Professional Documents
Culture Documents
KInerja Karyawan - Rina Yuniarti, Rudy Irwansyah
KInerja Karyawan - Rina Yuniarti, Rudy Irwansyah
net/publication/352508187
CITATIONS READS
0 318
1 author:
Ni Kadek Suryani
Institut Desain dan Bisnis Bali
41 PUBLICATIONS 90 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Ni Kadek Suryani on 18 June 2021.
KINERJA KARYAWAN
(TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIS)
Tim Penulis:
Rina Yuniarti, Rudy Irwansyah, Muhammad Ardi Nupi Hasyim, Pedi Riswandi,
Sovi Septania, Alfi Rochmi, Febrianty, I Gede Bayu Wijaya, Febria Sri Handayani,
Bambang, Amanda Setiorini, Meilaty Finthariasari & Khairul Bahrun, Daniel J I Kairupan,
Sri Ekowati, Nurhikmah, Ni Kadek Suryani, Indah Suprabawati Kusuma Negara.
Desain Cover:
Ridwan
Tata Letak:
Aji Abdullatif R
Editor:
Elan Jaelani
Scopus ID 57215717989
ISBN:
978-623-6092-61-3
Cetakan Pertama:
Mei, 2021
PENERBIT:
WIDINA BHAKTI PERSADA BANDUNG
(Grup CV. Widina Media Utama)
Komplek Puri Melia Asri Blok C3 No. 17 Desa Bojong Emas
Kec. Solokan Jeruk Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat
PRAKATA
Rasa syukur yang teramat dalam dan tiada kata lain yang patut kami
ucapkan selain mengucap rasa syukur. Karena berkat rahmat dan karunia
Tuhan Yang Maha Esa, buku yang berjudul “Kinerja Karyawan (Tinjauan
Teori dan Praktis)” telah selesai disusun dan berhasil diterbitkan, semoga
buku ini dapat memberikan sumbangsih keilmuan dan penambah
wawasan bagi siapa saja yang memiliki minat terhadap pembahasan
tentang Kinerja Karyawan (Tinjauan Teori dan Praktis).
Akan tetapi pada akhirnya kami mengakui bahwa tulisan ini terdapat
beberapa kekurangan dan jauh dari kata sempurna, sebagaimana pepatah
menyebutkan “tiada gading yang tidak retak” dan sejatinya
kesempurnaan hanyalah milik Tuhan semata. Maka dari itu, kami dengan
senang hati secara terbuka untuk menerima berbagai kritik dan saran dari
para pembaca sekalian, hal tersebut tentu sangat diperlukan sebagai
bagian dari upaya kami untuk terus melakukan perbaikan dan
penyempurnaan karya selanjutnya di masa yang akan datang.
Terakhir, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak
yang telah mendukung dan turut andil dalam seluruh rangkaian proses
penyusunan dan penerbitan buku ini, sehingga buku ini bisa hadir di
hadapan sidang pembaca. Semoga buku ini bermanfaat bagi semua pihak
dan dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan ilmu pengetahuan
di Indonesia.
Mei, 2021
Tim Penulis
iii
penerbitwidina@gmail.com
DAFTAR ISI
iv
penerbitwidina@gmail.com
v
penerbitwidina@gmail.com
vi
penerbitwidina@gmail.com
vii
penerbitwidina@gmail.com
viii
penerbitwidina@gmail.com
A. PENDAHULUAN
Perusahaan yang berkembang merupakan keinginan setiap individu
yang ada dalam perusahaan, sehingga mendorong perusahaan untuk
bersaing dan mengikuti perkembangan zaman. Kemajuan perusahaan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya kinerja karyawan. Kinerja
karyawan adalah prestasi yang dicapai seseorang atau kelompok
berdasarkan wewenang dan tanggung jawabnya selaras dengan tujuan
organisasi secara efisien dan efektif. Robbins (2006), menjelaskan terdapat
enam indikator kinerja karyawan meliputi (1) Kualitas berasal dari persepsi
karyawan terhadap kualitas pekerjaan, (2) Kuantitas merupakan jumlah
yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus
aktivitas yang diselesaikan, (3) Ketepatan waktu merupakan tingkat
aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan dilihat dari sudut
koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia
untuk aktivitas lain, (4) Efektivitas merupakan tingkat penggunaan sumber
daya organisasi (tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan
dengan maksud menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan
sumber daya, (5) Kemandirian merupakan tingkat seseorang karyawan
penerbitwidina@gmail.com
yang nantinya akan dapat menjalankan tugas kerjanya, dan (6) Komitmen
kerja merupakan komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab
karyawan terhadap kantor. Organisasi perusahaan didirikan untuk
mencapai tujuannya. Salah satu kegiatan yang paling lazim di lakukan
dalam organisasi adalah kinerja karyawan, yaitu bagaimana ia melakukan
segala sesuatu yang berhubungan dengan sesuatu pekerjaan atau peranan
dalam organisasi
D. INDIKATOR KINERJA
Menurut Hersey et al. (1996), ada tujuh indikator kinerja, yaitu:
1. Tujuan, merupakan keadaan yang berbeda secara aktif yang dicari
seseorang untuk mencapai tujuan organisasi. Tujuan menunjukkan
arah yang jelas terkait kinerja yang akan dilakukan. Kinerja individu
dikatakan berhasil jika adanya kolaborasi dengan kinerja kelompok
dan organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Standar, memiliki peran penting mengenai kapan waktunya suatu
tujuan dapat diselesaikan. Standar menentukan kinerja seseorang
dikatakan gagal atau berhasil sesuai dengan kesepakatan yang dibuat
antara atasan dan bawahan
Kelemahan metode ini adalah penilai meskipun seorang ahli, tetap tidak
bebas dari bias tertentu, dan membutuhkan biaya mahal dalam
mendatangkan para ahli professional.
H. RANGKUMAN MATERI
Kinerja karyawan merupakan hasil kerja seseorang secara kualitas dan
kualitas sesuai dengan standar yang telah ditentukan berdasarkan
tanggung jawab yang diberikan. Alasan perusahaan melakukan penilaian
kinerja, (1). Manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja
karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di
bidang SDM di masa yang akan datang. (2). Manajer memerlukan alat yang
memungkinkan untuk membantu karyawan memperbaiki kinerja,
merencanakan pekerjaan, mengembangkan karier dan memperkuat
kualitas hubungan antar manajer dengan karyawan, (3). Memiliki
kemampuan tentang gambaran kinerja karyawan. (4). Memiliki
pemahaman terkait format skala dan instrumennya. (5). Termotivasi untuk
melakukan pekerjaan rating secara sadar
Kegunaan penilaian kinerja karyawan dilihat dari berbagai perspektif
pengembangan perusahaan, yaitu: (1) Memudahkan manajemen untuk
melakukan kesepakatan secara objektif dan rasional dengan karyawan (2).
Terjadinya umpan balik pihak yang terlibat untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerja karyawan (3). Memudahkan dalam mengambil
keputusan terkait pemberian upah atau bonus atau kompensasi lainnya
atas prestasi kerja karyawan. (4). Membantu dalam melakukan promosi,
keputusan penempatan, perpindahan, dan penurunan jabatan didasarkan
prestasi kerja. (5). Merekomendasikan pelatihan dan pengembangan bagi
peningkatan kinerja karyawan (6). Umpan balik dijadikan panduan dalam
perencanaan dan pengembangan karier karyawan
DAFTAR PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Persaingan di segala bidang saat ini, tak terkecuali di bidang bisnis,
sangat ketat dirasakan oleh para pebisnis. Hal ini juga membuat dinamika
persaingan pada perusahaan-perusahaan dalam suatu industri pun
semakin tinggi. Perusahaan secara tak langsung dituntut untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen dan mitra bisnisnya.
Sejalan dengan perkembangan ketatnya persaingan bisnis, kondisi
seperti ini juga menyebabkan sumber daya manusia (SDM), dituntut untuk
menampilkan performa (kualitas kerja) yang terbaik. Dengan demikian
perusahaan akan terus mampu bersaing dengan para kompetitornya.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa sumber daya manusia
memiliki peranan yang sangat vital bagi sebuah perusahaan atau
organisasi.
Dengan melakukan penilaian kinerja karyawan yang efektif,
perusahaan mampu mengoptimalkan kompetensi karyawannya demi
tercapainya tujuan perusahaan. Selain itu kinerja karyawan juga akan
optimal karena karyawan akan termotivasi untuk berkinerja lebih baik lagi
dari hari ke hari. Hal ini berlaku pula sebaliknya, penilaian kinerja
penerbitwidina@gmail.com
karyawan yang tidak efektif akan memberikan banyak dampak negatif bagi
perusahaan. Mulai dari munculnya keluhan karyawan, turunnya motivasi
kerja karyawan, hingga tingginya intensi turnover karyawan. Hal ini terjadi
pada semua perusahaan.
Modal manusia memainkan peran strategis dalam organisasi dan
dianggap sebagai sumber potensi keunggulan untuk inovasi di perusahaan.
Untuk itu organisasi perlu untuk mencari instrumen yang tepat untuk
menilai, mengevaluasi dan mengembangkan kompetensi karyawan.
Pendekatan kompetensi ini memungkinkan untuk merangsang efektivitas
tindakan dan untuk memanfaatkan keterampilan orang untuk
mendapatkan yang terkuat demi keunggulan kompetitif yang langgeng.
Sebuah organisasi yang mampu menemukan karyawan yang sesuai dan
mendukung mereka, perkembangan pasti bisa lebih efektif tanpa
meningkatkan jumlah karyawan. (Kusumastuti, 2020)
Pentingnya penilaian dan evaluasi terhadap sumber daya manusia
membuat kegiatan dari manajemen organisasi/ perusahaan untuk
melakukan penilaian kinerja pada karyawan (performance appraisal)
menjadi hal yang sangat penting. Tentu saja setiap perusahaan
menginginkan karyawannya memiliki kemampuan kerja atau kinerja sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan perusahaan sebelumnya atau
bahkan melebihi tingkat pencapaian yang telah ditetapkan oleh
perusahaan.
