovalis,
Chrysiptera rollandi, C. unimaculata, Amphiprion sp, Sufflamen chrysopterus,
Apogon bandanensis, Canthigaster valentini, Zanclus cornutus, Hologymnosus
doliatus, Cheilinus trilobatus, Pseudonthias dispar, Epinephelus merra dan
Chaetodon kleinii. C. adiergasto, Chromis margaritifer, Chrysiptera rollandi,
Rinecanthus sp, Scarus ghobban, Apogon kallopterus, Myrichtys colubrinus,
Pterois volitans, Zanclus sp, Ctenochaetus striatus, C. unimaculata, Dascyllus
aruanus, Sufflamen chrysopterus, Centropyge tibicens, C.bicolor, Genicanthus
melanospilos, Aeoliscus strigatus, Acanthurus triotegus, Halichoeres scapularis,
Hemigymnus fasciatus, Parupeneus bifasciatus, dan
Diagramma pictum

Gambar 23 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap rumpon.

4.3.5.2 Jarak ikan karang di sekitar alat tangkap bubu


Jarak setiap spesies ikan karang terhadap bubu di lokasi L1 dan L2 berbeda-
beda menurut jenis ikan (Tabel 16). Jumlah ikan karang yang hadir di sekitar
bubu rumpon kecil lokasi L1 sebanyak 13 spesies. Dari total jumlah tersebut ada
8 spesises (62%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan bubu. Pada bubu rumpon
besar lokasi L1 jumlah ikan karang yang hadir sebanyak 16 spesies. Dari total
jumlah tersebut ada 10 spesies (63%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan bubu.
Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu tanpa rumpon lokasi L1 sebanyak
11 spesies. Dari total spesies tersebut ada 6 spesies (65%) berada pada jarak
0 – 2 m dengan bubu.
94

Tabel 16 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap bubu di
lokasi L1 dan L2
Kelompok Lokasi Jarak Jenis ikan Jumlah Proporsi
Bubu Bubu (m) (%)
BRK L1 0–2 Chromis lepidolepis, Stegastes 8 62
fasciolatus, Apogon kallopterus,
Scaus ghobban, Malacanhus sp,
Ctenochaetus striatus, Acanthurus
bariena dan Chaetodon kleinii
2–5 Abudefduf bengalensis, Dascyllus 4 31
aruanus, Thalassoma lunare, dan
Labroides bicolor
>5 Acanthurus mata 1 7
Total 13
BRB 0–2 Chromis lepidolepis, C. 10 63
margaritifer, Chrysipetra rollandi,
Apogon kallopteus, Centropyge
tibicens, Pomacanthus acanthops,
Ctenochaetus striatus, Hemigymnus
melapterus, Hologymnosus doliatus
dan Chaetodon kleinii.
2–5 Abudefduf bengalensis, Dascyllus 6 38
aruanus, Chromis ovalis, Scarus
ghobban, Pterocaesio lativittata,
dan Acanthurus mata
>5 - - -
Total 16
BTR L1 0–2 Abudefduf bengalensis, Chromis 6 65
demidiata, Apogon kallopterus, A.
aureus, Ctenochaetus striatus, dan
Chaetodon kleinii

2–5 Myripristis sp, Acanthurus mata, 5 45


Naso tuberosus, Siganus corallinus,
dan Himantura uarnak
>5 -
Total 11
BRK L2 0–2 Abudefduf bengalensis, Dascyllus 9 75
aruanus, Chromis margaritifer,
Scarus ghobban, S. bleekeri,
Rhinecanthus sp, Halichoeres
ornattisimus, Parupeneus
multifasciatus dan Chaetodon
kleinii
2–5 Apogon kallopterus, Pterois 3 25
volitans, dan Epinephelus merra
>5 - -
Total 12
95

Tabel 16 (lanjutan)

Kelompok Lokasi Jarak Jenis ikan Jumlah Proporsi


Bubu Bubu (m) (%)
BRB L2 0–2 Chrysipetra talboti, 7 50
Amblyglyphidodon curacao, A.
bandanensis, Lethrinus lentjam,
Parupeneus multifasciatus,
Chaetodon robustus dan
Gymnothorax javanicus
2–5 Chromis ovalis, Apogon 5 36
kallopterus, Caesio terres,
Chaetodon kleinii dan C. meyeri
>5 Ctenochaetus striatus, dan 2 14
Pentapodus caninus
Total 14
BTR L2 0–2 Chrysiptera talboti, 9 64
Amblyglyphidodon curacao,
Apogon kallopterus, A.
bandanensis, Ctenohaetus striatus,
Letrhrinus lentjam, Parupeneus
multifasciatus, C. robustus dan
Gymnothorax javanicus
2–5 Chromis ovalis, Caesio terres, 4 29
Chaetodon kleinii, dan C. meyeri
>5 Pentapodus caninus 1 7
14
Keterangan : BRK : Bubu Rumpon Kecil, BRB : Bubu Rumpon Besar.

Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu rumpon kecil lokasi


L2 sebanyak 12 spesies. Dari total tersebut ada 9 spesies (75%) berada pada jarak
0 – 2 m dengan bubu. Pada bubu rumpon besar lokasi L2 jumlah ikan karang yang
hadir sebanyak 14 spesies. Dari total jumlah tersebut ada 7 spesies (50%) berada
pada jarak 0 – 2 m dengan bubu. Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu
tanpa rumpon lokasi L2 sebanyak 14 spesies. Dari total spesies tersebut ada
9 spesies (64%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan bubu.
Jarak ikan karang terhadap bubu di lokasi L1 dan L2 umumnya berada
antara 0 – 2 m dengan bubu. Perbedaan ini karena setiap jenis ikan karang
menyebar pada lapisan kedalaman (swimming layer) berbeda-beda ada di lapisan
atas, pertengahan dan di dasar perairan. Ilustrasi jarak (radius) ikan karang
terhadap bubu disajikan pada Gambar 24.
96

Acanthurus mata Ctenochaetus


striatus, dan Pentapodus caninus,
R=>5m

Abudefduf bengalensis, Dascyllus aruanus,


R=2–5m
Thalassoma lunare, dan Labroides bicolor
,Chromis ovalis, Scarus ghobban, Pterocaesio
lativittata, dan Acanthurus mata Myripristis sp, ,
R=0–2m Naso tuberosus, Siganus corallinus, dan
Himantura uarnak Apogon kallopterus, Pterois
volitans, dan Epinephelus merra, Apogon
kallopterus, Caesio terres, Chaetodon kleinii, C.
meyeri dan Pentapodus caninus.

Chromis lepidolepis, Stegastes fasciolatus, Apogon


kallopterus, A.bandanensis, Scaus ghobban, Malacanhus
sp, Ctenochaetus striatus, Acanthurus bariena, Chaetodon
kleinii, C. margaritifer, Chrysipetra rollandi, Centropyge
tibicens, Pomacanthus acanthops, Hemigymnus
melapterus, Hologymnosus doliatus ,Chaetodon kleinii,
Abudefduf bengalensis, Chromis demidiata, A. aureus,
Dascyllus aruanus, Chromis margaritifer, S. bleekeri,
Rhinecanthus sp, Halichoeres ornattisimus, Parupeneus
multifasciatus, Chrysipetra talboti, Amblyglyphidodon
curacao, Lethrinus lentjam, Parupeneus multifasciatus,
Chaetodon robustus, Gymnothorax javanicus Chrysiptera
talboti, Ctenohaetus striatus, Letrhrinus lentjam, dan C.
robustus

Gambar 24 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap bubu.

4.3.6 Lama waktu ikan karang di rumpon dan bubu


4.3.6.1 Lama waktu ikan karang di rumpon
Jumlah spesies ikan karang yang hadir di rumpon lokasi L1 paling banyak
pada pengamatan pagi hari sebanyak 36 spesies, siang hari 4 spesies dan sore hari
21 spesies. Selanjutnya jumlah spesies ikan karang yang hadir di rumpon lokasi
L2 paling banyak pada pengamatan pagi hari sebanyak 22 spesies, siang hari
5 spesies dan sore hari 9 spesies.
Jenis ikan karang hadir di rumpon lokasi L1 dan L2 paling banyak pada
pagi hari, dibandingkan siang dan sore hari. Jenis ikan yang umum hadir pada
pagi, siang dan sore hari di rumpon adalah Chromis margaritifer, Apogon
kallopterus, dan Chaetodon kleinii.
Spesies ikan karang hadir paling banyak sesuai waktu pengamatan
umumnya pada pagi hari, sedangkan siang dan sore hari berkurang karena setelah
jam 11.00 siang sampai sore kondisi perairan berubah karena angin menyebabkan
97

terjadi gelombang dan arus. Pada kondisi ini ikan-ikan mencari tempat untuk
berlindung baik di rumpon maupun di terumbu karang. Penyebaran ikan ke tempat
persembunyian menyebabkan kehadiran ikan pada siang dan sore hari berkurang
di rumpon.
Lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di sekitar rumpon di lokasi
L1 dan L2 berbeda-beda menurut jenis ikan. Pengelompokkan ikan karang
berdasarkan lama waktu hadir di sekitar rumpon dibagi dalam tiga kategori
antara lain : 0 – 10 menit, 10 – 30 menit dan > 30 menit (Tabel 17). Jenis ikan
karang yang hadir di rumpon kecil lontar lokasi L1 sebanyak 29 spesies ternyata
13 spesies (45%) berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit,
kemudian 9 spesies (31%) dengan lama waktu antara 0 – 10 menit dan 7 spesies
(24%) dengan lama waktu 10 – 30 menit. Pada rumpon besar lontar di lokasi
L1 jumlah ikan yang hadir sebanyak 27 speses ternyata 12 spesies (44%) berada
di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 9 spesies (33%)
dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 6 spesies (22%) dengan lama waktu 0 – 10
menit.
Selanjutnya jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar
lokasi L2 sebanyak 15 spesies ternyata 7 spesies (47%) berada di sekitar rumpon
dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 7 spesies (47%) dengan lama waktu
0 – 10 menit, dan 1 spesies (7%) dengan lama waktu 10 – 10 menit. Pada rumpon
besar lontar di lokasi L2 jumlah ikan yang hadir sebanyak 24 speses ternyata
14 spesies (58%) berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit,
kemudian 5 spesies (21%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 5 spesies (21%)
dengan lama waktu 0 – 10 menit.
98

Tabel 17 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar
rumpon di lokasi L1 dan L2
Kelompok Lama Jenis ikan Jumlah Proporsi
Rumpon waktu (%)
(menit)
RKL 1 0 – 10 Melichty vidua, , Scarus sodidus, S. 9 31
ghobban, Pseudochromis sp, Acanthurus
nigricans, Zanclus cornutus, Heniochus
acuminatus, Bonianus ginulatus, dan
Lethrinus sp
10- 30 Platax sp, Petrois volitans, A. mata, Naso 7 24
caeruleocanda, Thalassoma lunare,
Epinephelus merra, dan Lutjanus sp,
> 30 Chromis margaritifer, Chrysiptera 13 45
rollandi, C. parasema, Apogon
kallopterus, Pomacentrus nigromanus,
Zebrasoma flaviscens, Halichoeres
scapularis, Parupeneus bifasciatus, C.
kleinii, C. trifasciatus. Abudefduf
bengalensis, Ctenochaetus striatus, dan
Chaetodon melanotus
Total 29
RBL 1 0 – 10 Amphiprion sp, Balistapus undulatus, 6 22
Canthigaster valentini, Acanthurus
pyroferus, A. bariena, dan Zanclus
cornutus,
10- 30 Sufflamen chrysoptrus, Scarus ghobban, 9 33
S. bleekeri, Hologymnosus doliatus,
Cheilinus trilobatus, Pseudonthias dispar,
Epinephelus merra, Chaetodon meyeri,
dan C. baronessa
> 30 Chromis lepidolepis, C. ovalis, 12 44
Chrysiptera rollandi, C. unimaculata,
Apogon bandanensis, Chaetodon kleinii,
Chaetodon trifasciatus, Chromis
margaritifer, Abudefduf bengalensis,
Siganus corallinus, A. mata, dan
Ctenochaetus striatus
27
RKL 2 0 – 10 Rinecanthus sp, Scarus ghobban, 7 47
Myrichtys colubrinus, Pterois volitans, A.
nigricans, Zanclus sp, dan Lethrinus sp
10- 30 Lutjanus sp 1 67
> 30 Chromis margaritifer, Chrysiptera 7 47
rollandi, Apogon kallopterus,
Ctenochaetus striatus, Chaetodon kleinii,
Apogon bengalensis, dan Acanthurus
mata
Total 15
99

Tabel 17 (Lanjutan)
Kelompok Lama Jenis ikan Jumlah Proporsi
Rumpon waktu (%)
(menit)
RBL 2 0 – 10 Sufflamen chrysopterus, Genicanthus 5 21
melanospilos, Canthigaster valentini,
Pterocaesio diagramma, dan Parupeneus
bifasciatus,
10- 30 Centropyge tibicens, C.bicolor, 5 21
Epinephelus tauvina, Lutjanus decussatus,
dan C. adiergastos
> 30 Chromis ovalis, Chrysipetra rollandi, C. 14 58
unimaculata, Dascyllus aruanus, Apogon
kallopterus, Chromis margaritifer,
Abudefduf bengalensis, Aeoliscus
strigatus, Acanthurus triotegus,
Halichoeres scapularis, Hemigymnus
fasciatus, Diagramma pictum, Scolopsis
margaritifer, dan Chaetodon kleinii
Total 24
Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar.
Spesies ikan karang yang hadir di sekitar rumpon umumnya berada dengan
lama waktu > 30 menit, kemudian antara 0 – 10 menit dan terendah antara 10 – 30
menit. Berdasarkan lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon terlihat bahwa
ikan-ikan karang yang hadir di sekitar rumpon lebih banyak bersifat menetap
(resident) dengan lama waktu > 30 menit menggunakan rumpon sebagai tempat
berlindung dan mencari makan, sedangkan sebagian kecil hanya singgah sebentar
(transient) dengan lama waktu 10 - 30 menit dan numpang lewat langsung pergi
(visitor) dengan lama waktu 0 – 10 menit.

4.3.6.2 Lama waktu ikan karang di bubu

Jumlah spesies ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L1 paling banyak
pada pengamatan pagi hari sebanyak 20 spesies, siang hari 11 spesies dan sore
hari 6 spesies. Selanjutnya jumlah spesies ikan karang yang hadir di bubu
di lokasi L2 paling banyak pada pengamatan pagi hari sebanyak 19 spesies, siang
hari 9 spesies dan sore hari 8 spesies.
Jenis-jenis ikan karang yang teramati mempunyai aktivitas pada pagi, siang
dan sore hari berbeda-beda. Jenis ikan karang yang hadir secara merata pada
waktu pagi, siang maupun sore hari adalah Dascyllus aruanus, Chromis
lepidolepis, Apogon kallopterus dan Chaetodon kleinii.
100

Spesies ikan karang yang hadir paling banyak di bubu sesuai waktu
pengamatan umumnya pada pagi hari, sedangkan siang dan sore hari berkurang
karena setelah jam 11.00 siang sampai sore kondisi perairan berubah karena
angin menyebabkan terjadi gelombang dan arus. Pada kondisi ini ikan-ikan
terpencar mencari tempat untuk berlindung/bersembunyi baik di bubu maupun di
terumbu karang. Penyebaran ikan ketempat persembunyian menyebabkan
kehadiran ikan pada siang dan sore hari berkurang di bubu.
Lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di sekitar alat tangkap bubu di
lokasi L1 dan L2 berbeda-beda menurut jenis ikan. Pengelompokkan ikan karang
berdasarkan lama waktu hadir di sekitar bubu dibagi dalam tiga kategori antara
lain : 0 – 10 menit, 10 – 30 menit dan > 30 menit (Tabel 18). Jenis ikan karang
yang hadir di bubu rumpon kecil di lokasi L1 sebanyak 13 spesies ternyata 9
spesies (69%) berada di sekitar bubu dengan lama waktu > 30 menit, 1 spesies
(8%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 3 spesies (23%) dengan lama waktu
antara 0 – 10 menit. Pada bubu rumpon besar di lokasi L1 jumlah ikan hadir
sebanyak 16 spesies ternyata 10 spesies (63%) berada di sekitar bubu dengan lama
waktu > 30 menit, kemudian 4 spesies (25%) dengan lama waktu 10 – 30 menit
dan 2 spesies (13%) dengan lama waktu 0 – 10 menit. Selanjutnya jumlah ikan
yang hadir di bubu tanpa rumpon di lokasi L1 sebanyak 11 spesies ternyata 5
spesies (45%) berada di sekitar bubu dengan lama waktu > 30 menit, kemudian
lama waktu 10 – 30 menit kosong dan 6 spesies (65%) dengan lama waktu
0 – 10 menit.
Selanjutnya jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil di lokasi
L2 sebanyak 12 spesies ternyata 7 spesies (58%) berada di sekitar rumpon dengan
lama waktu > 30 menit, kemudian 5 spesies (42%) dengan lama waktu 0 – 10
menit, dan pada lama waktu 10 – 10 menit tidak ada. Pada bubu rumpon besar di
lokasi L2 jumlah ikan yang hadir sebanyak 14 spesies ternyata spesies (57%)
berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 5 spesies
(36%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 1 spesies (7%) dengan lama waktu
0 – 10 menit. Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu tanpa rumpon di lokasi
L2 sebanyak 14 spesies ternyata 9 spesies (64%) berada di sekitar bubu dengan
101

lama waktu > 30 menit, kemudian 2 spesies (14%) dengan lama waktu 10 – 30
menit dan 3 spesies (21%) dengan lama waktu 0 – 10 menit.
Lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di bubu umumnya > 30
menit, kemudian antara 0 – 10 menit dan terendah antara 10 – 30 menit.
Berdasarkan lama waktu ikan karang hadir di sekitar bubu terlihat bahwa ikan
karang yang hadir di sekitar bubu lebih banyak bersifat menetap (resident)
dengan lama waktu > 30 menit menggunakan bubu sebagai tempat berlindung dan
mencari makan, sedangkan sebagian kecil hanya singgah sebentar (transient)
dengan lama waktu 10 - 30 menit dan numpang lewat langsung pergi (visitor)
dengan lama waktu 0 - 10 menit. Lebih lama ikan berada di sekitar bubu akan
memberikan peluang lebih besar untuk ikan-ikan tersebut tertangkap.
Tabel 18 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar
bubu di lokasi L1 dan L2
Kelompok Lama Jenis ikan Jumlah Proporsi
Bubu waku (%)
(menit)
BRK 1 0 - 10 Scarus ghobban, Acanthurus mata dan A. 3 23
bariena
10 - 30 Thalassoma lunare 1 8
> 30 Chromis lepidolepis, Stegastes fasciolatus, 12 69
Apogon kallopterus, Malacanhus sp,
Ctenochaetus striatus, Abudefduf
bengalensis, Dascyllus aruanus, Labroides
bicolor dan Chaetodon kleinii
Total 13
BRB 1 0 - 10 Pomacanthus acanthops, Pterocaesio 4 25
lativittata, Acanthurus mata, dan
Hemigymnus melapterus
10 - 30 Scarus ghobban, dan Hologymnosus 2 13
doliatus
> 30 Chromis lepidolepis, C. margaritifer, 10 63
Chrysipetra rollandi, Apogon kallopteus,
Centropyge tibicens, Ctenochaetus
striatus, Abudefduf bengalensis, Dascyllus
aruanus, Chromis ovalis, dan Chaetodon
kleinii
Total 16
BTR 1 0 – 10 Myripristis sp, Acanthurus mata, Naso 5 45
tuberosus, Siganus corallinus, dan
Himantura uarnak
10 – 30 - 0 -
> 30 Abudefduf bengalensis, Chromis 6 55
demidiata, Apogon kallopterus, A. aureus,
Ctenochaetus striatus, dan Chaetodon
kleinii
Total 11
102

Tabel 18 (Lanjutan)
Kelompok Lama Jenis ikan Jumlah Proporsi
Bubu waku (%)
(menit)
BRK 2 0 – 10 Scarus ghobban, S. bleekeri, Rhinecanthus 5 42
sp, Parupeneus multifasciatus dan
Epinephelus merra
10 – 30 - 0 -
> 30 Abudefduf bengalensis, Dascyllus 7 58
aruanus, Chromis margaritifer,
Halichoeres ornattisimus, Apogon
kallopterus, Pterois volitans, dan
Chaetodon kleinii
Total 12
BRB 2 0 – 10 Amblyglyphidodon curacao, Caesio terres, 6 40
Lethrinus lentjam, C. meyeri, Balistapus
undulatus dan Gymnothorax javanicus
10 – 30 Parupeneus multifasciatus 1 7
> 30 Chrysipetra talboti, A. bandanensis, 8
Chaetodon robustus, Chromis ovalis,
Apogon kallopterus, Chaetodon kleinii,
Ctenochaetus striatus, dan Pentapodus
caninus
Total 15
BTR 2 0 – 10 Amblyglyphidodon curacao, Caesio terres, 3 21
dan Chaetodon meyeri
10 – 30 Lethrinus lentjam, dan Pentapodus 2 14
caninus
> 30 Chromis ovalis, Chrysiptera talboti, 9 65
Apogon kallopterus, A. bandanensis,
Ctenochaetus striatus, Parupeneus
multifasciatus, Chaetodon kleinii, C.
robustus, dan Gymnothorax javanicus
14
Keterangan : BRK : Bubu Rumpon Kecil, BRB : Bubu Rumpon Besar, BTR :Bubu Tanpa
Rumpon.

4.3.7 Pola renang dan pola gerak


4.3.7.1 Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar rumpon
4.3.7.1.1 Pola renang
Spesies ikan karang yang hadir di sekitar rumpon memiliki pola renang
berbeda-beda menurut jenis ikan. Pola renang yang diperlihatkan setiap spesies
ikan karang di sekitar rumpon ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan
(Tabel 19, Gambar 25). Dari ketiga bentuk pola renang tersebut ternyata spesies
ikan karang yang hadir di sekitar rumpon umumnya melakukan pola renang secara
soliter sebanyak 36 spesies (59%), bila dibandingkan dengan bentuk pola renang
lainnya.
103

Tabel 19 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon


Pola renang Jenis ikan Jumlah Proporsi
spesies (%)
Soliter Centropyge bicolor, Chrysiptera parasema, 37 59
Amphiprion sp, Melichthys vidua, Balistapus
undulatus, Scarus sordidus, S. ghobban, Pomacentrus
trilinetus, Platax sp, Pseudochromis sp, Pterois
volitans, Canthigaster valentini, Acanthurus pyroferus,
A. mata, A. triotegus, Zanclus cornutus, Zanclus sp,
Zebrasoma scopas, Naso caeruleocanda, Heniochus
acuminatus, Bodianus ginulatus, Rhinecanthus sp,
Myrichthys colubrinus, Hemigymnus fasciatus,
Epinephelus tauvina, Halichoeres scapularis,
Thalassoma lunare, Genicanthus melanospilos,
Cheilinus trilobatus, Pseudonthias dispar, Epinephelus
merra, Chaetodon melanotus, C. trifasciatus, C.
meyeri, C. baronessa, C. Melanotus dan Himantura
uarnak
Bergerombol Chromis margaritifer, C. lepidolepis, C. ovalis, 19 30
Abudefduf bengalensis, Chrysiptera rollandi, C.
unimaculata, Centropyge tibicens, Aeoliscus strigatus,
Pterocaesio diagramma, Sufflamen chrysopterus, S.
bleekeri, Apogon kallopterus, A. bandanensis,
Ctenochaetus striatus, Hologymnosus doliatus,
Lethrinus sp, Diagramma pictum, Lutjanus decussatus
dan Lutjanus sp.
Berpasangan Dascyllus aruanus, Halichoeres scapularis, Scolopsis 7 11
margaritifer, Siganus corallinus, Parupeneus
bifasciatus, Chaetodon kleinii, dan C. adiergastos
Total 63

60

50
Ju m lah sp esies

40
Jumlah spesies
30 Proporsi (%)
20

10
Proporsi (%)
0
Jumlah spesies
Soliter
Bergerombol
Berpasangan

Pola renang

Gambar 25 Proporsi pola renang ikan karang di rumpon


104

4.3.7.1.2 Pola gerak

Penentuan pola gerak setiap ikan karang yang hadir di sekitar rumpon
berdasarkan parameter gerakan ditemukan umumnya ikan karang datang dari
depan sebanyak 57 spesies (90%), kemudian bergerak naik turun sebanyak 29
spesies (46%), berada diatas sebanyak 24 spesies (39%), dan di samping
rumpon sebanyak 25 spesies (40%) (Tabel 20 dan Lampiran 12).
Tabel 20 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon berdasarkan parameter gerakan
Parameter gerakan ikan Jumlah Proporsi (%)
spesies
A. Arah renang
1. Depan 57 90
2. Belakang 5 8
B. Pola gerakan
1. Melawan arus 4 6
2. Naik turun 29 46
3. Bolak balik 14 22
4. Bergerak melingkar 7 11
5. Bergerak melingkar searah jarum jam 10 16
C.Posisi ikan terhadap rumpon
1. Vertikal 1 2
2. Atas 24 38
3. Samping 25 40
4. Pertengahan 1 2
5. Dalam 1 2
6. Masuk keluar rumpon 4 6
7. Singgah sebentar lalu pergi 2 3
8. Langsung pergi 2 3
Pola gerak yang diperlihatkan ikan karang di sekitar rumpon dapat
memberikan peluang ikan lebih mudah menyebar mendekati dan masuk ke dalam
bubu pada pola gerak (PG) : 1, 3, 4, 6, 8, 9, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 20, 21 dan 23,
sedangkan pola gerak (PG) : 2, 5, 7, 10, 11, 14 dan 22 ikan akan sulit menyebar
mendekati bubu.
Ada 3 paramater gerakan yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan
pola gerak ikan karang yang hadir di rumpon yaitu arah renang (datang dari depan
dan belakang), pola gerakan (melawan arus, bergerak naik turun, bergerak bolak
balik, bergerak melingkar searah jarum jam) dan posisi ikan terhadap rumpon
(vertikal, atas, samping, pertengahan, dalam, masuk keluar, singgah sebentar lalu
pergi dan datang langsung pergi). Kombinasi dari ketiga parameter gerakan
105

tersebut akan menghasilkan 80 pola gerak ikan karang yang hadir di rumpon.
Walaupun dari sekian pola gerak tersebut mungkin ada pola gerak yang tidak
mungkin dilakukan oleh ikan karang yang hadir di rumpon. Berdasarkan
parameter gerakan ikan kemudian disesuaikan dengan pola gerak yang dilakukan
oleh 63 spesies ikan karang yang hadir di rumpon ternyata ditemukan hanya ada
23 pola gerak (Gambar 26). Klasifikasi pola gerak ikan karang yang hadir di
rumpon berdasarkan parameter gerakan disajikan pada Tabel 21. Tabel tersebut
memperlihatkan bahwa dari 63 spesies ikan karang yang hadir di rumpon ternyata
pola gerak 1 (PG1) lebih banyak dilakukan oleh ikan karang sebanyak 9 spesies
(14%) dibandingkan dengan bentuk pola gerak lainnya.
Selanjutnya dari 63 spesies ikan karang yang hadir di rumpon kemudian
dipisahkan lagi menurut kelompok ikan diperoleh famili utama (mayor) yang
hadir sebanyak 35 spesies ternyata ada 9 spesies yang melakukan pola gerak yang
dominan datang dari depan, berada disamping rumpon, sedangkan spesies lainnya
mempunyai proporsi pola gerak lebih kecil. Ikan target berjumlah 23 spesies
ternyata ada 4 spesies yang dominan melakukan pola gerak datang dari depan,
bergerak bolak di samping rumpon, sedangkan spesies lainnya mempunyai
proporsi pola gerak lebih kecil. Selanjutnya ikan indikator berjumlah 5 spesies
ternyata ada 3 spesies yang dominan melakukan pola gerak datang dari depan,
bergerak naik turun melingkari dinding rumpon searah jarum jam, sedangkan
spesies lainnya mempunyai proporsi pola gerak lebih kecil. Dengan mengetahui
bentuk pola gerak ikan karang yang hadir di rumpon, maka informasi ini dapat
dipakai untuk memilih alat tangkap mana yang cocok dioperasikan bersama
rumpon dalam penangkapan ikan karang.
106

Tabel 21 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di rumpon berdasarkan parameter gerakan
Pola Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan rumpon Jumlah Proporsi
gerak Depan Belakang Melawan Naik Bolak Bergerak Bergerak Vertikal Atas Samping Pertnghan Dlm Masuk Singgah Lsng spesies (%)
arus turun balik melingkar melingkar keluar sbntar pergi
(PG) searah lalu
jarum jam pergi
PG1 7 7 9 14
PG2 7 7 7 7 11
PG3 7 7 5 8
PG4 7 7 7 5 8
PG5 7 7 7 7 4 6
PG6 7 7 7 4 6
PG7 7 7 7 4 6
PG8 7 7 7 3 5
PG9 7 7 7 3 5
PG10 7 7 7 7 2 3
PG11 7 7 7 7 2 3
PG12 7 7 7 2 3
PG13 7 7 2 3
PG14 7 7 7 7 2 2
PG15 7 7 7 7 1 2
PG16 7 7 7 1 2
PG17 7 7 1 2
PG18 7 7 7 1 2
PG19 7 7 7 1 2
PG20 7 7 7 1 2
PG21 7 7 7 1 2
PG22 7 7 1 2
PG23 7 7 7 1 2
Keterangan: PG: Pola Gerak
107

Klasifikasikan tingkah laku ikan yang hadir di rumpon dilakukan


berdasarkan pola gerak dan lama waktu ternyata bahwa pada setiap spesies ikan
memperlihatkan pola gerak dan lama waktu hadir di rumpon berbeda-beda
(Tabel 22). Ikan karang yang hadir di rumpon umumnya bersifat menetap. Namun
ada juga yang bersifat transit dan visitor tetapi ada pula yang bersifat menetap dan
transit maupun transit dan visitor. Perbedaan ini sangat ditentukan oleh sifat
masing-masing spesies ikan sesuai lama waktunya berada di rumpon.
Tabel 22 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon berdasarkan
pola gerak dan lama waktu
Simbol Pola Gerak Klasifikasi
Menetap Tidak menetap (Non resident)
(Resident) Transit(Transient) Visitor

PG1
PG2
PG3
PG4
PG5
PG6
PG7
PG8
PG9
PG10
PG11
PG12
PG13
PG14
PG15
PG16
PG17
PG18
PG19
PG20
PG21
PG22
PG23
Jumlah 13 10 7
108

PG 1 PG 2
PG 3 PG 4 PG 5

PG 6 PG 7
PG 8 PG 9 PG 10

PG 12 PG 13 PG 14 PG 15
PG 11

PG 16 PG 17 PG 19 PG 20
PG 18

PG 21 PG 23
PG 22

Keterangan :
PG1 : Datang dari depan, di samping rumpon, PG2 : Datang dari depan, bergerak naik turun di atas rumpon, PG3: Datang
dari depan, bergerak melingkari dinding rumpon searah jarum jam, PG4:Datang dari depan bergerak naik turun dan
melingkari dinding rumpon searah jarum jam, PG5 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik turun di atas
rumpon, PG6: Datang dari depan, bergerak naik turun di samping rumpon, PG7: Datang dari depan , bergerak bolak balik di
atas rumpon, PG8: Datang dari depan, bergerak bolak balik dan melingkari dinding rumpon, PG9: Datang dari depan,
bergerak bolak balik di samping rumpon, PG10 : Datang dari depan, bergerak naik turun di atas dan di samping rumpon,
PG11: Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik di atas rumpon, PG12: Datang dari depan, ke samping rumpon,
singgah sebentar lalu pergi, PG13 Datang dari depan, langsung pergi, PG14: Datang dari depan, bergerak melingkar, naik
turun di atas rumpon, PG15: Datang dari depan, bergerak naik turun di samping dan masuk keluar rumpon, PG16: Datang
dari belakang, bergerak naik turun di samping dan di dalam rumpon, PG17: Datang dari depan, berada di atas rumpon, G18 :
Datang dari depan, bergerak bolak balik masuk keluar rumpon, G19 : Datang dari depan, berada di atas dan masuk keluar
rumpon, PG20: Datang dari depan, bergerak bolak balik melingkari dinding rumpon, PG21: Datang dari depan, bergerak
melingkar dan naik turun mengitari dinding rumpon, PG22: Bergerak vertikal di atas rumpon, dan PG23: Datang dari
depan, berada di pertengahan dan masuk keluar rumpon.

Gambar 26 Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar rumpon.

4.3.7.2 Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar bubu
4.3.7.2.1 Pola renang
Spesies ikan karang yang hadir di sekitar alat tangkap bubu memiliki pola
renang berbeda-beda menurut jenis ikan. Pola renang yang diperlihatkan setiap
spesies ikan ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan (Tabel 23,
Gambar 27). Dari ketiga bentuk pola renang tersebut ternyata spesies ikan karang
yang hadir di sekitar bubu umumnya melakukan pola renang secara soliter
sebanyak 26 spesies (55%), bila dibandingkan dengan bentuk pola renang
lainnya.
109

Tabel 23 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar bubu


Pola renang Jenis ikan Jumlah Proporsi
spesies (%)
Soliter Centropyge tibicens, Pomacanthus acanthops, 26 55
Scarus ghobban, S. Bleekeri, Myripristis sp,
Acanthurus mata, A. bariena, Naso tuberosus,
Thalassoma lunare, Labroides bicolor,
Hemigymnus melapterus, Hologymnosus doliatus,
Chaetodon kleinii, Himantura uarnak,
Amblyglyphidodon curacao, Balistapus undulatus,
Rhinecanthus sp, Pterois volitans, Halichoeres
ornattisimus, Parupeneus multifasciatus,
Plectorhinchus lineatus, Pentapodus caninus,
Epinephelus merra, Chaetodon meyeri, C. robustus,
dan Gymnothorax javanicus
Bergerombol Abudefduf bengalensis, Chromis demidiata, C. 15 32
lepidolepis, C. ovalis, C. margaritifer, Stegastes
fasciolatus, Chrysiptera rollandi, C. talboti,
Apogon kallopterus, A. aureus, Malacanthus sp,
Ctenochaetus striatus, Pterocaesio lativittata,
Caesio terres dan Lethrinus lentjam
Berpasangan Dascyllus aruanus, D. Trimaculatus, A. bariena, 6 13
Siganus corallinus, Chaetodon kleinii, dan
Parupeneus multifasciatus
Total 47

60

50
Ju m lah s p es ies

40

30
Jumlah spesies
20
Proporsi (%)
10
Proporsi (%)
0
Jumlah spesies
Soliter
Bergerombol
Berpasangan

Pola renang

Gambar 27 Proporsi pola renang ikan karang di bubu.