2. Standar Kinerja
Agar dapat mengetahui kualitas dari pekerjaan yang dilakukan oleh
karyawan, maka diperlukan penetapan standar kinerja. Standar kinerja
dipakai untuk melakukan komparasi atau perbandingan antara hasil kerja
standar dengan standar yang telah ditentukan di awal saat sebelum
melakukan kerja. Dengan adanya perbandingan ini, diharapkan atasan
juga bisa melakukan identifikasi apakah kinerja karyawan telah sesuai
dengan target yang diinginkan oleh atasan atau perusahaan atau tidak.
Penetapan standar kerja, harus dilakukan secara detail dan tertulis.
Hal ini agar semua detail mengenai target kerja spesifik dan mudah
dipahami, realistis dan terukur.
2. Ketiadaan Obyektivitas
Kelemahan potensial dari metode-metode penilaian kinerja tradisional
adalah tidak adanya obyektivitas. Dalam metode skala penilaian, misalnya,
faktor-faktor yang umum digunakan seperti sikap, penampilan, dan
kepribadian sulit untuk diukur. Disamping itu, faktor-faktor tersebut
mungkin memiliki keterkaitan yang sangat kecil dengan kinerja pekerjaan
seorang karyawan.
Meskipun subjektivitas akan selalu ada dalam metode-metode
penilaian, penilaian karyawan yang didasarkan terutama pada
karakteristik-karakteristik pribadi bisa menempatkan evaluator dan
perusahaan dalam posisi yang lemah terhadap karyawan dan ketentuan
peluang kerja setara. Perusahaan bisa mendapat tekanan berat untuk
membuktikan bahwa faktor-faktor tersebut berhubungan dengan
pekerjaan (job related).
3. Halo/Horn Error
Hallo error muncul ketika manajer menggeneralisasikan satu unsur
atau insiden kinerja positif kepada seluruh aspek kinerja karyawan,
menghasilkan nilai yang lebih tinggi.
Sebagai contoh, Rodney Pirkle, accounting supervisor, menempatkan
nilai tinggi pada kerapian, sebuah faktor yang digunakan dalam sistem
penilaian kinerja perusahaan. Ketika Rodney mengevaluasi kinerja senior
accounting clerk-nya, Jack Hicks, ia memperhatikan bahwa Jack adalah
seorang yang sangat rapi dan memberinya nilai tinggi pada faktor tersebut.
Disamping itu, sadar atau tidak sadar, Rodney membiarkan peringkat
tinggi pada kerapian melekat pada faktor-faktor lainnya, memberi Jack
nilai tinggi yang tidak berdasar pada semua faktor.
Tentunya, jika Jack tidak rapi, hal yang berlawanan bisa terjadi.
Fenomena ini dikenal sebagai horn error, kesalahan evaluasi yang muncul
ketika manajer menggeneralisasikan satu unsur atau insiden kinerja
negatif kepada seluruh aspek kinerja karyawan, menghasilkan nilai yang
lebih rendah.
Praktik ini bisa didorong oleh beberapa sistem skala penilaian yang
mengharuskan evaluator untuk memberi alasan penilaian ekstrim tinggi
dan ekstrim rendah. Delapan sistem tersebut,penilai bisa menghindari
kemungkinan munculnya kontroversi atau kritik dengan hanya
memberikan nilai rata-rata. Namun karena penilaian tersebut cenderung
mengumpul dalam rentang benar-benar memuaskan, para karyawan
jarang mengeluhkan hal ini. Bagaimanapun juga, kesalahan tersebut ada
dan mempengaruhi ketetapan evaluasi.
dan para karyawan yang tidak sesuai dengan gambaran tersebut bisa
dinilai secara tidak adil.
Diskriminasi dalam penilaian dapat pula didasarkan pada faktor–faktor
lain. Sebagai contoh, karyawan-karyawan yang bergaya tenang, bisa dinilai
secara lebih baik sewenang-wenang karena mereka tidak terlalu
keberatan dengan hasilnya. Jenis perilaku ini sangat bertolak belakang
dengan karyawan yang lebih terus terang, terbuka dan vocal, yang
seringkali mempertegas ungkapan “the squeky wheel gets the grease”
(roda yang bergesekan terus harus diberi minyak).
Contoh lain, sebuah studi menyimpulkan bahwa orang-orang yang di
persepsikan sebagai perokok, menerima evaluasi kinerja yang lebih rendah
dibandingkan mereka yang bukan perokok, implikasinya adalah bahwa jika
mereka berhenti merokok, mereka akan mendapatkan nilai lebih tinggi.
Nah, bias budaya seperti ini akan menjadikan penilaian kinerja menjadi
tidak adil
8. Manipulasi Evaluasi
Dalam beberapa kasus , para atasan (manajer) yang bertugas sebagai
evaluator kadang tidak memiliki data dan fakta yang cukup untuk menilai
kinerja bawahannya. Ada kalanya pada kondisi ini aspek proses penilaian
dan berada dalam posisi yang bisa memanipulasi, apalagi penilaian kinerja
tidak menggunakan tools atau system yang terukur. Sebagai contoh,
seorang atasan mungkin ingin memberikan kenaikan berupa kompensasi
kepada karyawan tertentu. Guna membenarkan tindakan atau hasil kerja
karyawan tersebut, seorang atasan bisa tanpa dasar yang kuat akan
memberikan nilai yang rendah kepada si karyawan atau sebaliknya. Dalam
kasus ini sistem-sistem terdistorsi dan tujuan penilaian kinerja tidak dapat
dicapai. Di sisi lain, jika organisasi tidak mampu secara layak mendukung
evaluasi dengan kata lain tidak memiliki data yang cukup untuk
mengevaluasi kinerja karyawan, maka organisasi itu bisa menderita
kerugian finansial yang signifikan.
9. Kecemasan Karyawan
Proses penilaian juga bisa menciptakan kecemasan bagi karyawan
yang dinilai. Hal ini tentunya sesuatu yang sangat wajar. Penilai kinerja
memberikan peluang-peluang untuk dilakukannya promosi, penugasan-
penugasan kerja yang lebih baik, dan tentunya adanya peningkatan
kompetensi dan kompensasi juga bisa bergantung pada hasil penilaian.
Keadaan tersebut, menimbulkan masalah di karyawan, bukan hanya
kegelisahan, namun juga penolakan total. Sebuah pendapat menyatakan
bahwa jika anda menyurvei para karyawan pada umumnya, mereka akan
mengatakan kepada anda bahwa penilaian kinerja adalah cara manajemen
untuk mengungkapkan semua hal buruk yang mereka lakukan sepanjang
tahun. Tentunya hal ini adalah statement yang cenderung tidak benar.
Penilaian kinerja akan memberikan keuntungan tersendiri bagi karyawan,
karena karyawan juga menjadi lebih terarah, tersystem dan tentunya
secara kinerja akan selalu ada perbaikan-perbaikan. Sehingga sebenarnya
kecemasan karyawan yang tidak siap dengan penilaian kinerja inilah yang
menjadi masalah. Yang menjadi pertanyaan apakah kecemasan karena ia
tidak melakukan tugas dan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan
sesuai target diawal. Tentu para pribadi karyawan sendiri yang dapat
menjawabnya.
input dari para karyawan itu sendiri, mungkin terbukti lebih cocok untuk
pengembangan karyawan.
Berikut ini adalah beberapa metode penilaian kinerja yang sederhana
dan yang sering digunakan oleh organisasi atau perusahaan untuk menilai
kinerja karyawannya.
1. Metode Rating Scale
Metode skala penilaian (rating scales method) adalah
metode penilaian kinerja yang menilai para karyawan
berdasarkan faktor-faktor yang telah ditetapkan.
Menggunakan pendekatan ini, para evaluator
mencatat penilaian mereka mengenai kinerja pada
sebuah skala. Skala tersebut meliputi beberapa kategori,
biasanya dalam angka 5 sampai 7, yang didefinisikan
dengan kata sifat seperti luar biasa, memenuhi harapan, atau butuh
perbaikan. Meskipun sistem-sistem seringkali memberikan penilaian
keseluruhan, metode ini secara umum memungkinkan penggunaan lebih
dari satu kriteria kinerja. Misalnya dari skala “Memuaskan” hingga “Tidak
Memuaskan” ataupun dari skala “Sangat Baik” hingga “Sangat Buruk”.
Skala penilaian tersebut biasanya dikonversi ke nilai angka seperti 5
(Sangat Baik), 4 (Baik), 3 (Cukup), 2 (Buruk) dan 1 (Sangat Buruk).
Untuk dapat menerima nilai luar biasa untuk factor seperti kualitas
kerja. Seseorang harus secara konsisten melampaui tuntutan-tuntutan
kerja yang ditetapkan. Meskipun contoh formulir tersebut kurang dalam
hal ini, semakin rinci definisi mengenai faktor-faktor dan tingkat-tingkat,
semakin akurat penilai bias mengevaluasi kinerja karyawan.
2. Metode Checklist
Metode Checklist atau bisa dikatakan sebagai
Metode Daftar Periksa merupakan metode penilaian
kinerja yang terdiri dari serangkaian standar kerja yang
berbentuk pernyataan. Metode ini menggunakan
pertanyaan dan dengan jawaban “ya” atau “tidak”.
Tentunya sudah ada instrument yang telah disiapkan
oleh departemen SDM (Human Resources Departement).
Cara menjawabnya pun cukup sederhana. Jika karyawan yang sedang
3. Metode Essay
Metode Essay adalah metode penilaian yang paling
sederhana diantara berbagai metode penilaian yang ada.
penilaian kinerja dimana penilai menulis narasi singkat
yang menggambarkan kinerja karyawan. Dalam metode
Essay (metode esai) ini, penilai menulis uraian tentang
kekuatan, kelemahan, kecerdasan, kehadiran, sikap,
efisiensi kerja, perilaku, karakter dan potensi
bawahannya. Format dan Pola Laporannya pun bervariasi dan berbeda-
beda diantara para pengevaluasi atau para manajer yang melakukan
evaluasi terhadap bawahannya. Namun karena tidak adanya struktur yang
standar, metode esai ini cenderung bervariasi sehingga kualitas penilaian
juga tergantung pada keterampilan pengevaluasi atau penulis.
Metode Essay ini juga bersifat deskriptif sehingga metode ini hanya
memberikan informasi kualitatif tentang karyawan. Dengan tidak adanya
data kuantitatif, evaluasi akan mengalami masalah subyektif. Meskipun
demikian, Metode Esai adalah awal yang baik dan sangat bermanfaat jika
digunakan bersama dengan metode penilaian kinerja lainnya.
Metode ini cenderung berfokus pada perilaku ekstrim dalam
pekerjaan karyawan dan bukan kinerja rutin harian. Penilaian jenis ini
sangat bergantung pada kemampuan menulis dari evaluator. Para atasan
dengan keterampilan menulis yang sangat baik, jika mau, bisa membuat
seseorang karyawan yang biasa-biasa saja terdengar seperti seorang
berprestasi terbaik. Membandingkan evaluasi-evaluasi esai bias menjadi
sulit karena tidak ada kriteria umum. Namun, beberapa manajer yakin
bahwa metode esai bukan hanya yang paling sederhana tetapi juga
pendekatan yang dapat diterima untuk evaluasi karyawan.
5. Metode Ranking
Metode Ranking adalah metode penilaian yang membandingkan satu
karyawan dengan karyawan lainnya kemudian diurutkan berdasarkan
peringkatnya. Karyawan-karyawan tersebut diberikan peringkat atau
ranking dari yang tertinggi hingga yang terendah atau dari yang terbaik
hingga yang terburuk. Metode Ranking ini akan sulit dilakukan apabila
terdapat dua atau lebih karyawan yang memiliki kinerja yang hampir sama
atau sebanding.
Sebagai contoh, karyawan terbaik dalam kelompok diberikan
peringkat tertinggi, dan yang terburuk diberi peringkat terendah. Anda
mengikuti prosedur ini hingga anda memeringkat semua karyawan.
Kesulitan timbul ketika semua orang kerja pada tingkat yang sebanding
(sebagaimana dipersepsikan oleh si evaluator).
Perbandingan berpasangan (paired comparison) adalah variasi dari
metode peringkat dimana kinerja tiap karyawan dibandingkan dengan
setiap karyawan lainnya dalam kelompok. Sebuah kriteria tunggal. Seperti
J. RANGKUMAN MATERI
Persaingan di segala bidang saat ini, tak terkecuali di bidang bisnis,
sangat ketat dirasakan oleh para pebisnis. Hal ini juga membuat dinamika
persaingan pada perusahaan-perusahaan dalam suatu industri pun
semakin tinggi. Perusahaan secara tak langsung dituntut untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen dan mitra bisnisnya.
Sejalan dengan perkembangan ketatnya persaingan bisnis, kondisi
seperti ini juga menyebabkan sumber daya manusia (SDM), dituntut untuk
menampilkan performa (kualitas kerja) yang terbaik. Dengan demikian
perusahaan akan terus mampu bersaing dengan para kompetitornya.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa sumber daya manusia
memiliki peranan yang sangat vital bagi sebuah perusahaan atau
organisasi.
Dengan melakukan penilaian kinerja karyawan yang efektif,
perusahaan mampu mengoptimalkan kompetensi karyawannya demi
tercapainya tujuan perusahaan itu kinerja karyawan juga akan optimal
karena karyawan akan termotivasi untuk berkinerja lebih baik lagi dari hari
ke hari. Hal ini berlaku pula sebaliknya, penilaian kinerja karyawan yang
tidak efektif akan memberikan banyak dampak negatif bagi perusahaan.
Mulai dari munculnya keluhan karyawan, turunnya motivasi kerja
karyawan, hingga tingginya intensi turnover karyawan. Hal ini terjadi pada
semua perusahaan.
Pentingnya penilaian dan evaluasi terhadap sumber daya manusia
membuat kegiatan dari manajemen organisasi/ perusahaan untuk
melakukan penilaian kinerja pada karyawan (performance appraisal)
menjadi hal yang sangat penting. Tentu saja setiap perusahaan
menginginkan karyawannya memiliki kemampuan kerja atau kinerja sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan perusahaan sebelumnya atau
bahkan melebihi tingkat pencapaian yang telah ditetapkan oleh
perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Peningkatan daya saing dan perbaikan kinerja memerlukan sebuah
metode yang dapat digunakan oleh perusahaan agar menjadi world class
company of customer choice. Ada beberapa metode untuk melakukan
penilaian kinerja, seperti Balance Scorecard, Malcolm Baldrige, dan ISO
9000. Borowski (2008) menilai, Malcolm Baldrige sangat berbeda karena
melengkapi dan menyempurnakan metode penilaian kinerja yang ada
sebelumnya. Borowski (2008) menyatakan: “In 1987, a major step forward
in quality management was made with the development of the Malcolm
Baldrige Award. The integrated and aligned system model on which the
award is based represented the first clearly defined and internationally
recognized TQM model. The award was developed by the U. S. Department
of Commerce to encourage companies to adopt the principles and practice
of TQM and improve their competitiveness”.
Pernyataan di atas mengandung makna bahwa Malcolm Baldrige telah
digunakan oleh ribuan perusahaan di Amerika Serikat sejak tahun 1987
dengan tujuan meningkatkan daya saing dan memperbaiki kinerja.
Penggunaan metode Malcolm Baldrige dalam lingkungan bisnis sangat
membantu perusahaan dalam merespon inovasi yang cepat bergulir,
penerbitwidina@gmail.com
B. PENILAIAN KINERJA
Penilaian kinerja perusahaan adalah proses atau sistem penilaian
mengenai pelaksanaan kemampuan kerja perusahaan berdasarkan
standar tertentu (Kaplan dan Norton, 2005:215). Lebih lanjut Fahmi
(2013:65) mengatakan penilaian kinerja merupakan proses mengevaluasi
seberapa baik karyawan mengerjakan pekerjaan mereka dibandingkan
dengan standar, selanjutnya mengkomunikasikan informasi tersebut
hingga nantinya akan menjadi bahan masukan berarti dalam menilai
kinerja yang dilakukan untuk perbaikan secara berkelanjutan, dengan
demikian penilaian kinerja dilakukan untuk mengetahui pencapaian
kinerja dengan mengacu pada standar yang ditetapkan
C. MALCOLM BALDRIGE
1. Sejarah Malcolm Baldrige
Pada akhir tahun 1970-an dan 1980-an, pertumbuhan industri
manufaktur Amerika secara dramatis bergerak dengan semakin lamban
sementara para kompetitor mereka diluar negeri semakin banyak
bermunculan. Sebagai dampaknya hal ini merupakan sebuah bencana bagi
industri Amerika secara menyeluruh, sehingga memicu resensi yang serius
dalam jangka waktu bertahun-tahun. Problem yang dihadapi menjalar
dengan cepat ke semua sektor industri seperti karat menular dengan
cepat pada sebuah rantai besi. Sektor industri konsumtif, barang-barang
elektronik dan microchips sebagai pemimpin kapal industri Amerika pun
mulai menurun.
Industri manufaktur Amerika berada dalam penurunan kinerja
sehingga harus belajar dari pesaing mereka yang tumbuh dengan cepat
yaitu Jepang. Satu hal paling mengesankan dari orang-orang Jepang adalah
produk mereka yang berkualitas sangat tinggi. Banyak perusahaan
Amerika mengirim perwakilan perusahaan untuk belajar cara orang
Jepang mengelola industrinya. Apa yang mereka temukan adalah sangat
sulit untuk dapat dipercaya, dibandingkan dengan di Amerika, tingkat
cacat pada pabrik-pabrik di Jepang sangat rendah sekali, bahkan hingga
lima ratus sampai seribu kali lebih kecil daripada tingkat cacat pada
perusahaan Xerox dan Motorola.
Industri manufaktur Amerika mulai menyelidiki teknik yang digunakan
oleh orang Jepang untuk mencapai hasil seperti itu. Hasil dari penelitian ini
adalah ditemukannya metode just in time (JIT) yang digunakan di pabrik
dan juga metode total quality management (TQM). Hal ini memakan
beberapa waktu bagi kalangan industri Amerika untuk belajar dan itu
bukanlah teknik yang mudah. Pada akhirnya orang Amerika menggunakan
kembali filosofi manajemen total yang secara radikal berbeda dengan
teknik-teknik di atas. Ironisnya, penghargaan kualitas paling bergengsi di
Jepang, the Deming Prize, dibuat pada tahun 1951, diselenggarakan untuk
menghormati seorang guru kualitas berkebangsaan Amerika, William
Edward Deming dan sampai sekarang pemikiran Edward Deming diabaikan
di negara asalnya (Loomba dan Johannessen, 1997).
Sejak akhir tahun 1980, telah dilakukan upaya-upaya perbaikan
internal baik dari kalangan industri maupun pemerintah federal untuk
mengembalikan pertumbuhan produktivitas Amerika. Pada bulan Oktober
1982, Presiden Reagan menandatangani undang-undang yang
merekomendasikan suatu kajian untuk merancang suatu cara berbeda
terhadap produktivitas dan persaingan organisasi. Pada tahun 1983,
sebuah grup ditunjuk oleh presiden Reagan yaitu National Productivity
Advisory Committee (NPAC), lalu merekomendasikan dibuatnya sebuah
penghargaan nasional untuk pencapaian tingkat produktivitas dan
persaingan, selanjutnya dari kalangan swasta, the American society for
quality control (ASQC) turut membagikan buku kualitas kepada pekerja,
pemimpin perusahaan dan pemerintah dengan tujuan bahwa
penghargaan kualitas tingkat nasional adalah pusat revolusi kualitas
selama ini dicari.