110

4.3.7.2.2 Pola gerak


Penentuan pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar alat
tangkap bubu berdasarkan parameter gerakan ditemukan umumnya ikan karang
datang dari depan sebanyak 37 spesies (79%), kemudian bergerak naik turun 24
spesies (50,06 %), berada diatas sebanyak 21 spesies (45%) dan di samping
bubu sebanyak 30 spesies (64%) ( Tabel 24, Lampiran 13). ). Pola gerak yang
diperlihatkan ikan karang di sekitar alat tangkap bubu memberikan peluang ikan
akan mudah masuk ke dalam bubu pada pola gerak (PG): 4, 6, 8, 9, 10, 11, 13,
15, dan 16, sedangkan pola gerak (PG) : 1, 2, 3, 5, 7, 12, dan 14 ikan akan sulit
masuk karena posisi bubu berada di dasar perairan.
Ada 3 paramater gerakan yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan
pola gerak ikan karang yang hadir di bubu yaitu arah renang ( datang dari depan,
samping dan belakang), pola gerakan (melawan arus, bergerak naik turun,
bergerak bolak balik,menyusuri dinding bubu dan menyusuri dinding bubu searah
jarum jam) dan posisi ikan terhadap bubu (atas, samping, depan mulut bubu, di
dasar datang langsung pergi). Kombinasi dari ketiga hal tersebut akan
menghasilkan 75 pola gerak ikan karang yang hadir di bubu. Walaupun dari
sekian pola gerak tersebut mungkin ada pola gerak yang tidak mungkin dilakukan
oleh ikan karang yang hadir di bubu. Berdasarkan parameter gerakan ikan
kemudian disesuaikan dengan pola gerak yang dilakukan oleh 47 spesies ikan
karang yang hadir di bubu ternyata ditemukan hanya ada 16 pola gerak
(Gambar 28). Klasifikasi pola gerak ikan karang yang hadir di bubu berdasarkan
parameter gerakan disajikan pada Tabel 24. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa
dari 47 spesies ikan karang yang hadir di rumpon ternyata pola gerak 1 (PG1)
lebih banyak dilakukan oleh ikan karang sebanyak 7 spesies (15%) dibandingkan
dengan bentuk pola gerak lainnya. Dengan mengetahui bentuk pola gerak ikan
karang yang hadir di bubu maka informasi ini dapat dipakai untuk memilih alat
tangkap mana yang cocok dalam penangkapan ikan karang.
111

Tabel 24 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar bubu berdasarkan parameter gerakan

Pola Arah renang Pola gerakan Posisi ikan terhadap bubu Jumlah Proporsi
gerak Depan Samping Belakang Melawan Naik Bolak Menyusuri Menyusuri Atas Sampng Depan Dasar Langsung (%)
(PG) arus turun balik dinding dinding mulut pergi
bubu bubu bubu
searah
jarum jam
PG1 7 15
PG2 6 13
PG3 6 13
PG4 5 11
PG5 4 9
PG6 4 9
PG7 3 6
PG8 2 4
PG9 2 4
PG10 2 4
PG11 1 2
PG12 1 2
PG13 1 2
PG14 1 2
PG15 1 2
PG16 1 2
Keterangan : PG : Pola Gerak
112

Selanjutnya dari 47 spesies ikan karang yang hadir di rumpon kemudian


dipisahkan lagi menurut kelompok ikan diperoleh famili utama (mayor) yang
hadir sebanyak 16 spesies ternyata ada 6 spesies yang melakukan pola gerak yang
dominan datang dari belakang, melawan arus,bergerak naik turun di atas dan di
samping bubu, sedangkan spesies lainnya mempunyai proporsi pola gerak yang
lebih kecil. Ikan target berjumlah 16 spesies ternyata ada 3 spesies yang dominan
melakukan pola gerak datang dari belakang, melawan arus, bergerak bergerak
naik turun di atas bubu, sedangkan spesies lainnya mempunyai proporsi pola
gerak lebih kecil Selanjutnya ikan indikator berjumlah 2 spesies ternyata masing-
masing spesies melakukan pola gerak datang dari depan bergerak naik turun di
atas bubu dan datang dari depan bergerak bolak balik di atas dan di samping
rumpon. Non ikan karang berjumlah 2 spesies dengan bentuk pola gerak datang
dari depan di sampng bubu dan datang dari depan menyusuri dinding bubu
(Tabel 25). Dengan mengetahui bentuk pola gerak ikan karang yang hadir di
bubu, maka informasi ini dapat dipakai untuk memilih alat tangkap mana yang
cocok dioperasikan bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang.
Tabel 25 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir di
sekitar bubu berdasarkan parameter gerakan
Parameter gerakan ikan Jumlah Proporsi (%)
spesies
A.Arah renang
1. Depan 37 79
2. Samping 1 2
3. Belakang 10 21
B.Pola gerak
1. Melawan arus 9 19
2. Naik turun 24 50
3. B 5 11
4. olak balik
5. Menyusuri dinding bubu 6 13
6. Menyusuri dinding bubu searah jarum jam 2 4
C.Posisi ikan dengan bubu
1. Atas 21 45
2. Samping 30 64
3. Depan mulut bubu 1 2
4. Dasar 1 2
5. Langsung pergi 6 13
113

PG 1

PG 2 PG 3 PG 4

PG 5 PG 6
PG 7 PG 12

PG 8
PG 9 PG 10 PG 11

PG 13 PG 14 PG 15
PG 16

Gambar 28 Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar bubu.

PG1 : Datang dari depan, bergerak naik turun diatas bubu, PG2 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik
turun diatas dan disamping bubu, PG3 : Datang dari depan, bergerak naik turun diatas dan di samping bubu, PG4 :
Datang dari depan, langsung pergi, PG5: Datang dari depan, bergerak bolak balik di atas dan di samping bubu, PG6 :
Datang dari depan, menyusuri dinding bubu, PG7 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik turun di atas
bubu, PG8 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu berada di samping bubu, PG9 : Datang dari depan, menyusuri
dinding bubu searah jarum jam, PG10:Datang dari depan, di samping bubu, PG11: Datang dari depan, disamping dan
di dasar bubu, PG12: Datang dari depan, berada diatas bubu, PG13: Datang dari samping bubu, dan bergerak naik
turun, PG14: Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik, diatas dan disamping bubu, PG15: Datang dari
belakang di samping bubu, dan PG16: Datang dari depan,di depan mulut bubu.

Bubu yang dipasang di perairan tentu akan mempengaruhi pola tingkah laku
ikan. Ikan-ikan tersebut akan tertarik atau terespons untuk mendekati bubu dan
berkumpul sehingga terjadi akumulasi populasi ikan. Pengaruh terhadap tingkah
laku ikan nampak pada pola gerak dan lama waktu ikan berada di sekitar bubu.
Dari informasi tersebut dapat diklasifikasikan apakah setiap spesies ikan yang
hadir di bubu bersifat menetap (resident), tidak menetap (non resident) termasuk
transit dan visitor (Tabel 26). Klasifikasi tingkah laku ikan dikaitkan antara pola
gerak dan lama waktu ikan hadir di bubu menentukan setiap spesies ikan menetap
(resident), tidak menetap (non resident) termasuk transit dan visitor.
114

Tabel 26 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di bubu berdasarkan
pola gerak dan lama waktu
Simbol Pola Gerak Klasifikasi
Menetap Tidak menetap (Non resident)
(Resident) Transit Visitor
(Transient)
PG1
PG2
PG3
PG4
PG5
PG6
PG7
PG8
PG9
PG10
PG11
PG12
PG13
PG14
PG15
PG16
Ikan karang yang hadir di bubu umumnya bersifat menetap. Namun ada
juga yang bersifat transit dan visitor tetapi ada pula yang bersifat menetap dan
transit maupun transit dan visitor. Perbedaan ini sangat ditentukan oleh sifat
masing-masing spesies ikan.

4.3.7.2.3 Pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh alat tangkap
bubu
Kehadiran ikan karang di sekitar alat tangkap bubu dan rumpon
memperlihatkan karakteristik penyebaran di kolom air berbeda-beda. Posisi ikan
karang di kolom air berbeda dengan ikan pelagis. Perbedaan ini bisa terlihat dari
sebaran lapisan renang (swimming layer) setiap jenis ikan karang sangat
heterogen. Lapisan renang yang diperlihatkan masing-masing setiap kelompok
ikan karang ada yang berada dekat permukaan perairan, diatas, disamping dan di
dasar bubu dan rumpon. Perbedaan lapisan renang pada berbagai jenis ikan karang
merupakan salah satu faktor yang menentukan jenis-jenis ikan karang mana yang
115

akan lebih banyak mendekati bubu dan akhirnya tertangkap. Mengingat kecepatan
renang ikan karang agak lambat maka ada kemungkingan ikan yang berada pada
posisi dekat dengan alat tangkap bubu dan rumpon akan lebih mudah mendekati
alat tangkap bubu dan peluang tertangkap lebih besar.
Penyebaran ikan karang pada setiap lapisan kedalaman juga tentu akan
mempengaruhi batas pandang (visibilty) terhadap posisi alat tangkap di kolom air.
Batas pandang ikan karang inilah yang menentukan ikan karang mampu melihat
alat tangkap dan sejauh mana ikan karang tertarik pada alat tangkap bubu dan
rumpon sehingga ikan karang akan terespons untuk mendekati alat tangkap
tersebut. Selain itu bentuk pola renang yang diperlihatkan setiap spesies ikan
karang juga sangat unik ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan,
sedangkan jarak (radius) dan pola gerak ikan di sekitar rumpon dan bubu begitu
bervariasi. Faktor ini pula menentukan bagaimana tingkat ketertarikan ikan karang
terhadap alat tangkap bubu dan berapa peluang jumlah ikan yang akan tertangkap
pada alat tangkap bubu.
Pola interaksi yang diperlihatkan ikan karang merupakan suatu hal yang
menarik dalam menggambarkan bagaimana setiap jenis ikan karang terpengaruh
atau tidak terhadap zona pengaruh alat tangkap bubu. Menurut Nikonorov (1975),
zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang mempengaruhi tingkah laku ikan saat
operasi penangkapan dilakukan ada tiga macam yaitu :
(1) Zone of influence adalah area pengaruh alat tangkap terhadap tingkah
laku ikan.;
(2) Zone of action adalah area yang dihasilkan alat tangkap diarahkan ke
kumpulan ikan; dan
(3) Zone of retention adalah area di mana alat tangkap dapat menahan
ikan sehingga tidak terlepas.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diilustrasikan mekanisme ikan karang
terpengaruh pada ketiga zona pengaruh alat tangkap bubu disajikan pada Gambar
29.
116

Zona III Zona I

Zona II

Keterangan :
1. Zona I : Zone of influence (di sekitar bubu)
2. Zona II : Zone of action ( bidang luar dari lengkung mulut bubu)
3. Zone III : Zone of retention ( ruang di dalam bubu)

Gambar 29 Zonasi sebaran ikan karang pada zone of influnce, zone of action
dan zone of retention alat tangkap bubu berdasarkan hasil
penelitian.
Dari gambar tersebut di atas bila penempatan rumpon diperbanyak
bersama bubu dengan jaraknya diatur sedemikian rupa, maka diharapkan zone of
influence alat tangkap bubu akan semakin diperluas.
Penentuan ikan karang memasuki wilayah/area/zona pengaruh (zone of
influence) alat tangkap bubu hanya dilakukan secara umum berdasarkan
hubungan radius ikan dengan pola gerak yang diperlihatkan masing-masing
spesies ikan pada setiap kelompok pola gerak. Dari data radius dan pola gerak
dapat diklasifikasikan ada empat pola interaksi ikan karang terhadap zona
pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu untuk posisi ikan (1) dekat
permukaan perairan, (2) diatas, (3) di samping, dan (4) di dasar bubu (Gambar
30).
117

R 2 R
1

3 R
4 R

Keterangan : R : Radius zone of influence

Gambar 30 Pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh (zone of


influence) alat tangkap bubu untuk posisi ikan (1) dekat
permukaan perairan, (2) di atas, (3) di samping, dan (4) di
dasar bubu berdasarkan hasil penelitian.

Gambar (1) memperlihatkan bahwa ikan bisa saja tidak terpengaruh untuk
mendekati alat tangkap karena posisi ikan lebih jauh diatas bubu dan rumpon
sehingga kemampuan untuk melihat bubu dan rumpon agak terbatas. Hal ini bisa
terjadi bila ada pengaruh lingkungan sekitar karena dikejar predator atau
perubahan sifat fisik perairan seperti arus sehingga akan merubah pola renang
ikan akhirnya gerombolan ikan akan terpencar dan mendekati bubu dan rumpon.
Gambar (2) memperlihatkan bahwa ikan akan terpengaruh untuk mendekati bubu
dan rumpon karena posisi tidak begitu jauh namun pada beberapa spesies visitor
bisa saja hanya numpang lewat dan tidak terpengaruh mendekati bubu dan
rumpon. Gambar (3) dan (4) memperlihatkan bahwa ikan akan mudah terpengaruh
karena jarak ikan dengan alat tangkap bubu lebih dekat.
118

4.3.8 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam Bubu


4.3.8.1 Pola renang
Pola renang ikan karang di luar dan di dalam bubu berbeda-beda menurut
jenis ikan (Tabel 27). Beberapa pola renang yang diperlihatkan oleh berbagai jenis
ikan karang yang diamati meliputi :
1. Ikan karang yang memiliki pola renang soliter seperti Thalassoma lunare,
Chaetodon kleinii, Centropyge bicolor, Zebrasoma scopas, Cantherhines
pardalis, Scarus ghobban, Cheilinus diagrammus, Cirrithicthys sp, Naso
tuberosus, Sargosentron sp, dan Dascyllus albisella.
2. Ikan karang yang memiliki pola renang bergerombol seperti
Amblyglyphidodon curacao, Chromis lepidolepis, dan Ctenochaetus striatus.
3. Ikan karang yang memiliki pola renang berpasangan Chaetodon kleinii, C.
melanotus, Chrysiptera talboti, dan Cheilinus trilobatus.
Dari uraian di atas terlihat bahwa jenis ikan karang yang melakukan pola
renang ikan secara soliter lebih dominan (59%) bila dibandingkan dengan pola
renang ikan yang bergerombol dan berpasangan. Namun ada beberapa jenis ikan
yang mempunyai pola renang ganda seperti Chaetodon kleinii memiliki pola
renang soliter dan berpasangan.
Tabel 27 Pola renang ikan karang di luar dan di dalam bubu
No Jenis Ikan Pola Renang
Soliter Bergerombol Berpasangan
1. Thalassoma lunare
2. Chaetodon kleinii
3. Amblyglyphidodon
curacao
4. Centropyge bicolor
5. Zebrasoma scopas
6. Chrysiptera talboti
7. Chromis lepidolepis
8. Cheilinus diagrammus
9. Ctenochaetus striatus
10. Cantherhines pardalis
11. Cirrithicthys sp
12. Cheilinus trilobatus
119

Tabel 27 (Lanjutan)
No Jenis Ikan Pola Renang
Soliter Bergerombol Berpasangan
13. Naso tuberosus
14. Chaetodon melanotus
15. Sargocentron sp
16. Dascyllus albisella
17. Scarus ghobban
Total 10 3 4
Proporsi (%) 59 18 25

4.3.8.2 Pola gerak


Pola gerak setiap ikan karang di luar dan di dalam bubu yang diamati di
dalam keramba disajikan pada Gambar 31 dan Lampiran 14. Beberapa tingkah
laku ikan karang di luar bubu yang sampai akhir pengamatan tidak pernah masuk
ke dalam bubu diantaranya :
1. Siganus argenteus : ikan ini bersifat soliter, bergerak dan berlindung di atas
bubu sambil diam. Ikan ini sering berubah warna mirip bunglon. Ketika
berada pada substrat maka warna tubuh akan berubah. Saat warna tubuh
berubah pada matanya sering mengeluarkan selapur lendir putih bening.
2. Scarus schlegeli : ikan ini bersifat soliter, dimana pada siang hari bergerak
hanya di dasar bubu dan berdiam diri.
3. Epinephelus macrodon : ikan ini bersifat soliter, bergerak dan berlindung
di dasar bubu, dan kelihatan baru aktif bergerak setelah hari menjelang sore.
Ikan kerapu ini termasuk jenis ikan yang pergerakannya lambat. Hal ini dapat
di lihat dari pola gerakannya yang dilakukan di dalam keramba.
4. Canthigaster valentini dan C. solandri : kedua ikan ini bersifat soliter,
bermain di depan bubu lalu masuk dari samping kiri atau kanan ke dalam
mulut bubu dan berputar-putar dalam mulut bubu, kemudian keluar.
5. Epinephelus fasciatus : ikan ini bersifat soliter, berenang di samping dasar
bubu.
6. Coradion chrysozonus : ikan ini bersifat soliter, bergerak pada sudut-sudut
dinding bubu sambil bergerak naik turun.
120

PG1. Thalassoma lunare PG2. Chaetodon kleinii PG3. Amblyglyphidodon curacao

PG4. Centropyge bicolor PG5. Zebrasoma scopas PG6. Chrysiptera talboti

PG7. Chromis lepidolepis PG8. Cheilinus diagrammus PG9. Ctenochaetus striatus

PG10. Cantherhines pardalis PG11. Cirrithicthys sp PG12. Cheilinus trilobatus

PG13. Naso tuberosus PG14. Chaetodon melanotus PG15. Sargocentron sp

PG16. Dascyllus albisella PG17. Scarus ghobban

Gambar 31 Pola gerak (PG) ikan karang di luar dan di dalam bubu dalam ruang
tertutup (Keramba).
121

4.3.8.3 Lama waktu ikan karang masuk ke dalam bubu dan meloloskan diri

Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan jenis ikan karang yang masuk


dan meloloskan diri dari alat tangkap bubu disajikan pada Lampiran 15. Ternyata
ikan masuk ke alat tangkap bubu membutuhkan lama waktu berbeda-berbeda.
Dari data tersebut dapat dikelompokkan jenis-jenis ikan karang berdasarkan lama
waktu hadir di luar dan di dalam bubu sebagai berikut:
1) Kisaran waktu antara 0 – 50 menit terdiri dari Thalassoma lunare,
Chaetodon kleinii dan Centrpyge bicolor.
2) Kisaran waktu 50 – 100 menit terdiri dari Chaetodon kleinii,
Amblyglyphidodon curacao, Zebrasoma scopas, Cantherhines pardalis,
dan Ctenochaetus striatus.
3) Kisaran waktu 100 – 150 menit terdiri dari Chromis lepidolepis,
Ctenochaetus striatus, Cantherhines pardalis, dan Scarus ghobban.
4) Kisaran waktu > 150 menit terdiri dari Chrysiptera talboti, Cheilinus
diagrammus, Ctenochaetus striatus, Cantherhines pardalis, Cirrhithicthys
sp, Cheilinus trilobatus, Naso tuberosus, Chaetodon melanotus,
Sargocentron sp, dan Dascyllus albisella.
Dari data tersebut terlihat bahwa ikan yang terespons lebih cepat masuk ke
dalam bubu adalah Thalassoma lunare, Chaetodon kleinii dan Centropyge
bicolor. Selanjutnya jenis ikan yang meloloskan diri dari dalam bubu dengan
catatan waktu tercepat antara 0 – 50 menit adalah Chaetodon melanotus dan
Sargocentron sp, sedangkan 50 – 100 menit adalah Chromis lepidolepis, dan
lebih dari 100 menit adalah Thalassoma lunare dan Chaetodon kleinii.

4.4 Pembahasan
4.4.1 Rumpon sebagai atraktor pengumpul ikan
Rumpon yang dipakai dalam penelitian adalah rumpon dasar. Rumpon dasar
memiliki beberapa komponen utama antara lain: rangka rumpon, tali temali,
atraktor, jangkar dan pelampung tanda. Rangka rumpon berbentuk prisma.
Atraktor diikat pada rangka bambu sehingga bentuknya seperti rumah.
122

Rumpon ini ditempatkan di dasar perairan dengan cara dijangkar. Jangkarnya


terbuat dari beton dan ditempatkan pada ke dalam 10 m.
Menurut defenisi rumpon adalah konstruksi yang dibuat untuk membantu
proses penangkapan ikan agar bisa berjalan secara efisien dan efektif. Rumpon
merupakan alat pemikat ikan yang digunakan untuk mengkonsentarsi ikan
sehingga operasi penangkapan ikan dapat dilakukan dengan mudah (Subani, 1972,
diacu oleh Girsang, 2004).
Untuk memikat ikan berkumpul di rumpon baik permukaan atau yang
ditempat di dasar perairan perlu atraktor atau alat pemikat. Menurut Boy dan
Smith (1974) diacu oleh Girsang (2004) menerangkan bahwa atraktor
(appendage) dapat berupa daun kelapa, tyrewall, jaring dan kumpulan tali temali
yang diikat pada rakit untuk meningkatkan efektivitas rumpon dalam memikat
kelompok ikan. Idealnya atraktor diikat pada jarak 5 sampai 20 m di bawah laut,
sehingga pada keadaan ini merupakan primary production dan permulaan
terjadinya rantai makan (food web). Atraktor akan menghimpun sumber makanan
bagi ikan-ikan kecil, kemudian akan dimangsa oleh ikan-ikan sedang dan pada
akhirnya berkumpul ikan-ikan besar.
Atraktor rumpon yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari daun
lontar (Borrasus flabellifer) dan daun gewang/gebang (Corypha gebanga).
Pemilihan daun lontar dan daun gewang sebagai atraktor, karena tumbuhan ini
banyak tumbuh di lokasi penelitian. Kedua jenis pohon ini memiliki nilai
ekonomis bagi masyarakat di Nusa Tenggara Timur, di mana air sedapan pohon
lontar dapat dibuat nira dan juga diproses untuk membuat gula merah. Buah
mentah diambil untuk dijual dan daunnya dikeringkan untuk membuat atap
rumah, sedangkan batangnya digunakan untuk membuat rangka rumah. Pelepah
pohon gewang diambil oleh masyarakat setempat dan dikeringkan untuk membuat
dinding rumah, sedangkan daunnya digunakan untuk membuat atap rumah.
Pohon lontar dan pohon gewang termasuk tumbuhan palem merupakan
salah satu tumbuhan tingkat tinggi termasuk dalam kelas tumbuhan berkeping satu
(Monocotyledoneae) (Witono, 1998). Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (1980) diacu oleh Wiradika (2006), marga palem yang banyak ditemui
123

di Indonesia adalah Corypha, Borrasus, Nypa, Metroxylon, Salacca, Cocos,


Arenga dan Caryota.
Daun lontar dan daun gewang memiliki tekstur yang berbeda. Daun lontar
terkesan lebih tebal dan kaku, tangkainya tidak terlalu panjang, bagian tepinya
licin, helaian daun berbentuk kipas yang berlipat-lipat pada bagian tengahnya.
Menurut Witono (1998), daun gewang memiliki tangkai panjang dan berduri
dibagian tepinya, helaian daun berbentuk kipas berlipat-lipat pada bagian
tengahnya, tebal dan kaku.
Perifiton yang menempel pada atraktor lontar dan gewang memiliki
keragaman taksa berbeda-beda. Menempelnya perifiton pada kedua jenis atraktor
merupakan rangkaian dari proses kolonisasi. Hasil penelitian Risamasu (2000)
mengemukakan bahwa jenis-jenis perifiton yang menempel pada terumbu karang
buatan modul kayu, bambu dan beton di perairan Hansisi Semau, Kupang secara
keseluruhan berjumlah 145 spesies dengan perincian Kelas Bacillariophyceae
berjumlah 51 spesies, Moluska 16 spesies, Chlorophyceae 15 spesies, Arthropoda
14 spesies, Dinophyceae 12 spesies, Protozoa 10 spesies, Cyanophyceae 7
spesies, Porifera dan Tunicata masing-masing 5 spesies, Bacteria 3 spesies,
Rhizopoda 2 spesies serta Echinodermata, Rhodophyta, Bryozoa, Euglenophyta,
dan Nematoda masing-masing 1 spesies. Dari hasil penelitian tersebut ternyata
kelas Bacillariophyceae yang mendominasi jenis-jenis perifiton yang menempel
pada terumbu karang buatan baik dari modul kayu, bambu maupun beton.
Selanjutnya hasil penelitian Girsang (2004), mengemukanan tentang jenis-
jenis perifiton yang menempel pada rumpon menggunakan atarktor daun kelapa,
daun nipah, daun pinang (bahan alami) dan tali rafia (bahan sintesis) dari lima kali
pengamatan ditemukan ada 38 genus (25 algae dan 13 avertebrata). Kelas
perifiton yang hadir paling banyak pada keempat atraktor rumpon adalah kelas
Bacillariophyceae sebanyak 22 genus (57,90 %), selanjutnya diikuti oleh kelas
Copepoda sebanyak 7 genus (18,42 %), Dinophyceae sebanyak 3 genus (7,90 %),
Sarcodina sebanyak 2 genus (5,26 %), Chrysophyceae, Ciliata, Rotifera,
Polychaeta san Sagittidae masing-masing sebanyak 1 genus (2,63 %). Keragaman
taksa yang hadir pada masing-masing atraktor terlihat bahwa atraktor dari daun
124

pinang merupakan atraktor yang ditumbuhi perition algae paling banyak sebanyak
22 genus, sedangkan atraktor daun kelapa, daun nipah dan tali rafia masing-
masing terdiri dari 17, 16 dan 15 genus.
Dari hasil analisis nilai indeks Keragaman (H'), Keseragaman (E) dan
Dominansi (C) perifiton menunjukkan bahwa keragaman perifon umumnya
rendah, keseragaman berada pada kondisi labil sampai stabil dan dominansi
spesies umumnya rendah. Nilai keragaman perifiton pada lokasi L1 dan L2
umumnya kecil, sedangkan komunitas perifiton berada pada kondisi labil sampai
stabil serta tidak ada dominansi spesies perifiton di dalam komunitasnya, kecuali
pada rumpon gewang di lokasi L1 ada dominansi spesies perifiton di dalam
komunitasnya karena nilai C hampir mendekati 1. Terjadinya fluktuasi spesies
perifiton tersebut menunjukkan adanya persaingan spesies yang cukup tinggi dan
laju jenis yang rendah (menurun) memberikan peluang pada beberapa jenis
perifiton untuk meningkatkan populasinya (proses suksesi).
Menurut Brower dan Sar (1990) mengemukakan bahwa keanekaragaman
menunjukkan keberadaan suatu spesies dalam suatu ekosistem. Tingginya
keanekaragaman menunjukkan suatu ekosistem seimbang dan memberikan
peranan yang besar untuk menjaga keseimbangan terhadap kejadian yang merusak
ekosistem. Brower dan Sar (1990) mengemukakan bahwa keseragaman sebagai
keseimbangan dari komposisi individu dari tiap spesies yang terdapat dalam suatu
komunitas. Jika keseragaman mendekati minimum, maka dalam komunitas
tersebut terjadi dominansi spesies dan sebaliknya jika keseragaman mendekati
maksimum, maka komunitas berada dalam kondisi yang relatif mantap. Didalam
komunitas jenis-jenis yang mengendalikan komunitas merupakan jenis yang
dominan. Hilangnya jenis-jenis dominan akan menimbulkan perubahan penting
tidak hanya pada komunitas biotiknya, tetapi juga lingkungan fisiknya (Odum,
1971). Spesies yang dominan di dalam suatu komunitas memperlihatkan kekuatan
spesies itu dibanding spesies.
Dari hasil uji coba ternyata tahwa kedua atraktor ini memberikan kontribusi
yang tidak jauh berbeda bagi penempelan perifiton sebagai sumber makanan bagi
ikan karang. Kalau dilihat dari lokasi penempatan rumpon ternyata perifiton lebih
125

banyak menempel pada atraktor gewang di lokasi L1 dan L2 kemudian diikuti


oleh rumpon lontar kecil di lokasi L1 dan L2 dan terendah pada rumpon lontar
besar pada lokasi L1 dan L2. Ternyata substrat tempat penempelan perifiton
sangat berpengaruh. Selain itu, salah satu faktor yang sangat berpengaruh
terhadap penempelan perifiton adalah arus. Hal ini dikaitkan dengan kondisi arus
di lokasi L1 lebih kuat bila dibandingkan dengan di lokasi L2. Arus merupakan
salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyebaran dan pertumbuhan
perifiton. Arus akan membawa massa air yang mengandung nutrien yang penting
untuk menunjang pertumbuhan perifiton. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa
kualitas perairan sangat memegang peranan pnting bagi pertumbuhan perifiton.
Menurut Wetzel (1979) menyebutkan bahwa jenis-jenis alga yang
menempel pada umumnya mendominasi perairan berarus kuat. Berkurangnya
kecepatan arus akan meningkatkan keragaman organisme yang melekat,
sedangkan dari segi biomassa dan produksi perifiton akumulasi biomassa lebih
cepat pada perairan berarus cepat, tetapi total biomassa cenderung seimbang baik
pada perairan berarus kuat maupun lambat.
Selain faktor tersebut, ada juga faktor lain yang turut berpengaruh terhadap
pertumbuhan perifiton adalah sinar matahari, suhu perairan dan unsur hara. Hal ini
didukung dengan kecerahan perairan sangat baik untuk penetrasi cahaya
matahari, suhu perairan mendukung dan adanya arus menyebabkan terjadinya
percampuran massa air membuat perairan sekitar lokasi penelitian kaya akan zat
hara untuk memacuh pertumbuhan perifiton. Faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan perifiton antara lain: sinar matahari, suhu, kecepatan arus dan unsur
hara.
Kehadiran perifiton sebagai sumber makan di rumpon akan menciptakan
suatu kehidupan baru bagi ikan karang. Dengan demikian, ikan karang dengan
kemampuan indera penglihatannya akan tertarik mendekati dan memanfaatkan
rumpon sebagai tempat mencari makan dan aktivitas lainnya. Keberadaan rumpon
di perairan akan memberikan peluang bagi ikan karang untuk lebih banyak
berkumpul.
126

Fungsi rumpon sebagai tempat berlindung dan menyediakan makanan bagi


ikan karang nyata terlihat bahwa ada beberapa jenis ikan yang masuk keluar
rumpon sambil makan perifiton di atraktor rumpon. Hal ini menandakan bahwa
rumpon mampu menarik ikan-ikan untuk datang mendekat dan menetap sehingga
memberikan peluang untuk ikan-ikan tersebut beruaya ke arah alat tangkap bubu.
Pengoperasian bubu di sekitar rumpon sangat membantu untuk menarik ikan-ikan
datang mendekati bubu, masuk ke bubu dan akhirnya tertangkap.

4.4.2 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis, sebaran dan jumlah jenis ikan
karang yang hadir di sekitar alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon, diamati pada pagi, siang dan sore hari berbeda-beda.
Perbedaan ini disebabkan ikan karang yang hadir di sekitar alat tangkap bubu
memiliki pola renang yang berbeda-beda, ada yang soliter, berpasangan dan
bergerombol. Beberapa jenis ikan karang tertentu biasanya bermigrasi secara
bergerombol di sekitar alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon
maupun tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 seperti Abudefduf bengalensis,
Chromis ovalis, Apogon kallopterus, Pterocaesio lativittata, Ctenochaetus
striatus, Pentapodus caninus, dan Chaetodon kleinii, sedangkan jenis yang lain
hadir dalam jumlah sedikit.
Jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar rumpon
dan bubu berbeda-beda disebabkan ada beberapa spesies ikan dari kelompok
famili utama (mayor) terutama famili Pomacentridae biasanya hadir dalam jumlah
banyak. Kelompok famili utama (mayor) lebih banyak hadir di rumpon dan bubu
karena kelompok ikan ini biasanya ditemukan dalam jumlah banyak di terumbu
karang seperti famili Caesionidae, Scaridae, Pomacentridae, Apogonidae, dan
lain-lain (Terangi, 2004).
Selain itu, karena berbeda pola distribusi harian ikan karang. Secara umum
dikenal ada dua pola distribusi harian ikan karang yakni ikan- ikan diurnal (ikan
siang) dan ikan-ikan nokturnal (ikan malam). Ikan diurnal merupakan kelompok
127

terbesar di ekosistem terumbu karang. Termasuk ikan diurnal adalah famili


Pomacentridae, Labridae, Acanthuridae, Chaetodontidae, Serranidae,
Pomacanthidae, Lutjanidae, Balistidae,Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae dan
Gobiidae. Ikan-ikan tersebut aktif mencari makan di siang hari. Termasuk ikan
nokturnal adalah famili Holocentridae, Apogonidae, Haemulidae, Muraenidae,
Scorpaenidae, Serranidae dan Labridae. Ikan-ikan ini aktif mencari makan di
malam hari (Allen dan Steene (1990) diacu oleh Syakur (2000).
Jenis ikan yang biasanya hadir secara bergerombol dalam jumlah banyak
dari famili Pomacentridae. Famili ini merupakan salah satu jenis ikan karang yang
biasanya di temukan dalam jumlah yang banyak di terumbu karang. Abudefduf sp
termasuk ikan yang suka hidup bergerombol dan cenderung berada dekat
permukaan air. Pada daerah yang berarus, ikan ini selalu mengambil posisi
melawan arus. Sikap melawan arus ini juga sering digunakan untuk menyaring
makanan (filter feeder) yang terbawa arus. Ikan ini biasanya aktif mencari makan
siang hari.
Hasil analisis nilai indeks Keragaman (H'), Keseragaman (E) dan
Dominansi (C) ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu menunjukkan bahwa
keragaman ikan karang umumnya kecil, keseragaman berada pada kondisi labil
sampai stabil dan dominansi spesies umumnya rendah. Dari hasil analisis tersebut
dapat dikatakan bahwa ada spesies ikan tertentu yang mendominasi jenis ikan
karang di rumpon dan bubu, namun penyebaran spesies ikan karang umumnya
merata dan kondisi ikan dalam keadaan stabil/ tidak tertekan.
Nilai keragaman spesies ikan karang kecil karena waktu pengamatan
terhadap jumlah ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu dilakukan sejak awal
rumpon dan bubu ditempatkan di perairan. Padahal pada saat itu ikan-ikan baru
mulai tertarik dan berkumpul di rumpon dan bubu sehingga kekayaan spesies dan
jumlah individunya belum stabil. Proses berkumpulnya ikan-ikan di rumpon dan
bubu disebut kolonisasi. Kehadiran spesies ikan yang berkumpul di rumpon dan
bubu tidak seragam setiap waktu dan selalu terjadi pergantian spesies sesuai pola
distribusi dan aktivitas makan. Proses pergantian spesies ikan diganti dengan
spesies lainnya disebut suksesi.
128

Berdasarkan pola distribusi ikan karang dibagi menjadi dua bagian yaitu
ikan yang melakukan aktivitas ada pada siang hari (ikan diurnal) dan malam hari
(ikan nocturnal). Selanjutnya menurut kebiasaan makan, maka ikan karang dibagi
atas : ikan yang aktif mencari makan pada siang hari (diurnal), ikan yang aktif
mencari makan pada malam hari (nocturnal) dan ikan yang mencari makan
diantara (crespuscular). Perbedaan pola sebaran dan aktifitas kebiasaan makan
turut berpengaruh terhadap jumlah ikan yang hadir di rumpon dan bubu.
Keragaman biota merupakan bukti yang digunakan untuk melihat ada
tidaknya tekanan terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh eksplorasi atau
polusi. Dominansi suatu jenis (yang mampu bertahan) dalam suatu komunitas
biasanya meningkat apabila terjadi suatu kerusakan lingkungan dan sebaliknya
keragaman jenis menurun hingga nol. Ekosistem yang mantap dalam arti
perkembangannya dan tidak ada komponen yang membuat tekanan terhadap
komunitas atau tidak ada kekuatan lain yang memutuskan fungsi masing-masing
komponen dalam ekosistem. Biasanya ditandai dengan keragaman tinggi dan
keseimbangan populasi serasi (Odum, 1975 diacu oleh Edrus dan Syam, 1998).
Keanekaragaman ikan karang ditandai dengan keanekaragaman jenis
dengan berbagai ukuran. Salah satu penyebab tingginya keanekargaman ikan
karang karena variasi habitat di terumbu (Nybakken, 1988). Perairan Indonesia
paling sedikit ada 11 famili utama sebagai penyumbang produksi perikanan yaitu
Caesionidae, Holocentridae, Serranidae, Scaridae, Siganidae, Lethrinidae,
proacanthidae, Labridae, Lutjanidae dan Haemulidae dan Acanthuridae (Hutomo,
1986, diacu oleh Rumajar, 2001).

4.4.3 Tingkah laku ikan karang terhadap rumpon dan bubu

Pengoperasian bubu dalam penangkapan ikan karang biasanya


menggunakan umpan tetapi bisa juga tanpa umpan. Ikan tertarik pada bubu
berumpan tergantung dari enam faktor antara lain: ketertarikan (arousal), lokasi
(location). Kedua faktor ini tergantung pada kemampuan daya tarik umpan.
Selanjutnya tingkah laku di dekat bubu (near field behaviour), masuk (ingress),
129

aktivitas di dalam bubu( activity inside the pot), dan meloloskan diri (escape).
Keempat faktor ini sangat tergantung pada karakteristik dan disain pintu masuk
serta sesudah ikan berkumpul di luar atau di dalam bubu (Fuverik, 1994 diacu
oleh Archdale et al. 2003).
Pada penelitian ini untuk menggantikan fungsi umpan digunakan rumpon.
Setelah rumpon dan bubu dipasang di perairan ikan-ikan mulai tertarik dan
mendekati rumpon dan bubu. Tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon dan
bubu beranekaragam terutama menyangkut jarak (radius) ikan terhadap rumpon
dan bubu, lama waktu, pola renang, pola gerak, interaksi ikan karang terhadap
zone of influence alat tangkap bubu, serta cara ikan masuk dan meloloskan diri
dari dalam bubu.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa jarak (radius) ikan karang
terhadap rumpon dan bubu umumnya antara 0 – 2 m. Hal ini berarti ikan-ikan
tersebut mempunyai peluang lebih mudah tertangkap pada alat tangkap bubu
karena posisi rumpon dan bubu berada di dasar perairan. Bila ikan berada antara
rumpon dan bubu dengan jarak yang lebih jauh, maka ikan-ikan akan sulit untuk
tertangkap pada alat tangkap bubu. Jarak ikan karang terhadap rumpon dan bubu
perlu diketahui karena dengan memahami jarak dari masing-masing spesies ikan
karang maka pemasangan bubu di perairan dapat diatur sesuai dengan lapisan
renang (swimming layer) ikan, sehingga ikan akan mudah tertangkap.
Jarak ikan karang terhadap rumpon dan bubu tergantung pula pada
kecepatan renang dari setiap sepesies ikan. Menurut Gunarso (1985), kecepatan
renang merupakan adaptasi pergerakan ikan dimana ikan melakukan berbagai
jenis aktivitas penting untuk mempertahankan hidupnya pada berbagai habitat
yang berbeda-beda. Kecepatan renang dan ukuran tubuh ikan sangat penting
dalam mendeterminasi tingkah laku pergerakan ikan. Selain itu, tergantung jenis
ikan melalukan cara pendekatan terhadap suatu alat tangkap dan karakteristik alat
tangkap tersebut di dalam perairan.
Lama waktu ikan berada di sekitar bubu berbeda-beda menurut jenis. Hal
ini sangat ditentukan dari pola distribusi ikan karang dalam mencari makan. Pola
distribusi harian ikan karang dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu ikan-
130

ikan diurnal dan nokturnal. Ikan siang (diurnal) merupakan kelompok terbesar di
ekosistem terumbu karang. Yang termasuk kelompok ikan diurnal adalah famili
Pomacentridae, Labridae, Acanthuridae, Chaetodontidae, Serranidae,
Pomacanthidae, Lutjanidae, Balistidae, Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae, dan
Gobiidae. Mereka makan dan tinggal di permukaan karang serta memakan
plankton yang lewat diatasnya. (Allen dan Steene (1990) diacu oleh Syakur
(2000).
Menurut Iskandar dan Mawardi (1996), aktivitas makan ikan diurnal
dimulai sejak penetrasi cahaya matahari menerangi kolom air di sekitar terumbu
karang. Pada pagi hari aktivitas ikan belum begitu tinggi, tetapi semakin siang
aktivitasnya meningkat. Sebaliknya pada sore aktivitas makan berkurang dan saat
menjelang matahari terbenam mereka menghilang menuju tempat persembunyian.
Aktivitas ikan nokturnal mencari makan saat hari mulai gelap. Ikan-ikan
nokturnal tergolong ikan soliter dimana aktivitas makan dilakukan secara
individu, gerak lambat, cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu luas dan
banyak menggunakan indera perasa dan penciuman.
Aktifitas utama yang dilakukan ikan diurnal dan nokturnal adalah aktifitas
mencari makan. Aktifitas ini dilakukan baik secara bergerombol maupun sendiri-
sendiri atau berpasangan tergantung pada setiap jenis ikan. Ikan dari famili
Acanthuridae, Siganidae, Chaetodontidae, dan Caesionidae terlihat bergerombol
dalam mencari makan, sedangkan ikan famili Scaridae, Pomacanthidae,
Diodontidae, Labridae dan Lutjanidae umumnya mencari makan secara individu.
Diduga kelompok algae yang melekat pada rumpon dan bubu mendukung
ikan-ikan herbivora untuk mencari makan seperti Acanthuridae, Pomacentridae,
Balistidae, Chaetodotidae, Siganidae, Tetraodontidae, Ostraciontidae, Bleniidae
dan Mugilidae (Nybakken, 1988). Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa
rumpon dan bubu yang dipasang di perairan diandaikan sebagai substrat tempat
berlindung, tempat menyediakan makanan, dan juga untuk aktivitas lainnya yang
dilakukan ikan karang.
Pola renang yang diperlihatkan setiap spesies ikan karang yang hadir di
sekitar rumpon dan bubu berbeda-beda sangat tergantung pada sifat hidup ikan
131

karang. Sifat hidup ikan karang ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan
(Terangi, 2004). Sifat hidup ini merupakan sifat alami yang dimiliki oleh masing-
masing spesies dari famili tertentu. Pemahaman tentang sifat hidup ikan karang
merupakan salah satu faktor yang menarik untuk memilih alat tangkap yang seuai
dan posisi penempatannya di perairan.
Menurut Irawati (2002), ikan mendekati bubu dengan berbagai cara antara
lain ikan mencoba masuk satu per satu, bergerombol dan ada yang bergerombol
lalu mencoba masuk ke bubu. Ikan yang sudah mendekati bubu tersebut kemudian
menyusuri dinding bubu dengan menggunakan bagian samping tubuhnya maupun
bagian depan mulutnya. Ikan mendekati bubu dari berbagai arah dan beberapa
ikan mengelilingi bubu terlebih dahulu baru mulai masuk ke bubu. Setelah
menyusuri dinding bubu, ikan ada yang masuk ke bubu tetapi ada juga hanya
lewat saja.
Pola gerak ikan di sekitar rumpon dan bubu berbeda-beda menurut spesies
ikan. Perbedaan ini sangat tergantung dari sifat hidup ikan karang. Informasi
tentang pola gerak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu masih sangat jarang.
Menurut Baskoro dan Effendy (2005), ikan Torsk (Gadus morua) biasanya
bergerak diatas bubu, sedangkan catfish (Anarhiches lupus) berada di dasar dekat
bubu. Selanjutnya menurut Reiliza (1997), pola gerak Chaetodon octofasciatus
selalu berenang berkelompok, datang ke bubu dari arah depan samping kanan atau
kiri, tidak pernah datang lurus di depan bubu, Heniochus acuminatus berenang
berkelompok, dengan gerak naik turun, dan Sargocentron violaceum bergerak
lambat, masuk ke dalam mulut bubu membuat gerak melingkar dan arah putaran
dipengaruhi arus.
Sesuai pola gerak yang diperlihatkan masing-masing spesies ikan, maka ada
dua cara yang diusulkan untuk memasang bubu di perairan antara lain: (1) Bubu
dapat dipasang di dasar berdasarkan pola gerak (PG) meliputi PG4 : Datang dari
depan, langsung pergi, PG6 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu, PG8 :
Datang dari depan, menyusuri dinding bubu berada di samping bubu, PG9 :
Datang dari depan, menyusuri dinding bubu searah jarum jam, PG10:Datang dari
depan, di samping bubu, PG11: Datang dari depan, di samping dan di dasar
132

bubu, PG13: Datang dari samping bubu, dan bergerak naik turun, PG15: Datang
dari belakang di samping bubu, dan PG16: Datang dari depan,di depan mulut
bubu, dan (2) Bubu dapat di pasang di pertengahan dan dekat permukaan perairan
berdasarkan pola gerak (PG) meliputi PG1 : Datang dari depan, bergerak naik
turun diatas bubu, PG2 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik
turun diatas dan di samping bubu, PG3 : Datang dari depan, bergerak naik turun
diatas dan di samping bubuPG5: Datang dari depan, bergerak bolak balik di atas
dan di samping bubu, PG7 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik
turun di atas bubu, PG12: Datang dari depan, berada diatas bubu, dan
PG14: Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik, diatas dan di samping.
Posisi penempatan bubu di dasar perairan dapat dikombinasi dengan
rumpon dasar tetapi tinggi rumpon dan bubu harus diperhatikan. Untuk posisi
penempatan bubu di pertengahan dan dekat permukaan dapat dilakukan dengan
memasangnya secara vertikal dan dikombinasikan dengan rumpon permukaan.
Pola renang dan pola gerak ikan karang menentukan keefektifan rumpon sebagai
alat pegumpul/pemikat ikan dan bubu sebagai alat penangkap ikan. Informasi ini
penting guna menunjang keberhasilan penggunaan rumpon dan bubu dalam
penangkapan ikan karang.
Ikan karang mampu meloloskan diri dari dalam bubu sangat dipengaruhi
oleh lebar pintu dan bentuk tubuh ikan itu sendiri. Pada penelitian ini terlihat
bahwa ikan yang bertubuh lonjong dan ukurannya kecil lebih mudah meloloskan
diri. Menurut Meyer dan Merriner (1976) diacu oleh Robichaud et al. (1999)
mengemukakan bahwa ikan meloloskan diri dari dalam bubu jaring dipengaruhi
oleh bentuk tubuh, kekuatan tubuh dan kemampuan renang ikan.
Senang tidaknya ikan hadir di rumpon merupakan salah satu faktor utama
dalam mendukung keberhasilan dan keberlanjutan usaha penangkapan ikan.
Khusus untuk alat pengumpul ikan seperti rumpon tentu tingkah laku pola gerak
dan lama waktu ikan hadir di rumpon merupakan faktor penentu ada tidaknya ikan
di rumpon.
Dengan alasan diatas maka dalam mendisain dan menempatkan rumpon di
perairan maka material yang dipilih dan konstruksi bangunan yang dibuat harus
133

bisa memberikan respon terutama penampakannya di dalam air untuk merangsang


penglihatan ikan agar ikan tertarik dan respon untuk mendekati alat tersebut.
Selain itu rumpon juga harus mampu memberikan rasa nyaman sebagai rumah
untuk ikan-ikan berlindung dan sebagai sumber makanan bagi ikan. Kondisi ini
yang akan menentukan terjadinya akumulasi ikan di rumpon untuk memudahkan
proses penangkapan ikan.
Tingkah laku ikan di zona pengaruh (zone of influence) suatu alat tangkap
berbeda menurut jenis ikan. Ikan karang mempunyai pola pendekatan memasuki
zona pengaruh alat tangkap bubu berbeda-beda. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa ada empat posisi ikan karang berinteraksi terhadap zona pengaruh (zone of
influence) alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon antara lain : ikan
berada dekat permukaan perairan, di atas, di samping dan di dasar bubu. Posisi ini
menentukan dan membedakan pola interaksi setiap jenis ikan karang terhadap
zona pengaruh alat tangkap bubu.

4.4.4 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pola tingkah laku jenis-


jenis ikan karang di sekitar bubu terlihat berbeda-beda menurut jenis. High dan
Beardsley (1970) diacu oleh Baskoro dan Effendy (2005) mengemukakan bahwa
butterfly fish (Chaetodontidae), goatfish, squirrelfish dan parrotfish berenang
melingkar dibandingkan dengan tingkah laku pencarian yang acak/tidak teratur
dari groupers (Serranidae).
Menurut High dan Beardsley (1970) diacu oleh Furevik (1994)
mengemukakan bahwa ada enam alasan ikan tertarik pada bubu selain mengejar
umpan, juga melakukan pergerakan secara acak/tidak beraturan, menggunakan
bubu sebagai tempat tinggal atau berlindung, keingintahuan, tingkah laku sosial
didalam spesies ikan, atau pemangsaan. Beberapa mekanisme tersebut dapat
memberikan kontribusi efisiensi perangkap tidak menggunakan umpan.
Jenis-jenis ikan karang mendekati alat tangkap bubu dengan pola renang dan
pola gerak berbeda-beda. Ikan mendekati bubu dengan berbagai cara antara lain
134

ikan mencoba masuk satu per satu, bergerombol dan ada yang bergerombol lalu
mencoba masuk ke bubu. Ikan yang sudah mendekati bubu tersebut kemudian
menyusuri dinding bubu dengan menggunakan bagian samping tubuhnya maupun
bagian depan mulutnya. Ikan mendekati bubu dari berbagai arah dan beberapa
ikan mengelilingi bubu terlebih dahulu baru mulai masuk ke bubu. Setelah
menyusuri dinding bubu, ikan ada yang masuk ke bubu tetapi ada juga hanya
lewat saja (Irawati, 2002).
Pada saat pengamatan terlihat bahwa tidak semua jenis ikan mendekati dan
masuk ke dalam bubu. Beberapa jenis ikan ada juga yang tidak masuk ke dalam
bubu sampai akhir pengamatan terutama ikan-ikan nokturnal yang hanya berdiam
diri di dasar bubu. Ikan yang tidak masuk ke dalam bubu akan kembali berkumpul
dengan ikan lain yang bergerombol di luar bubu. Ikan tidak jadi masuk ke bubu
karena beberapa sebab diantaranya karena di dalam bubu ada ikan yang menjadi
pesaing, atau jika di alam karena ada ikan pemangsa (predator). Selain itu, karena
ikan tersebut mengikuti pergerakan ikan lain yang menjauhi bubu dan ikan tidak
masuk ke bubu karena ada ikan lain yang menghalangi jalan masuknya (Irawati,
2002)
Tingkah laku ikan kerapu macan dalam bak percobaan terlihat bahwa ikan
mulai masuk ke dalam bubu setelah beberapa saat bubu berada dalam bak. Waktu
yang dibutuhkan oleh ikan untuk masuk ke dalam bubu sangat bervariasi. Saat
penelitian diketahui bahwa ada ikan yang langsung masuk ke dalam bubu, setelah
1 menit dan hingga pengamatan terakhir sekitar 3 jam, ikan tidak pernah masuk ke
dalam bubu. Ikan kerapu macan setelah masuk ke bubu biasanya mencari tempat
bersembunyi dan berdiam diri (istirahat) ataupun bergerombol bersama ikan lain
yang sudah masuk ke dalam bubu sebelumnya. Ikan banyak beristirahat diantara
mulut dan dinding bubu yang membentuk suatu sudut. Ikan ini akan bergerak
cukup aktif di dalam bubu bila belum menemukan tempat yang tepat untuk
beristirahat dan bergerombol. Karena ruang dalam bubu terbatas, ikan sering
bergerombol dalam posisi saling bertumpuk satu sama lain. Selain beristirahat dan
bergerombol, ikan di dalam bubu juga ada yang berkejaran, bergerak mengintari
ruang di dalam bubu, dan bergerak mnegintari mulut bubu (Irawati, 2002)
135

Menurut Irawati (2002), pola pergerakan ikan di dalam bubu sebagai berikut
: (1) ikan bergerak mengintari ruangan dalam bubu, gerak berputar ini biasanya
searah atau berlawanan jarum jam; (2) ikan bergerak bolak balik dalam bubu; (3)
ikan bergerak ke dalam ruangan bubu dengan berbagai arah setelah ikan
memasuki bubu melalui celah pelolosan; (4) ikan bergerak ke segala arah; dan (5)
ikan mengintari mulut bubu. Posisi ikan bergerombol di dalam bubu yaitu dekat
celah pelolosan; diantara bagian mulut dan dinding bubu membentuk sudut; di
sudut ruangan dalam bubu serta beristirahat (berdiam diri) dalam keadaan
menyebar. Selanjutnya pergerakan ikan akibat interaksi antara ikan yang ada di
dalam dan di luar bubu yaitu bergerak ke suatu arah yang sama ; ikan di dalam
bubu berkumpul di semua sudut dan ikan di luar bubu berkumpul di sekitar sudut
bubu; ikan berkumpul di sekitar celah pelolosan; serta ikan bergerak dari dasar
bak menuju ke atas lalu ke bawah dan dilakukan oleh ikan yang ada di dalam
maupun di luar bubu secara bersamaan.
Menurut Reiliza (1997), ikan kepe-kepe terlihat panik setelah terperangkap
di dalam bubu, gerakannya lebih cepat dan mencari-cari tempat untuk keluar,
karena merasa terkurung dan ruang geraknya terbatas. Ikan kepe-kepe berenang
lincah di dalam bubu dari sudut kiri ke sudut kanan, atau sebaliknya dengan
gerakan mendatar. Gerakan renang yang lincah dan mendatar ini menyebabkan
ikan kepe-kepe dapat meloloskan diri setelah terperangkap kurang lebih 2 jam di
dalam bubu. Gerakan ikan bendera setelah terperangkap di dalam bubu lebih cepat
gerakannya sebelum terperangkap dan terlihat panik. Ikan ini berenang di dalam
bubu dari salah satu sudut bubu ke mulut bubu dengan waktu 5 detik.
Menurut Reiliza (1997), gerakan renang naik turun menyebabkan sampai
akhir pengamatan tidak ada yang meloloskan diri dari bubu. Pengurangan
penutupan karang ternyata berpengaruh terhadap tingkah laku ikan bendera, untuk
mendatangi bubu hanya dalam waktu singkat saja lalu pergi. Ikan raja gantang
yang masuk ke dalam bubu berenang lambat, tidak menunjukkan kepanikan dan
cenderung diam di dasar bubu. Gerak ikan ini di dalam bubu sama dengan
gerakannya di ujung mulut bubu, yaitu hanya berputar-putar melawan arus dan
membutuhkan waktu untuk satu kali berputar 8,5 detik. Ikan raja gantang
136

termasuk ikan nokturnal. Ikan raja gantang masuk ke bubu yang bagian atasnya
ditutupi karang. Pada saat penutupan karang dikurangi, ikan ini tidak memberikan
respons di depan bubu, tetapi berenang kegundukan karang yang berbentuk atap
di samping bubu dan berlindung disitu.
Reiliza (1997) mengamati tingkah laku ikan kepe-kepe (Chaetodon
octofasciatus), ikan bendera (Heniochus acuminatus) dan ikan raja gantang
(Sargocentron violaceum) terhadap alat tangkap bubu dengan menggunakan
remotely operated vehicles (ROV) ternyata ketiga jenis ikan tersebut mempunyai
tingkah laku yang berbeda.
Hasil pengamatan penelitian ini terlihat bahwa ada beberapa ikan karang
yang sanggup meloloskan diri dari dalam bubu seperti Thalassoma lunare,
Chromis lepidolepis, Chaetodon melanotus dan Sargocentron sp. Ikan-ikan
mampu meloloskan diri dari dalam bubu sangat dipengaruhi oleh lebar pintu
bubu dan bentuk tubuh ikan itu sendiri. Ikan yang bertubuh lonjong, gepeng dan
berukuran kecil mudah meloloskan diri.
Menurut Tirtana (2003) mengatakan bahwa ikan yang masuk ke dalam bubu
bisa meloloskan diri sangat ditentukan oleh tinggi tubuh (body depth) atau lingkar
tubuh (body girth) dan celah pelolosan. Jadi semakin besar tinggi tubuh (body
depth) atau lingkar tubuh (body girth), maka peluang untuk meloloskan diri
semakin kecil, dan bila semakin kecil tinggi tubuh (body depth) atau lingkar tubuh
(body girth), maka peluang untuk meloloskan diri semakin besar (Tirtana, 2003).
Oleh karena itu, dalam membuat konstruksi bubu, maka disain ukuran, bentuk dan
posisi mulut bubu perlu disesuaikan dengan ukuran tubuh ikan. Selain itu, celah
pelolosan perlu juga diperhatikan karena bagian komponen bubu ini dapat
memberikan kesempatan untuk ikan meloloskan diri.
137

4.5 Kesimpulan dan Saran


4.5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
Rumpon mampu mengumpulkan ikan karang sebagaimana terlihat dari
akumulasi berbagai jenis ikan di sekitarnya. Pada bagian atraktor rumpon tumbuh
komunitas perifiton yang potensial sebagai makanan bagi sebagian jenis ikan yang
berkumpul. Perifiton didominasi oleh kelas Bacillariophyceae, namun komposisi
perifiton berbeda diantara kedua jenis atraktor, yaitu atraktor lontar (Borassus
falbellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pada rumpon lontar, jenis perifiton
dominan adalah Leptocylindrus sp. sedangkan pada rumpon gewang/gebang
adalah Chroococcus sp.
Selama penelitian ini, berhasil terkumpul di rumpon sebanyak 1.190
individu ikan karang terdiri atas 62 spesies (42 genus dan 22 famili), di sekitar
bubu sebanyak 1.230 individu, terdiri atas 47 spesies (34 genus dan 20 famili.
Ikan-ikan tersebut umumnya adalah kelompok ikan famili utama (mayor).
Jarak (radius) ikan karang dari rumpon dan bubu umumnya masing-masing
antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon dan bubu umumnya
lebih dari 30 menit (menetap/resident). Pola renang ikan karang di sekitar rumpon
dan bubu umumnya bersifat soliter. Ikan umumnya bergerak mendekati
rumpon/bubu dari arah depan rumpon/depan mulut bubu, kemudian bergerak naik
turun dan berada di atas dan di samping rumpon/bubu. Zona pengaruh (zone of
influence) bubu terhadap ikan ada pada empat posisi, yaitu ikan berada dekat
permukaan, pertengahan, di samping dan di dasar bubu dan rumpon. Tingkah laku
ikan karang di luar bubu, lama waktu ikan karang masuk dan meloloskan diri dari
dalam bubu berbeda menurut jenis ikan.
138

4.5.2 Saran

Penelitian ini menghasilkan informasi tingkah laku ikan yang masih


terbatas. Di masa depan, beberapa penelitian lanjutan diharapkan dapat
menjelaskan secara rinci:
1) Hubungan antara perifiton dan kehadiran ikan karang di rumpon dan bubu
2) Pola interaksi setiap jenis ikan karang terhadap zona pengaruh alat tangkap
bubu yang dioperasikan bersama rumpon
3) Pengaruh pasang surut dan arah arus terhadap posisi penempatan rumpon dan
bubu dalam penangkapan ikan karang.
5 PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN BUBU YANG
DIOPERASIKAN BERSAMA RUMPON DAN TANPA RUMPON

5.1 Pendahuluan

Setiap alat tangkap digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan memiliki


karakteristik tersendiri dan didisain sedemikian rupa, sehingga mudah
dioperasikan terhadap ikan yang menjadi target penangkapan. Prinsip
penangkapan dengan bubu adalah mempermudah ikan untuk masuk dan sulit
untuk keluar.
Bubu termasuk dalam kelompok perangkap. Perangkap adalah salah satu
alat tangkap yang bersifat statis, umumnya berbentuk kurungan, berupa jebakan,
di mana ikan akan mudah masuk tanpa paksaan dan sulit untuk keluar atau lolos
karena dihalangi dengan berbagai cara. Keefektifan dari perangkap tergantung
dari pola migrasi ikan dan tingkah laku renang ikan. Salah satu alat tangkap yang
tergolong ke dalam perangkap adalah bubu. Sistem penangkapan dengan alat
tangkap bubu adalah mempermudah ikan masuk tetapi mempersulit untuk keluar
atau lolos (Baskoro, 2006).
Supaya ikan mudah tertangkap pada alat tangkap bubu, maka perlu suatu
pikatan. Selama ini pikatan yang biasanya digunakan adalah umpan. Namun
dalam beberapa pengalaman penangkapan, bukan saja umpan yang dapat
digunakan sebagai pikatan tetapi bisa juga dengan menggunakan taktik lain
dengan cara menyediakan tempat untuk bersembunyi atau berkumpul. Tempat
bernaung dapat berupa bentuk ikatan dahan-dahan, ranting-ranting atau daun-
daunan. Alat bantu yang biasanya dipakai untuk mengumpulkan ikan pada suatu
area tertentu, kemudian baru dilakukan penangkapan adalah rumpon.
Prinsip penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi
mengumpulkan ikan, tetapi mempermudah agar kawanan ikan tersebut mudah
ditangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki. Diduga ikan tertarik dan
berkumpul di sekitar rumpon karena rumpon berfungsi sebagai tempat berlindung
dan mencari makan. Momen ini dimanfaatkan agar ikan-ikan yang sudah
berkumpul di rumpon akan berupaya mendekati bubu, masuk ke dalam bubu dan
akhirnya terperangkap.
140

Target penangkapan dengan alat tangkap bubu ditujukan untuk menangkap


ikan karang, udang, kepiting, dan sebagainya. Jenis-jenis ikan karang yang
tertangkap dengan alat tangkap bubu beraneka ragam jenis berasal dari kelompok
famili utama (mayor), ikan target dan ikan indikator. Menurut Subani dan Barus
(1988), ikan-ikan yang tertangkap dengan alat tangkap bubu terdiri dari jenis-jenis
ikan dan udang berkualitas baik seperti kwe (Caranx spp), bronang ( Siganus
spp), kerapu (Epinephelus spp), kakap (Lutjanus spp), kakatua (Scarus spp), ekor
kuning (Caesio spp), kaji (Diagramma spp), lencam (Lethrinus spp), udang
penaeid, udang barong, dan lain-lain.
Sampai saat ini penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama
rumpon belum banyak di praktekkan oleh para nelayan, khususnya nelayan di
desa Hansisi, semau, Kupang. Untuk melihat efisiensi penggunaan bubu bersama
rumpon dalam usaha penangkapan ikan karang, perlu dikaji melalui suatu
penelitian.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh
rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah, maupun ukuran

5.2 Metodologi Penelitian


5.2.1 Prosedur penelitian
Dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka untuk mendapatkan data
dilakukan uji coba penangkapan ikan. Penangkapan dilakukan setelah rumpon
berumur satu bulan di perairan. Bubu digunakan dalam penelitian berbentuk
setengah lingkaran (semi circular). Jangkar bubu terbuat dari cor semen berbentuk
empat persegi panjang dengan permukaan agak cembung diikat pada setiap sisi
bubu. Konstruksi bubu dan jangkar dapat dilihat pada Gambar 32.
141

(a) Bubu tampak dari depan (b) Bubu tampak dari samping

(c) Tipe jangkar bubu

Gambar 32 Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian.

Kegiatan penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama rumpon


maupun tanpa rumpon dilakukan dua kali pada jam yang berbeda. Penangkapan
malam bubu di pasang (setting) jam 18.00 sore dan penarikan (hauling) jam
07.00 pagi hari berikutnya dengan lama perendaman (soaking time) antara jam
18.00 – 07.00 WITA, sedangkan penangkapan siang bubu dipasang (setting) pagi
142

hari jam 07.00 pagi dan penarikan (hauling) jam 17.00 sore dengan lama
perendaman (soaking time) antara jam 07.00 – 17.00 WITA. Proses penangkapan
menggunakan perahu bermotor milik nelayan menggunakan mesin merek
Yamaha berkekuatan 40 pK (Gambar 33).

Gambar 33 Perahu yang digunakan dalam operasi penangkapan.

Pengangkatan bubu dilakukan oleh beberapa orang. Setelah bubu ditarik ke


atas kapal, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan hasil tangkapan.
Pengeluaran hasil tangkapan dari dalam bubu dilakukan melalui celah pelolosan.
Proses penarikan dan pengeluaran hasil tangkapan dapat dilihat pada Gambar 34.
143

(a) Proses pengangkatan bubu

(b) Pengambilan hasil tangkapan melalui celah pelolosan.

Gambar 34 Proses pengangkatan (hauling) dan pengambilan hasil tangkapan


bubu.

Ikan hasil tangkap bubu bersama rumpon dan tanpa rumpon di pisahkan
untuk melihat jenis ikan, jumlah masing-masing jenis (individu), dan ukuran
panjang total (total length). Ikan hasil tangkapan yang sudah diamati, kemudian
untuk keperluan identifikasi diambil setiap jenis satu individu. Identifikasi ikan
144

mengikuti petunjuk Gloerfelt dan Kailola (1984); Kuiter (1992); Isa et al.(1998)
dan Allen dan Steene (2002). Dokumentasi gambar ikan karang dari hasil
tangkapan bubu menggunakan kamera.
Pada saat penangkapan dilakukan juga pengukuran parameter lingkungan
lokasi penelitian menggunakan alat ukur Water Checker merk HORIBA. Alat ini
dipakai untuk mengukur DO, pH, suhu, salinitas dan kecerahan, sedangkan untuk
mengukur arah dan kecepatan arus menggunakan gabus yang diikat dengan tali
nylon dan stopwatch. Hasil pengukuran parameter lingkungan perairan pada
lokasi penelitian disajikan pada Tabel 28.
Tabel 28 Parameter lingkungan perairan lokasi penelitian
Lokasi Waktu Parameter Lingkungan Perairan
Pengamatan DO pH Suhu Salinitas Kecerahan Kec. Arah
(ml/l) (°t ) (ppm) (m) Arus Arus
(m/det)
L1 Pagi 0,1-0.2 8.1-8.2 27-28 33 10 04.89 Barat

Siang 0.2 8.2 28-29 33 10 07.55 T–B

Sore 0.2 8.1 28-29 33 10 05.75 T–B

L2 Pagi 0.2 8.1-8.2 27-28 33 10 03.67 Barat

Siang 0.2 8.2 29 33 10 06.76 T–B

Sore 0.2 8.1 27-29 33 10 04.28 T-B

5.2.2 Analisis data


(1) Analisis kelimpahan ikan karang

Analisis kelimpahan ikan karang dimaksud untuk melihat jumlah ikan karang
yang tertangkap pada alat tangkap bubu baik dioperasikan bersama rumpon
maupun tanpa rumpon. Analisis kelimpahan ikan karang mengikuti petunjuk
Odum (1971) (Rumus tertera pada Bab 3)

(2) Analisis statistik


Untuk melihat apakah ada perbedaan hasil tangkapan ikan karang yang
tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa
rumpon pada malam dan siang hari menggunakan uji t yang terdapat pada
perangkat lunak MINITAB versi 13.20.
145

5.3 Hasil
5.3.1 Jenis dan jumlah hasil tangkapan
Jenis dan sebaran hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon pada waktu penangkapan malam (jam 18.00-07.00) dan siang (jam
07.00-17.00) secara keseluruhan berjumlah 107 spesies, 54 genus dan 22 famili
(Tabel 29). Kelompok famili utama (mayor) terdiri dari 54 spesies, 32 genus dan
15 famili, kelompok target terdiri dari 49 spesies, 20 genus 6 famili dan
kelompok indikator terdiri dari 4 spesies, 2 genus dan 1 famili. Jenis-jenis ikan
karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dapat dilihat pada Gambar 35 dan
Lampiran 16.

Chaetodon kleinii Apogon kallopterus Acanthurus nigricans

Scarus ghobban Abudefduf bengalensis Chrysiptera talboti

Sufflamen chrysopterus Balistapus undulatus Ctenochaetus striatus

Sumber : Kuiter 1992


Gambar 35 Beberapa jenis ikan karang hasil tangkapan bubu.

Jenis ikan karang yang tertangkap pada bubu rumpon kecil lokasi L1 pada
waktu penangkapan malam hari berjumlah 32 spesies, 23 genus dan 14 famili,
sedangkan pada waktu penangkapan siang hari berjumlah 23 spesies, 20 genus
dan 13 famili. Bubu rumpon besar lokasi L1 pada waktu penangkapan malam
hari berjumlah 21 spesies, 16 genus dan 14 famili, sedangkan pada siang hari
berjumlah 33 spesies, 22 genus dan 12 famili. Bubu tanpa rumpon lokasi L1 pada
146

waktu penangkapan malam hari berjumlah 31 spesies, 19 genus dan 12 famili,


sedangkan pada siang hari berjumlah 23 spesies, 15 genus dan 11 famili.
Tabel 29 Jenis dan sebaran hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2

No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Lokasi L1 Lokasi L2


Ikan BRK BRB BTR BRK BRB BTR
I. Kelompok Famili Utama/Mayor
POMACENTRIDAE
1 Chromis ternatensis + - - - + -
2 C. ovalis + + - + + -
3 C. lepidolepis + + + - - -
4 Chrysiptera talboti + + + + + +
5 Amblyglyphidodon curacao + + - + - +
6 Dascyllus aruanus - - - - - +
7 D. albisella + - - - - -
8 Abudefduf sordidus + - - - - -
9 A. bengalensis - + - - - -
10 Pomacentrus moluccensis - + - + - +
11 Stegastes fasciolatus - - - - - +
12 Plectroglyphidodon lacrymatus - - + - - -
POMACANTHIDAE
1 Centropyge heraldi + - - - - -
2 C. bicolor + + + - + +
3 C. vroliki - + - - - -
4 C. tibicens - - + + + +
5 Chaetodontoplus mesoleucus - + - - - -
APOGONIDAE
1 Cheilodipterus macrodon + - - - - -
2 C. quinquelineatus - - + - + +
3 Apogon kallopterus + - - + + +
4 A. bandanensis + - - + - -
5 A. aureus + + + + + -
6 A. hartzfeldi + - - - - -
7 A. compressus - - - + + -
8 A. fraenatus - - - - - +
TETRAODONTIDAE
1 Canthigaster valentini + + + + + -
2 C. solandri + + + + - -
3 C. bennetti - - + - - -
4 Arothron stellatus + - - - + +
MONACANTHIDAE
1 Cantherhines pardalis + + + + + +
2 C. fronticinthus - - - - - +
3 Paraluterus prionurus - + - - - -
4 Pervagor aspricaudus - - + - - -
147

Tabel 29 (Lanjutan)
No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Lokasi L1 Lokasi L2
Ikan BRK BRB BTR BRK BRB BTR
SCARIDAE
1 Calatomus spinidens + - + - - -
2 Scarus ghobban + + + + + +
3 S. schlegeli + + + + + -
4 S. pyrrhurus - - - + + +
5 S. flavipectoralis - - - - + -
6 S. sordidus - - - - + -
BLENIIDAE
1 Meiacanthus grammistes + - - - + -
OSTRACIIDAE
1 Ostracion sp + - - - - -
CIRRITHIDAE
1 Cirrhitichtys sp + - - - + +
BALISTIDAE
1 Balistapus undulatus - + + - + +
2 Sufflamen chrysopterus - - - - + -
CAESIONIDAE
1 Pterocaesio tile - - - - - +
2 P. diagramma + - - - - -
EPHIPPIDIDAE
1 Platax sp - + - - - -
HOLOCENTRIDAE
1 Sargocentron rubrum - + + - + -
2 Myripristis kuntee - - - - - +
3 M. melanostictus - - - - - +
4 Myripristis sp - - + + + +
5 Ostichthys kaianus - - - + - -
PSEUDOCHROMIDAE
1 Pseudochromis macrurus - - + - - -
AULOSTOMIDAE
1 Aulostomus sinensis - - - - + -
II Kelompok Target
ACANTHURIDAE
1 Ctenochaetus striatus + + + + + +
2 Acanthurus bariena + + + + + -
3 A. mata - + + - - -
4 A. xanthopterus - - + - - -
5 A. nigricans - - + - - -
6 Zebrasoma scopas - + - - - -
7 Naso tuberosus - - - - + -
148

Tabel 29 (Lanjutan)
No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Lokasi L1 Lokasi L2
Ikan BRK BRB BTR BRK BRB BTR
SERRANIDAE
1 Epinephelus polyphekadion + - - - - -
2 E. microdon + - - - - -
3 E. fasciatus + - + - + -
4 E. merra - + + + + +
5 E. caeroleopunctatus - + - - + -
6 E. hexagonatus - + - - - -
7 E. tauvina - - + - - -
8 Cephalopolis miniata - + - - + -
9 C. orgus - - - + - +
10 C. boenak - - - + - -
LABRIDAE
1 Thalassoma lunare + - + - - +
2 Hologymnosus doliatus - - + + - -
3 Hologymnosus sp + - + - - -
4 Cheilinus diagrammus + + + + + +
5 C. chlorurus + - + + + -
6 C. trilobatus + + + - + +
7 C. bimaculatus - + + + + -
8 C. lunulatus - + - - - -
9 C. orientalis - - + - -
10 Halichoeres melanurus - + - - - -
11 H. nebulosus - - + - - -
12 H. ornatissimus - - + - - -
13 Halichoeres sp - + + - - +
14 Xiphocheilus typus - + - - - -
15 Bodianus diana + - - - -
16 Chaerodon sp - - + - - -
17 Cheilo inermis - - - - - +
SIGANIDAE
1 Siganus punctatus + + + + + +
2 S. stellatus - + + + - +
3 S. doliatus - + - + + +
4 S. argenteus - + + - + +
5 S. rivulatus - + - - - -
6 S. canaliculatus - - + - - -
7 S. corallinus - - + + - -
8 S. guttatus - - - - + -
9 S. vulpinus - - - - - +
10 S. luridus - + - - + +
149

Tabel 29 (Lanjutan)
No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Lokasi L1 Lokasi L2
Ikan BRK BRB BTR BRK BRB BTR
LETHRINIDAE
1 Lethrinus semicinctus - - + - + +
2 Lethrinus variegatus - - - - - +
3 L. ornatus - + - - - -
MULLIDAE
1 Parupeneus barberinoides + - - - - -
2 Upeneus multifasciatus - - - + - -
III Kelompok Indikator
CHAETODONTIDAE
1 Chaetodon kleinii + + + + + +
2 C. mertensii + - - - - -
3 C. melanotus - + - - - -
4 Coradion chrysozonus + - - - - -
Keterangan : + : ada ; - : tidak ada.