Tanggal 20 Agustus 1987, the Malcolm Baldrige Quality Improvement
Act, dibuat sebuah penghargaan nasional untuk pencapaian tingkat
produktivitas dan persaingan organisasi, namanya diambil dari sekretaris
departemen perdagangan Amerika yang meninggal akibat kecelakaan
Rodeo. Untuk selanjutnya ditandatangani dan diundangkan ke dalam
berita perundang-undangan negara oleh Presiden Reagan.
Program penyelenggaraan Malcolm Baldrige menjadi tanggung jawab
Departemen Perdagangan Amerika, dibawah lembaga National Institute of
Standards and Technology (NIST). Berdasarkan Undang-undang Publik No.
100-107 dapat diketahui latar belakang diselenggarakannya program
penghargaan kualitas tingkat nasional Malcolm Baldrige adalah sebagai
berikut :
Menurut Flynn dan Saladin (2001), sejak pertama kali digulirkan pada
tahun 1988 kriteria penilaian kinerja berdasarkan Malcolm Baldrige telah
mengalami beberapa kali perubahan. Dari panduan aplikasi dapat
diketahui bahwa penilaian tahun 1988, 1989, 1990 dan 1991 kriteria
Malcolm Baldrige tidak mengalami perubahan. Mulai tahun 1992 kriteria
Malcolm Baldrige mengalami perubahan seiring dengan diperkenalkannya
istilah award criteria.
Kerangka kriteria versi 1992 berikut bobotnya tetap digunakan hingga
tahun 1994. Selanjutnya mulai tahun 1995 bobot kriteria untuk kategori
hasil mengalami penambahan nilai dari 180 poin menjadi 250 poin dengan
maksud memberikan penekanan secara langsung kepada strategi bisnis
dan daya saing perusahaan. Sedangkan bobot kriteria untuk kategori fokus
pada pelanggan justru mengalami penurunan nilai dari 300 poin menjadi
250 poin.
Seiring dengan perkembangan penilaian kinerja, maka kerangka
penilaian Malcolm Baldrige mengalami perubahan besar-besaran pada
tahun 1997. Kriteria Malcolm Baldrige dinamakan dengan istilah baru
yaitu Criteria For Performance Excellence dan dirancang untuk
memperkuat tampilan sistem manajemen kinerja dalam memberikan
perhatian yang lebih besar pada strategi perusahaan dan pembelajaran
organisasi.
Perubahan kriteria merupakan kelanjutan proses evolusi dengan
strategi fokus kepada tantangan di masa akan datang. Fokus strategis ini
sangat terkait dengan pertimbangan yang harus ada dipikiran para
pemimpin perusahaan untuk melakukan perubahan, seperti : desain,
implementasi sistem kerja yang kompetitif, budaya, pengelolaan inovasi,
Dari kesebelas tata nilai dan konsep inti kemudian disarikan menjadi
tujuh kriteria yang dikenal dengan Baldridge Criteria for Performance
Excellence. Adapun sistem perspektif digambarkan dalam bentuk seperti
burger lalu pada bagian atasnya seperti sebuah payung yang
menggambarkan snapshot organisasi profile mengenai falsafah, kaidah
hukum, serta apa dan maksud tujuan perusahaan didirikan. Berikut
kerangka kriteria Malcolm Baldrige disajikan pada gambar 3.2:
Tabel 3.1
Poin Penilaian Malcolm Baldrige
Kategori dan Item Point Values
1. Leadership 120
1.1 Senior Leadership 70
1.2 Governance and Social Responsibilities 50
2. Strategic Planning 85
2.1 Strategy Development 40
2.2 Strategy Implementation 45
3. Customer Focus 85
3.1 Voice of the Customer 45
3.2 Customer Engagement 40
4. Measurement, Analysis, and Knowledge 90
Management 45
4.1 Measurement, Analysis, and Improvement of
Organizational Performance
4.2 Management of Information, Knowledge, and 45
Information Technology
5. Workforce Focus 85
5.1 Workforce Environtment 40
5.2 Workforce Engagement 45
6. Operation Focus 85
6.1 Work System 45
6.2 Work Process 40
7. Result 450
7.1 Product and Process Outcomes 120
7.2 Customer-Focused Outcomes 90
7.3 Workforce-Focused Outcomes 80
7.4 Leadership and Governance Outcomes 80
7.5 Financial and Market Outcomes 80
TOTAL 1000
Sumber : Flynn dan Saladin (2001)
E. RANGKUMAN MATERI
Peningkatan daya saing dan perbaikan kinerja memerlukan sebuah
metode yang dapat digunakan oleh perusahaan agar menjadi world class
company of customer choice. Ada beberapa metode untuk melakukan
penilaian kinerja, seperti Balance Scorecard, Malcolm Baldrige, dan ISO
9000. Borowski (2008) menilai, Malcolm Baldrige sangat berbeda karena
melengkapi dan menyempurnakan metode penilaian kinerja yang ada
sebelumnya.
Penilaian kinerja merupakan proses mengevaluasi seberapa baik
karyawan mengerjakan pekerjaan mereka dibandingkan dengan standar,
selanjutnya mengkomunikasikan informasi tersebut hingga nantinya akan
menjadi bahan masukan berarti dalam menilai kinerja yang dilakukan
untuk perbaikan secara berkelanjutan, dengan demikian penilaian kinerja
DAFTAR PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Dalam perkembangannya saat ini tidak hanya terpaku pada ilmu-ilmu
ekonomi dan manajemen saja tetapi merambah ke berbagai disiplin ilmu
lain seperti psikologi, sosiologi, teknologi informasi, dan lain-lain. Banyak
teori-teori baru yang muncul dan berkembang dengan adanya pengaruh-
pengaruh dari ilmu-ilmu lain ini yang menjadikan semua bidang ilmu dapat
memberikan lebih banyak dan lebih luas kontribusinya dari sebelumnya.
Teori motivasi, teori planned behaviour, teori Stewardship, dan teori goal
setting. Ke empat teori tersebut memudahkan bagi organisasi atau
individu untuk memperoleh wawasan terkait faktor-faktor yang dapat
meningkatkan kinerja karyawan. Kinerja karyawan meningkat berdampak
tercapainya tujuan organisasi.
B. TEORI MOTIVASI
Motivasi adalah alasan seseorang untuk menyelesaikan pekerjaannya
untuk mewujudkan cita-cita. Secara etimologis motivasi berasal dari
bahasa inggris “motivation” diartikan kekuatan atau dorongan. Teori
motivasi yang dikaitkan dengan kinerja karyawan dalam organisasi, yaitu:
penerbitwidina@gmail.com
2. Asas-asas Motivasi
a. Asas Mengikutsertakan, artinya mengajak bawahan untuk ikut
berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka
mengajukan ide-ide sebagai rekomendasi dalam proses
pengambilan keputusan.
b. Asas Komunikasi, artinya menginformasikan secara jelas tentang
tujuan yang ingin dicapai, cara mengerjakannya dan kendala yang
dihadapi.
c. Asas Pengakuan, artinya memberikan penghargaan dan
pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi
kerja yang dicapainya.
d. Asas Wewenang yang didelegasikan, artinya mendelegasikan
sebagian wewenang serta kebebasan karyawan untuk mengambil
keputusan dan berkreativitas dan melaksanakan tugas-tugas
atasan atau manajer.
e. Asas Perhatian Timbal Balik, artinya memotivasi bawahan dengan
mengemukakan keinginan atau harapan perusahaan disamping
berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan
bawahan dari perusahaan.
Ada beberapa tujuan dan manfaat dari teori ini, antara lain adalah
untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh motivasional
terhadap perilaku yang bukan dibawah kendali atau kemauan individu
sendiri. Untuk mengidentifikasi bagaimana dan kemana mengarahkan
strategi-strategi untuk perubahan perilaku dan juga untuk menjelaskan
pada tiap aspek penting beberapa perilaku manusia seperti mengapa
seseorang membeli rumah baru, memilih seorang calon dalam pemilu,
mengapa tidak masuk kerja atau mengapa melanggar peraturan dan lain
sebagainya. Teori ini menyediakan suatu kerangka untuk mempelajari
D. STEWARDSHIP THEORY
Stewardship Theory (Donaldson dan Davis, 1991), yang
menggambarkan situasi dimana para manajemen tidaklah termotivasi oleh
tujuan-tujuan individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama
mereka untuk kepentingan organisasi. Teori tersebut mengasumsikan
bahwa adanya hubungan yang kuat antara kepuasan dan kesuksesan
organisasi. Kesuksesan organisasi menggambarkan maksimalisasi utilitas
kelompok principals dan manajemen. Memaksimalkan utilitas kelompok
ini pada akhirnya akan memaksimumkan kepentingan individu yang ada
dalam kelompok organisasi tersebut. Teori Stewardship menggambarkan
situasi dimana manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan
individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk
kepentingan organisasi. Teori tersebut mengasumsikan adanya hubungan
yang kuat antara kepuasan dan kesuksesan organisasi. Kesuksesan
organisasi menggambarkan maksimalisasi utilitas kelompok principals dan
manajemen. Maksimalisasi utilitas kelompok ini pada akhirnya akan
memaksimumkan kepentingan individu yang ada dalam kelompok
organisasi tersebut.
Teori Stewardship menggambarkan situasi dimana manajemen
tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu tetapi lebih ditujukan
pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi. Teori
tersebut mengasumsikan adanya hubungan yang kuat antara kepuasan
dan kesuksesan organisasi. Kesuksesan organisasi menggambarkan
maksimalisasi utilitas kelompok principals dan manajemen. Maksimalisasi
utilitas kelompok ini pada akhirnya akan memaksimumkan kepentingan
individu yang ada dalam kelompok organisasi tersebut.