Selanjutnya jenis ikan karang yang tertangkap pada bubu rumpon kecil
lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari berjumlah 18 spesies, 13 genus
dan 10 famili, sedangkan pada siang hari berjumlah 20 spesies, 16 genus dan 11
famili. Bubu rumpon besar lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari
berjumlah 32 spesies, 22 genus dan 13 famili, sedangkan pada siang hari
berjumlah 24 spesies, 15 genus dan 13 famili. Bubu tanpa rumpon lokasi L2
pada waktu penangkapan malam hari berjumlah 29 spesies, 14 genus dan 14
famili, sedangkan pada siang hari berjumlah 26 spesies, 16 genus dan 13 famili.
Jumlah individu ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu secara
keseluruhan berjumlah 794 individu. Jumlah individu ikan karang yang tertangkap
pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi
L1 dan L2 disajikan pada Tabel 30 dan 31.
150

Tabel 30 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon di lokasi L1

No Kelompok BRK 1 BRB 1 BTR 1


Ikan/Famili/Jenis Ikan Malam Siang Malam Siang Malam Siang
Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %
I. Famili utama (mayor)
POMACENTRIDAE
1 Chromis ternatensis 1 1,0 1 1,0 - - - - - - - -
2 C. ovalis 3 4,0 - - 1 2,0 2 3,0 - - - -
3 C. lepidolepis 2 3,0 - - 1 2,0 2 3,0 1 2,0 1 2,0
4 Chrysiptera talboti 1 1,0 2 3,0 - - 2 3,0 - - - -
5 Amblyglyphidodon 1 1,0 - - 5 8,0 1 1,0 - - - -
curacao
6 Dascyllus albisella - - 1 1,0 - - - - - - - -
7 Abudefduf sordidus - - 1 1,0 - - - - - - - -
8 A. bengalensis - - - - - - 1 1,0 - - - -
9 Pomacentrus - - - - - - 1 1,0 - - - -
moluccensis
10 Plectroglyphidodon - - - - - - - - 1 2,0 - -
lacrymatus
POMACANTHIDAE
1 Centropyge bicolor 1 1,0 1 1,0 - - 1 1,0 - - 1 2,0
2 C. vroliki - - - - - - 1 1,0 - - - -
3 C. tibicens 1 1,0 - - - - - - - - 1 2,0
4 Chaetodontoplus - - - - - - 1 1,0 - - - -
mesoleucus
APOGONIDAE
1 Cheilodipterus 2 3,0 - - - - - - - - - -
macrodon
2 C. quinquelineatus - - - - - - - - - - 1 2,0
3 Apogon kallopterus 1 1,0 - - - - - - - - - -
4 A. bandanensis 1 1,0 - - - - - - - - - -
5 A. aureus 4 5,0 - - 1 2,0 1 1,0 1 2,0 - -
6 A. hartzfeldi 2 3,0 - - - - - - - - - -
TETRAODONTIDAE
1 Canthigaster valentini 1 1,0 2 3,0 - - 2 3,0 1 2,0 - -
2 C. solandri - - 3 4,0 1 2,0 4 5,0 3 5,0 - -
3 C. bennetti - - - - - - - - 1 2,0 - -
4 Arothron stellatus 1 1,0 - - - - - - - - - -
MONACANTHIDAE
1 Cantherhines pardalis 2 3,0 2 3,0 3 5,0 1 1,0 - - 2 4,0
2 C. fronticinthus - - - - - - - - - - - -
3 Paraluterus prionurus - - - - - - 2 3,0 - - - -
4 Pervagor aspricaudus - - - - - - - - - - 1 2,0
SCARIDAE
1 Calatomus spinidens 1 1,0 - - - - - - 2 3,17 - -
2 Scarus ghobban 5 7,0 6 8,0 11 17,0 12 15,0 - - 6 11,0
3 S. schlegeli - - 1 1,0 - - 1 1,0 - - 2 4,0
BLENIIDAE
1 Meiacanthus 1 1,0 1 1,0 - - - - - - - -
grammistes
OSTRACIIDAE
1 Ostracion sp - - 1 1,0 - - - - - - - -
151

Tabel 30 (Lanjutan)
No Kelompok BRK 1 BRB 1 BTR 1
Ikan/Famili/Jenis Ikan Malam Siang Malam Siang Malam Siang
Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %
CIRRITHIDAE
1 Cirrhitichtys sp 1 1,0 - - - - - - - - - -
BALISTIDAE
1 Balistapus undulatus - - - - 1 1,0 - - - - 1 2,0
CAESIONIDAE
1 P. diagramma 1 1,0 - - - - - - - - - -
EPHIPPIDIDAE
1 Platax sp - - - - - - 1 1,0 - - - -
HOLOCENTRIDAE
1 Sargocentron rubrum - - - - 1 2,0 - - 1 2,0 - -
2 Myripristis sp - - - - - - - - 1 2,0 - -
3 Ostichthys kaianus - - - - - - - - - - - -
PSEUDOCHROMIDAE
1 Pseudochromis - - - - - - - - 2 3,0 1 2,0
macrurus
ACANTHURIDAE
1 Ctenochaetus striatus 11 15,0 18 26,0 20 30,0 6 8,0 5 8,0 7 13,0
2 Acanthurus bariena 3 4,0 1 1,0 1 2,0 2 3,0 2 3,0 - -
3 A. mata - - - - 1 2,0 - - 1 2,0 - -
4 A. xanthopterus - - - - - - - - 1 2,0 - -
5 A. nigricans - - - - - - - - - - 1 2,0
6 Zebrasoma scopas - - - - 3 5,0 - - - - - -
SERRANIDAE
1 Epinephelus 1 1,0 - - - - - - - - - -
polyphekadion
2 E. microdon 1 1,0 - - - - - - - - - -
3 E. fasciatus - - - - - - - - 3 5,0 - -
4 E. merra - - - - - - 2 5,0 1 2,0 - -
5 E. caeroleopunctatus - - - - 1 2,0 - - - - - -
6 E. tauvina - - - - - - - - 1 2,0 - -
7 Cephalopolis miniata - - - - 1 2,0 1 1,0 - - - -
LABRIDAE
1 Thalassoma lunare 1 1,0 1 1,0 - - - - 1 2,0 - -
2 Hologymnosus doliatus - - - - - - - - 1 2,0 - -
3 Hologymnosus sp 1 1,0 - - - - - - 6 10,0 - -
4 Cheilinus diagrammus 3 4,0 - - - - 3 4,0 1 2,0 5 9,0
5 C. chlorurus 2 3,0 1 1,0 - - - - 1 2,0 3 6,0
6 C. trilobatus 1 1,0 2 3,0 - - 6 8,0 4 6,0 4 7,0
7 C. bimaculatus - - - - 2 3,0 - - - - 2 4,0
8 C. lunulatus - - - - - - 1 1,0 - - - -
9 C. orientalis - - - - - - - - 4 6,0 - -
10 Halichoeres melanurus - - - - - - 2 3,0 - - - -
11 H. nebulosus - - - - - - - - 1 2,0 - -
12 H. ornatissimus - - - - - - - - 1 2,0 - -
13 Halichoeres sp - - - - 1 2,0 - - - - 1 2,0
14 Xiphocheilus typus - - - - - - 1 1,0 - - - -
15 Bodianus diana 1 1,0 1 1,0 - - - - - - - -
16 Chaerodon sp - - - - - - - - 1 2,0 - -
SIGANIDAE
1 Siganus punctatus 2 3,0 1 1,0 - - 1 1,0 - - 1 2,0
2 S. stellatus - - - - - - 1 1,0 - - 1 2,0
152

Tabel 30 (Lanjutan)

No Kelompok BRK 1 BRB 1 BTR 1


Ikan/Famili/Jenis Ikan Malam Siang Malam Siang Malam Siang
Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %
3 S. doliatus - - - - - - 2 3,0 - - - -
4 S. argenteus - - - - - - 1 1,0 - - 1 2,0
5 S. rivulatus - - - - - - 2 3,0 - - - -
6 S. canaliculatus - - - - - - - - - - 1 2,0
7 S. corallinus - - - - - - - - 1 2,0 - -
8 S. luridus - - - - 2 3,0 - - - - - -
LETHRINIDAE
1 Lethrinus semicinctus - - - - - - - - 1 2,0 - -
MULLIDAE
1 Parupeneus - - 1 1,0 - - - - - - - -
barberinoides
CHAETODONTIDAE
1 Chaetodon kleinii 13 18,0 20 29,0 5 8,0 7 9,0 11 17,0 9 17,0
2 C. mertensii - - - - - - 4 5,0 - - - -
3 C. melanotus - - - - 3 5,0 - - - - - -
4 Coradion chrysozonus - - 1 1,0 - - - - - - - -
Total 73 70 66 79 63 54
Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR: Bubu tanpa rumpon.

Jenis ikan karang yang tertangkap dalam jumlah terbanyak di bubu rumpon
kecil lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii
sebanyak 13 individu (18 %), sedangkan siang hari sebanyak 20 individu (29 %),
kemudian Ctenochaetus striatus pada malam hari sebanyak 11 individu (15%)
dan siang hari sebanyak 18 individu (26%), dan diikuti jenis lain. Bubu rumpon
besar lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Ctenochaetus
striatus sebanyak 20 individu (30%), sedangkan siang hari sebanyak 6 individu
(8%), kemudian Scarus ghobban pada malam hari sebanyak 11 individu (17%)
dan siang hari sebanyak 12 individu (15%), dan diikuti jenis lain. Bubu tanpa
rumpon lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii
sebanyak 11 individu (17%), sedangkan siang hari sebanyak 9 individu (17%),
kemudian Ctenochaetus striatus pada malam hari sebanyak 5 individu (14%) dan
siang hari sebanyak 7 individu (13%), dan diikuti jenis lain.
Selanjutnya jenis ikan yang tertangkap dalam jumlah terbanyak di bubu
rumpon kecil lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon
kleinii sebanyak 8 individu (21%), sedangkan siang hari sebanyak 13 individu
(19%), kemudian Cheilinus bimaculatus pada malam hari sebanyak 4 individu
(10%), Scarus ghobban pada siang hari sebanyak 6 individu (9%) dan diikuti
153

jenis lain. Bubu rumpon besar lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari
adalah Chaetodon kleinii sebanyak 5 individu (8%), sedangkan siang hari
sebanyak 9 individu (14%), kemudian Cheilinus diagrammus pada malam hari
sebanyak 5 individu (8%) dan siang hari sebanyak 6 individu (9%), dan diikuti
jenis lain. Bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari
adalah Chaetodon kleinii sebanyak 8 individu (14%), sedangkan siang hari
sebanyak 21 individu (21%), kemudian Siganus punctatus pada malam hari
sebanyak 6 individu (11%) dan siang hari sebanyak 6 individu (6%), dan diikuti
jenis lain.
Dari data ini terlihat bahwa ikan karang yang mendominasi hasil tangkapan
bubu rumpon kecil dan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 adalah Chaetodon kleinii,
sedangkan pada bubu rumpon besar di lokasi L1 di dominasi oleh Ctenochaetus
striatus. Selanjutnya ikan karang yang mendominasi hasil tangkapan bubu yang
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 adalah Chaetodon
kleinii. Dari keseluruhan jenis ikan yang tertangkap pada alat tangkap bubu
terlihat bahwa ikan yang dominan tertangkap adalah Chaetodon kleinii, kemudian
Ctenochaetus striatus, dan diikuti oleh jenis lainn.
Total jumlah ikan karang yang tertangkap selama 24 kali trip penangkapan
terbanyak pada lokasi L1 yakni pada bubu rumpon besar, kemudian bubu rumpon
kecil dan terendah pada bubu tanpa rumpon. Selanjutnya total ikan karang yang
tertangkap dalam jumlah terbanyak pada lokasi L2 yakni bubu tanpa rumpon,
kemudian bubu rumpon besar dan terendah pada bubu rumpon kecil. Perbedaan
ini karena ada beberapa jenis ikan karang yang biasanya tertangkap dalam jumlah
banyak seperti Chaetodon kleinii, Ctenohaetus striatus, Scarus ghobban, dan
Cheilinus diagrammus.
154

Tabel 31 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon di lokasi L2

No Kelompok BRK 2 BRB 2 BTR 2


Ikan/Famili/Jenis Malam Siang Malam Siang Malam Siang
Ikan Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %
I. Famili utama (mayor)
POMACENTRIDAE
1 Chromis ternatensis - - - - 1 2,0 - - - - - -
2 C. ovalis - - 4 6,0 2 3,0 - - - - - -
3 Chrysiptera talboti 1 3,0 9 13,0 3 5,0 3 5,0 3 5,0 2 2,0
4 Amblyglyphidodon - - 4 6,0 - - - 2 4,0 3 3,0
curacao
5 Dascyllus aruanus - - - - - - - - - - 1 1,0
Abudefduf sordidus - - - - - - 1 2,0 - - - -
7 A. bengalensis - - - - - - - - - - - -
8 Pomacentrus - - 3 4,0 - - - - 1 2,0 - -
moluccensis
9 Stegastes fasciolatus - - - - - - - - - - 5 5,0
POMACANTHIDAE
1 Centropyge bicolor - - - - 2 3,0 4 6,0 1 2,0 4 4,0
2 C. tibicens - - 2 3,0 1 2,0 - - 1 2,0 4 4,0
APOGONIDAE
1 Cheilodipterus - - - - 3 5,0 1 2,0 2 4,0 4 4,0
quinquelineatus
2 Apogon kallopterus 3 8,0 - - 2 3,0 1 2,0 1 2,0 - -
3 A. bandanensis 1 3,0 - - - - - - - - - -
4 A. aureus - - 1 1,43 5 8,0 3 5,0 - - - -
5 A. hartzfeldi - - - - - - - - 2 4,0 - -
6 A. compressus 1 3,0 - - 2 3,0 - - - - - -
7 A. fraenatus - - - - - - - - 1 2,0 - -
TETRAODONTIDAE
1 Canthigaster - - 1 1,0 1 2,0 - - - - - -
valentini
2 C. solandri 1 3,0 - - - - - - - - - -
3 Arothron stellatus - - - - 1 2,0 - - - - 1 1,0
MONACANTHIDAE
1 Cantherhines 2 5,0 4 6,0 2 3,0 - - 1 2,0 - -
pardalis
2 C. fronticinthus - - - - - - - - 3 5,0 1 1,0
SCARIDAE
1 Scarus ghobban 1 3,0 6 9,0 2 3,0 4 6,0 3 5,0 3 3,0
2 S. schlegeli - 1 1,0 - - 1 2,0 - - - -
3 S. pyrrhurus 2 5,0 - - - - 1 2,0 - - 3 3,0
4 S. flavipectoralis - - - - - - 1 2,0 - - - -
5 S. sordidus - - - - 1 2,0 - - - - - -
CIRRITHIDAE
1 Cirrhitichtys sp - - - - 1 2,0 2 3,0 1 2,0 - -
BALISTIDAE
1 Balistapus undulatus - - - - 3 5,0 - - 1 2,0 - -
2 Sufflamen - - - - - - 1 2,0 - - - -
chrysopterus
CAESIONIDAE
1 Pterocaeiso tile - - - - - - - - - - 4 4,0
155

Tabel 31 (Lanjutan)
No Kelompok BRK 2 BRB 2 BTR 2
Ikan/Famili/Jenis Malam Siang Malam Siang Malam Siang
Ikan Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %
HOLOCENTRIDAE
1 Sargocentron rubrum - - - - 1 2,0 - - - - - -
2 Myripristis kuntee - - - - - - - - 1 2,0 - -
3 M. melanostictus - - - - - - - - 1 2,0 - -
4 Myripristis sp 2 5,0 - - 2 3,0 - - 1 2,0 - -
5 Ostichthys kaianus 2 5,0 - - - - - - - - - -
ACANTHURIDAE
1 Ctenochaetus striatus 3 8,0 3 4,0 2 3,0 5 8,0 4 7,0 7 7,0
2 Acanthurus bariena - - 2 3,0 2 3,0 - - - - - -
7 Naso tuberosus - - - - 1 2,0 - - - - - -
SERRANIDAE
3 Epinephelus - - - 1 2,0 - - - - - -
fasciatus
4 E. merra - - 1 1,0 2 3,0 7 11,0 2 4,0 4 4,0
5 E. caeroleopunctatus - - - - 1 2,0 - - - - - -
8 Cephalopolis miniata - - - - 1 2,0 1 6,0 - - - -
9 C. orgus - - 1 1,0 - - - - - 2,0 - -
10 C. boenak - - 1 1,0 - - - - 1 - -
LABRIDAE
1 Thalassoma lunare - - - - - - - - 2 4,0 1 1,0
2 Hologymnosus 1 3,0 - - - - - - - - - -
doliatus
3 Hologymnosus sp - - - - - - - - - - - -
4 Cheilinus 3 8,0 3 4,0 5 8,0 6 10,0 1 2,0 1 1,0
diagrammus
5 C. chlorurus - - 1 1,0 1 2,0 2 3,0 - - - -
6 C. trilobatus - - - - 4 6,0 - - - - 1 1,0
7 C. bimaculatus 4 10,0 - - 2 3,0 2 3,0 - - - -
8 Halichoeres sp - - - - - - - - 1 2,0 - -
9 Cheilo inermis - - - - - - - 1 2,0 - -
SIGANIDAE
1 Siganus punctatus 2 5,0 5 7,0 - - 2 3,0 6 11,0 6 6,0
2 S. stellatus - - 1 1,0 - - - - - - 1 1,0
3 S. doliatus - - 4 6,0 - - 2 3, - - - -
4 S. argenteus - - - - - - 1 2,0 1 2,0 10 10,0
5 S. rivulatus - - - - - - - - - - - -
6 S. corallinus 1 3,0 - - - - - - - - - -
7 S. vulpinus - - - - - - - - - - 2 2,0
8 S. luridus - - - - - - 1 2,0 - - - -
9 S. guttatus - - - - - - 2 3,0 - - -
LETHRINIDAE
1 Lethrinus semicinctus - - - - - - - - 4 7,0 5 5,0
2 Lethrinus variegatus - - - - - - - - - - 1 1,0
CHAETODONTIDAE
1 Chaetodon kleinii 8 21,0 13 19,0 5 8,0 9 14,0 8 14,0 21 21,0
Total 39 70 62 63 57 98
Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR: Bubu tanpa rumpon.
156

Kelompok ikan karang yang dominan tertangkap pada alat tangkap bubu
adalah kelompok target (43%), bila dibandingkan dengan kelompok utama
(mayor) (40%) dan indikator (17%) (Tabel 32).
Tabel 32 Jumlah total kelompok ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap
bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1
dan L2
Kelompok Lokasi Total Proporsi
ikan L1 L2 (%)
BRK BRB BTR BRK BRB BTR
M S M S M S M S M S M S

Famili
utama 33 22 25 36 14 18 16 35 35 24 26 35 318 40
(Mayor)
Target 27 27 33 32 38 27 15 22 22 30 23 42 338 43
Indikator 13 21 8 11 11 9 8 13 5 9 8 21 137 17
Total 73 70 66 79 63 54 39 70 62 63 57 98 794
Keterangan : M : Malam; S : Siang.

5.3.2 Kisaran panjang ikan karang


Jenis-jenis ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu sangat
bervariasi tergantung jenis dan ukuran (Lampiran 17). Jenis-jenis ikan karang
yang tertangkap dengan ukuran terpanjang adalah Cephalopolis miniata sebesar
75,0 cm, kemudian diikuti oleh Aulostomus sinensis, Epinephelus
caeroleopunctatus, Acanthurus nigricans, Scarus ghobban, Ctenochaetus striatus,
dan diikuti oleh jenis lainnya. Kisaran panjang ikan setiap famili ikan karang
disajikan pada Tabel 33.
Tabel 33 Kisaran panjang famili ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap
bubu
Famili Kisaran panjang(cm) Keterangan
Pomacentridae 3,5 – 20,0 Ikan muda dan dewasa
Pomacanthidae 5,7 – 14,0 Ikan muda dan dewasa
Apogonidae 6,5 – 11,7 Ikan muda dan dewasa
Tetraodontidae 6,5 – 26,5 Ikan muda dan dewasa
Monacanthidae 5,2 – 22,1 Ikan muda dan dewasa
Scaridae 4,0 – 27,5 Ikan muda dan dewasa
Pseudochromidae 14,5 – 24,0 Ikan muda dan dewasa
Bleniidae 6,0 – 8,0 Ikan muda
Balistidae 9,8 – 21,0 Ikan muda dan dewasa
157

Tabel 33 (Lanjutan)
Famili Kisaran panjang(cm) Keterangan
Ostraciidae 10,0 Ikan muda
Cirrhitidae 6,3 -11,3 Ikan muda dan dewasa
Caesionidae 13,5 – 16,4 Ikan muda
Holocentridae 5,6 – 18,0 Ikan muda dan dewasa
Aulostomidae 39,0 Ikan dewasa
Acanthuridae 3,7 – 34,5 Ikan muda dan dewasa
Serranidae 12,5 – 75,0 Ikan muda dan dewasa
Labridae 3,5 – 29,9 Ikan muda dan dewasa
Siganidae 6,6 – 25,2 Ikan muda dan dewasa
Lethrinidae 9,5 – 27,0 Ikan muda dan dewasa
Mullidae 13,1 – 19,6 Ikan muda dan dewasa
Chaetodontidae 3,0 – 14,9 Ikan muda dan dewasa

Dari keseluruhan jenis ikan karang yang tertangkap terlihat bahwa ada
beberapa jenis ikan tertangkap dengan ukuran bervariasi pada ukuran masih
muda sampai dewasa. Dengan demikian ada terjadi akumulasi ikan-ikan di
rumpon. Mengingat karena dalam penelitian ini uji coba penangkapan hanya
dilakukan selama sebulan, maka variasi ukuran ikan yang tertangkap lebih
banyak didominasi oleh ikan-ikan ukuran kecil atau masih muda bila
dibandingkan dengan ikan ukuran dewasa. Seperti dikemukan dalam berbagai
teori bahwa bila rumpon di pasang di perairan maka awalnya akan hadir ikan-ikan
berukuran kecil atau masih mudah, dan setelah itu hadir ikan-ikan berukuran
besar. Variasi ukuran ikan yang tertangkap pada alat tangkap bubu sangat
ditentukan oleh proses kolonisasi dan suksesi terhadap ikan karang yang hadir di
rumpon dan bubu.
Pada dasarnya ukuran panjang tubuh ikan karang tidak seragam seperti
kelompok ikan lainnya. Ketiga kelompok ikan karang baik kelompok famili utama
(mayor), kelompok target dan indikator ternyata memiliki ukuran tubuh
bervariasi. Pada famili Pomacentridae (famili utama) umumnya ukuran ikannya
relatif kecil, begitu juga pada famili Chaetodontidae (kelompok indikator). Namun
beberapa famili ikan dari kelompok target mempunyai ukuran tubuh lebih
panjang terutama dari famili Serranidae, Aulostomidae, Acanthuridae, Scaridae
dan jenis famili lainnya. Dari ketiga kelompok ikan yang tertangkap ternyata ikan
dari kelompok target mempunyai ukuran tubuh lebih panjang dibandingkan
dengan kelompok famili utama(mayor) dan kelompok indikator.
158

5.3.3 Kelimpahan ikan karang


Kelimpahan ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 dapat dilihat
pada Tabel 34 dan Tabel 35.
Tabel 34 Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon di lokasi L1
No Kelompok BRK 1 BRB 1 BTR 1
Ikan/Famili/Jenis Ikan Malam Siang Malam Siang Malam Siang
Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N
I. Famili utama (mayor)
POMACENTRIDAE
1 Chromis ternatensis 1 2,0 1 2,0 - - - - - - - -
2 C. ovalis 3 6,0 - - 1 2,0 2 4,0 - - - -
3 C. lepidolepis 2 4,0 - - 1 2,0 2 4,0 1 2,0 1 2,0
4 Chrysiptera talboti 1 2,0 2 4,0 - - 2 4,0 - - - -
5 Amblyglyphidodon 1 2,0 - - 5 10,0 1 2,0 - - - -
curacao
6 Dascyllus albisella - - 1 2,0 - - - - - - -
7 Abudefduf sordidus - - 1 2,0 - - - - - - - -
8 A. bengalensis - - - - - - 1 2,0 - - - -
9 Pomacentrus - - - - - - 1 2,0 - - - -
moluccensis
10 Plectroglyphidodon - - - - - - - - 1 2,0 - -
lacrymatus
POMACANTHIDAE
1 Centropyge bicolor 1 2,0 1 2,0 - - 1 2,0 - - 1 2,0
2 C. vroliki - - - - - - 1 2,0 - - - -
3 C. tibicens 1 2,0 - - - - - - - - 1 2,0
4 Chaetodontoplus - - - - - - 1 2,0 - - - -
mesoleucus
APOGONIDAE
1 Cheilodipterus 2 4,0 - - - - - - - - - -
macrodon
2 C. quinquelineatus - - - - - - - - - - 1 2,0
3 Apogon kallopterus 1 2,0 - - - - - - - - - -
4 A. bandanensis 1 2,0 - - - - - - - - - -
5 A. aureus 4 8,0 - - 1 2,0 1 2,0 1 2,0 - -
6 A. hartzfeldi 2 4,0 - - - - - - - - - -
TETRAODONTIDAE
1 Canthigaster valentini 1 2,0 2 4,0 - - 2 4,0 1 2,0 - -
2 C. solandri - - 3 6,0 1 2,0 4 8,0 3 6,0 - -
3 C. bennetti - - - - - - - - 1 2,0 - -
4 Arothron stellatus 1 2,0 - - - - - - - - - -
MONACANTHIDAE
1 Cantherhines pardalis 2 4,0 2 4,0 3 6,0 1 2,0 - - 2 4,0
2 C. fronticinthus - - - - - - - - - - - -
3 Paraluterus prionurus - - - - - - 2 4,0 - - - -
4 Pervagor aspricaudus - - - - - - - - - - 1 2,0
SCARIDAE
1 Calatomus spinidens 1 2,0 - - - - - - 2 4,0 - -
2 Scarus ghobban 5 10,0 6 12,0 11 22,0 12 24,0 - - 6 12,0
3 S. schlegeli - - 1 2,0 - - 1 2,0 - - 2 4,0
159

Tabel 34 (Lanjutan)

No Kelompok BRK 1 BRB 1 BTR 1


Ikan/Famili/Jenis Ikan Malam Siang Malam Siang Malam Siang
Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N
BLENIIDAE
1 Meiacanthus 1 2,0 1 2,0 - - - - - - - -
grammistes
OSTRACIIDAE
1 Ostracion sp - - 1 2,0 - - - - - - - -
CIRRITHIDAE
1 Cirrhitichtys sp 1 2,0 - - - - - - - - - -
BALISTIDAE
1 Balistapus undulatus - - - - 1 2,0 - - - - 1 2,0
CAESIONIDAE
1 Pterocaesio 1 2,0 - - - - - - - - - -
diagramma
EPHIPPIDIDAE
1 Platax sp - - - - - - 1 2,0 - - - -
HOLOCENTRIDAE
1 Sargocentron rubrum - - - - 1 2,0 - - 1 2,0 - -
2 Myripristis sp - - - - - - - - 1 2,0 - -
3 Ostichthys kaianus - - - - - - - - - - - -
PSEUDOCHROMIDAE
1 Pseudochromis - - - - - - - - 2 4,0 1 2,0
macrurus
ACANTHURIDAE
1 Ctenochaetus striatus 11 22,0 18 36,0 20 40,0 6 12,0 5 10,0 7 14,0
2 Acanthurus bariena 3 6,0 1 2,0 1 2,0 2 4,0 2 4,0 - -
3 A. mata - - - - 1 2,0 - - 1 2,0 - -
4 A. xanthopterus - - - - - - - - 1 2,0 - -
5 A. nigricans - - - - - - - - - - 1 2,0
6 Zebrasoma scopas - - - - 3 6,0 - - - - - -
SERRANIDAE
1 Epinephelus 1 2,0 - - - - - - - - - -
polyphekadion
2 E. microdon 1 2,0 - - - - - - - - - -
3 E. fasciatus - - - - - - - - 3 6,0 - -
4 E. merra - - - - - - 2 4,0 1 2,0 - -
5 E. caeroleopunctatus - - - - 1 2,0 - - - - - -
6 E. tauvina - - - - - - - - 1 2,0 - -
7 Cephalopolis miniata - - - - 1 2,0 1 2,0 - - - -
LABRIDAE
1 Thalassoma lunare 1 2,0 1 2,0 - - - - 1 2,0 - -
2 Hologymnosus doliatus - - - - - - - - 1 2,0 - -
3 Hologymnosus sp 1 2,0 - - - - - - 6 12,0 - -
4 Cheilinus diagrammus 3 6,0 - - - - 3 6,0 1 2,0 5 10,0
5 C. chlorurus 2 4,0 1 2,0 - - - - 1 2,0 3 6,0
6 C. trilobatus 1 2,0 2 4,0 - - 6 12,0 4 8,0 4 8,0
7 C. bimaculatus - - - - 2 4,0 - - - - 2 4,0
8 C. lunulatus - - - - - - 1 2,0 - - - -
9 C. orientalis - - - - - - - - 4 8,0 - -
10 Halichoeres melanurus - - - - - - 2 4,0 - - - -
11 H. nebulosus - - - - - - - - 1 2,0 - -
12 H. ornatissimus - - - - - - - - 1 2,0 - -
13 Halichoeres sp - - - - 1 2,0 - - - - 1 2,0
160

Tabel 34 (Lanjutan)
No Kelompok BRK 1 BRB 1 BTR 1
Ikan/Famili/Jenis Ikan Malam Siang Malam Siang Malam Siang
Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N
14 Xiphocheilus typus - - - - - - 1 2,0 - - - -
15 Bodianus diana 1 2,0 1 2,0 - - - - - - - -
16 Chaerodon sp - - - - - - - - 1 2,0 - -
SIGANIDAE
1 Siganus punctatus 2 4,0 1 2,0 - - 1 2,0 - - 1 2,0
2 S. stellatus - - - - - - 1 2,0 - - 1 2,0
3 S. doliatus - - - - - - 2 4,0 - - - -
4 S. argenteus - - - - - - 1 2,0 - - 1 2,0
5 S. rivulatus - - - - - - 2 4,0 - - - -
6 S. canaliculatus - - - - - - - - - - 1 2,0
7 S. corallinus - - - - - - - - 1 2,0 - -
10 S. luridus - - - - 2 4,0 - - - - - -
LETHRINIDAE
1 Lethrinus semicinctus - - - - - - - - 1 2,0 - -
MULLIDAE
1 Parupeneus - - 1 2,0 - - - - - - - -
barberinoides
CHAETODONTIDAE
1 Chaetodon kleinii 13 26,0 20 40,0 5 10,0 7 14,0 11 22,0 9 18,0
2 C. mertensii - - - - - - 4 8,0 - - - -
3 C. melanotus - - - - 3 6,0 - - - - - -
4 Coradion chrysozonus - - 1 2,0 - - - - - - - -
Total 73 70 66 79 63 54
Keterangan : N = Kelimpahan; BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR:
Bubu tanpa rumpon.
161

Tebel 35 Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan


tanpa rumpon di lokasi L2
No Kelompok BRK 2 BRB 2 BTR 2
Ikan/Famili/Jenis Ikan Malam Siang Malam Siang Malam Siang
Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N
I. Famili utama (mayor)
POMACENTRIDAE
1 Chromis ternatensis - - - - 1 2,0 - - - - - -
2 C.ovalis - - 4 8,0 2 4,0 - - - - - -
3 C. lepidolepis - - - - - - - - - - - -
4 Chrysiptera talboti 1 2,0 9 18,0 3 6,0 3 6,0 3 6,0 2 4,0
5 Amblyglyphidodon - - 4 8,0 - - - - 2 4,0 3 6,0
curacao
6 Dascyllus aruanus - - - - - - - - - - 1 2,0
7 Abudefduf sordidus - - - - - - 1 2,0 - - - -
8 A. bengalensis - - - - - - - - - - - -
9 Pomacentrus - - 3 6,0 - - - - 1 2,0 - -
moluccensis
10 Stegastes fasciolatus - - - - - - - - - - 5 10,0
POMACANTHIDAE
1 Centropyge bicolor - - - - 2 4,0 4 8,0 1 2,0 4 8,0
2 C. tibicens - - 2 4,0 1 2,0 - - 1 2,0 4 8,0
APOGONIDAE
1 Cheilodipterus - - - - 3 6,0 1 2,0 2 4,0 4 8,0
quinquelineatus
2 Apogon kallopterus 3 6,0 - - 2 4,0 1 2,0 1 2,0 - -
3 A. bandanensis 1 2,0 - - - - - - - - - -
4 A. aureus - - 1 2,0 5 10,0 3 6,0 - - - -
5 A. hartzfeldi - - - - - - - 2 4,0 - -
6 A. compressus 1 2,0 - - 2 4,0 - - - - - -
7 A. fraenatus - - - - - - - - 1 2,0 - -
TETRAODONTIDAE
1 Canthigaster valentini - - 1 2,0 1 2,0 - - - - - -
2 C. solandri 1 2,0 - - - - - - - - - -
3 Arothron stellatus - - - - 1 2,0 - - - - 1 2,0
MONACANTHIDAE
1 Cantherhines pardalis 2 4,0 4 8,0 2 4,0 - - 1 2,0 - -
2 C. fronticinthus - - - - - - - - 3 6,0 1 2,0
SCARIDAE
1 Scarus ghobban 1 2,0 6 12,0 2 4,0 4 8,0 3 6,0 3 6,0
2 S. schlegeli - - 1 2,0 - - 1 2,0 - - - -
3 S. pyrrhurus 2 4,0 - - - - 1 2,0 - - 3 6,0
4 S. flavipectoralis - - - - - - 1 2,0 - - - -
5 S. sordidus - - - - 1 2,0 - - - - - -
CIRRITHIDAE
1 Cirrhitichtys sp - - - - 1 2,0 2 4,0 1 2,0 - -
BALISTIDAE
1 Balistapus undulatus - - - - 3 6,0 - - 1 2,0 - -
2 Sufflamen chrysopterus - - - - - - 1 2,0 - - - -
CAESIONIDAE
1 Pterocaeiso tile - - - - - - - - - - 4 8,0
162

Tabel 35 (Lanjutan)
No Kelompok BRK 2 BRB 2 BTR 2
Ikan/Famili/Jenis Ikan Malam Siang Malam Siang Malam Siang
Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N
HOLOCENTRIDAE
1 Sargocentron rubrum - - - - 1 2,0 - - - - - -
2 Myripristis kuntee - - - - - - - - 1 2,0 - -
3 M. melanostictus - - - - - - - - 1 2,0 - -
4 Myripristis sp 2 4,0 - - 2 4,0 - - 1 2,0 - -
5 Ostichthys kaianus 2 4,0 - - - - - - - - - -
ACANTHURIDAE
1 Ctenochaetus striatus 3 6,0 3 6,0 2 4,0 5 10,0 4 8,0 7 14,0
2 Acanthurus bariena - - 2 4,0 2 4,0 - - - - - -
7 Naso tuberosus - - - - 1 2,0 - - - - - -
SERRANIDAE
3 Epinephelus fasciatus - - - - 1 2,0 - - - - - -
4 E. merra - - 1 2,0 2 4,0 7 14,0 2 4,0 4 8,0
5 E. caeroleopunctatus - - - - 1 2,0 - - - - - -
8 Cephalopolis miniata - - - - 1 2,0 1 2,0 - - - -
9 C. orgus - - 1 2,0 - - - - - - - -
10 C. boenak - - 1 2,0 - - - - 1 2,0 - -
LABRIDAE
1 Thalassoma lunare - - - - - - - - 2 4,0 1 2,0
2 Hologymnosus doliatus 1 2,0 - - - - - - - - - -
3 Cheilinus diagrammus 3 6,0 3 6,0 5 10,0 6 12,0 1 2,0 1 2,0
4 C. chlorurus - - 1 2,0 1 2,0 2 4,0 - - - -
5 C. trilobatus - - - - 4 8,0 - - - - 1 2,0
6 C. bimaculatus 4 8,0 - - 2 4,0 2 4,0 - - - -
7 Halichoeres sp - - - - - - - - 1 2,0 - -
8 Cheilo inermis - - - - - - - - 1 2,0 - -
SIGANIDAE
1 Siganus punctatus 2 4,0 5 10,0 - - 2 4,0 6 12,0 6 12,0
2 S. stellatus - - 1 2,0 - - - - - - 1 2,0
3 S. doliatus - - 4 8,0 - - 2 4,0 - - - -
4 S. argenteus - - - - - - 1 2,0 1 2,0 10 20,0
5 S. rivulatus - - - - - - - - - - - -
6 S. corallinus 1 2,0 - - - - - - - - - -
7 S. vulpinus - - - - - - - - - - 2 4,0
8 S. luridus - - - - - - 1 2,0 - - - -
LETHRINIDAE
1 Lethrinus semicinctus - - - - - - - - 4 8,0 5 10,0
2 Lethrinus variegatus - - - - - - - - - - 1 2,0
CHAETODONTIDAE
1 Chaetodon kleinii 8 16,0 13 26,0 5 10,0 9 18,0 8 16,0 21 42,0
Total 39 70 62 63 57 98
Keterangan : N = Kelimpahan; BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR: Bubu
tanpa rumpon.

Jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu rumpon


kecil lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii
sebanyak 26,0 ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 40,0 ind/m2, kemudian
Ctenochaetus striatus pada malam hari sebanyak 22,0 ind/m2 dan siang hari
sebanyak 36,0 ind/m2, dan diikuti jenis lain. Jenis ikan karang yang memiliki
163

kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L1 pada waktu penangkapan


malam hari adalah Ctenochaetus striatus sebanyak 40,0 ind/m2, sedangkan siang
hari sebanyak 12,0 ind/m2, kemudian Scarus ghobban pada malam hari sebanyak
22,0 ind/m2 dan siang hari sebanyak 24,0 ind/m2 , dan diikuti jenis lain. Jenis
ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu tanpa rumpon di lokasi
L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii sebanyak 22,0
ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 18,0 ind/m2, kemudian Ctenochaetus
striatus pada malam hari sebanyak 10,0 ind/m2 dan siang hari sebanyak 14,0
ind/m2, dan diikuti jenis lain. Berikut ini disajikan sebaran kelimpahan setiap
genus ikan karang pada alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon di lokasi L1 (Gambar 36, 37 dan 38).
Gambar 36 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki
kelimpahan tertinggi di bubu rumpon kecil lokasi L1 pada penangkapan malam
hari adalah Chaetodon, kemudian Ctenochaetus dan diikuti genus lain,
sedangkan pada penangkapan siang hari di dominasi oleh genus Chaetodon,
kemudian Ctenochaetus dan diikuti genus lain.
Gambar 37 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki
kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L1 pada penangkapan malam
hari adalah Ctenochaetus, kemudian Scarus dan diikuti genus lain, sedangkan
pada penangkapan siang hari di dominasi oleh genus Scarus, kemudian
Chaetodon dan diikuti genus lain.
Gambar 38 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki
kelimpahan tertinggi di bubu tanpa rumpon lokasi L1 pada penangkapan malam
hari adalah Chaetodon, kemudian Cheilinus dan diikuti genus lain, sedangkan
pada penangkapan siang hari di dominasi oleh Cheilinus, kemudian Chaetodon
dan diikuti genus lain.
164

BRK 1 Malam BRK 1 Siang

50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50 Nilai
Kelimpahan

Chromis

Chrysiptera

Amblyglyphidodon

Centropyge

Dascyllus

Cheilodipterus

Abudefduf

Apogon

Canthigaster

Arothron

Cantherhines

Calatomus

Scarus

Meiacanthus

Ostracion

Cirrhitichtys

Pterocaesio

Ctenochaetus

Acanthurus

Epinephelus

Thalassoma

Hologymnosus

Cheilinus

Bodianus

Siganus

Parupeneu

Chaetodon

Gambar 36 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan


bubu rumpon kecil di lokasi L1.
165

BRK 1 Malam BRK 1 Siang

50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50 Nilai
Kelimpahan

Chromis

Chrysiptera

Amblyglyphidodon

Apogon

Canthigaster

Cantherhines

Scarus

Balistapus

Abudefduf

Pomacentrus

Centropyge

Chaetodontoplus

Sargocentron

Ctenochaetus

Paraluterus

Acanthurus

Platax

Zebrasoma

Epinephelus

Cephalopolis

Cheilinus

Halichoeres

Xiphocheilus

Siganus

Chaetodon

Gambar 37 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan


bubu rumpon besar di lokasi L1.
166

BRK 1 Malam BRK 1 Siang

50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50 Nilai
Kelimpahan

Chromis

Plectroglyphidodon

Centropyge

Chaetodontoplus

Apogon

Cheilodipterus

Canthigaster

Cantherhines

Pervagor

Calatomus

Scarus

Balistapus

Sargocentron

Myripristis

Pseudochromis

Ctenochaetus

Acanthurus

Epinephelus

Thalassoma

Hologymnosus

Cheilinus

Holichoeres

Chaerodon

Siganus

Lethrinus

Chaetodon

Gambar 38 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil


penangkapan bubu tanpa rumpon di lokasi L1.
167

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa genus ikan karang yang memiliki
kelimpahan tertinggi pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan malam hari di dominasi oleh
Chaetodon, Ctenochaetus, Scarus dan Cheilinus, kemudian diikuti genus lain,
sedangkan penangkapan siang hari di dominasi oleh Chaetodon, Ctenochaetus,
Scarus, dan Cheilinus, kemudian diikuti genus lain.
Selanjutnya jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu
rumpon kecil lokasi L2 pada waktu penangkapan malam dari adalah Chaetodon
kleinii sebanyak 16,0 ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 26,0 ind/m2,
kemudian Scarus ghobban pada malam hari sebanyak 2,0 ind/m2 dan siang hari
sebanyak 12,0 ind/m2, dan diikuti jenis lain. Jenis ikan karang yang memiliki
kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L2 pada waktu penangkapan
malam hari adalah Chaetodon kleinii sebanyak 10,0 ind/m2, sedangkan siang hari
sebanyak 18,0 ind/m2, kemudian Cheilinus diagrammus pada siang hari sebanyak
10,0 ind/m2 dan malam hari sebanyak12,0 ind/m2, Apogon aureus pada malam
hari sebanyak 10,0 ind/m2 dan siang hari sebanyak 6,0 ind/m2, dan diikuti jenis
lain. Selanjutnya jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu
tanpa rumpon lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon
kleinii sebanyak 16,0 ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 42,0 ind/m2,
kemudian Siganus punctatus pada malam hari sebanyak 12,0 ind/m2 dan siang
hari sebanyak 12,0 ind/m2, dan diikuti jenis lain. Berikut ini disajikan sebaran
kelimpahan setiap genus ikan karang pada alat tangkap bubu yang dioperasikan
bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 (Gambar 39, 40 dan 41).
168

BRK 1 Malam BRK 1 Siang

50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50 Nilai
0 0 Kelimpahan

Chromis

Chrysiptera

Amblyglyphidodon

Apogon

Pomacentrus

Centropyge

Cantherhines

Scarus

Myripristis

Ostichthys

Ctenochaetus

Acanthurus

Hologymnosus

Epinephelus

Cheilinus

Siganus

Chaetodon

Gambar 39 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan


bubu rumpon kecil di lokasi L2.

Gambar 39 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki


kelimpahan tertinggi di bubu rumpon kecil lokasi L2 pada penangkapan malam
hari adalah Chaetodon, kemudian Cheilinus dan diikuti genus lain, sedangkan
pada penangkapan siang hari di dominasi oleh Chaetodon, kemudian Siganus dan
diikuti genus lain.
169

BRK 1 Malam BRK 1 Siang

50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50 Nilai
Kelimpahan

Chromis

Chrysiptera

Centropyge

Cheilodipterus

Abudefduf

Apogon

Canthigaster

Arothron

Cantherhines

Scarus

Cirrhitichtys

Balistapus

Sargocentron

Myripristis

Ctenochaetus

Acanthurus

Sufflamen

Naso

Epinephelus

Cephalopolis

Cheilinus

Siganus

Chaetodon

Gambar 40 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu
rumpon besar di lokasi L2.
170

BRK 1 Malam BRK 1 Siang

50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50 Nilai
Kelimpahan

Chromis

Chrysiptera

Amblyglyphidodon

Pomacentrus

Dascyllus

Centropyge

Stegastes

Cheilodipterus

Apogon

Arothron

Cantherhines

Scarus

Cirrhitichtys

Pterocaesi

Balistapus

Myripristis

Ctenochaetus

Epinephelus

Thalassoma

Cheilinus

Halichoeres

Cheilo

Siganus

Meiacanthus

Chaetodon

Gambar 41 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan


bubu tanpa rumpon di lokasi L2.
171

Gambar 40 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki


kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L2 pada penangkapan malam
hari adalah Cheilinus, kemudian Chaetodon dan diikuti genus lain, sedangkan
pada penangkapan siang hari di dominasi oleh Cheilinus, kemudian Chaetodon
dan diikuti genus lain.
Gambar 41 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki
kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L2 pada penangkapan malam
hari adalah Chaetodon, kemudian Siganus dan diikuti genus lain, sedangkan
pada penangkapan siang hari di dominasi oleh Chaetodon, kemudian Siganidae
dan diikuti genus lain.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa genus ikan karang yang
memiliki kelimpahan tertinggi pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan malam hari di dominasi
oleh Chaetodon, Cheilinus dan Siganus, kemudian diikuti genus lain, sedangkan
penangkapan siang hari di dominasi oleh Chaetodon, Cheilinus dan Siganus,
kemudian diikuti genus lain.

5.3.4 Analisis hasil tangkapan bubu


Hasil analisis uji t terhadap hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon selama 24 kali operasi penangkapan dengan
menganalisis BRK1 malam vs BRB1 malam ternyata T-Value = 0.35,
P-Value = 0.731. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang
dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L1 dengan bubu rumpon besar
di lokasi L1 pada penangkapan malam hari dengan tingkat kepercayaan 95 %.
Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRK1 siang vs BRB1 siang ternyata
T-Value = -0.38, P-Value = 0.704. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L1 dengan
bubu rumpon besar di lokasi L1 pada penangkapan siang hari dengan tingkat
kepercayaan 95 %.
172

Hasil analisis uji t terhadap BRK1 malam vs BTR1 malam ternyata


T-Value = 0.45, P-Value = 0.658. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L1 dengan
bubu tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan malam hari dengan tingkat
kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRK1 siang vs BTR1
siang ternyata T-Value = 0.85, P-Value = 0.398. Berdasarkan hasil analisis
tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L1
dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan siang hari dengan
tingkat kepercayaan 95 %.
Hasil analisis uji t terhadap BRB1 malam vs BTR1 malam ternyata
T-Value = 0.15, P-Value = 0.882. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon besar di lokasi L1 dengan
bubu tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan malam hari dengan tingkat
kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRB1 siang vs
BTR1 siang ternyata T-Value = 1.19, P-Value = 0.242. Berdasarkan hasil
analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon besar
di lokasi L1 dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan siang hari
dengan tingkat kepercayaan 95 %.
Hasil analisis uji t terhadap BRK2 malam vs BRB2 malam ternyata
T-Value = -1.73, P-Value = 0.091. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L2 dengan
bubu rumpon besar di lokasi L2 pada tingkat kepercayaan 95 %. Selanjutnya
hasil analisis uji t terhadap BRK2 siang vs BRB2 siang ternyata T-Value = 0.37,
P-Value = 0.710. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang
dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L2 dengan bubu rumpon besar
di lokasi L2 pada penangkapan siang hari dengan tingkat kepercayaan 95 %.
173

Hasil analisis uji t terhadap BRK2 malam vs BTR2 malam ternyata


T-Value = -1.32, P-Value = 0.193. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L2 dengan
bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan malam hari dengan tingkat
kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRK2 siang vs BTR2
siang ternyata T-Value = -1.32, P-Value = 0.196. Berdasarkan hasil analisis
tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L2
dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan siang hari dengan
tingkat kepercayaan 95 %.
Hasil analisis uji t terhadap BRB2 malam vs BTR2 malam ternyata
T-Value = 0.33, P-Value = 0.740. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon besar di lokasi L2 dengan
bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan malam hari dengan tingkat
kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRB2 siang vs BTR2
siang ternyata T-Value = -1.52, P-Value = 0.135. Berdasarkan hasil analisis
tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon besar di lokasi L2
dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan siang hari dengan
tingkat kepercayaan 95 %. Hasil analisis uji “t” dapat dilihat pada Lampiran 18.

5.4 Pembahasan

Kehadiran ikan karang sangat ditentukan oleh kondisi terumbu karang


di suatu perairan. Terumbu karang yang sudah rusak akan menurunkan populasi
stok ikan karang. Terumbu karang dapat berkembang dengan baik ditentukan
oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
karang adalah cahaya, suhu, salinitas, kejernihan air, arus, substrat dan
kedalaman laut maksimum untuk hewan karang membentuk terumbu pada
kedalaman sekitar 40 m. Cahaya dibutuhkan untuk fotosintesa, suhu dibutuhkan
untuk pertumbuhan karang antara 25 – 300 C, salinitas antara 27 – 40 ppm, untuk
174

pertumbuhan karang dibutuhkan air yang jernih, karena kalau air keruh hewan
karang sulit membersihkan diri, arus diperlukan untuk mendatangkan makanan
berupa plankton dan substrat yang keras dan bersih dari lumpur sangat baik untuk
peletakan planula (larva karang) untuk membentuk koloni (Nontji, 2005).
Kondisi fisik dan kimia perairan lokasi penelitian juga sangat berpengaruh
terhadap kehadiran jenis-jenis ikan karang. Oleh karena itu, sebelum proses
pengangkatan bubu dilakukan terlebih dahulu diukur parameter fisik dan kimia
perairan. Pengukuran parameter fisik dan kimia perairan dilakukan pada pagi,
siang dan sore hari. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai DO berada pada
kisaran 0.1 – 0.2 ml/l, pH berkisar antara 8.1 – 8.2, suhu berkisar antara
27 – 29 °C, salinitas rata-rata 33 ppm, kecerahan rata-rata 10 m, sedangkan
kecepatan arus berkisar antara 03.00 – 09.00 m/det dengan arah arus pada waktu
pagi hari menuju ke Barat, sedangkan pada siang dan sore hari arah arus
berlawanan ke arah Timur dan Barat.
Menurut hasil penelitian Alwi (2004) mengemukakan bahwa kondisi fisik
dan kimia perairan lokasi pemasangan rumpon memiliki kecepatan arus berkisar
antara 0,013 m/det – 0,22 m/det, kedalaman pemasangan rumpon sekitar 15 m,
suhu perairan antara 29 – 31,830 C dengan salinitas antara 29 – 31,67 ppt.
Kecerahan perairan antara 40 – 54,67 %, oksigen terlarut 3,87 – 5,2 ppm,
sehingga kondisi ini cukup aman untuk pemasangan rumpon.
Bubu yang dioperasikan dalam penelitian ini tidak menggunakan umpan,
namun untuk menarik perhatian ikan untuk mendekati alat tangkap bubu
menggunakan rumpon. Pengoperasian bubu di perairan di letakkan bersama
rumpon dan tanpa rumpon. Pada kondisi ini ternyata kemampuan rumpon untuk
menarik ikan-ikan datang mendekati alat tangkap bubu sangat baik dan pada bubu
tanpa rumpon walaupun tanpa ada alat bantu untuk menarik ikan berkumpul,
ternyata bubu tanpa rumpon juga mempunyai kemampuan untuk menangkap ikan
karang tidak jauh berbeda dari bubu berumpon. Rumpon disini berperan dalam
mengumpulkan ikan-ikan sehingga proses kolonisasi terjadi. Adanya ikan-ikan
yang berkumpul di rumpon tentu akan beruaya ke alat tangkap bubu, akhirnya
masuk dan terperangkap.
175

Menurut Iskandar dan Diniah (1996), penggunaan rumpon untuk bubu


memberikan manfaat yang sangat besar terutama berkaitan dengan tingkah laku
ikan. Adanya rumpon dapat menarik perhatian ikan untuk berlindung ataupun
karena sifat thigmotaxis dari ikan itu sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan
plankton yang akan mengundang ikan pemakan plankton untuk mendekati
rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan
kecil mengundang ikan besar untuk datang terutama dari ikan predator yang akan
membuat ikan besar terjebak masuk ke bubu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan karang yang masuk kedalam
bubu berfluktuasi menurut jenis ikan. Ikan dari famili Pomacentridae,
Apogonidae, Labridae dan Chaetodontidae paling banyak masuk kedalam bubu
baik yang dioperasikan bersama rumpon maupun tanpa rumpon. Hadirnya kempat
famili dominan ini ada kaitan dengan adapatasi tingkah laku (adaptive behaviour)
terhadap rumpon dan bubu. Menurut Syandri (1988) mengemukan berdasarkan
sifat dan tujuannya, maka tingkah laku ikan dapat dibagi atas (1) forage behaviour
yaitu tingkah laku ikan untuk mempertahankan hidupnya lebih ditentukan oleh
tingkah laku makan; (2) reproductif behaviour yaitu tingkah laku yang
berhubungan dengan keturunan; dan (3) defence behaviour yaitu tingkah laku ikan
yang bertujuan untuk mempertahankan diri (territorial behaviour). Adaptasi
tingkah laku ikan di rumpon dan bubu lebih ditekankan pada adaptasi untuk
mencari makan dan untuk mempertahankan diri/berlindung.
Ikan Chaetodon kleinii secara visual terlihat menggunakan rumpon dan
bubu sebagai tempat mencari makan dan berlindung. Hal ini dapat dibuktikan
pada saat pengamatan, ikan tersebut sedang memakan makanan yang menempel
pada daun-daun atraktor rumpon maupun pada dinding bubu. Selain itu, ikan ini
selalu terlihat tidak berpindah tempat dan tetap berada di rumpon dan bubu.
Walaupun penelitian ini belum sampai pada analisis isi lambung ikan yang
di amati, namun Edrus dan Syam, 1998 telah membukti bahwa makanan
kesukaan ikan Chaetodon kleinii adalah polip coral, algae dan zooplankton.
Diduga perifiton yang menempel pada daun-daun atraktor rumpon dimanfaatkan
oleh ikan Cahetodon kleinii sebagai sumber makanannya. Hal ini terlihat juga
pada famili Pomacentridae, Apogonidae, dan Labridae dimana keempat jenis ikan
176

ini memiliki kesukaan jenis makanan hampir mirip. Kehadiran keempat famili
ikan karang ini karena saling kompetisi dalam mencari makan serta mencari
tempat perlindungan di rumpon dan bubu. Menurut Kuiter (1992) mengemukakan
bahwa makanan yang dimakan oleh beberapa famili ikan karang dapat dilihat
pada Tabel 36.
Tabel 36 Jenis makanan yang dimakan beberapa famili ikan karang
Famili ikan Jenis makanan
Gobiidae (Amblygobius sp) Invertebrata, coral dan spongs
Scraidae Algae
Scorpaenidae Ikan, crustacea
Siganidae Filter feeder, grazing, weeds dan algae
Plesiopidae Plankton
Nemipteridae Invertebrata kecil
Malacanthidae Zooplankton yang mengapung
Lutjanidae Ikan, crustacea dan plankton
Caesionidae Zooplankton
Lethrinidae Hewan-hewan yang hidup di pasir dan
pecahan-pecahan karang
Chaetodontidae Polip coral, algae, cacing, invertebrata
dan zooplankton
Pomacanthidae Algae dan spongs
Pomacentridae Invertebrata, algae dan zooplankton
Labridae
• Cheilinus sp Invertebrata, crustacea dan cacing
• Labroides sp Polip coral

Ikan yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon memiliki ukuran tubuh berbeda-beda. Perbedaan ini karena
ukuran panjang tubuh ikan karang yang tertangkap bervariasi. Ukuran yang
berbeda menandakan bahwa ikan karang memiliki keunikan tersendiri dengan
ikan-ikan dari kelompok lain terutama dari segi ukuran tubuh karena ikan karang
memiliki variasi ukuran dalam kelompok. Dari hasil penelitian terlihat bahwa
ikan dari kelompok famili utama (mayor) ukuran tubuhnya kecil tapi ada beberapa
jenis yang berukuran besar seperti famili Scaridae, Caesionidae, Aulostomidae,
dan lain-lain, kelompok target umumnya berukuran lebih besar, sedangkan untuk
kelompok indikator umumnya ikan-ikannya berukuran kecil.
Pendapat lain juga dikemukan Reppie et al. 2006 bahwa ada terjadi
peningkatan ukuran panjang dan berat individu ikan yang hadir pada terumbu
177

buatan menunjukkan bahwa beberapa spesies cenderung mengalami recruitment,


tetapi beberapa spesies hanya muncul pada awal pengamatan dan menghilang
pada bulan berikutnya.
Menurut Tiyoso (1979) diacu oleh Suci (1993) mengemukakan bahwa
fluktuasi hasil tangkapan dari jenis alat tangkap bubu terjadi karena (1) migrasi
dan perubahan harian, musiman maupun tahunan dari kelompok ikan; (2)
keragaman ukuran ikan dalam populasi; dan (3) tepat tidaknya penentuan
pemasangan bubu, karena alat tangkap ini bersifat pasif dan menetap.
Menurut FAO (1968) diacu oleh Pramono (2006), metode pengoperasian
bubu terdiri dari (1) Tali temali (rigging) berupa pemasangan tali temali terutama
untuk pelampung tanda; (2) Pemasangan umpan; (3) Pemasangan bubu (setting) :
keberhasilan penangkapan ikan sangat tergantung pada lokasi penempatan bubu
dan posisi penempatan bergantung pada jenis ikan yang menjadi sasaran
penangkapan; (4) Lama perendaman (soaking time) : bergantung pada tingkah
laku dari ikan sasaran penangkapan dan daya tahan umpan. Pada saat ikan sangat
aktif mencari makan, lama perendaman hanya butuh beberapa menit; dan (5)
Pengangkatan (haulling) dilakukan secara manual maupun dengan bantuan mesin
line hauler. Setelah bubu diangkat, hasil tangkapan dipindahkan ke palkah atau
keranjang yang telah disiapkan sebelumnya.
Dari data tersebut terlihat bahwa faktor utama yang berpengaruh terhadap
hasil tangkapan bubu ditentukan dari aktivitas ikan diurnal dan nokturnal dalam
mencari makan, serta pola renang dan pola gerak ikan di sekitar dan di dalam
bubu. Menurut High and Beardskey (1970) diacu oleh Baskoro dan Effendie
(2005), faktor yang mempengaruhi laju tangkapan adalah efek penyebaran. Pada
saat sejumlah ikan berenang banyak di dalam bubu mencoba untuk melepaskan
diri, ikan lain di luar bubu yang pada mulanya terangsang dapat menjadi takut dan
menjauhi. Efek penyebaran ini selalu diamati volume ikan yang tertangkap
mendekati volume bubu.
Hasil analisis uji t antara hasil tangkapan bubu pada BRK1m vs BRB1 m,
BRK1s vs BRB1s, BRK1m vs BTR1m, BRK1s vs BTR1s, BRB1m vs BTR1m
dan BRB1s dan BTR1s ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan
bubu diantara ketiga jenis metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon
178

besar dan tanpa rumpon) di lokasi L1) pada penangkapan malam maupun siang
hari dengan tingkat kepercayaan 95 %.
Hasil analisis uji t antara BRK2m vs BRB2m, BRK2s vs BRB2s, BRK2m
vs BTR2m, BRK2s vs BTR2s, BRBB2m vs BTR2m, BRBB2s vs BTR2s ternyata
tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu diantara ketiga jenis
metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon besar dan tanpa rumpon) di
lokasi L2) pada penangkapan malam maupun siang hari dengan tingkat
kepercayaan 95 %.
Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa data dari sampel
yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu diantara ketiga
metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon besar dan tanpa rumpon)
baik pada penangkapan malam maupun siang hari. Namun secara visual rumpon
mampu mengumpulkan ikan terlihat dari adanya proses akumulasi berbagai jenis
ikan di sekitarnya. Tidak ada pengaruh karena lama waktu pemasangan rumpon
dan waktu operasi penangkapan relatif pendek sehingga tidak memberikan
kesempatan untuk ikan-ikan lebih lama berkumpul di rumpon dan akhirnya masuk
ke bubu.
Menurut Martasuganda (2003), waktu pemasangan (setting) dan
pengangkatan (hauling) bubu dilakukan pada waktu pagi hari, siang hari dan sore
hari, sebelum matahari terbenam atau malam hari tergantung dari nelayan yang
mengoperasikannya. Lama perendaman bubu di perairan ada yang hanya
direndam beberapa jam, satu malam, tiga malam bahkan ada yang sampai
seminggu.

5.5 Kesimpulan dan Saran

5.5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut :
Hasil tangkapan bubu terdiri atas 107 spesies (54 genus dan 22 famili).
Di lokasi yang didominasi oleh karang lunak (L2), bubu tanpa rumpon
mempunyai hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan
179

dari bubu rumpon kecil. Ikan-ikan yang tertangkap umumnya tergolong masih
muda. Jenis ikan karang terpanjang yang tertangkap adalah Cephalopolis miniata.
Tiga jenis ikan yang paling banyak tertangkap adalah Chaetodon kleinii,
Ctenochaetus striatus dan Scarus ghobban. Di lokasi yang didominasi karang
keras (L1), dua genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari oleh
bubu, baik dengan rumpon maupun tanpa rumpon, adalah Ctenochaetus dan
Chaetodon, sedangkan jenis ikan yang banyak tertangkap pada siang hari adalah
Chaetodon dan Cheilinus. Di lokasi yang didominasi karang lunak (L2), genus
ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari adalah Chaetodon dan
Cheilinus, sedangkan siang hari adalah Chaetodon, Cheilinus dan Siganus.
Data dari sampel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan
bubu di antara ketiga jenis metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon
besar, dan tanpa rumpon) karena lama waktu pemasangan rumpon dan waktu
operasi penangkapan relatif pendek sehingga tidak memberikan kesempatan untuk
ikan-ikan lebih lama berkumpul dan masuk ke bubu.

5.5.2 Saran
Informasi yang diperoleh melalui penelitian ini masih terbatas, maka
disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh bentuk, jarak
dan jumlah rumpon dan bubu serta posisi penempatan di perairan terhadap hasil
tangkapan bubu.
6 PEMBAHASAN UMUM

Terumbu karang termasuk salah satu ekosistem di daerah tropis yang


mempunyai keanekaragaman hayati tinggi, salah satunya adalah ikan karang. Ikan
karang berinteraksi dengan ekosistem terumbu karang dan menghabiskan masa
hidupnya hanya pada ekosistem tersebut. Sifat dan tingkah laku ikan karang
berbeda-beda tergantung dari jenis ikannya. Agar ikan karang mudah tertangkap
pada alat tangkap yang dikehendaki, maka pengetahuan tentang tingkah laku ikan
karang perlu dipahami.
Tingkah laku adalah suatu orientasi reaksi sebagai keseimbangan bilateral
yang terpenting dari suatu reaksi (Fraenkel and Gunn, 1961 diacu oleh Zhou dan
Shirley, 1997). Tingkah laku ikan merupakan salah satu informasi yang sangat
mendasar dibutuhkan dalam perencanaan kegiatan penangkapan ikan. Pemahaman
tentang tingkah laku ikan terutama ikan yang menjadi target penangkapan dapat
membantu dan mempermudah untuk memilih alat tangkap yang tepat, sehingga
proses penangkapan ikan dapat memberikan hasil yang optimal. Selama ini
terlihat banyak kekurangan dalam usaha penangkapan ikan karang karena
keterbatasan pengetahuan nelayan dalam pemahaman teknologi penangkapan
ikan.
Beberapa alat tangkap yang digunakan dalam penangkapan ikan karang
seperti pancing ulur, bubu, pancing rawai, gill net, sero dan pukat. Dari sekian
banyak alat tangkap di atas, pemilihan bubu sebagai alat penangkapan ikan dasar
dan ikan karang sangat tepat, terutama jika dilihat dari segi mutu hasil tangkapan.
Selain itu, ada juga para nelayan yang ingin mendapat hasil tangkapan secara
cepat dan dalam jumlah banyak biasanya menangkap dengan menggunakan bahan
peledak (blast fishing) dan racun.
Untuk memikat ikan datang pada alat tangkap bubu, selama ini nelayan
menggunakan umpan. Namun penangkapan ikan karang dengan bubu juga dapat
dilakukan tanpa umpan atau dengan menggunakan pikatan lain. Salah satu pikatan
yang digunakan untuk membantu proses penangkapan ikan karang dengan alat
tangkap bubu menggunakan rumpon.
181

Penggunaan rumpon dalam penangkapan ikan karang masih sangat jarang


dan hanya masih pada taraf uji coba penangkapan melalui penelitian. Walaupun
hasil penelitian tentang penggunaan bubu bersama rumpon dalam penangkapan
ikan karang masih sangat minim, namun dari beberapa hasil penelitian yang sudah
dilakukan ternyata teknologi rumpon ini sangat membantu dalam penangkapan
ikan karang. Bahkan keuntungan yang diperoleh lebih besar dari bubu yang
dioperasikan tanpa rumpon.
Berhasil tidaknya trip usaha penangkapan ikan di laut pada dasarnya
bagaimana mendapatkan daerah penangkapan (fishing ground), gerombolan ikan
dan keadaan potensinya, untuk kemudian dilakukan operasi penangkapan.
Beberapa cara untuk mendapatkan (mengumpulkan) kawanan ikan sebelum
penangkapan dilakukan dengan menggunakan alat bantu penangkapan (fish
aggregating devices atau lure) atau disebut rumpon. Kedudukan rumpon dalam
usaha penangkapan ikan di Indonesia sangat penting ditinjau dari segala segi baik
biologis maupun ekonomi (Subani dan Barus, 1988).
Pengetahuan tentang reaksi ikan terhadap berbagai rangsangan lingkungan
sangat penting untuk mendeteksi konsentrasi ikan dan merupakan faktor penentu
untuk memperbaiki alat tangkap dan metode penangkapan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penyebaran dan tingkah laku ikan antara lain : suhu , arus, cahaya,
spawning dan survival larva, migrasi diurnal dan vertikal serta perubahan diurnal
lainnya. Faktor lain yang berpengaruh juga terhadap tingkah laku ikan seperti
salinitas, upwelling, musim, gelombang, makanan dan faktor meteorologi (Hela
dan Laevastu, 1970). Selanjutnya menurut Mckeown (1985), ikan melakukan
migrasi dipengaruhi oleh suhu, intensitas cahaya, polarisasi cahaya, kualitas
cahaya, predator, makanan dan parameter lain termasuk kedalaman perairan dan
karakteristik ruang yang bervariasi bagi ikan.
Pengetahuan tentang tingkah laku ikan merupakan salah satu faktor dalam
mendisain alat tangkap yang memberikan rangsangan (stimulus) untuk menarik
ikan-ikan. Rangsangan untuk menarik ikan seperti rangsangan optik, kimia, bunyi
(akustik) atau taktik alami. Ide untuk menarik ikan dapat dilakukan dengan
menyediakan tempat persembunyian (heding place). Salah satu cara yang
182

digunakan dengan menyediakan tempat sehingga ikan terkonsentrasi, dan dapat


digunakan pada beberapa alat tangkap seperti perangkap (traps) (Brandt, 1964).
Operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap bubu erat hubungannya
dengan tingkah laku ikan sebagai faktor penentu keberhasilan operasi
penangkapan ikan. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan dapat memperbaiki
serta merubah alat maupun metode penangkapan yang memungkinkan untuk
meningkatkan efisiensi penangkapan dalam pengembangan teknologi
penangkapan ikan .
Penyediaan tempat-tempat untuk bersembunyi maupun berlindung bagi ikan
sebagai salah satu pikatan digunakan alat berbentuk perangkap. Bubu merupakan
alat tangkap termasuk ke dalam perangkap atau penghadang. Alat ini berupa
jebakan. Penangkapan dengan alat tangkap bubu memberikan kemungkinan untuk
ikan mudah masuk dan tidak bisa meloloskan diri dan akhirnya terperangkap.
Bubu pada umumnya digunakan untuk menangkap crustacea, juga
digunakan untuk menangkap ikan predator dan moluska. Disain bubu umumnya
sama, bubu dibuat dari bingkai yang ditutupi dengan mata jaring, memiliki satu
atau dua pintu masuk. Pintu masuk didisain mencegah hewan-hewan meloloskan
diri (Jennings et al. 2001). Menurut Sainsbury (1996), bubu dapat di konstruksi
dari kayu, kawat baja tahan karat, kawat mata jaring, plastik, atau kawat plastik,
dan ukuran dan disainnya tergantung pada yang menggunakan baik di daerah
dekat pantai maupun laut lepas. Bubu dapat ditempatkan di dasar perairan
tergantung dari spesies atau pada berbagai kedalaman perairan.
Pengoperasian bubu dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : bubu dasar
(ground fishpot), bubu apung (floating fishpot) dan bubu hanyut (drifting fishpot).
Menurut cara pengoperasiannya bubu dasar dapat dioperasikan dengan dua cara
yaitu dipasang secara terpisah dimana satu bubu dipasang dengan satu pelampung
(single trap) dan beberapa bubu dirangkai menjadi satu dengan menggunakan satu
tali utama (long line traps).
Metode pengoperasian untuk semua jenis bubu pada umumnya hampir
sama, yaitu di pasang di daerah penangkapan yang sudah diperkirakan banyak
hidup ikan (ikan dasar, kepiting, udang, keong, dan lain-lain) yang akan dijadikan
183

target penangkapan. Waktu pemasangan (setting) dan pengangkatan (hauling) ada


yang dilakukan pada waktu pagi hari, siang hari dan sore hari, sebelum matahari
terbenam atau malam hari tergantung dari nelayan yang mengoperasikannya.
Lama perendaman bubu di perairan ada yang hanya di rendam beberapa jam, ada
yang dalam semalam, ada juga sampai tiga hari, bahkan ada yang sampai 7 hari
(Martasuganda, 2003).
Bubu merupakan alat tangkap pasif, sehingga agar ikan masuk ke bubu perlu
dilakukan hal-hal yang dapat menarik perhatian ikan, selain umpan sebagai alat
pemikat ikan, tetapi dapat pula dikombinasikan dengan rumpon. Fish Aggregating
Devices (FADs) banyak digunakan dalam operasi penangkapan ikan terutama
dalam penangkapan ikan pelagis yang dikumpulkan dengan menggunakan objek
yang mengapung, itu juga sama pada ikan karang yang dikumpulkan dengan
habitat dasar buatan (Uda, 1933; Kimura, 1954; Kojima, 1956; Inoue et al. 1963,
1968; Gooding, 1965; Gooding dan Magnuson, 1967; Greeblatt, 1979, diacu oleh
Ibrahim et al. 1996).
Menurut Kuperan et al. (1997), Artificial Reefs (ARs) yang digunakan
sebagai alat pengumpul untuk menarik ikan dan menyediakan tempat berlindung
bagi ikan disebut Fish Aggregating Devices (FADs). Rumpon disebut sebagai alat
bantu penangkapan karena alat ini hanya bersifat membantu untuk mengumpulkan
ikan pada suatu tempat (titik) , kemudian dilakukan operasi penangkapan (Subani,
1986 diacu oleh Prakoso, 2005).
Penggunaan rumpon bersama bubu memberikan manfaat yang sangat besar
terutama yang berkaitan dengan tingkah laku ikan. Adanya rumpon dapat menarik
perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu
sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton yang akan mengundang ikan
pemakan plankton untuk mendekati rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan
ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan kecil mengundang ikan besar untuk
datang terutama dari ikan predator yang akan membuat ikan besar terjebak masuk
ke bubu.
Mikroorganisme yang menempel pada atraktor rumpon penting sebagai
makanan ikan karang dikenal dengan sebutan perifiton. Biomassa perifiton yang
184

terbentuk merupakan sumber makanan alami biota air yang lebih tinggi yaitu
zooplankton, juvenil udang, moluska dan ikan (Klumpp et al. 1992 diacu oleh
Zulkifli, 2000).
Perifiton sebagai bagian dari plankton merupakan salah satu organisme
perairan yang sangat penting dan mempunyai peranan utama dalam siklus
kehidupan di laut. Dalam kedudukannya sebagai rantai awal siklus kehidupan
dalam air, plankton berfungsi sebagai produsen primer serta mampu menyediakan
energi bagi organisme lain yang hidup di lingkungannya termasuk ikan (Sachlan,
1982 diacu oleh Suprato, et al. 1991). Dengan mengetahui kondisi plankton baik
secara kuantitas maupun kualitas akan sangat membantu dalam penentuan
populasi ikan atau biota lain yang dapat dipakai sebagai petunjuk daerah
penangkapan.
Perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya sangat
ditentukan oleh kemantapan keberadaan substrat. Substrat dengan benda hidup
sering bersifat sementara karena adanya proses pertumbuhan dan kematian. Setiap
saat pada substrat hidup akan terjadi perubahan lingkungan sebagai akibat dari
respirasi dan asimilasi, sehingga mempengaruhi komunitas perifiton. Pada
substrat benda mati akan lebih menetap (permanen) meskipun pembentukan
komunitas lamban maupun lebih mantap tidak mengalami perubahan, rusak atau
mati (Ruttner,1974, diacu oleh Zulkifli, 2000).
Tipe substrat sangat menentukan proses kolonisasi dan komposisi perifiton.
Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan dan alat penempelnya. Kemampuan
menempel pada substrat menentukan eksistensinya terhadap pencucian oleh arus
atau gelombang yang dapat memusnahnya. Untuk menempel pada substrat,
perifiton mempunyai alat penempel yaitu (1) rhizoid, seperti pada Oedogonium
dan Ulothrix; (2) tangkai gelatin panjang atau pendek, seperti Cymbella,
Gomphonema dan Achnanthes; (3) bantalan gelatin berbetuk setengah bulatan
(sphaerical) yang diperkuat dengan kapur atau tidak, seperti Rivularia,
Chaethopora dan Ophyrydium (Osborn, 1993 diacu oleh Zulkifli, 2000).
Jenis perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang
secara keseluruhan berjumlah 85 spesies, 70 genus, 36 famili dan 15 kelas. Dari
185

data tersebut terlihat bahwa kelas Bacillariophyceae yang mendominasi komposisi


perifiton dengan jumlah spesies/jenis, genus maupun famili lebih banyak
dibandingkan dengan kelas perifiton lainnya. Melimpahnya kelas
Bacillariophyceae karena mempunyai alat berupa tangkai gelatin untuk
melekatkan diri pada substrat tertentu ada yang bercabang atau panjang. Dengan
alat ini, kelas Bacillariophyceae mempunyai kemampuan untuk menahan arus
yang relatif deras (Erliana 1988 diacu oleh Arnofa, 1997).
Kemampuan organisme yang menempel pada FADs spesiesnya bervariasi
tergantung dari ketahanan FADs dan kondisi tekstur substrat. Hasil penelitian
Ibrahim, et al. 1996 menunjukkan bahwa kepadatan organisme yang menempel
pada FADs tergantung dari substrat di perairan. Ketahanan FADs dari daun
kelapa relatif lebih pendek. Kepadatan organisme bertambah dalam periode
tertentu tergantung dari kualitas substrat dan tidak dapat meningkatkan kepadatan
organisme.
Menurut Seaman dan Spraque (1991), FADs termasuk habitat buatan dapat
menyediakan sumber makanan, sebagai tempat berlindung dan tempat asuhan dan
tempat berpijah. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap habitat buatan
seperti tipe substrat di sekitarnya, jumlah, isolasi habitat-habitat yang mirip,
kedalaman, lintang, musim dan temperatur, kualitas air (salinitas, kecerahan dan
bahan pencemar) arus dan produktivitas perairan.
Fish Aggregating Devices (FADs) di Malaysia disebut “Unjam”, dibuat dari
daun kelapa, tali pemberat dihubungkan dengan pelampung bambu dan
jangkarnya terbuat dari pasir yang diisi dalam karung. Unjam ditempatkan di
perairan pada kedalaman antara 5 – 60 km dari garis pantai yang dibagi antara
5 – 20 kelompok, tergantung kekayaan daerah penangkapan (Ibrahim et al. 1990
diacu oleh Ibrahim et al. 1996).
Berkumpulnya ikan pada FADs dan bubu sangat tergantung dari daya
penglihatannya. Menurut Moyle (1993) diacu oleh Mubarok (2003),
berkumpulnya ikan sangat tergantung pada daya penglihatan, di mana setiap
anggota kawanan mengikuti ciri-ciri kunci dari ikan di sekitarnya. Ketergantungan
186

terhadap penglihatan inilah yang menyebabkan kawanan ikan biasanya akan


bubar.
Struktur kawanan ikan dapat dibagi menjadi empat kelompok (1) bergerak
(semua anggota kawanan bergerak ke suatu arah); (2) bergerombol (ikan
melakukan sedikit pergerakan dan menghadap ke berbagai arah); (3) bertahan
(kawanan sebagai satu unit melakukan pergerakan untuk menghindari pemangsa);
dan (4) makan (dalam suatu kawanan, ikan merubah posisi dan arah secara cepat
untuk mengejar mangsa). Bentuk, ukuran, kepadatan dan struktur kawanan ikan
dalam suatu waktu sangat bervariasi walaupun kawanan tersebut terbentuk dari
jenis ikan yang sama . Hal ini terjadi karena karakter kawanan ikan labil
adaptasinya terhadap perubahan kondisi perairan (Radakov, 1972, diacu oleh
Mubarok, 2003).
Tingkah laku berkumpulnya ikan berkembang sebagai adaptasi dan
sebagaimana bentuk tingkah laku lainnya dari suatu jenis ikan. Selain itu, tingkah
laku berkumpulnya ikan juga menjamin keselarasan antara suatu jenis ikan
dengan lingkungannya. Karakteristik tingkah laku berkumpulnya ikan merupakan
salah satu faktor biologis yang penting untuk menentukan kebijakan dalam dunia
perikanan tangkap (Radakov, 1972, diacu oleh Mubarok, 2003).
Tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu beranekaragam
terutama menyangkut jarak (radius) ikan terhadap rumpon dan bubu, lama waktu,
pola renang, pola gerak, interaksi ikan karang terhadap zone of influence alat
tangkap bubu, serta cara ikan masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu. Jarak
setiap jenis ikan karang terhadap rumpon dan bubu berbeda-beda umumnya
berada antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan karang hadir di rumpon dan bubu
umumnya > 30 menit. Pola renang umumnya beragam dan dominan bersifat
soliter, sedangkan pola gerak yang ditampilkan beranekaragam tergantung pada
jenis ikan. Begitu juga cara ikan masuk dan meloloskan diri berbeda tergantung
pada jenis ikan.
Ikan karang berinteraksi terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat
tangkap bubu berbeda-beda sangat dipengaruhi oleh jarak, lapisan renang
(swimming layer), batas pandang (visbility) ikan terhadap benda-benda yang
187

berada di perairan, kecepatan renang, pola renang dan pola gerak ikan di sekitar
alat tangkap. Setiap alat tangkap mempunyai zona pengaruh yang berbeda-beda
terhadap tingkah laku ikan. Menurut Nikonorov (1975), dalam menguji zona
pengaruh dari suatu alat tangkap diasumsikan bahwa zona pengaruh alami
terhadap tingkah laku ikan yang di determinasi tergantung dari disain suatu alat
tangkap. Zona pengaruh mempunyai efek yang berbeda terhadap tingkah laku
ikan tergantung dari disain suatu alat tangkap.
Penggunaan bubu bersama rumpon sangat berperan dalam proses
penangkapan ikan karang. Hal tersebut bisa dilihat dari kemampuan rumpon untuk
mengumpulkan ikan-ikan untuk mempermudah proses penangkapan bubu. Dari
hasil penelitian terlihat bahwa tingkah laku ikan karang yang hadir di sekitar
rumpon dan bubu ternyata berbeda-beda menurut jenis ikan. Jarak ikan terhadap
bubu dan rumpon, pola renang dan pola gerak berbeda-beda menurut jenis ikan.
Informasi ini penting dibutuhkan untuk menentukan posisi penempatan bubu dan
rumpon di perairan dalam penangkapan ikan karang. Jarak ikan karang terhadap
rumpon dan bubu serta pola geraknya menentukan pola interaksi ikan karang
terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu dan peranan rumpon
dalam memperbesar zona pengaruh (field of influence) alat tangkap bubu.
Penggunaan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang
merupakan suatu inovasi yang baru dicobakan di lokasi penelitian. Menurut
Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa inovasi adalah sesuatu ide, perilaku,
produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui,
diterima dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat
dalam suatu lokalitas tertentu, atau dapat mendorong terjadinya perubahan-
perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya
perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat
yang bersangkutan.
Pengertian inovasi sendiri merupakan perpaduan antara alat dan cara, teknik
atau metode yang diterapkan dalam bidang tertentu. Perpaduan antara alat dan
cara, teknik atau metode disebut teknologi. Teknologi terdiri dari dua dimensi
yaitu ilmu pengetahuan (science) dan rekayasa (engineering), dimana keduanya
188

saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Teknologi dapat berupa teknik, metode
atau cara serta peralatan yang dipergunakan untuk menyelenggarakan pelaksanaan
suatu rancangan transformasi input menjadi output, dengan sasaran tertentu yang
didasarkan atas science dan engineering tercapai (Sewoyo, 2001 diacu oleh Bugis,
2006).
Ditinjau dari dimensi teknologi tersebut makan defenisi teknologi
penangkapan ikan adalah seluruh teknik, metode, cara serta peralatan yang
digunakan untuk menangkap ikan khusus ikan karang Teknologi penangkapan
ikan karang dibagi dalam dua kategori berdasarkan dampak negatif yang
diakibatkan oleh pengoperasian alat tangkap yaitu legal fishing dan destructive
fishing (Sewoyo, 2001 diacu oleh Bugis, 2006). Akibat dari pengembangan
metode penangkapan ikan karang yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan,
mengakibat terjadinya degradasi terhadap sumberdaya terumbu karang.

Pengaturan posisi penempatan bubu dan rumpon di perairan merupakan


suatu penyempurnaan terhadap teknologi penangkapan ikan karang. Pengaturan
posisi penempatan bubu dan rumpon di perairan diharapkan ikan-ikan yang
tertangkap akan terseleksi sehingga peluang ikan yang tertangkap akan berkurang
serta mengurangi laju degradasi sumberdaya ikan di terumbu karang. Penggunaan
bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang dapat digunakan untuk
mendukung pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumberdaya terumbu
karang. Upaya ini perlu dilakukan dalam mewujudkan tujuan pengelolaan
perikanan yang diamanatkan dalam UU No. 31 Tahun 2004.

Pengertian pengelolaan perikanan menurut UU No. 31 Tahun 2004 adalah


semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi,
analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan,
dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan
di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang
diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati dan
tujuan yang disepakati.
189

Menurut Soekarno (2000), mengelola perikanan terumbu karang adalah


suatu usaha memanfaatkan komoditi perikanan di terumbu karang secara optimal
dan berkelanjutan. Ada empat aspek yang perlu diperhatikan sebagai indikator
pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan khususnya
pengelolaan perikanan karang yang berkaitan dengan penggunaan bubu dan
rumpon dalam penangkapan ikan karang antara lain :

(1) Ekologi

Pemasangan rumpon bersama bubu dalam penangkapan ikan karang


merupakan salah satu cara untuk mengurangi laju kerusakan terumbu karang,
dimana para nelayan tidak saja menangkap ikan pada terumbu karang yang masih
baik, tetapi dapat juga pada terumbu karang yang sudah mengalami degradasi.
Penempatan rumpon di perairan karang di maksud untuk melindungi ekosistem
karang yang masih baik sehingga laju penangkapan ikan karang di terumbu
karang yang masih baik dapat ditekan agar ikan karang terus berkembangbiak dan
menjadikannya sebagai bank ikan. Upaya ini perlu dilakukan untuk melindungi
sumberdaya terumbu karang sebagai salah satu tujuan konservasi.

Pemasangan rumpon dan bubu pada lokasi terumbu karang yang sudah
rusak diibaratkan mirip terumbu karang alami, dimana rumpon akan berfungsi
sebagai tempat berlindung dan menyediakan makanan bagi ikan-ikan terutama
ikan target. Diharapkan proses rekruitmen terhadap populasi ikan karang akan
terus meningkat sehingga ikan-ikan akan beruaya ke lokasi pemasangan rumpon
dan mendekati alat tangkap bubu, akhirnya masuk dan tertangkap.

(2) Biologi

Penangkapan ikan karang dengan alat tangkap bubu bersama rumpon tidak
memberikan dampak negatif terhadap sumberdaya ikan karang dan lingkungannya
asalkan dilakukan dengan metode penangkapan yang tepat. Ikan-ikan yang
tertangkap akan terseleksi berdasarkan kedalaman penempatan bubu dan rumpon.
Pengaturan ini akan membuat perimbangan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan
di terumbu karang dan sekaligus menekan kerusakan karang. Selama ini salah
190

satu faktor penyebab kerusakan karang terbesar berasal dari tekanan penangkapan.
Dengan demikian ikan-ikan yang menjadi target penangkapan akan mudah
dikontrol serta akan ada kesempatan bagi ikan karang untuk meningkatkan
populasinya melalui proses akumulasi. Bila terumbu karang terjaga ikan akan
melimpah sehingga produksi ikan karang terus meningkat .

(3) Ekonomi

Penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama rumpon tidak


membutuhkan biaya yang besar. Material pembuatan alat tangkap dan alat bantu
penangkapan ini dapat diperoleh dengan mudah di lokasi usaha. Selain itu,
pengontrolan dapat dilakukan dengan mudah tanpa harus membuang bahan bakar
dan tenaga untuk mencari daerah penangkapan ikan kemana-mana. Usaha
penangkapan dapat dilakukan baik dalam bentuk perorangan maupun kelompok
karena pengoperasian penangkapan tidak sulit. Bila usaha penangkapan ikan
karang berkembang dengan baik, maka sumber pendapatan nelayan akan terus
meningkat.

(4) Sosial budaya

Penggunaan bubu dalam penangkapan ikan karang bukanlah hal baru bagi
para nelayan. Namun usaha penangkapan bubu bersama rumpon merupakan
teknologi penangkapan yang masih jarang dilakukan, sehingga hasil-hasil
penelitian yang sudah dilakukan perlu disosialisasikan bagi para nelayan agar
teknologi ini dapat dipahami dan dipraktekan. Bila usaha penangkapan bubu
bersama rumpon berkembang dengan baik, niscaya nelayan tidak akan kehilangan
lapangan pekerjaannya.

Menurut Cochrane (2002) diacu oleh Mangga Barani (2005) tujuan (goal)
umum dalam pengelolaan perikanan meliputi 4 (empat) aspek terdiri atas:
(1) Ekologi
Meminimalkan dampak penangkapan ikan bagi lingkungan fisik serta
sumberdaya non-target (by-catch), serta sumberdaya lainnya yang terkait.
191

(2) Biologi
Menjaga sumberdaya ikan pada kondisi atau di atas tingkat yang
diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas.
(3) Ekonomi
Memaksimalkan pendapatan nelayan.
(4) Sosial
Memaksimalkan peluang kerja/ mata pencaharian nelayan atau masyarakat
yang terlibat.
Implikasi dari penelitian ini jika dikaitkan dengan program pengelolaan
terumbu karang yang saat ini sedang dikerjakan oleh proyek COREMAP-II
Departemen Kelautan dan Perikanan, diharapkan teknologi penangkapan ikan
karang menggunakan bubu bersama rumpon dapat meminimalisir kerusakan
terumbu karang dalam membantu upaya perlindungan terumbu karang. Bila
sumberdaya terumbu karang terjaga dan terpelihara, maka ikan-ikan akan
berkembang dan melimpah sehingga para nelayan tetap bisa melanjutkan usaha
dan tidak kehilangan mata pencahariannya.
7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Rumpon mampu mengumpulkan ikan karang sebagaimana terlihat dari
akumulasi berbagai jenis ikan di sekitarnya. Pada bagian atraktor rumpon tumbuh
komunitas perifiton yang potensial sebagai makanan bagi sebagian jenis ikan yang
berkumpul. Perifiton didominasi oleh kelas Bacillariophyceae, namun komposisi
perifiton berbeda diantara kedua jenis atraktor, yaitu atraktor lontar (Borassus
flabellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pada rumpon lontar, jenis perifiton
dominan adalah Leptocylindrus sp. sedangkan pada rumpon gewang/gebang
adalah Chroococcus sp.
Selama penelitian ini, berhasil terkumpul di rumpon sebanyak 1190
individu ikan karang terdiri atas 62 spesies (42 genus dan 22 famili), di sekitar
bubu sebanyak 1230 individu, terdiri atas 47 spesies (34 genus dan 20 famili.
Ikan-ikan tersebut umumnya adalah kelompok ikan famili utama (mayor).
Jarak (radius) ikan karang dari rumpon dan bubu umumnya masing-masing
antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon dan bubu umumnya
lebih dari 30 menit (resident). Pola renang ikan karang di sekitar rumpon dan
bubu umumnya bersifat soliter. Ikan umumnya bergerak mendekati rumpon/bubu
dari arah depan rumpon/depan mulut bubu, kemudian bergerak naik turun dan
berada di atas dan di samping rumpon/bubu. Zona pengaruh (zone of influence)
bubu terhadap ikan ada pada empat posisi, yaitu ikan berada dekat permukaan,
pertengahan, di samping dan di dasar bubu dan rumpon. Tingkah laku ikan karang
di luar bubu, lama waktu ikan karang masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu
berbeda menurut jenis ikan.
Hasil tangkapan bubu terdiri atas 107 spesies (54 genus dan 22 famili). Di
lokasi yang didominasi oleh karang lunak (L2), bubu tanpa rumpon mempunyai
hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan dari bubu
rumpon kecil. Ikan-ikan yang tertangkap umumnya tergolong masih muda. Jenis
ikan karang terpanjang yang tertangkap adalah Cephalopolis miniata. Tiga jenis
ikan yang paling banyak tertangkap adalah Chaetodon kleinii, Ctenochaetus
193

striatus dan Scarus ghobban. Di lokasi yang didominasi karang keras (L1), dua
genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari oleh bubu, baik
dengan rumpon maupun tanpa rumpon, adalah Chaetodon dan Ctenochaetus,
sedangkan jenis ikan yang banyak tertangkap pada siang hari adalah Chaetodon
dan Cheilinus. Di lokasi yang didominasi karang lunak (L2), genus ikan karang
yang banyak tertangkap pada malam hari adalah Chaetodon dan Cheilinus,
sedangkan pada siang hari adalah Chaetodon, Cheilinus dan Siganus. Data dari
sampel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu di antara
ketiga jenis metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon besar, dan tanpa
rumpon) karena lama waktu pemasangan rumpon dan waktu operasi
penangkapan relatif pendek sehingga tidak memberikan kesempatan untuk ikan-
ikan lebih lama berkumpul dan masuk ke bubu.

7.2 Saran

Penelitian ini menghasilkan informasi tingkah laku ikan yang masih


terbatas. Di masa depan, beberapa penelitian lanjutan diharapkan dapat
menjelaskan secara rinci:
1) Hubungan antara perifiton dan kehadiran ikan karang di rumpon dan bubu
2) Pola interaksi setiap jenis ikan karang terhadap zona pengaruh alat tangkap
bubu yang dioperasikan bersama rumpon
3) Pengaruh pasang surut dan arah arus terhadap posisi penempatan rumpon dan
bubu dalam penangkapan ikan karang.
4) Pengaruh bentuk, jarak dan jumlah rumpon dan bubu serta posisi
penempatannya di perairan terhadap hasil tangkapan bubu.
DAFTAR PUSTAKA

Adrim M. 1993. Pengantar studi ekologi komunitas ikan karang dan metoda
pengkajiannya dalam Kursus Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan
Kondisi Terumbu Karang. Puslitbang Oseanologi, LIPI, Jakarta. 34 hal.

Allen GR and RC Steene. 1990. Reefs fishes on the Indian Ocean. Marine
Science and Technology Perth Australia.

Allen, GR. and RC Stenee. 2002. Indo-Pacific coral reef field guide, Tropical
Reef Research. 378 p.

Alwi, MJ. 2004. Analisis kesesuaian lokasi rumpon dalam menunjang kelestarian
terumbu karang. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Indonesia.
Balitbangda Provinsi Sulawesi Selatan. http://www.litbangda-sulsel
go.id. 13 hal.

A.P.H.A (American Public Health Association) 1989. Standard methods for


examination of water and wastewater. 17 th Edition, Washington DC.
Pp : 1044-1075.

Archdale MV, K Anraku, T Yamamoto and N Higashitani. 2003. Behaviour of


the Japanese rock crab Ishigani Charybdis japonica towards two
collapsible baited pots : Evalaution of capture effectiveness. Faculty of
Fisheries, Kagosshima University, Kagoshima, Japan. Fisheries Science
2003; 69 : 785 -791.

Arnofa. 1997. Eko-struktur perifiton pada padang lamun di perairan Sekantung,


Teluk Banten, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. 100 hal.

Asikin T. 1985. Petunjuk teknis usaha perikanan payaos. INFIS Manual Series
No.13. Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta. Hal: 6-18.

Atapattu. 1991. The experience of fish aggregating devices (FADs) for fisheries
resource enhancement and management in Sri Lanka. Papers presented
at the symposium on Artificial Reefs and Aggregating Devices as Tools
for the management and enhancement of marine fishery resources. Indo-
Pasific Fishery Commission (IPEC) and FAO. RAPA Report : 1991/11.
Colombo, Sri Langka, Bangkok. 14-17 May 1990. IPFC. Pp : 16-40.

Barretto EFC and RI Miclat. 1988. A study fish recruitment in a bamboo artificial
reef in The Philippines. Report of The Workshop On Artificial Reefs
Development and Management, Penang, Malaysia. Pp: 117-129.

Baskoro MS dan A Effendy. 2005. Tingkah laku ikan hubungannya dengan


metode pengoperasian alat tangkap ikan. Departemen Pemanfaatan
195

Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.


340 hal.

Baskoro MS. 2006. Alat penangkapan ikan berwawasan lingkungan. Kumpulan


pemikiran tentang teknologi penangkapan ikan yang bertanggungjawab.
Kenangan Purnabakti Prof.Dr.Ir. Daniel R. Monintja. Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, IPB. Hal : 7-19.

Bell JD and R Galzin. 1985. Influence of live coral cover on soral reef fish
community. Proc. 4th. Int. Coral Reef Symp.2. Pp: 503-508.

Bergstrom M. 1983. Review of experiences with and present knowledge about


fish aggregating devices. BOBP/WP/23 - pp 56.

Boy RL and BR Smith. 1984. An improved FAD mooring line design for general
use in Pasific Island Countries, SPC/Fisheries 15/WP.2. 77 p.

Brandt AV. 1964. Fish catching methods of the world. Fishing News (Books) Ltd
London. 191 : 46;49.

Brand AV. 1984. Fish Catching methods of the world. Fishing News Books Ltd.
Farhan. Surrey. England. 418 p.

Brower JE dan JH Zar. 1990. Field and laboratory method for general ecology,
Third Edition. Wm.C. Brown Publisher.Dubuque, Lowa. 237 p.

Bugis Z, 2006. Strategi pengelolaan sumberdaya perikanan untuk pemanfaatan


berkelanjutan (Kasus: Kepulauan Ayau, Kabupaten Raja Ampat,
Provinsi Irian Jaya Barat) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor, Bogor. 118 hal.

Cochrane KL. 2002. A fishery Manager's guidebook: Management measures and


their application. FAO Fisheries Technical Paper, No. 424, Rome. FAO.
231 p

Choat JH and DR Bellwood. 1991. Reef fish. Their history and evolution in Sale
PF (Eds). The ecology of fishes on coral reef. Academic Press, INC, San
Diego. 754 p.

CV Dinar. 1999. Prospek bisnis perdagangan ikan karang melalui penangkapan


yang ramah lingkungan. Prosiding Semiloka Penangkapan Perdagangan
Ikan Karang Hidup di Indonesia, Denpasar 1-4 Maret 1999. Telapak
Indonesia Jaring Pela bekerjasama dengan World Resource Institute The
Nature Concervacy International Marine Life Alliance WWF Wallacea
KEHATI. Hal: 80-81.
196

Dahuri RH, J Rais, S.P Ginting dan MJ Sitepu. 1996. Pengelolaan sumberdaya
wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. PT Pradnya Paramita Jakarta.
305 hal.

Davis CC. 1955. The marine and freshwater plankton. Michigan State University
Press. 562 p.

Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2004. Peluncuran


(Launching) COREMAP II - Terumbu karang sehat, Ikan berlimpah.
Artikel 30 September 2004. Source : http://www.dkp.go.id.Surat.
2 hal.

Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2004. Surat Keputusan


Presiden Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Undang-
undang Perikanan. 30 hal.

(Deptan) Departemen Pertanian Republik Indonesia. 1997. Surat Keputusan


Menteri Pertanian, 1997 Nomor. 51/Kpts/IK. 250/1/97 tentang
Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon, Jakarta. 13 hal.

De San M. 1982. Fish Aggregating devices or payaos. F1/DF/DAS/73/025


Working Paper FAO, Rome. 24 p.

Direktorat Jendral Perikanan,. 1991.Potensi dan penyebaran sumberdaya ikan laut


di Indonesia. Ditjen Perikanan, Jakarta. 109 hal.

Direktorat Jendral Perikanan. 1995. Penggunaan payaos/rumpon di Indonesia,


Jakarta. 11 hal.

D’Itri. 1985. Artificial reefs marine and freshwater aplications. Lewis Publishers,
Michigan, USA. 589 p.

Djatikusumo EW. 1975. Dinamika populasi Ikan. Akademik Usaha Perikanan,


Jakarta. Hal: 30-32.

Edrus IN dan AR Syam. 1998. Sebaran ikan hias suku Chaetodonthidae di


perairan karang Pulau Ambon dan peranannya dalam penentuan kondisi
terumbu karang. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia,1998, IV : 1-10.

Erliana KC.1988. Struktur komunitas dan kelompok perifiton pada substrat kaca
DAS Ciliwung, Daerah Tugu dan Sempur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor :
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 55 hal.

Effendie I. 2002. Pengaruh penggunaan rumpon pada bagan apung terhadap Hasil
tangkapan [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. 45 hal.
197

FAO. 1968. Modern fishing gear of the world. London . Fishing News Book Ltd.
P. 1- 607.

Fitri ADP.2002. Ketajaman penglihatan mata ikan Juwi (Anodontostoma


chacunda) dan aplikasinya pada proses penangkapan pukat cincin mini.
[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
91 hal.
Ferno A and S Olsen. 1994. Marine fish behaviour in capture and abundance
estimation . Fishing News Book. Harnolls Ltd. Bodmin. Cornwall.
Britain. 221 p.

Fraenkel GS and DL Gunn. 1961. The orientation of animals. Dover


Pub;ications. Inc. NY. 376 pp.

Furevik DM. 1994. Behaviour of fish in relation to pots.In Ferno, A and S.


Olsen, Editor. Marine Fish Behaviour in Capture and Abundance
Estimation. Fishing News Books. 221: 28 - 44.

Girsang ES. 2004. Kajian terhadap perifiton dan hubungannya dengan keberadaan
ikan pelagis pada rumpon di perairan Pasuruan, Selat Sunda [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 127 hal.

Gloerfelt, T.T and P.J Kailola. 1984. Trawled fishes of Southern Indonesia and
Northwestern Australia. Published by Australian Development
Assistance Bereau.Directorate General of Fisheries, Indonesia. Gema
Agency for Technical Cooperation. 406 p.

Gooding RM. 1965. A raft for direct subsurface observation at sea. US Fish.
Wildl. Serv. Spec. Sci.Rept-Fish, 517: 5 pp

Gooding RM and JJ Mangnuson. 1967. Ecological significance of a drifting


object to pelagic fishes. Pac. Sci. 21: 486-497.

Greeblatt PR. 1979. Association of tuna with flotsam in the Eastern Tropical
Pacific. Fish. Bull, US. 71:147-155

Gunarso W. 1974. Suatu pengantar tentang tingkah fish behaviour dalam


hubungannya dengan fishing techniques dan fishing tactics. Fakultas
Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 60 hal.

Gunarso W. 1985. Tingkah laku ikan dalam hubungan dengan alat, metode dan
teknik penangkapan. Diktat Kuliah [tidak dipublikasikan], Program
Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. 149 hal.

Harmelin-Vivien ML.1979. Ichtyofaune des recifs corallines de tuler


(Madagascar) : Ecologe et relations thropiques. These doc. Es-Sciences
198

de La Mer et de L'environment AL' Universite d' aux Marseille II.


France.

Hartati ST, Awwaludin dan IS Wahyuni. 2004. Kelimpahan dan komposisi jenis
hasil tangkapan bubu di perairan Gugus Pulau Kelapa Kepulauan Seribu.
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 2004, 10: 29-51.

Hela I and T Laevastu. 1970. Fisheries oceanography. New Ocean Environmental


Service. Fishing News (Books) LTD, London. 238 p.

Helviana. 1998. Struktur komunitas ikan karang pada ekosistem terumbu karang
rusak di perairan Pesisir Timur Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai
[skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. 84 hal.

High WL and AJ Beardsley. 1970. Fish behaviour studies from and undersee
habitat. Comm. Fish. Ref, 1970, 31-7.

Hutomo M. 1986. Komunitas ikan karang dan metode sensus visual. Lembaga
Oseanologi Nasional-LIPI, Jakarta.

Ibrahim S, MO Ambak, L Shamsudin dan MZ Samsudin. 1996. Importance of


Fish Aggregating Devices (FADs) as substrates for food organisms of
fish. Fisheries and Marine Science Center, University Pertanian
Malaysia. Fisheries Research 27 (1996) 265 - 273.

Imawati N. 2003. Studi tentang kepadatan ikan pelagis di sekitar rumpon di


perairan Pasuruan Banten [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 57 hal.

Inoue M, R Amano and Y Iwasaki. 1963. Studies on environments alluring


skipjack and other tunas-I. On the oseanographical conditions of Japan
and adjacent waters and the drifting substances accompanied by skipjack
and other tunas. Rep. Fish.Res.Lab, Tokyo University, 1: 12-23.

Inoue M; R Amano and Y Iwasaki. 1963. Studies on environments alluring


Skipjack and other tunas-II. On the driftwoods accompanied by skipjack
and other tunas. Bull. Japan. Soc. Sci. Fish, 34:283-287.

Ibrahim S, G Kawamura and MA Ambak. 1990. Effective range of traditional


Malaysian FAD as determined by fish-releasing method. Fish. Res,
9 : 299-306.

Irawati R. 2002. Studi tingkah laku pelolosan Kerapu Macan (Epinephelus


fuscoguttatus) pada bubu yang dilengkapi dengan celah pelolosan
(escaping gaps) [skripsi]. Bogor : Program studi Pemanfaatan
sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. 103 hal.
199

Isa MMH, Kohno, H Ida, HT Nakamura, A Jainal, and SASA Kadir.1998. Field
guide to important commercial marine fishes of the South China Sea.
Marine Fishery Resources Development and Management Departemen.
Southeast Asia Fisheies Development Center. 287 p.

Iskandar MD dan Diniah. 1996. Studi pendahuluan modifikasi bubu berumpon


untuk penangkapan Kakap Merah (Lutjanus sp) di Cisolok, Kabupaten
Sukabumi [laporan penelitian]. Bogor : Disampaikan dalam seminar
hasil-hasil penelitian, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
13 hal.

Iskandar BH dan W Mawardi. 1996. Studi perbandingan keberadaan ikan-ikan


karang nokturnal dan diurnal tujuan penangkapan di terumbu karang
Pulau Pari, Jakarta Utara [laporan penelitian]. Bogor : Disampaikan
dalam seminar hasil-hasil penelitian, Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. 13 hal.