Teori ini merupakan teori yang berdasarkan dalam teori sosiologi dan
psikologi, dimana manajer dimotivasi untuk berperilaku dan berbuat
secara kolektif demi kepentingan organisasi, sehingga kerja sama seluruh
anggota organisasi merupakan ciri utama dari stewardship. Para ahli teori
stewardship mengasumsikan bahwa adanya hubungan kuat antar
kesuksesan dan kepuasan organisasi. Kesuksesan organisasi
mencerminkan maksimalisasi kekayaan para pemegang saham (pemilik).
Kesuksesan organisasi akan memaksimumkan utilitas kelompok
manajemen, dan maksimalisasi utilitas kelompok pada akhirnya akan
memaksimumkan kepentingan-kepentingan individu yang telah ada dalam
kelompok organisasi tersebut.
Teori stewardship merupakan teori yang menggambarkan situasi
dimana para manajer tidaklah termotivasi oleh seluruh tujuan-tujuan
individu tetapi lebih ditujukan pada target hasil utama mereka hanya
untuk kepentingan organisasi, sehingga teori ini mempunyai dasar
sosiologi dan psikologi yang telah dirancang dimana para eksekutif sebagai
steward termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan prinsipal, selain itu
perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya sebab steward
akan berusaha mencapai target organisasinya. Teori ini didesain bagi
peneliti untuk menguji situasi dimana para eksekutif dalam perusahaan
sebagai pelayan agar dapat termotivasi untuk bertindak dengan metode
terbaik pada principalnya (Donaldson dan Davis, 1991).
Steward yang sukses akan dapat meningkatkan kinerja suatu
perusahaan dan akan mampu memuaskan sebagian besar organisasi-
organisasi yang lain, karena sebagian besar shareholder memiliki
kepentingan yang telah dilayani dengan baik dengan meningkatkan
kemakmuran yang telah diraih organisasi. Oleh karena itu, steward yang
mendukung organisasi termotivasi untuk memaksimumkan kinerja suatu
perusahaan, disamping dapat memberikan kepuasan oleh kepentingan
shareholder. Sebelumnya para penganut teori stewardship
menitikberatkan pada suatu struktur yang memungkinkan untuk manajer-
manajer pada tingkat yang lebih tinggi (Donalson dan Davis, 1991; Davis et
al.,1997) berpendapat bahwa CEO yang bertindak sebagai steward akan
mempunyai sikap pro-organisasional pada saat struktur manajemen
perusahaan memberikan otoritas dan keleluasaan yang tinggi.
E. TEORI GOAL-SETTING
Teori penetapan tujuan atau Goal Setting Theory awalnya
dikemukakan oleh Locke (1968), yang menunjukkan adanya keterkaitan
antara tujuan dan kinerja seseorang terhadap tugas. Teori ini menjelaskan
bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh dua buah cognition yaitu
content (values) dan intentions (tujuan). Orang telah menentukan goal
atas perilakunya di masa depan dan goal tersebut akan mempengaruhi
perilaku yang sesungguhnya terjadi. Perilakunya akan diatur oleh ide
(pemikiran) dan niatnya sehingga akan mempengaruhi tindakan dan
konsekuensi kinerjanya. Dengan penentuan sasaran (goal) yang spesifik,
seseorang akan mampu membandingkan apa yang telah dilakukan dengan
sasaran 16 (goal) yang spesifik. Locke dan Lathan (2006) menyatakan
bahwa goal-setting berpengaruh pada kinerja dalam organisasi publik.
Salah satu bentuk nyata dari penerapan goal-setting ini adalah anggaran.
Sebuah anggaran tidak hanya mengandung rencana dan jumlah nominal
yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan, tetapi juga mengandung
sasaran yang spesifik yang ingin dicapai organisasi. Salah satu pendekatan
kepemimpinan yang paling banyak diteliti adalah teori jalur sasaran (Path-
goal theory). Dasar dari teori ini adalah bahwa tugas seorang pemimpin
adalah membantu anggotanya dalam memberi informasi, dukungan, dan
sumber daya lain yang penting dalam mencapai tujuan mereka (Robbins
dan Timothy 2011).
Teori ini menjelaskan bahwa suatu perilaku pemimpin dapat diterima
oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sumber
kepuasan saat itu atau masa datang. Berdasarkan penelitian-penelitian
yang dilakukan, temuan utama dari goal-setting theory adalah bahwa
orang yang diberi tujuan yang spesifik, sulit tetapi dapat dicapai, memiliki
kinerja yang lebih baik dibandingkan orang-orang yang menerima tujuan
sama sekali. Pada saat yang sama, seseorang juga harus memiliki
kemampuan yang cukup, menerima tujuan yang ditetapkan dan menerima
umpan balik yang berkaitan dengan kinerja. Berdasarkan penelitian-
penelitian yang dilakukan, temuan utama dari goal-setting theory adalah
bahwa orang yang diberi tujuan yang spesifik, sulit tetapi dapat dicapai,
memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan orang-orang yang menerima
tujuan sama sekali. Pada saat yang sama, seseorang juga harus memiliki
G. RANGKUMAN MATERI
Teori motivasi, Theory Planned Behaviour, Teori Stewardship, Teori
Goal Setting adalah teori yang bisa dijadikan teori yang mendukung kinerja
karyawan. Asas-asas dalam Teori motivasi adalah Asas Mengikutsertakan,
Asas Komunikasi, Asas Pengakuan, Asas Wewenang dan Asas Perhatian
Timbal Balik. Munculnya niat untuk berperilaku ditentukan oleh tiga faktor
dalam teori planned behaviour yaitu: Behavioral Beliefs, Normative beliefs
dan Control beliefs. Sikap terhadap perilaku, Persepsi kontrol perilaku dan
Norma Subyektif. Teori Stewardship menggambarkan situasi dimana
manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu tetapi lebih
ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi.
Teori goal setting ini menjelaskan bahwa perilaku seseorang ditentukan
oleh dua buah cognition yaitu content (values) dan intentions (tujuan).
Variabel yang digunakan dalam kinerja karyawan adalah pengembangan
karyawan, lingkungan kerja, sistem penghargaan karyawan, perilaku
karyawan dan gaya kepemimpinan.
MENGELOLA KONFLIK
ANTAR KARYAWAN (BAGIAN A)
Sovi Septania, S.Psi., M.Psi., Psikolog
Universitas Muhammadiyah Lampung
A. PENDAHULUAN
Konflik menjadi salah satu isu penting dalam dinamika kelompok dan
organisasi. Isu konflik sebagai penyebab penurunan kohesivitas dan
kinerja perusahaan telah sering kita baca sebelumnya. Konflik yang terjadi
secara internal maupun eksternal akan menghambat proses
pengembangan perusahaan, terlebih lagi konflik berkepanjangan. Tidak
dapat dipungkiri, berada dalam sebuah perusahaan, akan terdapat banyak
perbedaan diantara karyawan. Setiap manusia memiliki pengalaman, visi,
misi personal dan kepribadian yang tidak sama. Hal ini menyebabkan
terjadinya perbedaan pandangan dan perspektif.
Pertanyaan besarnya adalah mengapa konflik lebih sering dihindari
oleh karyawan? Karena pada hakikatnya manusia tidak akan pernah
nyaman berada dalam konflik. Hal ini dikarenakan konflik erat dengan
adanya kekerasan, penolakan, disharmonisasi, marah, menjadi egois,
kegagalan hingga menyakiti orang lain. Dalam konteks industry dan
organisasi, maka konflik menjadi hal yang tidak dapat dihindari. Terjadinya
interaksi yang intens setiap hari serta ketergantungan antar fungsi yang
penerbitwidina@gmail.com
dalam Robbins, 2009). Konflik diartikan sebagai kondisi yang tidak sesuai
antara dua atau lebih individu atau kelompok yang berada dalam satu
organisasi yang sama disebabkan karena perbedaan status, tujuan, nilai
atau persepsi (Gaol, 2014). Proses konflik dimulai ketika ada salah satu
pihak merasa frustrasi karena suatu situasi yang tidak diharapkan
disebabkan oleh pihak lain (Thomas, dalam Robbins, 2009). Robbins (2009)
memiliki definisi konflik tersendiri yaitu proses dimana adanya usaha yang
disengaja oleh salah satu pihak untuk mengimbangi usaha pihak lain
sebagai cara untuk menghalang-halangi sehingga menimbulkan rasa
frustrasi dalam mencapai tujuan bagi salah satu pihak.
Definisi konflik diatas memberikan kita pemahaman bahwa perilaku
utama konflik meliputi perilaku oposisi dan menghalangi (blocking) satu
sama lain disebabkan karena adanya kelangkaan sumber daya yang
diperebutkan, seperti uang, posisi, jabatan, promosi dan kekuasaan.
Dalam batasan tertentu, konflik yang mampu dikelola dengan baik, dapat
memberikan manfaat dan keuntungan seperti meningkatkan kreativitas
karyawan, mendorong pemikiran berpikir kritis dan berlatih mengambil
keputusan secara cepat.
dianggap sebagai hal yang biasa terjadi dan dijadikan sebagai proses
kematangan untuk bersinergi dan bernegosiasi.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka bisa kita simpulkan bahwa
perbedaan kepribadian menjadi salah satu faktor internal yang akan
sangat berpengaruh pada konflik antar karyawan. Sistem pengelolaan
perusahaan akan berdampak pada proses pengelolaan konflik secara
eksternal, namun kepribadian sebagai faktor internal juga harus dijadikan
salah satu pertimbangan untuk menyelesaikan konflik.
5. Formalisasi Rendah
Adanya aturan dan regulasi dalam perusahaan akan menurunkan
potensi konflik antar karyawan. Hal ini meminimalisir adanya ambiguitas
dalam bersikap dan menjelaskan secara spesifik tentang peran, tanggung
jawab dan batasan masing-masing karyawan. Aturan yang jelas akan
menghasilkan proses negosiasi antar karyawan. Walaupun demikian, tentu
aturan dan regulasi tidak semerta-merta menghilangkan potensi konflik,
tetapi meminimalisir dampak negatif dan subversif. Sebagai contoh:
apabila ada karyawan yang bekerja sebagai auditor, lalu melakukan tugas
audit pada salah satu unit kerja, maka sering terjadi konflik antar
karyawan yang terlibat karena proses audit yang seolah “mencari
kesalahan”sehingga respon karyawan yang terlibat sangat rawan konflik.
Apabila proses kerja ini tidak didukung dengan regulasi perusahaan yang
jelas, maka sesuatu yang seharusnya menjadi bagian dari tanggung jawab
kerja profesional bisa dianggap sebagai masalah personal antar karyawan.
9. Heterogenitas Karyawan
Semakin heterogen karyawan dalam perusahaan, maka semakin besar
potensi dan menjadi tantangan terbesar untuk dapat bekerja sama dengan
mulus. Beberapa heterogenitas yang ada seperti perbedaan latar belakang
pendidikan, status ekonomi, nilai-nilai yang dianut, budaya, usia dan cara
berkomunikasi meningkatkan potensi konflik karena dibutuhkan toleransi
dan negosiasi. Heterogenitas karyawan akan teratasi seiring dengan waktu
yang digunakan dalam berinteraksi, karena semakin lama karyawan
bekerja sama, maka akan memunculkan rasa toleransi sehingga dapat
bekerja sama dalam berbagai perbedaan.
E. EFEKTIVITAS KONFLIK
Cloke & Goldsmith (dalam Kreitner & Keitner, 2007) menyatakan
bahwa konflik akan memberikan individu kesempatan untuk memperluas
kapasitas untuk berempati dan meningkatkan intimasi dengan individu
lain. Apabila konflik disertai dengan kemarahan akan menyebabkan salah
satu pihak seolah berperan sebagai pihak antagonis. Apabila konflik
disertai disertai usaha untuk bertahan sekuat tenaga, akan menghalangi
keterbukaan proses komunikasi antar kedua belah pihak atau sulit untuk
sekedar mendengar secara objektif. Sebaliknya, konflik yang disertai
dengan rasa integritas akan mendorong berkembangnya kesadaran yang
positif dan pengembangan diri.
Setelah mempelajari elemen, jenis dan penyebab konflik, maka kita
bisa simpulkan bahwa konflik yang tidak dikelola dengan baik akan
menyebabkan dampak negatif. Definisi efektivitas perusahaan cenderung
mengacu pada sebuah situasi saat tim menjadi kumpulan individu yang
saling berkoordinasi menuju tujuan yang sama. Sedangkan konflik
mengacu pada hal sebaliknya. Namun, konflik dalam perspektif lain
dianggap mampu mempengaruhi efektivitas perusahaan dan organisasi
dengan adanya stimulus untuk beradaptasi dengan perubahan dan
meningkatkan kemampuan mengambil keputusan (Robbins, 2009).
Terdapat dua pandangan utama untuk menyikapi 2 perbedaan
pendapat ini, yaitu: (Robbins, 2009)
1. Pandangan Tradisionalis
Pandangan ini menganggap bahwa semua konflik buruk dan semua
jenis konflik akan berpengaruh terhadap fungsi dan efektivitas sebuah
perusahaan. Konflik sering disamakan sebagai sebuah kejahatan,
pengrusakan dan perilaku irasional. Saat terjadinya konflik, maka
manajemen puncak harus segera memastikan konflik ini segera hilang
dengan cepat merespon untuk menyelesaikan konflik tersebut.
Pandangan tradisional masih sering dianut oleh banyak perusahaan.
Saat mulai terlihat adanya konflik antar karyawan, maka atasan akan
segera melakukan intervensi agar konflik segera terselesaikan. Pada
akhirnya, pandangan ini berusaha membuat konflik tidak pernah
terjadi, walau pada kenyataannya, tidak ada interaksi apapun yang
terjadi tanpa adanya potensi konflik.
2. Pandangan Interaksionis
Pandangan interaksionis menganggap konflik sebagai awal dari
terjadinya sebuah perubahan. Konflik dianggap sebagai stimulus awal
hingga akhirnya perubahan bisa terjadi. Konflik dianggap sebagai
penentangan terhadap kondisi status quo untuk dapat bergerak atau
berubah kearah yang lebih baik. Untuk memahami bagaimana konflik
sebagai stimulus terjadinya perubahan agar mampu meningkatkan
kemampuan beradaptasi dan kebertahanan perusahaan, Robbins
(1974) membuat model konflik sebagaimana gambar 5.1 dibawah ini:
Outcome
Level Karakter Internal
Situasi Tipe Konflik Efektivitas
Konflik Perusahaan
Perusahaan
Apatis
Stagnan
Rendah
Tidak Responsif
A Atau Disfungsional Rendah
terhadap
Tidak ada
perubahan
Kurangnya ide baru
Kritis
Tinggi
B Optimal Fungsional Inovatif
Giat
Disruptif
C Tinggi Disfungsional Kacau Rendah
Tidak Kooperatif
Sumber: L.D. Brown (1983)
F. CONFLICT MANAGEMENT
Mengapa konflik sering dianggap negatif? Hal ini tentu menarik untuk
di diskusikan karena selama ini tanpa kita sadari, kita telah hidup dengan
penanaman konsep perilaku untuk cenderung sepakat dalam berbagai hal
serta menghindari konflik. Dalam perusahaan, manajemen konflik menjadi
suatu hal yang harus dikuasai oleh para atasan dan manajer. Berharap
tidak adanya konflik dalam perusahaan adalah suatu hal yang sangat tidak
mungkin. Robbins (2009) menyatakan bahwa suatu perusahaan yang
berusaha untuk meniadakan konflik dalam kelompok kerja merupakan
perusahaan yang terjebak pada status quo yang akan menghalangi
kreativitas dan inovasi yang berkelanjutan.
Walaupun demikian, ketika konflik telah berubah menjadi
disfungsional, maka harus segera dilakukan rencana korektif agar konflik
tersebut tidak mempengaruhi efektivitas perusahaan. Pengelolaan konflik
agar tetap berada pada level yang optimal menjadi keharusan agar
perusahaan tetap dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan model konflik
yang telah dijelaskan sebelumnya, konflik dibutuhkan oleh perusahaan
dalam kapasitas yang sesuai. Namun tetap harus dikelola agar konflik tidak
membesar maka dibutuhkan manajemen konflik. Beberapa metode
manajemen konflik dijelaskan dibawah ini:
1. Metode Stimulasi Konflik
Dalam situasi tertentu, konflik justru minim terjadi dalam suatu
perusahaan. Hal ini tentu mengindikasikan dua hal yang saling bertolak
belakang. Perusahaan tersebut telah melakukan manajemen konflik
dengan sangat baik, atau perusahaan tersebut tidak cukup memberikan
stimulus agar konflik yang produktif dapat dihasilkan. Salah satu penyebab
minim konflik dalam perusahaan yaitu karyawan terlalu pasif sehingga
tidak memiliki motivasi inovasi dan kreativitas dalam pengembangan
bisnis perusahaan. Terjebak dalam zona nyaman dan rutinitas
menyebabkan karyawan cenderung tidak mau terlalu berkonfrontasi dan
berkonflik dengan karyawan yang lain. Beberapa langkah yang dapat
dilakukan antara lain:
1) Melakukan restrukturisasi posisi melalui rotasi karyawan untuk
mendorong kreativitas baru yang tidak terjebak rutinitas
G. RANGKUMAN MATERI
1. Konflik antar karyawan disebabkan oleh ketidaklancaran proses
komunikasi dan perbedaan kepribadian antar karyawan menjadi
penyebab terbesar terjadi konflik dalam perusahaan. Selain itu, dalam
perspektif modern, konflik tidak dapat dihindari dan menjadi hal yang
sangat wajar dikarenakan adanya perubahan yang terjadi terus
menerus, keberagaman karyawan, semakin banyak tim atau kelompok
kerja, semakin banyak interaksi yang dilakukan secara virtual dan
tuntutan ekonomi secara global yang menuntut adanya adaptasi
terhadap perubahan (Kreitner & Kinicki, 2007).
2. Definisi konflik yaitu perilaku oposisi dan menghalangi (blocking) satu
sama lain disebabkan karena adanya kelangkaan sumber daya yang
diperebutkan, seperti uang, posisi, jabatan, promosi dan kekuasaan.
3. Konflik dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan pelaku,
penyebab dan akibat (Gaol, 2014).
4. 12 penyebab konflik antar karyawan yaitu perbedaan kepribadian,
ketergantungan tugas dua arah, ketergantungan tugas satu arah,
diferensiasi horizontal tinggi, formalisasi rendah, ketergantungan pada
keterbatasan alat pendukung kerja, perbedaan sistem penghargaan,
pengambilan keputusan partisipatif, heterogenitas karyawan,
ketidaksetaraan status, ketidakpuasan peran kerja dan gangguan
komunikasi.
5. Berdasarkan 12 sumber konflik, maka disimpulkan menjadi empat
faktor penyebab konflik yaitu faktor komunikasi (communication
factor), faktor struktur tugas dan organisasi (job and organization
structure factor), faktor personal (personal factor), dan faktor
lingkungan (environment factor).
6. Dampak konflik dibedakan berdasarkan dua pandangan utama yaitu
pandangan tradisionalis yang menganggap bahwa semua konflik buruk
dan semua jenis konflik akan berpengaruh terhadap fungsi dan
efektivitas sebuah perusahaan dan pandangan interaksionis yang
menganggap konflik sebagai awal dari perubahan.
DAFTAR PUSTAKA
MENGELOLA KONFLIK
ANTAR KARYAWAN (BAGIAN B)
Alfi Rochmi, S.Pd.I., M.E.Sy
UIN STS Jambi, IAI Nusantara Batanghari, IAI TEBO
A. PENDAHULUAN
Apabila sistem komunikasi dan informasi tidak menemui sasarannya,
timbullah salah paham atau orang tidak saling mengerti. Selanjutnya hal
ini akan menjadi salah satu sebab timbulnya konflik. Konflik biasanya juga
timbul sebagai hasil adanya masalah-masalah hubungan pribadi
(ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai pribadi karyawan dengan perilaku
yang harus diperankan pada jabatannya, atau perbedaan persepsi) dan
struktur organisasi (perebutan sumber daya sumber daya yang terbatas,
pertarungan antar departemen dan sebagainya.