Jennings S; MJ Kaiser, and JD Reynolds. 2001. Marine fisheries ecology.


Blackwell Publishing. 417 p.

Jester DB. 1973. Variations in catch ability of fishes with color of gillnets. Trans.
Am. Fish. Soc. 102: 109-115.

JICA. 2001. Net Fishing (Pot Fisheries) Fishing technology. Textbook Vol.8.
Regional Fisheries Training Project, Japan International Cooperation
Agency (JICA), Caribbean Fisheries Training and Development Institute
(CFTDI) Trinidad and Tobago. 27 p.

Kaufman LH. 1980. Stream aufwuchs accumulation processe effect of ecosystem


depopulation Hydrobiologia. 20: 75-81.

Kenelly SJ and JR Craig. 1989. Effect of trap design, independence of traps and
bait on sampling populations of spanner crabs Ranina ranina. Marine
Ecology Progress Series, Agriculture and Fisheries Research Institute
Australia, 1989; 51 : 49 – 56.

Klumpp DW, JS Saliti-Espinosa and MD Fortes. 1972. The role of epiphytic


periphyton and macroinvertebrata grazers in the tropic flux of a tropical
seagrass community. Aquatic Botany, 43: 327-349.

Krebs CJ. 1972. Ecology the experimental analysis of distribution an abundance.


Harper Internationalled Harperanrow Publ. London. 694 p.

Kuiter RH. 1992. Tropical reef fish of The Western Pasific Indonesia adjacent
water. Gramedia, Jakarta. 314 p.

KuperanV, MN Kusairi, and TS Yew. 1997. Income impact of ARs a Malaysian


case study. Edited by Pollnac, RB and JJ. Ponggie. Fish Aggregating
200

Devices in developing countries : Problems and perpectives. An ICMRD


Publication.

Lionberger HF dan PH Gwin. 1983. Commnication strategies. Illinois : The


Interstate Orienters and Publisher, Inc, New York.

Mangga Barani H. 2005. Model pengelolaan perikanan di wilayah padat tangkap :


kasus perairan laut Sulawesi Selatan bagian Selatan [disertasi]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 94 hal.

Mardikanto T. 1993. Penyuluhan pembangunan pertanian. Sebelas Maret


University Press, Surakarta. 401 hal.

Marschiavelli MIC. 2001. Analisis struktur dan kondisi ikan karang pada
ekosistem terumbu karang di perairan pesisir Nusa Penida Bali [skripsi].
Bogor : Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 70 hal.

Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya


Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor. 69 hal.

Mawardi MI. 2001. Pengaruh penggunaan jenis umpan terhadap hasil tangkapan
ikan karang pada alat tangkap bubu (trap) di Pulau Pramuka Kepulauan
Seribu [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. 81 hal.

Mckeown B. 1985. Fish migration. Croom Helm London and Sydney. Timber
Press. 224 : 5.

Mc Connaughey BH and R Zottoli. 1983. Pengantar biologi laut bagian pertama.


The Antilles Proceedings 3nd International Coral Reef Symposium,
2 : 267-274.

Meyer HL and JV Marriner. 1976. Retention and escapement characteristic of


pound-head mesh size. Trans. Am. Fish. Soc. 3: 370-379.

Monintja RD, MS Baskoro, S Martasuganda dan A Purbayanto. 1990. Studi


tentang rancang bangun Fish Aggregating Device untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penangkapan Cakalang dan Tuna di Perairan
Selatan Jawa [laporan penelitian]. Bogor :Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. 23 hal.

Monintja DR dan S Martasuganda. 1990. Teknik pemanfaatan sumberdaya hayati


laut II. [Diktat]. Proyek peningkatan S1, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hal : 25-26.
201

Monintja DR, JJ Widodo dan MFA Sondita. 2003. Pengkajian pemanfaatan


rumpon untuk penangkapan ikan pelagis : Antisipasi terhadap Code of
Conduct for Responsible Fisheries. Laporan RUT VIII. Kementrian
Riset dan Teknologi Republik Indonesia, LIPI, Jakarta. 96 hal.

Moyle PB. 1993. Fish an enthusiast's guide.Chris Mari Van Dych. Illustrator Los
Angeles. University of California, Press.

Mubarok MA. 2003. Pengaruh warna cahaya yang berbeda terhada tingkah laku
berkumpulnya juvenile kerapu tikus (Cromileptes altivelis) [skripsi].
Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 61 hal.

Nagelkerken W. 1981. Dsitribution of the groupers and snappers of the


Netherlands Antilles Proceedings 4nd International Coral Reef
Symposium, 2 : 479-484.

Nasution HA. 2001. Uji coba bubu buton di perairan Pulau Batanta, Kabupaten
Sorong, Propinsi Papua [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. 71 hal.

Newell GG and RC Newell. 1963. Marine plankton a practical guide Hutchington


Educational Ltd. London Melbourne. Sydney-New York. 207 p.

Nikonorov IV. 1975. Interaction of fishing gear with fish aggregations. Keter
Publishing House Jerusalem Ltd. 215 p.

Nomura M. 1981. Fishing techniques (2). Japan International Cooperation


Agency, Tokyo. 183 p.

Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Percetakan Ikrar Mandiriabadi. P. 372 : 119-120.

Nybakken, JW. 1988. Biologi laut : Suatu pendekatan ekologis. Percetakan PT


Gramedia, Jakarta. 459 : 326-327.

Odum EP. 1971. Fundamental ecology. W.B Sounder,Co, Philadelphia. 574 p.

Odum EP. 1975. Ecology : the link between the natural social science 2nd.
(Modern Biology Series) Hol.Rinehart and Winston: 48-57.

Omma Nney. 1982. Fakta kehidupan di dalam air dalam ikan. Penerbit Tira
Pustaka. Hal : 35-44.

Osborn LL. 1983. Colonization and Recovery of lothic epipilic communities


a metabolic approach. Hydrobiologia, 99: 29-36.
202

Pentury B, HBH Iskandar dan W Mawardi. 1995. Studi tentang tingkah laku ikan
karang di Pulau Pari, Kepulauan Seribu Jakarta [laporan
penelitian].Bogor : Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 30 hal.

Prakoso G. 2005. Penggunaan attractor dalam pengoperasian alat tangkap bubu


Ranjungan di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor :
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 67 hal.

Purbayanto A, RI Wahyu, dan S Tirtana. 2006. Selektivitas bubu yang dilengkapi


dengan celah pelolosan terhadap ikan Kakap (Lutjanus sp. Bleeker).
Gakuryoku, 2006, XII : 92-98.

Pramono J. 2006. Perikanan bubu dan peluang pengembangannya di sekitar


lokasi Sea Farming Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor: Program Studi
Pemanfaatan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 86 hal.

Purwanti DR. 2004. Dinamika struktur komunitas ikan karang pada pagi, siang
dan sore hari di perairan Pulau Payung Kepulauan Seribu [skripsi].
Bogor : Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 87 hal.

Rab T. 1988. Pengantar fisiologi ikan. Penerbit Yayasan Abdurrab Pekanbaru,


Riau. 81 hal.

Radakov DV. 1972. Schooling in the ecology of fish. Israel Program for
Scientific Translation. Jerusalem-London. 270 p.

Razak A, K Anwar dan MS Baskoro. 2005. Fisiologi makan ikan. Departemen


Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 108 hal.

Reiliza F. 1997. Studi tingkah laku ikan hias terhadap alat tangkap bubu kawat
tipe buton di perairan Karang Pulau Sekepal, Lampung Selatan [skripsi].
Bogor: Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. 67 hal.

Redjeki S, Mayunar dan A Basyarie. 2005. Pengaruh musim gelap dan terang
terhadap penggunaan bubu di Teluk Lada, Citeureup Pandeglang. Jurnal
Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 2005, 12 : 69-72.

Reppie E, DR Monintja, MFA Sondita, I Jaya dan VPH Nikijuluw. 2006. Struktur
asosiasi spesies target pada terumbu karang buatan di Perairan Selat
Bangka, Kabupaten Minahasa Utara. Buletin PSP,2006, XV, 50-71.
203

Risamasu FJL. 2000. Studi Perbandingan Terumbu Karang Buatan : Modul Kayu,
Modul Bambu dan Modul Beton Di Perairan Hansisi, Semau, Kupang
[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 127 hal.

Rumajar TP. 2001. Pendekatan sistem untuk pengembangan perikanan ikan


karang dengan alat tangkap bubu di Perairan Tanjung Manibaya
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 94 hal.

Ruttner F. 1974. Fundamentals of limnology. Third Edition. University of Toronto


Press, Toronto. 307 p.

Sachlan M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan UNDIP,


Semarang. Hal : 5 – 10.

Sadhori N. 1985. Teknik penangkapan ikan. Angkasa, Bandung. 80 hal.

Sainsbury JC. 1996. Comercial fishing methods. An introduction to vessels and


gears. Third Edition. Fishing News Books. 359 p.

Saldika AD. 2007. Studi preferensi pakan alami ikan Kerapu Balong (Epinephelus
merra) di Perairan Hansisi, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang
[Skripsi]. Kupang: Jurusan/Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan, Sekolah Tinggi Ilmu dan Teknologi Nusantara Kupang. 70 hal.

Sale PF. 1991. The ecology of fishes on coral reefs. Academic Press.San Diego.
754 p.

Samples KC and JT Sproul. 1985. Fish aggregating devices (FADs) and open
access commercial Fisheries, a theoritical inquiry. Bul. Mar. Sci.
37 : 305-317.

Seaman WJr. And LM. Sprague. 1991. Artificial habitats for marine and
freshwater fisheries. Academic Press, INC Harcourt Brace Jovanovich,
Publishers., San Diego, California. 285 p.

Sewoyo S. 2001. Pendayagunaan teknologi tepat guna untuk pengembangan


potensi pedesaan. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah : Sumberdaya
Alam, Sumberdaya Manusia, Teknologi. Pusat Pengkajian Kebijakan
Teknologi Pengembangan Wilayah, BPPT, Jakarta.

Sondita MFA 1986. Studi tentang peranan pemikatan ikan dalam operasi Purse
Seiner milik PT Tirta Raya Mina (Persero), Pekalongan [Karya Ilmiah].
Bogor: Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 78 hal.

Soedharma D. 1995. Studi komunitas perifiton dan komunitas ikan pada terumbu
ban dan bambu di Teluk Lampung. Prosiding Seminar Hasil Penelitian
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal : 99-113.
204

Soekarno 2000. Pengelolaan perikanan terumbu karang. Artikel Kalawarta, Vol. 4


(1). 2 halaman.

Soemarto 1962. The Rumpon Fishing Method Fisheries. Departemen Faculty of


Agriculture. The University of Tokyo.

Subani W. 1972. Alat dan cara penangkapan ikan di Indonesia. Jilid 1. Lembaga
Penelitian Perikanan Laut, Jakarta. Hal: 85-104.
Subani W. 1986. Telaah penggunaan rumpon dan payaos dalam perikanan
Indonesia. Jurnal Penelitian perikanan Laut, PPPL, Jakarta, 35: 35-45.

Subani W dan HR Barus. 1988. Alat penangkapan ikan dan udang laut di
Indonesia. Jornal Penelitian Perikanan Laut, No. 50 Tahun 1988/1989.
Edisi khusus. 240 hal.

Suci LH. 1993. Studi tentang perbedaan jenis bubu terhadap hasil tangkapan ikan
hias di perairan Citeureup, Pandeglang, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor:
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor. 66 hal.

Suharyanto 2003. Kajian respons udang galah terhadap kejutan listrik arus bolak
balik dalam tangki percobaan skala laboratorium[tesis].Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 102 hal.

Suprato, Wasilun dan K Wagiyo. 1991. Kelimpahan fitoplankton dan kondisi


oseanografi di Perairan sekitar Kepulauan Karimun dan P. Bawean.
Jurnal Penelitian Perikanan Laut,1991, 62, 21-27.

Supriharyono. 2000. Pengelolaan ekosistem terumbu karang. Penerbit Djambatan,


Jakarta. 118 hal.

Syakur A. 2000. Komunitas ikan karang pada ekosistem terumbu karang ponton
bodong dan toyapakeh, Nusa Penida Bali [skripsi]. Bogor : Program
Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
64 hal.

Syandri H. 1988. Tingkah laku ikan. Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta,
Padang. 63 hal.

Tamimi M and DG Bengen. 1993. Spatial variability and interaction between


habitat and fish species on Sekepal Island and Belebuh (South Lampung)
(Makalah dibawakan pada seminar Internasional ikan karang di
Maumere. 13 hal.

Terangi 2004. Panduan dasar untuk pengenalan ikan karang secara visual
.Indonesia. Indonesian Coral Reef Foundation (TERANGI).
http://terangi.or.id/publications/pdf/pandikan.pdf [Maret 2004]. 24 hal.
205

Tim Pengkaji Rumpon Fakultas Perikanan IPB. 1987. Laporan akhir survei lokasi
dan desain rumpon di perairan Ternate, Tidore, Bacan, dan sekitarnya
(Laporan). Bogor : Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.Hal : V: 54-58.

Tirtana S. 2003. Selektivitas ukuran ikan Kakap (Lutjanus sp) pada bubu yang
dilengkapi dengan celah pelolosan (escaping gaps) (skripsi). Bogor :
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 60 hal.

Tiyoso SJ. 1979. Alat-alat penangkapan ikan tidak memungkinkan ikan kembali
(non return traps) (Karya Ilmiah). Bogor : Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor. Hal : 6-9.

Uda M. 1933. Types of skipjack schools and their fishing qualities. Bull. Japan.
Soc. Sci. Fish, 2 (3): 107-111.

Urbinus MP.2000. Pengaruh ukuran umpan buatan terhadap komposisi hasil


tangkapan pancing tonda di perairan Kabupaten Sorong, Propinsi Papua.
(skripsi). Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 56 hal.

Warta. 2004. Kondisi ekosistem terumbu karang sebagai sumberdaya perikanan


di Kepulauan Seribu, Jakarta. Penelitian Perikanan Indonesia Edisi
Akuakultur, 2004, 10 : 1- 6.

Wahyuni IG. 1995. Pengaruh posisi pemasangan vertikal alat tangkap bubu kawat
tipe buton berumpon terhadap hasil tangkapan di perairan Belebuh,
Lampung Selatan [skripsi]. Bogor : Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
57 hal.

Ward HB and GC Whipple. 1959. Freshwater biology. Second Edition. Edited by


W.T Edmondson. New York London. John Wiley and Sons. INC.
1248 p.

Wetzel RL. 1979. Methods and measurements of perifiton communities: A


Reviews American Society for Testing and Materials. Philadelphia.
200 p.

Wetzel RL. 1982. Limnology. Second Edition. Saunders College Publishing


Philadelphia. 743 p.

Wiradika. 2006. Studi keanekaragaman jenis palem di Cagar Alam Telaga Warna,
Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Program Studi
Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 61 hal.
206

Wijoyo NS. 2002. Tingkat perubahan temporal tipe substrat dasar dan ikan
karang, Ekosistem Terumbu karang di Perairan Nusa Penida, Bali Tahun
1998 – 1999 [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 86 hal.

Witono JR. 1998. Koleksi palem Kebun Raya Bogor. Vol. I, No.1. UPT Balai
Pengembangan Kebun Raya, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
41 hal.
Witono JR, A Suhatman, N Suryana dan RS Purwantoro. 2000. Koleksi palem
Kebun Raya Cibodas. Vol. II, No. 1. Cabang Balai Kebun Raya Cibodas.
UPT Balai Pengembangan Kebun Raya, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. 66 hal.

White AT. 1987. Coral reefs valuable resources of South East Asia ICLARM
Education Series I, International Centre for Living Aquatic Resources
Management, Manila-Philipina. 36 p.

Yamaji L. 1976. Illustration of marine plankton of Japan. Hoikusha Publishing


Co, Ltd Japan. 360 p.

Yuspardianto. 1998. Studi tentang efektivitas terumbu karang buatan sebagai Fish
Aggregation Device di perairan Pulau Sauh, Sumatera Barat [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 229 hal.

Yusfiandayani R. 2004. Studi tentang mekanisme berkumpulnya ikan pelagis


kecil di sekitar rumpon dan pengembangan Perikanan di perairan
Pasauran, Propinsi Banten [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. 229 hal.

Yustika Y. 2006. Tingkah laku ikan Kepe-Kepe (Cheilmon rostratus) terhadap


variasi spectrum cahaya [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. 69 hal.

Zhou S and TC Shirley. 1997. Behavioural responses of red king crab to crab
pots. Fisheries Research , Juneau Center, School of Fisheries and Ocean
Science, University of Alaska Fairbanks, USA, 1997; 30 : 177-189.

Zulkarnain. 2002. Studi tentang penggunaan rumpon pada bagan apung di Teluk
Pelabuhan Ratu, Jawa Barat [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. 116 hal.

Zulkifli. 2000. Sebaran spasial komunitas perifiton dan asosiasinya dengan lamun
di perairan Teluk Pandan Lampung Selatan [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 107 hal.
Lampiran 1 Rumpon yang digunakan dalam penelitian

(a) Rumpon dengan jenis atraktor yang berbeda

(b) Bentuk jangkar rumpon


208

Lampiran 2 Jenis-jenis atraktor yang digunakan dalam penelitian

(a) Atraktor daun lontar (Borrasus flabellifer)

(b) Atraktor daun gewang (Corypha gebanga)


209

Lampiran 3 Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian

(a) Bubu tampak dari depan (b) Bubu tampak dari samping

(c) Tipe jangkar bubu


210

Lampiran 4 Keramba yang digunakan dalam pengamatan pola renang dan pola
gerak ikan karang karang di luar dan di dalam bubu

a. Posisi di lihat dari atas

b. Keramba secara keseluruhan


211

Lampiran 5 Jenis-jenis perifiton yang menempel pada daun atraktor

Atlanta inflata
Clampilodiscus cribrosus Leptocylindrus sp

Globorotalis pumilio Chroococcus sp Spongilla fragilis

Spikul spongs Fragmen algae merah Rhabdonema adriaticum

D. splendica
Globigerinita humilis Diploneis fusca
212

Lampiran 6 Jenis dan sebaran perifiton pada atraktor rumpon lontar dan rumpon
gewang di lokasi L1 dan L2

Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 Lokasi L2


RLK RLB RG RLK RLB RG
Bacillariophyceae Leptocylindriacea 1 Leptocylindrus sp + + + + + +
Surilellaceae 2 Amphyprora hyperborea + - + + - +
3 Richelia intracellularis + - + + - +
4 Amphora lineolata + - - - - -
5 Donkinia recta - + + + - +
6 Campylodiscus cribrosus - - - + - +
Thalassiosiraceae 1 Detonula pumida + + + + + +
2 Thalassiosira sp + - - - - -
Nitzschiaceae 1 Nitzschia sp + - - - - -
2 N. vitrea + + + + + +
3 N. sigma + + + + + +
4 N. closterium - - + - + -
Bacillaria paradoxa - + + + + -
Tabellariaceae 1 Ligmophora abbreviata + + + + + +
2 Rhabdonema adriaticum + + + - + -
3 R. arcuatum - - - - + -
Rhizosoleniaceae 1 Rhizosolenia setigera + + + - + +
Biddulphiaceae 1 Stigmophora rostrata + + + - - -
2 Triceratium sp - - - - - +
3 T. ghibbosum + + + + + +
4 Biddulphia granulata + - + - - -

5 Hemiaulus sp - - + - - -
Achnanthaceae 1 Diploneis fusca + + + + + -
2 D. splendica + + + + - -
3 Gyrosigma acuminatum + + + + - -
4 G. balticum - - + - - +
5 G. angulatum - - - - + -
6 Pleurosygma sp - + + - - +
7 P. compactum + - + - - +
8 Denticula fermalis - - - + - -
Fragilariaceae 1 Fragilaria cylindrus + - + + + +
2 Asterionela japanica - - + + - +
3 Thalassiothrix sp - - - - + -
4 T. fraunfeldi - - - - - +
Cascinodiscuceae 1 Cascinodiscus sp + + + + - -
Cymbellaceae 1 Cymbella sp 1 + + + + + +
2 Cymbella sp 2 - - + + - +
Dinophyceae Dinophysiidae 1 Pyrocistis fusiformis + + + + + +
2 Dinophysis sp + - - - - -
3 Gonyaulax sp - + - - + +
4 Warnowia sp - - - - + +
Peridiniaceae 1 Peridiunus sp - - - + - +
Cyanophyceae Oscillatoriaceae 1 Pelagothrix clevei + + + + + +
2 Tricodesmium sp + + + + + +
3 Halosphora viridis + + + + + +
4 Chroococcus sp + + + + + +
5 Spirulina sp 1 + + - + - +
6 Spirulina sp 2 - + - - + +
213

Lampiran 6 (Lanjutan)
Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 Lokasi L2
RLK RLB RG RLK RLB RG
Chlorophyceae Desnidiaceae 1 Hyalotheca dissiliens - - + + + +
2 Triploceras gracile - + - - - -
Palmellaceae 1 Askenasyella chlamidopis + + + - - +
Chladophoraceae 1 Rhizoclonium sp - - + + + -
Zygnematoceae 1 Zygnemopsis spiralis - - - + + -
2 Zygnema insigne - - - + + -
Chaetophoraceae 1 Chaetophora incrassata - - - + - -
Rhodophyceae - 2 Fragmen alga merah + - + - - -
Sarcodina Globorotalida 1 Globorotalis pumilio + + + + + +
2 G. scitula + + - - - -
Globigerinidae 1 Globigerinita humilis + + + + - +
Foraminifera 1 Textularia sagitulla + + + + + +
Copepoda Tachidiidae 1 Microsetella rosea + - - - - -
Acartiidae 1 Acartia sp + - + - - +
Euphausiidae 1 Euphausia sp + - - - - -
Calanidae 1 Calanus sp - - - + - -
Harpacticidae 1 Trigiopus japonicus + - - - - -
Polyhemidae 1 Evadne sp + - - - - -
Protobranchia Atlantanidae 1 Altanta Inflata + + - + + -
2 Atlanta sp + + + + + +
Peraclidae 1 Peraclis articulata - + - - - -
2 Peraclis sp + - + + + +
Demospongiae Spongillidae 1 Spongilla fragilis
2 Spikul spongs
Urachordata/ Pyrosomidae 3 Platynereis dumerilli - - + - - -
Tunicata
Opisthobranchia Cavoliniidae 1 Creseis virgula + - + + + +
2 C. acicula + - + + + +
Limacinidae 1 Limacina leseuri - + - + - +
Spirotrica Tintinnidae 1 Eutintinus sp + + + + + +
2 Tintinopsis sp + + - - - -
3 Amphorela brandti + + + + + -
Polychaeta Cytholaimidae 1 Chromadora sp + + + - - +
Bacteria - 1 Sprirochaeta plicatilis - - + - - +
Myxophyceae - 1 Anguillospora + - + + + +
2 Fungi Imperfecti - + - - - -
3 Agmenelum - - + - + -
quadruplicatum
4 Fischerella sp - - - - - +
Keterangan : + : ada ; - : tidak ada
214

Lampiran 7 Komposisi jenis, jumlah, kepadatan dan kelimpahan perifiton pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1
dan L2

Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 Lokasi L2


RKL RBL RG RKL RBL RG
Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X

Bacillariophyceae Leptocylindriacea 1 Leptocylindrus 444 9 25 662 12 45 229 5 12 162 3 11 616 12 44 100 2 3


sp
Melosiraceae 1 Melosira sulcata - - - - - - - - - - - - 1 <1 <1 - - -
Surilellaceae 1 Amphyprora 10 <1 <1 - - - 1 <1 <1 1 <1 <1 - - - 2 <1 <1
hyperborea
2 Richelia 32 1 2 - - - 2 <1 <1 3 <1 <1 - - - 12 <1 <1
intracellularis
3 Amphora 2 <1 <1 - - - - - - - - - - - - - - -
lineolata
4 Donckia recta - - - 1 <1 <1 3 <1 <1 2 <1 <1 - - 1 <1 <1
5 Campylodiscus - - - - - - - - - 1 <1 <1 - - - 11 <1 <1
cribrosus
Thalassiosiraceae 1 Detonula pumida 44 1 2 2 <1 <1 42 1 2 30 1 2 3 <1 <1 272 5 9
2 Thalassiosira sp 4 <1 <1 - - - - - - - - - - - - - - -
Nitzschiaceae 1 Nitzschia sp 2 <1 <1 - - - - - - - - - - - - - - -
2 N. vitrea 4 <1 <1 3 <1 <1 9 <1 <1 92 2 6 14 <1 1 96 2 3
3 N. sigma 29 1 2 82 2 6 100 2 5 - - - 67 1 5 139 3 5
4 N. closterium - - - - - - 6 <1 <1 - - - 2 <1 <1 - - -
Bacillaria - - - 4 <1 <1 1 <1 <1 1 <1 <1 4 <1 <1 - - -
paradoxa
Tabellariaceae 1 Ligmophora 26 1 1 35 1 2 65 1 3 46 1 3 53 1 4 89 2 3
abbreviata

2 Rhabdonema 1 <1 <1 1 <1 <1 1 <1 <1 - - - 2 <1 <1 - - -


adriaticum
3 R. arcuatum - - - - - - - - - - - - 2 <1 <1 - - -
215

Lampiran 7 (Lanjutan)

Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 Lokasi L2


RKL RBL RG RKL RBL RG
Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X

Rhizosoleniaceae 1 Rhizosolenia 42 1 2 - - - 14 <1 1 - - - 4 <1 <1 54 1 2


setigera
Biddulphiaceae 1 Stigmophora 4 <1 <1 2 <1 <1 2 <1 <1 - - - - - - - - -
rostrata
2 Triceratium sp - - - - - - - - - - - - - - - 8 <1 <1
3 T. ghibbosum 6 <1 <1 - - - 8 <1 <1 15 <1 2 3 <1 <1 30 1 1
4 Biddulphia 1 <1 <1 - - - 20 <1 1 - - - - - - - - -
granulata
5 Hemiaulus sp - - - - - - 2 <1 <1 - - - - - - - -
Achnanthaceae 1 Diploneis fusca 11 <1 1 2 <1 <1 7 <1 <1 1 <1 <1 1 <1 <1 9 <1 <1
2 D. splendica 10 <1 1 4 <1 <1 6 <1 <1 4 <1 <1 - - - 6 <1 <1
3 Gyrosigma 10 <1 1 1 <1 <1 3 <1 <1 - - - - - - - - -
acuminatum
4 G. balticum 7 <1 <1 - - - 8 <1 <1 - - - - - - 1 <1 <1
5 G. angulatum - - - - - - - - - - - - 1 <1 <1 - - -
6 Pleurosygma sp - - - 3 <1 <1 7 <1 <1 - - - - - - 4 <1 <1
7 P. compactum 7 <1 <1 - - - 3 <1 <1 - - - - - - 10 <1 <1
8 Denticula - - - - - - - - - 295 6 21 - - - - - -
termalis
Fragilariaceae 1 Fragilaria 17 <1 1 - - - 12 <1 1 8 <1 1 10 <1 1 76 2 3
cylindrus
2 Asterionela - - - - - - 1 <1 <1 1 <1 <1 - - - 2 <1 <1
japanica
3 Thalassiothrix sp - - - - - - - - - - - - 7 <1 1 - - -
4 T. fraunfeldi - - - - - - - - - - - - - - 2 <1 <1
216

Lampiran 7 (Lanjutan)

Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 Lokasi L2


RKL RBL RG RKL RBL RG
Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X

Cascinodiscuceae 1 Cascinodiscus sp 4 <1 <1 3 <1 <1 10 <1 1 1 <1 <1 - - - - - -


Cymbellaceae 1 Cymbella sp 1 24 <1 1 13 <1 1 22 <1 1 24 <1 2 2 <1 <1 79 2 3
2 Cymbella sp 2 - - - - - - 1 <1 <1 30 1 2 - - - 65 1 2

Dinophyceae Dinophysiidae 1 Pyrocistis 42 1 2 3 <1 <1 31 1 2 59 1 4 23 1 2 172 3 6


fusiformis
2 Dinophysis sp 2 <1 <1 - - - - - - - - - - - - - - -
3 Gonyaulax sp - - - - - - - - - 1 <1 <1 3 <1 <1 3 <1 <1
4 Warnowia sp - - - - - - - - - - - - 8 <1 1 7 <1 <1
Peridiniaceae 1 Peridiunus sp - - - - - - - - - 1 <1 <1 - - - 2 <1 <1
Cyanophyceae Oscillatoriaceae 1 Pelagothrix 42 1 2 - - - 14 <1 1 19 <1 1 1 <1 <1 137 1 1
clevei
2 Tricodesmium sp 93 2 5 5 <1 <1 236 5 12 67 1 5 4 <1 <1 724 14 25
3 Halosphora 5 <1 <1 3 <1 <1 9 <1 <1 6 <1 <1 3 <1 <1 16 <1 1
viridis
4 Chroococcus sp 416 8 24 378 8 26 836 17 43 234 5 17 405 8 29 238 5 8
5 Spirulina sp 1 4 <1 <1 1 <1 <1 - - - 2 <1 <1 - - - 10 <1 <1
6 Spirulina sp 2 - - - 1 <1 <1 - - - - - - 1 <1 <1 25 1 1
Chlorophyceae Desnidiaceae 1 Hyalotheca - - - - - - 1 <1 <1 3 <1 <1 3 <1 <1 12 <1 <1
dissiliens
2 Triploceras - - - 3 <1 <1 - - - - - - - - - - - -
gracile
Palmellaceae 1 Askenasyella 15 <1 1 5 <1 <1 - - - 2 <1 <1 - - - 60 1 2
chlamidopis
Chladophoraceae 1 Rhizoclonium sp - - - - - - 2 <1 <1 3 <1 <1 26 1 2 - - -
217

Lampiran 7 (Lanjutan)

Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 Lokasi L2


RKL RBL RG RKL RBL RG
Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X

Zygnematoceae 1 Zygnemopsis - - - - - - - - - 3 <1 <1 2 <1 <1 - - -


spiralis
2 Zygnema insigne - - - - - - - - - 8 <1 1 32 1 2 - - -
Chaetophoraceae 1 Chaetophora - - - - - - - - - 1 <1 <1 - - - - - -
incrassata
Rhodophyceae - 2 Fragmen alga 4 <1 <1 - - - 5 <1 <1 - - - - - - - - -
merah
Sarcodina Globorotalida 1 Globorotalis 42 1 2 13 <1 1 33 1 7 15 <1 2 13 <1 11 33 1 1
pumilio
2 G. scitula 1 <1 <1 1 <1 <1 - - - - - - - - - - - -
Globigerinidae 1 Globigerinita 16 <1 1 2 <1 <1 1 <1 <1 1 <1 <1 - - - 2 <1 <1
humilis
Foraminifera 1 Textularia 6 <1 <1 1 <1 <1 1 <1 <1 5 <1 <1 6 <1 <1 4 <1 <1
sagitulla
Copepoda Tachidiidae 1 Microsetella 4 <1 <1 - - - - - - - - - - - - 8 <1 <1
rosea
Acartiidae 1 Acartia sp 4 <1 <1 - - - 1 <1 <1 - - - - - - - - -
Euphausiidae 1 Euphausia sp 4 <1 <1 - - - - - - - - - - - - - - -
Calanidae 1 Calanus sp - - - - - - - - - 1 <1 <1 - - - - - -
Harpacticidae 1 Trigiopus 2 <1 <1 - - - - - - - - - - - - - - -
japonicus
Polyhemidae 1 Evadne sp 2 <1 <1 - - - - - - - - - - - - - -
Protobranchia Atlantanidae 1 Altanta inflata 28 1 2 6 <1 <1 - - - 2 <1 <1 2 <1 <1 - - -
2 Atlanta sp - - - 1 <1 <1 3 <1 <1 2 <1 <1 7 <1 1 30 1 1
2
Keterangan : Jlh : Jumlah; N : Kepadatan (Ind/mm ); X : Kelimpahan(%). RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar; RG : Rumpon Gewang.
218

Lampiran 7 (Lanjutan)

Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 Lokasi L2


RKL RBL RG RKL RBL RG
Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X

Peraclidae 1 Peraclis - - - 17 <1 1 - - - - - - - - - - - -


articulata
2 Peraclis sp 15 <1 1 - - - 2 <1 <1 6 <1 <1 5 <1 <1 14 <1
Demospongiae Spongillidae 1 Spongilla fragilis 42 1 2 11 <1 1 17 <1 1 11 <1 1 8 <1 1 21 <1 1
2 Spikul spongs - - - 8 <1 <1 6 <1 <1 10 <1 1 5 <1 <1 - - -
Urachordata/ Pyrosomidae 3 Platynereis - - - - - - 1 <1 <1 - - - - - - - - -
Tunicata dumerilli
Opisthobranchia Cavoliniidae 1 Creseis virgula 47 1 3 20 <1 1 10 <1 1 26 1 2 13 <1 1 58 1 2
2 C. acicula - - - 10 <1 1 20 <1 2 18 <1 1 - - - 18 <1 <1
Limacinidae 1 Limacina leseuri - - - 17 <1 1 - - - 1 <1 <1 - - - 6 <1 <1
Spirotrica Tintinnidae 1 Eutintinus sp 72 1 4 34 1 2 49 1 2 42 1 3 24 <1 2 46 1 2
2 Tintinopsis sp 3 <1 <1 1 <1 <1 - - - - - - 3 <1 <1 - - -
3 Amphorela 14 <1 1 5 <1 <1 5 <1 6 >1 >1 - - - - - -
brandti
Rhabdonellidae 1 Rhabdonella - - - - - - - - - - - - 1 <1 <1 - - -
elegans
Polychaeta Cytholaimidae 1 Chromadora sp 2 <1 <1 8 <1 1 3 <1 <1 - - - - - - 10 <1 <1
Ciliata Nassilidae 1 Clamydodon - - - - - - - - - - - - - - - 5 <1 <1
exocellatus
Bacteria - 1 Sprirochaeta - - - - - - 8 <1 <1 - - - - - - 41 1 1
splicatilis
Myxophyceae - 1 Anguillospora 30 1 2 71 1 5 68 1 3 34 2 2 10 <1 1 262 5 9
longissima
2 Fungi Imperfecti - - - 8 1 - - - - - - - - - - - -
3 Agmenelum - - - - - - 2 <1 <1 - - - 1 <1 <1 - - -
quadruplicatum
4 Fischerella sp - - - - - - - - - - - - - - - 1 <1 <1
Keterangan : Jlh : Jumlah; N : Kepadatan (Ind/mm2); X : Kelimpahan(%). RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar; RG : Rumpon Gewang.
219

Lampiran 8 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di
lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari

Kelompok/jenis ikan Lokasi L1 Lokasi L2


RKL RBL RKL RBL
I. Kelompok Famili Utama/Mayor
POMACENTRIDAE
1. Chromis margaritifer + + + +
2. C. ovalis - + - +
3. C. lepidolepis - + - -
4 Abudefduf bengalensis + + + +
5 Chrisiptera rollandi + - - +
6 C. parasema + - - -
7 C. unimaculata + + - -
8 Dascyllus aruanus - - - +
9 Amphiprion sp - + - -
10 Sufflamen chrysopterus - + - +
BALISTIDAE
1. Melichtys vidua + - - -
2 Balistapus undulatus - + - -
SCARIDAE
1 Scarus ghobbon + + + -
2 S. sordidus + - - -
3 S. bleekeri - + - -
APOGONIDAE
1 Apogon kallopterus + - + +
2 A. bandanensis - + - -
POMACANTHIDAE
1 Centropyge bicolor + - - +
2 C. tibicens - - - +
3 Genicanthus melanospilos - - - +
4 Pomacentrus nigromanus + - - -
OPHICTHIDAE
1 Myricthys colubrinus - - - +
EPHIPPHIDIDAE
1 Platax sp + - - -
Canthigaster valentini - + - +
SIGANIDAE
1 Siganus corallinus
PSEUDOCHROMIDAE
1 Pseodochromis sp + - - -
SCORPAENIDAE
1 Pterois volitans + + + -
CENTRISCIDAE
1 Aleoliscus strigatus - - - +
CAESIONIDAE
1 Pterocaesio diagramma - - - +
220

Lampiran 8 (Lanjutan)

Kelompok/jenis ikan Lokasi L1 Lokasi L2

II. Kelompok Target


ACANTHURIDAE
1 Acanthurus nigricans + - + -
2 A. mata + + + -
3 A. triotegus - - - +
4 A. bariena - + - -
5 A. pyroferus - + - -
6 Zanclus cornutus + - - -
7 Zanclus sp - - + -
8 Ctenochaetus striatus + + + -
9 Zebrasoma flaviscens + - - -
10 Naso caeruleocanda + - - -
LABRIDAE
1 Halichoeres scapularis + - - +
2 Hemigymnus fasciatus - - - +
3 Hologymnosus doliatus - + - -
4 Heniochus acuminatus + - - -
5 Bodianus ginulatus + - - -
6 Thalassoma lunare + - - -
7 Cheilinus trilobatus - + - -
SERRANIDAE
1 Epinephelus tauvina - - - +
2 E. merra + + - -
3 Pseudonthias dispar - + - -
MULLIDAE
1 Parupeneus bifasciatus + - + -
LETHRINIDAE
1 Lethrinus sp + - + -
LUTJANIDAE
1 Lutjanus sp + - + -
2 L.decussatus - - - +
HAEMULIDAE
1 Diagramma pictum - - - +
NEMIPTERIDAE
1 Scolopsis margaritifer - - - +
221

Lampiran 8 (Lanjutan)

Kelompok/jenis ikan Lokasi L1 Lokasi L2

III Kelompok Indikator


CHAETODONIDAE
1 Chaetodon kleinii + + + +
2 C. adiergastos - - - +
3 C. melanotus + - - -
4 C. trifasciatus + + - -
5 C. meyeri - + - -
6 C. baronessa - + - -
IV Kelompok Non Ikan Karang
DASYATITIDAE
1. Himantura uarnak + - - -
Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar.
222

Lampiran 9 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar bubu
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan
L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari

No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Lokasi L1 Lokasi L2


Ikan BRK BRB BTR BRK BRB BTR
I Kelompok Famili Utama/Mayor
POMACENTRIDAE
1 Abudefduf bengalensis + + + + - -
2 Dascyllus aruanus + + - + + -
3 D. trimaculatus - + - - - -
4 Chromis demidiata - - + - - -
5 C. lepidolepis + + - - - -
6 C. ovalis - + - - - +
7 C. margaritifer - + - + - -
8 Stegastes fasciolatus + - - - - -
9 Chrysiptera rollandi - + - - + -
10 C. unimaculata - - - - + -
11 C. talboti - - - - - +
12 Amblyglyphidodon curacao - - - - - +
13 Pomacanthus trilineatus - - - - + -
14 P. acanthops - + - - - -
APOGONIDAE
1 Apogon kallopterus + + + + + +
2 A. aureus - - + - - -
3 A bandanensis - - - - - +
Pomacanthidae
1 Centropyge tibicens - + - - - -
SCARIDAE
1 Scarus ghobban + + - + - -
2 S. bleekeri - - - + - -
HOLOCENTRIDAE
1 Myripristis sp - - + - - -
MALACANTHIDAE
1 Malacanthus sp + - - - - -
BALISTIDAE
1 Balistapus undulatus - - - - + -
2 Rhinecanthus sp - - - + - -
SCORPAENIDAE
1 Pterois volitans - - - + - -
CAESIONIDAE
1 Pterocaesio lativittata - + - - + -
2 Caesio terres - - - - - +
II Kelompok Target
ACANTHURIDAE
1 Ctenochaetus striatus + + + - - +
2 Acanthurus mata + + - - - -
3 A. bariena + - + - + -
4 Naso tuberosus - - + - - -
223

Lampiran 9 (Lanjutan)

No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Lokasi L1 Lokasi L2


Ikan BRK BRB BTR BRK BRB BTR
LABRIDAE
1 Thalassoma lunare + - - - - -
2 Labroides bicolor + - - - -
3 Hemigymnus melapterus - + - - + -
4 Hologymnosus doliatus - + - - - -
5 Halichoeres ornattisimus - - - + - -
SIGANIDAE
1 Siganus corallinus - - + - - -
LETHRINIDAE
1 Lethrinus lentjam - - - - - +
MULLIDAE
1 Parupeneus multifasciatus - - - + - +
HAEMULIDAE
1 Plectorhinchus lineatus - - - - + -
NEMIPTERIDAE
1 Pentapodus caninus - - - - - +
SERRANIDAE
1 Epinephelus merra - - - + - -
III Kelompok Indikator
CHAETODONTIDAE
1 Chaetodon kleinii + + + + + +
2 C. meyeri - - - - + +
3 C. robustus - - - - - +
IV Kelompok Non Ikan Karang
DASYATITIDAE
1 Himantura uarnak - - + - - -
MURAENIDAE
1 Gymnothorax javanicus - - - - - +
Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar; BTR : Bubu tanpa
rumpon.
224

Lampiran 10 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di
lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari

No. Kelompok/jenis ikan Lokasi L1 Lokasi L2 Total


RKL RBL RKL RBL
I. Kelompok Famili Utama /Mayor
POMACENTRIDAE
1. Chromis margaritifer 8 50 8 50 116
2. C. ovalis 0 70 0 70 140
3. C. lepidolepis 0 10 0 0 10
4 Abudefduf bengalensis 78 110 20 30 193
5 Chrisiptera rollandi 1 0 20 0 21
6 C. parasema 1 0 0 0 1
7 C. unimaculata 10 20 0 0 30
8 Dascyllus aruanus 0 0 0 3 3
9 Amphiprion sp 0 1 0 0 1
10 Sufflamen chrysopterus 0 2 0 2 4
11 Stegastes fasciolatus 0 0 0 2 2
BALISTIDAE
1 Melichtys vidua 1 0 0 0 1
2 Balistapus undulatus 0 1 0 0 1
SCARIDAE
1 Scarus ghobbon 5 1 2 0 8
2 S. sordidus 2 0 0 0 2
3 S. bleekeri 0 2 0 0 2
APOGINIDAE
1 Apogon kallopterus 67 0 69 15 151
2 A. bandanensis 0 50 0 0 50
POMACANTHIDAE
1 Centropyge bicolor 1 0 0 3 4
2 C. tibicens 0 0 0 9 9
3 Genicanthus melanospilos 0 0 0 2 2
4 Pomacentrus nigromanus 1 0 0 0 1
OPHICTHIDAE
1 Myricthys colubrinus 0 0 1 0 1
EPHIPPIDIDAE
1 Platax sp 2 0 0 0 2
TETRAODONTIDAE
1 Canthigaster valentini 0 1 0 1 2
SIGANIDAE
1 Siganus corrallinus 0 2 0 0 2
2 Pseodochromis sp 2 0 0 0 2
SCORPAENIDAE
1 Pterois volitans 3 0 1 0 4
CENTRISCIDAE
1 Aleoliscus strigatus 0 0 0 15 15
CAESIONIDAE
1 Pterocaesio diagramma 0 0 0 100 100
225

Lampiran 10 (Lanjutan)
No. Kelompok/jenis ikan Lokasi L1 Lokasi L2 Total
RKL RBL RKL RBL
II. Kelompok Target
ACANTHURIDAE
1 Acanthurus nigricans 1 0 1 0 2
2 A. mata 9 2 1 0 12
3 A. triotegus 0 0 0 2 2
4 A. bariena 0 1 0 0 1
5 A. pyroferus 0 4 0 0 4
6 Zanclus cornutus 2 0 0 0 2
7 Zanclus sp 0 0 2 0 2
8 Ctenochaetus striatus 45 5 31 0 81
9 Zebrasoma flaviscens 1 0 0 0 1
10 Naso caeruleocanda 1 0 0 0 1
LABRIDAE
1 Halichoeres scapularis 2 0 0 2 4
2 Hemigymnus fasciatus 0 0 0 1 1
3 Hologymnosus doliatus 0 10 0 0 10
4 Heniochus acuminatus 3 0 0 0 3
5 Bodianus ginulatus 1 0 0 0 1
6 Thalassoma lunare 2 0 0 0 2
7 Cheilinus trilobatus 0 3 0 0 3
SERRANIDAE
1 Epinephelus tauvina 0 0 0 2 2
2 E. merra 3 3 0 0 6
3 Pseudonthias dispar 0 9 0 0 9
MULLIDAE
1 Parupeneus bifasciatus 2 0 0 1 3
LETHRINIDAE
1 Lethrinus sp 8 0 1 0 9
LUTJANIDAE
1 Lutjanus sp 5 0 5 0 10
2 L.decussatus 0 0 0 2 2
HAEMULIDAE
1 Diagramma pictum 0 0 0 4 4
NEMIPTERIDAE
1 Scolopsis margaritifer 0 0 0 4 4
226

Lampiran 10 (Lanjutan)
No. Kelompok/jenis ikan Lokasi L1 Lokasi L2 Total
RKL RBL RKL RBL
III. Kelompok Indikator
CHAETODONTIDAE
1 Chaetodon kleinii 6 1 4 27 35
2 C. adiergastos 0 0 0 20 20
3 C. melanotus 4 0 0 0 6
4 C. trifasciatus 1 2 0 0 3
5 C. meyeri 0 10 0 0 10
6 C. baronessa 0 8 0 0 8
IV Kelompok Non Ikan Karang
DASYATITIDAE
1. Himantura uarnak 1 0 0 0 1
Total 279 378 166 367 1190
Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar.
227

Lampiran 11 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar bubu
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan
L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari

No Jenis Ikan Lokasi L1 Lokasi L2 Total


BRK BRB BTR BRK BRB BTR
No Kelompok Famili Utama/Mayor
POMACENTRIDAE
1 Abudefduf bengalensis 70 26 200 50 0 0 346
2 Dascyllus aruanus 4 9 0 8 2 0 23
3 D. trimaculatus 0 11 0 0 0 0 11
4 Chromis demidiata 0 0 10 0 0 0 10
5 C. lepidolepis 1 5 0 0 0 0 6
6 C. ovalis 0 50 0 0 0 30 80
7 C. margaritifer 0 20 0 1 0 0 21
8 Stegastes fasciolatus 20 0 0 0 0 0 20
9 Chrysiptera rollandi 0 5 0 0 5 0 10
10 C. unimaculata 0 0 0 0 5 0 5
11 C. talboti 0 0 0 0 0 3 3
12 Amblyglyphidodon curacao 0 0 0 0 0 1 1
13 Pomacanthus trilineatus 0 0 0 0 5 0 5
14 P. acanthops 0 5 0 0 0 0 5
APOGONIDAE
1 Apogon kallopterus 15 30 3 101 22 3 174
2 A. aureus 0 0 15 0 0 0 15
3 A bandanensis 0 0 0 0 0 28 28
POMACANTHIDAE
1 Centropyge tibicens 0 1 0 0 0 0 1
SCARIDAE
1 Scarus ghobban 2 5 0 1 0 0 8
2 S. bleekeri 0 0 0 1 0 0 1
HOLOCENTRIDAE
1 Myripristis sp 0 0 1 0 0 0 1
Malacanthidae
1 Malacanthus sp 15 0 0 0 0 0 15
BALISTIDAE
1 Balistapus undulates 0 0 0 0 2 0 2
2 Rhinecanthus sp 0 0 0 1 0 0 1
SCORPAENIDAE
1 Pterois volitans 0 0 0 1 0 0 1
CAESIONIDAE
1 Pterocaesio lativittata 0 50 0 0 50 0 100
2 Caesio terres 0 0 0 0 0 20 20
II Kelompok Target
ACANTHURIDAE
1 Ctenochaetus striatus 35 6 6 0 0 10 57
2 Acanthurus mata 3 8 0 0 0 0 11
3 A. bariena 7 0 3 0 4 0 14
4 Naso tuberosus 0 0 4 0 0 0 4
228

Lampiran 11 (Lanjutan)

No Jenis Ikan Lokasi L1 Lokasi L2 Total


BRK BRB BTR BRK BRB BTR
LABRIDAE
1 Thalassoma lunare 3 0 0 0 0 0 3
2 Labroides bicolor 1 0 0 0 0 0 1
3 Hemigymnus melapterus 0 1 0 0 1 0 2
4 Hologymnosus doliatus 0 1 0 0 0 0 1
5 Halichoeres ornattisimus 0 0 0 20 0 0 20
SIGANIDAE
1 Siganus corallinus 0 0 2 0 0 0 2
LETHRINIDAE
1 Lethrinus lentjam 0 0 0 0 0 2 2
MULLIDAE
1 Parupeneus multifasciatus 0 0 0 5 0 1 6
HAEMULIDAE
1 Plectorhinchus lineatus 0 0 0 0 2 0 2
NEMIPTERIDAE
1 Pentapodus caninus 0 0 0 0 0 100 100
SERRANIDAE
1 Epinephelus merra 0 0 0 1 0 0 1
III Kelompok Indikator
CHAETODONTIDAE
1 Chaetodon kleinii 8 9 22 20 4 5 68
2 C. meyeri 0 0 0 0 10 10 20
3 C. robustus 0 0 0 0 0 1 1
IV Kelompok Non Ikan Karang
DASYATITIDAE
1 Himantura uarnak 0 0 1 0 0 0 1
MURAENIDAE
1 Gymnothorax javanicus 0 0 0 0 0 1 1
Total 184 242 267 210 112 215 1230
Keterangan : BRK : Bubu Rumpon Kecil; BRB : Bubu Rumpon Besar; BTR : Bubu Tanpa
Rumpon.
229

Lampiran 12 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon

No. Jenis ikan Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan rumpon
Depan Belakang Melawan Naik Bolak Bergerak Bergerak Vertikal Atas Samping Pertnghan Dlm Masuk Singgah Lsng
arus turun balik melingkar melingkar keluar sbntar pergi
searah jarum lalu
jam pergi
1 Chromis margaritifer
2 Diagrama pictum
3 Pterocaesio diagramma
4 Zanclus cornutus
5 Zanckus sp
6 Pseudonthias dispar
7 Hologymnosus doliatus
8 Pseudochromis sp
9 Chromis lepidolepis
10 C. ovalis
11 Abudefduf bengalensis
12 Sufflamen chrysopterus
13 Chrysipetra rollandi
14 Apogon kallopterus
15 Centropyge bicolor
16 Thalassoma lunare
17 Chrysiptera parasema
18 C. unimaculata
19 Apogon bandanensis
20 Siganus corallinus
21 Acanthurus nigricans
230

Lampiran 12 (Lanjutan)

No. Jenis ikan Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan rumpon
Depan Melawan Naik Bolak Bergerak Bergerak Vertikal Atas Samping Pertnghan Dlm Masuk Singgah Lsng
Belakang arus turun balik melingkar melingkar keluar sbntar pergi
searah jarum lalu
jam pergi
22 Scarus ghobban
23 Melichtys vidua
24 Scarus sordidus
25 S. . bleekeri
26 Dascyllus aruanus
27 Rhinecanthus sp
28 Himantura uarnak
29 Myrichtys colubrinus
30 Pamacentrus trilineatus
31 Bodianus ginulatus
32 Amphiprion sp
33 Balistapus undulatus
34 Acanthurus bariena
35 Genicanthus
melanospilos
36 Centropyge tibicens
37 Epinephelus merra
38 Chaetodon melanotus
39 Platax sp
40 Naso caeruleocanda
41 Hemigymnus fasciatus
42 Halichoeres scapularis
43 Pterois volitans
231

Lampiran 12 (Lanjutan)

No. Jenis ikan Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan rumpon
Depan Belakang Melawan Naik Bolak Bergerak Bergerak Vertikal Atas Samping Pertnghan Dlm Masuk Singgah Lsng
arus turun balik melingkar melingkar keluar sbntar pergi
searah jarum lalu
jam pergi
44 Canthigaster valentini
45 Acanthurus pyroferus
46 A. mata
47 A. triotegus
48 Heniochus acuminatus
49 Ctenochaetus striatus
50 Zebrasoma flavicens
51 Chaetodon kleinii
52 Parupeneus bifasciatus
53 Cheillinus trilobatus
54 Lethrinus sp
55 Lutjanus sp
56 Chaetodon trifasciatus
57 C. meyeri
58 C. baronessa
59 C. adiergastos
60 Lutjanus decussatus
61 Epinephelus tauvina
62 Aeoliscus strigatus
63 Scolopsis margaritifer
Jumlah spesies ikan 57 5 4 29 14 7 10 1 24 25 1 1 4 2 2
Proporsi (%) 90 8 6 46 22 11 16 2 38 40 2 2 6 3 3
232

Lampiran 13 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar bubu
No. Jenis ikan Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan bubu

Depan Samping Belakang Melawan Naik Bolak Menyusuri Menyusuri Atas Samping Depan Dasar Langsung
arus turun balik dinding dinding bubu mulut pergi
bubu searah jarum bubu
jam
1 Abudefduf bengalensis
2 Chromis lepidolepis
3 C. ovalis
4 C. demidiata
5 C. margaritifer
6 Apogon bandanensis
7 Halichoeres ornattisimus
8 Pterocaesio lativittata
9 Pentapodus caninus
10 Dascyllus aruanus
11 D. trimaculatus
12 Stegastes fasciolatus
13 Chrysiptera rollandi
14 C. talboti
15 Acanthurus bariena
16 Lethrinus lentjam
17 Caesio terres
18 Rhinecanthus sp
19 Apogon kallopterus
20 A. aureus
21 Centropyge tibicens
22 Chaetodon kleinii
23 Ctenochaetus striatus
24 Naso tuberosus
233

Lampiran 13 (Lanjutan)
No. Jenis ikan Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan bubu
Depan Samping Belakang Melawan Naik Bolak Menyusuri Menyusuri Atas Samping Depan Dasar Langsung
arus turun balik dinding dinding bubu mulut pergi
bubu searah jarum bubu
jam
25 Pomacanthus acanthops
26 Myripristis sp
27 Hemigymnus melapterus
28 Parupeneus multifasciatus
29 Scarus bleekeri
30 S. ghobban
31 Malacanthus sp
32 Acanthurus mata
33 Siganus corallinus
34 Thalassoma lunare
35 Labroides bicolor
36 Pomacanthus trilineatus
37 Chaetodon robustus
38 Pterois volitans
39 Hologymnosus doliatus
40 Himantura uarnak
41 Plectorhinchus lineatus
42 Chrysiptera unimaculata
43 Amblyglyphidodon
curacao
44 Balistapus undulatus
45 Epinephelus merra
46 Gymnothorax javanicus
47 Chaetodon meyeri
Jumlah spesies ikan 37 1 10 9 24 5 6 2 21 30 1 1 6
Presentase (%) 79 2 21 19 50 11 13 4 45 64 2 2 13
234

Lampiran 14 Pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di luar dan di dalam
bubu

No Jenis Ikan Tingkah laku ikan di sekitar dan di dalam bubu

1. Thalassoma lunare Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik
dari depan ke belakang dan sebaliknya, masuk ke
dalam bubu lurus dari depan, di dalam bubu
bergerak bolak balik
2. Chaetodon kleinii Datang dari depan mengelilingi dinding bubu,
bergerak di atas dan di samping bubu, masuk ke
dalam bubu dari samping kiri atau kanan, di dalam
bubu bergerak naik turun, bolak balik mengitari
dinding mulut bubu searah jarum jam dengan
gerakan sangat cepat, terlihat agak panik, kemudian
meloloskan diri
3. Amblyglyphidodon Bermain di depan dan di samping mulut bubu,
curacao masuk ke dalam bubu dari samping kiri atau kanan
dan di dalam bubu bergerak bolak balik dan naik
turun
4. Centropyge bicolor Bergerak lurus dari depan kebelakang dan
sebaliknya, bergerak naik turun, bergerak lurus dari
depan langsung masuk ke dalam bubu, di dalam
bubu bergerak bolak balik, naik turun dengan
gerakan sangat cepat dan mengitari dinding mulut
bubu searah jarum jam
5. Zebrasoma scopas Berada di depan mulut bubu, berputar-putar di
dalam mulut bubu, kemudian masuk kedalam bubu,
di dalam bubu bergerak bolak balik
6. Chrysiptera talboti Berada di depan mulut bubu, bergerak naik turun
dari depan ke belakang dan sebaliknya, bergerak di
samping bubu, lalu masuk kedalam bubu, di dalam
bubu bergerak bolak balik, naik turun dengan
gerakan sangat cepat dan terlihat panik sambil
mengitari dinding mulut bubu searah jarum jam
7. Chromis lepidolepis Berputar-putar di depan mulut bubu lalu masuk ke
dalam bubu, di dalam bubu bergerak bolak balik,
kemudian meloloskan diri
8. Cheilinus diagrammus Berputar-putar di depan mulut bubu, lalu masuk
dari samping ke dalam mulut bubu terus ke dalam
bubu dan di dalam bubu bergerak bolak balik
9. Ctenochaetus striatus Menyusuri dinding bubu, bergerak bolak balik dari
belakang ke depan dan sebaliknya, bergerak bolak
balik, naik turun mengitari dinding mulut bubu
searah jarum jam
235

Lampiran 14 (Lanjutan)

No Jenis Ikan Tingkah laku ikan di sekitar dan di dalam bubu

10. Cantherhines pardalis Bergerak bolak balik dari depan ke belakang dan
sebaliknya di atas bubu, menuju depan mulut bubu,
masuk kemulut bubu sambil berputar-putar di
mulut bubu, lalu masuk ke dalam bubu. Di dalam
bubu bergerak bolak balik, naik turun mengitari
dinding mulut bubu searah jarum jam
11. Cirrithicthys sp Datang dari samping bubu, lalu masuk lurus ke
dalam bubu. Di dalam bubu bergerak bolak balik,
naik turun
12. Cheilinus trilobatus Bergerak mengelilingi dinding bubu, bergerak
bolak balik di depan mulut bubu, masuk ke dalam
mulut bubu sambil berputar-putar di dalam mulut
ubu, lalu masuk ke dalam bubu. Di dalam bubu
bergerak bolak balik
13. Naso tuberosus Berada di dasar, dan depan bubu, masuk ke dalam
bubu dan di dalam bubu bergerak bolak balik dan
naik turun
14. Chaetodon melanotus Berada di dasar, samping dan depan bubu, masuk
keluar mulut bubu, lalu masuk ke dalam bubu dan
meloloskan diri
15. Sargocentron sp Bermain di mulut bubu, masuk keluar dan berputar-
putar di mulut bubu, dan masuk ke dalam bubu,
kemudian meloloskan diri
16. Dascyllus albisella Bergerak bolak balik di samping bubu, masuk dan
berputar-putar di dalam mulut bubu, lalu masuk ke
dalam bubu. Di dalam bubu bergerak bolak balik
dan naik turun
17. Scarus ghobban Bergerak aktif di atas dan di samping bubu, lalu
masuk ke dalam bubu, di dalam bubu bergerak
bolak balik dan naik turun
236

Lampiran 15 Jumlah dan lama waktu setiap spesies ikan karang masuk dan
meloloskan diri dari dalam bubu

No Jenis Ikan Jumlah Lama Waktu


Masuk ke Bubu Meloloskan diri dari
(menit) dalam Bubu (menit)
1. Thalassoma lunare 1 13 105
2. Chaetodon kleinii 1 35 -
2 81 -
3 50 -
4 54 -
5 30 195
3. Amblyglyphidodon 1 59 -
curacao
4. Centropyge bicolor 1 33 -
5. Zebrasoma scopas 1 98 -
6. Chrysiptera talboti 1 172 -
2 181 -
3 197 -
7. Chromis lepidolepis 1 143 79
8. Cheilinus 1 154 -
diagrammus
9. Ctenochaetus striatus 1 79 -
2 141 -
3 179 -
10. Cantherhines 1 66 -
pardalis
2 96 -
3 117 -
4 183 -
5 208 -
11. Cirrithicthys sp 1 163 -
12. Cheilinus trilobatus 1 196 -
13. Naso tuberosus 1 196 -
14. Chaetodon melanotus 1 44 17
2 188 -
15. Sargocentron sp 1 196 39
16. Dascyllus albisella 1 156 -
2 195 -
3 203 -
17. Scarus ghobban 1 118 -
2 143 -
Keterangan : Pengamatan dilakukan saat bubu di pasang dalam keramba pada
jam 11.45 – 17.00.
237

Lampiran 16 Beberapa jenis ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu

Scarus ghobban Amblyglyphidodon curacao

Abudefduf bengalensis Apogon kallopterus

Sufflamen chrysopterus Chaetodon kleinii


238

Lampiran 17 Pengelompokkan kisaran panjang ikan hasil tangkapan bubu


dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon

Kelompok Ikan No Jenis Ikan Kisaran Panjang


(cm)
Kelompok Famili Utama/Mayor
POMACENTRIDAE 1 Chromis ternatensis 10,0-20,0
2 C.ovalis 4,0-11,5
3 C.lepidolepis 3.6-11,4
4 Chrysiptera talboti 5,4-10,0
5 Amblyglyphidodon 5,2-14,8
curacao
6 Dascyllus albisella 19,5
7 D.aruanus 6,5
8 Abudefduf sordidus 7,9-10,0
9 A. bengalensis 3,5
10 Pomacentrus 6,0-8,0
moluccensis
11 Plectroglyphidodon 7,0
lacrymatus
12 Stegastes fasciolatus 4,8-6,0
POMACANTHIDAE 1 Centropyge heraldi 5,7
2 C. vroliki 10,5
3 C.bicolor 6,0-11,5
4 C.tibicens 6,3-10,0
5 Chaetodontoplus 14,0
mesoleucus
APOGONIDAE 1. Apogon kallopterus 6,7 – 11,4
2 A.bandanensis 7,1-9,0
3 A.aureus 7,1-11,7
4 A.hartzfeldi 9,0
5 A.compressus 8,9-10,0
6 A.fraenatus 7,0
7 Cheilodipterus 6,5-9,9
quinquelinetus
8 C. macrodon 8,2 – 10,8
TETRAODONTIDAE 1 Canthigaster valentini 3,5 – 11,3
2 C.solandri 6,5-12,0
3 C. bennetti 7,5
4 Arothron stellatus 10,5-26,5
MONACANTHIDAE 1. Cantherhines pardalis 9,5 – 22,1
2 C. fronticinthus 18,5-21,2
3 Paraluterus prionurus 5,2-7,9
4 Pervagor aspricaudus 13,5
239

Lampiran 17 (Lanjutan)
Kelompok Ikan No Jenis Ikan Kisaran Panjang
(cm)
SCARIDAE 1 Calotomus spinidens 8,0 – 17,0
2 Scarus ghobban 4,0-27,5
3 S.schlegeli 18,0-25,6
4 S. pyrrhurus 8,7-10,1
5 S.flavipectoralis 24,5
6 S. sordidus 25,0
PSEUDOCHROMIDAE 1 Pseudomonacanthus 14,5 – 24,0
macrurus
BLENIIDAE 1 Meiacanthus grammistes 6,0-8,0
BALISTIDAE 1 Balistapus undulatus 9,8-21,0
2 Sufflamen chrysopterus 13,3
OSTRACIIDAE 1 Ostracion sp 10,0
EPHIPPIDIDAE 1 Platax sp 9,1
CIRRHITIDAE 1 Cirrhitichtys sp 6,3-11,3
CAESIONIDAE 1 Pterocaesio diagramma 15,6
2 P. tile 13,5-16,4
HOLOCENTRIDAE 1 Sargocentron rubrum 5,6-14,0
2 Myripristis sp 13,4-18,0
3 Myripristis kuntee 10,0-16,1
4 Oistichtys kaianus 10,5-11,0
Aulostomidae 1. Aulostomus sinensis 39,2
KELOMPOK TARGET
ACANTURIDAE 1 Acanthurus bariena 12,0-21,3
2 A. xanthopterus 26,0
3 A. mata 24,0
4 A. nigricans 27,3
5 Ctenochaetus striatus 3,7- 27,0
6 Zebrasoma scopas 11,0-13,9
7 Naso tuberosus 34,5
1 Epinephelus 12,0
SERRANIDAE polophekadion
2 E.microdon 27,0
3 E. hexagonatus 20,8
4 E. caeroleopunctatus 22,0-31,5
5 E.fasciatus 17,7-25,6
6 E.merra 13,8-22,1
7 E. tauvina 20,0
8 Cephalopolis miniata 23,0-75,0
9 C.orgus 15,1
10 C. boenak 12,5-15,5
240

Lampiran 17 (Lanjutan)
Kelompok Ikan No Jenis Ikan Kisaran Panjang
(cm)
1 Thalassoma lunare 11,7 – 14,0
2 Hologymnosus sp 9,0-20,5
3 Hologymnosus doliatus 9,5-16,5
4 Cheilinus diagramnus 3,5 -12,5
5 C.chlorurus 7,8-24,6
6 C.trilobatus 7,9-19,5
7 C. lunulatus 13,0
8 C. bimaculatus 6,0-13,6
9 C. orientalis 10,0-10,5
10 Bodianus diana 12,6-15,5
11 Halichoeres m 10,0-12,5
melanurus
12 H. nebulosus 29,9
13 H. ornatissimus 8,5
14 Halichoeres sp 8,0-11,5
15 Chaerodon sp 12,0
16 Cheilo inermis 23,5
SIGANIDAE 1 Siganus punctatus 6,3 – 30,0
2 S. luridus 9,2-24,7
3 S. stellatus 11,0-17,7
4 S. doliatus 6,6-18,1
5 S. argenteus 10,0-25,0
6 S. rivulatus 14,0-20,0
7 S. canaliculatus 24,0
8 S.corallinus 7,1-16,5
9 S. guttatus 24,1-25,2
10 S. vulpinus 19,5-20,5
LETHRINIDAE 1 Lethrinus ornatus 27,0
2 L.semicinctus 9,5-18,0
3 L. variegatus 14,1
MULLIDAE 1 Parupeneus 19,6
barberinoides
2 Upeneus multifasciatus 13,1

KELOMPOK INDIKATOR
CHAETODONTIDEA 1 Chaetodon kleinii 3,0-13,5
2 Coradion chrysozonus 13,0
3 C. mertensii 9,0-11,0
4 C. melanotus 12,4-14,9
241

Lampiran 18 Analisis uji ”t” terhadap hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon pada penangkapan malam dan siang
hari di lokasi L1 dan L2.

Two-Sample T-Test and CI: BRK1m, BRB1m


Two-sample T for BRK1m vs BRB1m

N Mean StDev SE Mean


BRK1m 24 3.04 3.26 0.67
BRB1m 24 2.75 2.54 0.52

Difference = mu BRK1m - mu BRB1m


Estimate for difference: 0.292
95% CI for difference: (-1.411, 1.994)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.35 P-Value = 0.731 DF = 43

Two-Sample T-Test and CI: BRK1s, BRB1s


Two-sample T for BRK1s vs BRB1s

N Mean StDev SE Mean


BRK1s 24 2.92 3.11 0.63
BRB1s 24 3.29 3.67 0.75

Difference = mu BRK1s - mu BRB1s


Estimate for difference: -0.375
95% CI for difference: (-2.351, 1.601)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.38 P-Value = 0.704 DF = 44

Two-Sample T-Test and CI: BRB1m, BTR1m


Two-sample T for BRB1m vs BTR1m

N Mean StDev SE Mean


BRB1m 24 2.75 2.54 0.52
BTR1m 24 2.63 3.21 0.66

Difference = mu BRB1m - mu BTR1m


Estimate for difference: 0.125
95% CI for difference: (-1.562, 1.812)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.15 P-Value = 0.882 DF = 43
242

Two-Sample T-Test and CI: BRB1s, BTR1s


Two-sample T for BRB1s vs BTR1s

N Mean StDev SE Mean


BRB1s 24 3.29 3.67 0.75
BTR1s 24 2.25 2.23 0.46

Difference = mu BRB1s - mu BTR1s


Estimate for difference: 1.042
95% CI for difference: (-0.733, 2.816)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.19 P-Value = 0.242 DF = 37

Two-Sample T-Test and CI: BRK1m, BTR1m


Two-sample T for BRK1m vs BTR1m

N Mean StDev SE Mean


BRK1m 24 3.04 3.26 0.67
BTR1m 24 2.63 3.21 0.66

Difference = mu BRK1m - mu BTR1m


Estimate for difference: 0.417
95% CI for difference: (-1.467, 2.300)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.45 P-Value = 0.658 DF = 45

Two-Sample T-Test and CI: BRK1s, BTR1s


Two-sample T for BRK1s vs BTR1s

N Mean StDev SE Mean


BRK1s 24 2.92 3.11 0.63
BRB1s 24 2.25 2.23 0.46

Difference = mu BRK1s - mu BTR1s


Estimate for difference: 0.667
95% CI for difference: (-0.910, 2.243)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.85 P-Value = 0.398 DF = 41
243

Two-Sample T-Test and CI: BRK2m, BRB2m


Two-sample T for BRK2m vs BRB2m

N Mean StDev SE Mean


BRK2m 24 1.63 1.69 0.34
BRB2m 24 2.58 2.12 0.43

Difference = mu BRK2m - mu BRB2m


Estimate for difference: -0.958
95% CI for difference: (-2.076, 0.159)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.73 P-Value = 0.091 DF = 43

Two-Sample T-Test and CI: BRK2s, BRB2s


Two-sample T for BRK2s vs BRB2s

N Mean StDev SE Mean


BRK2s 24 2.92 2.39 0.49
BRB2s 24 2.63 2.98 0.61

Difference = mu BRK2s - mu BRB2s


Estimate for difference: 0.292
95% CI for difference: (-1.280, 1.864)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.37 P-Value = 0.710 DF = 43

Two-Sample T-Test and CI: BRK2m, BTR2m


Two-sample T for BRK2m vs BTR2m

N Mean StDev SE Mean


BRK2m 24 1.63 1.69 0.34
BTR2m 24 2.38 2.20 0.45

Difference = mu BRK2m - mu BTR2m


Estimate for difference: -0.750
95% CI for difference: (-1.893, 0.393)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.32 P-Value = 0.193 DF = 43
244

Two-Sample T-Test and CI: BRK2s, BTR2s


Two-sample T for BRK2s vs BTR2s

N Mean StDev SE Mean


BRK2s 24 2.92 2.39 0.49
BTR2s 24 4.08 3.62 0.74

Difference = mu BRK2s - mu BTR2s


Estimate for difference: -1.167
95% CI for difference: (-2.959, 0.626)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.32 P-Value = 0.196 DF = 39

Two-Sample T-Test and CI: BRB2m, BTR2m


Two-sample T for BRB2m vs BTR2m

N Mean StDev SE Mean


BRB2m 24 2.58 2.12 0.43
BTR2m 24 2.38 2.20 0.45

Difference = mu BRB2m - mu BTR2m


Estimate for difference: 0.208
95% CI for difference: (-1.050, 1.467)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.33 P-Value = 0.740 DF = 45

Two-Sample T-Test and CI: BRB2s, BTR2s


Two-sample T for BRB2s vs BTR2s

N Mean StDev SE Mean


BRB2s 24 2.63 2.98 0.61
BTR2s 24 4.08 3.62 0.74

Difference = mu BRB2s - mu BTR2s


Estimate for difference: -1.458
95% CI for difference: (-3.387, 0.470)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.52 P-Value = 0.135 DF = 44

You might also like