Pada hakikatnya konflik merupakan suatu pertarungan menang kalah
antara kelompok atau perorangan yang berbeda kepentingannya satu
sama lain dalam organisasi. Atau dengan kata lain, konflik adalah segala
macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih
pihak. Pertentangan kepentingan ini berbeda dalam intensitasnya
tergantung pada sarana yang dipakai. Masing-masing ingin membela nilai-
nilai yang telah mereka anggap benar, dan memaksa pihak lain untuk
mengakui nilai-nilai tersebut baik secara halus maupun keras. Untuk
penerbitwidina@gmail.com
B. KONFLIK
Kata konflik berasal dari kata confligere, conflictuan artinya saling
berbenturan, yaitu semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian,
pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi yang antagonistis
pertentangan. konflik dapat terjadi jika satu pihak atau kelompok melihat
pihak lain memiliki sikap yang negatif atau berbeda tentang hal-hal yang
dipedulikan atau konflik dapat terjadi jika satu pihak merasa yang dimaui
satu pihak lain itu ditentang atau disikapi secara negative oleh pihak lain.
konflik sebagai suatu proses yang terjadi jika seseorang memandang orang
atau kelompok lain frustrasi pada sesuatu yang paling dikehendaki. konflik
adalah proses dimana satu pihak menganggap bahwa kepentingan-
kepentingannya ditentang atau secara negatif dipengaruhi oleh pihak lain.
konflik terjadi apabila dua orang individu yang masing-masing berpegang
pada pandangan yang sama sekali bertentangan satu sama lain, dan
mereka tidak pernah berbeda, serta mereka cenderung tidak toleran,
maka dapat dipastikan akan timbulnya konflik. (Robert Kreitner dan
Angelo Kinick, 2005 : 105)
2. Perbedaan Kepribadian
Perbedaan kepribadian masih menjadi salah satu alasan karyawan
terlibat beberapa konflik ditempat kerja. kepribadian seseorang dapat
berubah dengan adanya atau melakukan sebuah pelatihan. Penyebab
konflik di tempat kerja adalah sebelah perbedaan kepribadian dan
karakter masing-masing karyawan. Sederhananya, gaya bahasa seseorang
yang berbeda dengan lingkungan di mana karyawan dibesarkan mungkin
menyinggung perasaan karyawan yang lain.
Sebenarnya, perusahaan tidak mempunyai masalah mengenai
kepribadian yang dimiliki oleh karyawannya. Penempatan seorang
karyawan biasanya akan dilihat dari penilaian keterampilan dan
kemampuan yang dimiliki oleh seorang kandidat. Oleh karena itu, dalam
mengelola konflik antar karyawan yang terjadi di dunia kerja akan rawan
akibat kepribadian, sangat tergantung kepada individu masing-masing.
Maka dari itu, sebaiknya perusahaan bisa menentukan nilai dan
membangun budaya kerja yang baik dan stabil di perusahaan. Dengan
begitu, tidak terjadi masalah tentang kepribadian yang dimiliki oleh
masing-masing karyawan karena harus mengikuti satu arah yang sama.
Aspek-aspek konflik antar pribadi (interpersonal) atau antar individu
merupakan suatu dinamika penting perilaku organisasional. Tipe konflik
antar peranan yang juga dibahas di muka tentu saja mempunyai implikasi-
3. Perbedaan Prinsip
Indonesia terbentuk dari keberagaman suku, agama dan golongan.
Untuk itu persatuan menjadi hal yang paling penting. Nah begitu juga
dalam dunia kerja, dalam dunia kerja juga mempunyai sebuah
keberagaman yang membuat warna dalam dunia kerja menjadi lebih
menarik, tetapi ada kalanya juga mengundang sebuah kecemasan. Karena
setiap suku, agama dan golongan biasanya mempunyai sebuah prinsip
yang berbeda sesuai dengan kelompok tertentu.
4. Kompetisi Karyawan
Salah satu faktor pendorong konflik yang sering terjadi antar karyawan
disebuah perusahaan adalah adanya kompetisi antar karyawan. Meskipun
demikian, sebenarnya konflik kompetisi antar karyawan merupakan
sebuah hal yang diperlukan. Kadang, perusahaan sengaja menciptakan
kondisi konflik seperti ini. Tidak ada masalah jika terjadi sebuah kompetisi
antar karyawan secara sehat. Yang perlu diwaspadai oleh perusahaan jika
mendapatkan karyawan yang berkompetisi secara tidak sehat. Biasanya
jenis kompetisi yang tidak sehat lebih cenderung untuk menurunkan
kinerja lawannya tersebut. Padahal, seharusnya lebih berfokus pada
meningkatkan nilai diri sendiri. Untuk itu, perusahaan seharusnya bisa
bersikap adil. Perusahaan dapat memberikan apresiasi kepada karyawan
yang memiliki nilai kejujuran dan menjunjung nilai perusahaan.
C. JENIS-JENIS KONFLIK
Organisasi dengan skala besar maupun kecil yang pernah mengalami
dan menyelesaikan konflik-konfliknya, setidaknya membagi jenis konflik
menjadi empat, masing-masing sebagai berikut:
D. SUMBER KONFLIK
Menurut Davis dan Newstrom Konflik bersumber dari berbagai macam
persoalan yang ada dalam organisasi. Konflik muncul disebabkan oleh
Organizational change, personality clashes, different sets of values, threats
to status, costrasting perseptions and points of view Artinya organisasi
yang dinamis selalu mengalami perubahan, dan perubahan yang terjadi
sebagai usaha menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, ataupun berupaya meningkatkan pelayanan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan (stakeholder). Konflik terjadi disebabkan oleh
berbagai faktor dari dalam organisasi maupun faktor lain dari luar
organisasi.
harapan, sudut pandang, ide, gagasan, dan tujuan setiap orang juga
berbeda-beda pula. Perbedaan sudut pandang terhadap suatu
peristiwa antar individu memungkinkan munculnya pertentangan
pendapat yang bias menimbulkan konflik.
E. MENGELOLA KONFLIK
Konflik terkadang tidak hanya harus diterima dengan baik, akan tetapi
juga harus dikelola agar konflik dapat meningkatkan perubahan,
perkembangan organisasi dan meningkatkan kinerja. Kepala sekolah
dalam menangani suatu konflik yang terjadi di sekolah, perlu
memperhatikan cara atau metode dalam manajemen (mengelola) konflik.
Untuk menangani konflik, ada beberapa metode dalam manajemen
konflik yang ditawarkan oleh para ahli :
Daft dan Noe mengemukakan alternative dalam penyelesaian konflik
antara lain:
1. Avoiding (menghindar),
2. Accomodating,
3. Comrpomising,
4. Competing, dan
5. Collaborating. (Richard Daft dan Raymond A. Noe, 1995: 458)
F. MANAJEMEN KONFLIK
Konflik bersumber dari berbagai macam persoalan yang ada dalam
organisasi. Davis dan Newstrom berpendapat bahwa konflik muncul
disebabkan oleh Organizational change, personality clashes, different sets
of values, threats to status, costrasting perseptions and points of view.,
Artinya organisasi yang dinamis selalu mengalami perubahan, dan
perubahan yang terjadi sebagai usaha menyesuaikan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, ataupun berupaya meningkatkan pelayanan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder).
Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan
perkembangan manusia yang mempunyai karakteristik yang beragam.
Konflik juga terjadi karena masalah ekonomi atau penghidupan
masyarakat. Oleh karena konflik merupakan perjuangan antara
kebutuhan, keinginan, gagasan, kepentingan atau pihak saling
bertentangan, sebagai akibat dari adanya perbedaan sasaran (goals); nilai
(values); pikiran (cognition); perasaan (affect); dan perilaku (behavior)”.
(Sedarmayanti 2000:137)
Konflik tidak dapat dikatakan baik ataupun buruk. Baik buruknya
konflik tergantung bagaimana cara seseorang me-manage, jika
dimanajemeni dengan baik, konflik akan menghasilkan sesuatu yang baik.
Sebaliknya, jika dimanajemeni dengan buruk, konflik akan menghasilkan
sesuatu yang buruk pula. Konflik yang sedang terjadi dapat dikendalikan
memiliki visi, misi, tujuan dan strategi. Ketiga hal tersebut harus dapat
direalisasikan dengan baik dan sistematis dalam kurun waktu yang
sudah ditentukan. Konflik dapat mengganggu berjalannya pencapaian
ketiga hal tersebut. Jika tidak dimanajemen dengan baik maka konflik
tersebut dapat berkembang menjadi konflik destruktif bagi pihak-
pihak yang terlibat konflik.
2. Menghormati orang lain dan memahami keberagaman Dalam sebuah
organisasi seorang pekerja tidak mungkin bekerja sendiri, tetapi
membutuhkan bantuan dari rekan kerjanya. Oleh karena itu,
dibutuhkan komunikasi yang baik antar pegawai dan harus memahami
keragaman karakteristik yang dimiliki masing-masing pegawai.
3. Meningkatkan kreativitas, Menurut ketiga praktisi manajemen konflik
Sy. Landau, Barbara Landau, dan Darly Landau mengemukakan jika
dimanajemen dengan baik konflik mampu mengembangkan
kreativitas dan inovasi untuk mengembangkan pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik, dan kreativitas dan inovasi tersebut digunakan
untuk mengembangkan produktivitas organisasi.
4. Meningkatkan keputusan melalui pertimbangan berdasarkan
pemikiran berbagai informasi dan sudut pandang. Keputusan yang
diambil kemungkinan besar akan salah-tidak tepat atau tidak bijak
bagi organisasi, jika tidak berdasarkan pengembangan dan pemilihan
alternative berdasarkan informasi yang akurat. Konflik atau perbedaan
pendapat memfasilitasi terciptanya berbagai alternatife keputusan
dan penggunaan informasi yang akurat untuk memilih salah satu
alternative yang terbaik. Manajemen konflik harus memfasilitasi
terjadinya alternative dan pemilihan salah satu alternative terbaik
berdasarkan informasi yang akurat.
5. Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan melalui peran serta, pemahaman
bersama, dan kerja sama. Konflik harus mampu mengooptasi dan
menciptakan pygmallioneffect bagi anggota organisasi. Mengooptasi
adalah mengikutsertakan anggota organisasi dalam perencanaan dan
pelaksanaan, serta mengevaluasi aktivitas organisasi. Pygmallion-
effect adalah membesarkan hati para anggota organisasi bahwa
mereka mempunyai kemampuan dan kompetensi untuk ikut serta
dalam pencapaian tujuan organisasi.
G. RANGKUMAN MATERI
Konflik merupakan realita hidup, mau tidak mau, suka atau tidak,
cepat atau lambat pada suatu saat dalam menjalani kehidupannya orang
pasti akan menghadapinya hanya saja tergantung besar kecilnya tingkat
konflik yang dihadapi. Dalam kehidupan sosial sehari-hari, konflik dapat
timbul dan muncul kapan saja dimana saja. Konflik juga bisa dialami oleh
siapa saja tidak pandang bulu, orang tua, remaja, anak-anak, pria, wanita,
orang terpelajar, orang awam, orang miskin, jutawan atau siapapun yang
hidup di tengah pergaulan umum pasti akan menghadapi dan mengalami
konflik. Dengan adanya manajemen konflik, maka dapat dijabarkan bahwa
dalam menganalisis konflik sedikitnya terdapat beberapa indikator penting.
Indikator-indikator tersebut antara lain sebagai berikut, Interaksi, yakni
hubungan-hubungan sosial yang terjadi antara individu ataupun kelompok
yang dapat menyebabkan konflik, Sumber-sumber konflik, yang meliputi
perbedaan fisik, perbedaan kepentingan, perbedaan perlakuan identitas,
kekecewaan, keterbatasan sumber daya, bahasa, perbedaan persepsi,
Pihak-pihak yang berkonflik, yakni pihak-pihak yang berkonflik atau
memiliki kepentingan atas terjadinya konflik, meliputi: individu, kelompok,
dan pihak ketiga.
Proses, bagaimana konflik di awali dan berlangsung hingga saat ini.
Proses konflik juga meliputi sampai sejauh mana konflik atau potensi
konflik akan terjadi. Hasil akhir, meliputi bagaimana hasil akhir dari konflik
yang terjadi, seperti win-win, win-lose dan lose-lose condition. Konflik
tidak bisa dihindari dan terbukti menghasilkan sesuatu yang baik
disamping sesuatu yang buruk. Konflik tidak dapat dikatakan baik ataupun
buruk. Baik buruknya konflik tergantung bagaimana cara seseorang me-
manage, jika dimanajemeni dengan baik, konflik akan menghasilkan
DAFTAR PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Setiap pekerjaan mempunyai persyaratan kompetensi umum dan
khusus agar dalam melaksanakan pekerjaannya dilakukan secara efektif
dan efisien. Para karyawan akan melakukan pekerjaannya sesuai
kompetensi yang disyaratkan dan berkaitan dengan pekerjaan tersebut.
Dengan demikian, karyawan yang dapat dikatakan sebagai sumber daya
utama yang dapat menciptakan keunggulan bagi organisasi/perusahaan di
tengah-tengah persaingan bisnis adalah karyawan yang kompeten.
Kompetensi merupakan sekumpulan perilaku dan keahlian yang
mendeskripsikan keunggulan kinerja dalam konteks tertentu. Atau dengan
kata lain, kompetensi SDM merupakan karakteristik utama yang pada tiap
diri individu yang menjadikan dia dapat menghasilkan kinerja yang efektif
dan unggul ataukah tidak, yang pengukurannya dapat melalui standar
yang telah disepakati dan ditingkatkan melalui kegiatan-kegiatan dalam
program pelatihan dan pengembangan yang dilaksanakan baik secara
umum, nasional, ataupun tingkat internasional. Terkait dengan perilaku
perusahaan sangat perlu melihat dan memahami setiap perilaku individu
dalam keseharian. Pihak manajemen yang dapat mengarahkan dan
penerbitwidina@gmail.com
C. ASPEK-ASPEK KOMPETENSI
Menurut (Sanjaya, 2008), aspek-aspek yang termuat didalam
kompetensi sebagai sebuah tujuan, yakni:
1. Pengetahuan atau Knowledge, yakni: kemampuan yang terkait dengan
bidang kognitif. Dimana karyawan dapat menghubungkan, melakukan
penilaian, dan mempertimbangkan suatu peristiwa atau kejadian.
Proses kognitif ini terkait dengan intelegensi yang menjadi penanda
individu dengan berbagai minat khususnya ditujukan pada ide/
gagasan dan belajar.
2. Pemahaman atau Understanding, yakni tingkat kedalaman
pengetahuan yang ada pada diri individu.
3. Keahlian atau skill adalah kapabilitas individu untuk melakukan secara
praktik tugas/pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
4. Nilai-nilai atau value, yakni norma-norma yang dianggap baik oleh
setiap individu, yang akan memandunya dalam mengemban tugas/
pekerjaannya. Contohnya: nilai-nilai kejujuran, keterbukaan,
kesederhanaan, dan lainnya.
5. Sikap atau Attitude merupakan pandangan individu mengenai sesuatu.
Contohnya, perasaan senang atau suka, yang terkait pada nilai-nilai
yang dimiliki oleh individu tersebut dan mengapa bersikap demikian ?
hal ini dikarenakan nilai-nilai yang dimilikinya.
6. Minat atau Interest adalah kecenderungan individu untuk bertindak
ataukah tidak. Minat merupakan aspek yang bisa menentukan
motivasi seseorang untuk melaksanakan kegiatan tertentu.
3. Konsep Diri (Self Concept) merupakan sikap atau nilai-nilai yang diukur
berdasar tes responden untuk mengetahui apa saja yang dinilai baik
atau tidak oleh seseorang, apa saja yang pernah dilakukannya atau
apa saja yang ingin dilakukan.
4. Pengetahuan (Knowledge) merupakan informasi yang dimiliki individu
untuk bidang tertentu dan menjadi kompetensi yang kompleks.
5. Kemampuan (Skills) merupakan kemampuan untuk melakukan tugas
tertentu baik secara fisik maupun mental.
D. JENIS-JENIS KOMPETENSI
Beberapa ahli berpendapat mengenai jenis-jenis kompetensi. Berikut
ini adalah tabel yang menyajikan jenis kompetensi berdasar beberapa
pendapat para ahli:
Tabel 7.1 Jenis-jenis Kompetensi Berdasarkan
Beberapa Pendapat Para Ahli
E. MANFAAT KOMPETENSI
Kompetensi yang ada pada setiap individu mempunyai peran penting
pada pencapaian efektivitas pelaksanaan berbagai tugas/pekerjaan. (Ruky,
2006) menyatakan bahwa sudah banyak perusahaan besar yang
menjadikan kompetensi sebagai patokan kriteria dalam perekrutan dan
penyeleksian calon karyawan. Ruky menyatakan terdapat beberapa
manfaat merekrut calon karyawan berdasar kompetensi tertentu, yakni:
Standar kerja perusahaan akan diperjelas dengan adanya kompetensi
dan juga harapan karyawan yang ingin dicapai melalui perusahaan.
Memudahkan merekrut dan menyeleksi calon-calon karyawan yang
potensial.
Dapat memaksimalkan produktivitas perusahaan.
Dapat mengembangkan sistem kompensasi dan atau remunerasi.
Dapat membantu perusahaan untuk beradaptasi pada perubahan-
perubahan yang terjadi.
Dapat memberikan keseimbangan antara perilaku kerja dengan
kaidah/nilai-nilai atau aturan yang terdapat di dalam perusahaan.
F. MODEL KOMPETENSI
Model kompetensi adalah tentang informasi, keterampilan,
kemampuan, dan karakteristik individu yang dibutuhkan untuk kinerja
tinggi. Kelompok yang terdiri dari kompetensi didefinisikan sebagai model
kompetensi. Namun, perlu dicatat bahwa, seperti halnya kompetensi,
model kompetensi lebih dari sekedar daftar komponen (kompetensi)
mereka. Mereka adalah sintesis kompetensi (CAMPION, FINK, RUGGEBERG,
PHILLIPS, & ODMAN, 2011).
Kompetensi digunakan dalam HRM melalui model kompetensi.
Sintesis kompetensi yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas dengan
sukses dibuat dan apa saja perilaku yang diharapkan dari individu di
berbagai tingkat manajemen ditentukan tergantung pada kompetensi.
Ini berarti perilaku yang mencerminkan informasi, keterampilan,
kemampuan, dan karakteristik ditetapkan sejelas mungkin melalui model
kompetensi. Model kompetensi bisa dibuat untuk individu, tim, atau
organisasi (DEDE, 2007).
I. KATEGORI KOMPETENSI
Dalam memprediksi kinerja suatu pekerjaan, kriteria yang digunakan
oleh perusahaan adalah kompetensi yang diklasifikasikan menjadi 2 (dua),
sebagai berikut: (Spencer & Spencer, 1993)
1. Threshold Competencies merupakan karakteristik utama yang wajib
ada pada individu supaya bisa melakukan tugas/pekerjaannya.
Umumnya Threshold Competencies berupa pengetahuan, atau
keahlian dasar. Threshold Competencies tidak digunakan untuk
membedakan individu yang berkinerja tinggi dan berkinerja rata-rata.
Misalnya, Kompetensi threshold pada tenaga sales yakni memiliki
pengetahuan mengenai product knowledge atau memiliki
kemampuannya dalam mengisi formulir.
5. Rotasi Kerja
Rutinitas kerja yang dilakukan karyawan setiap harinya akan
menyebabkan karyawan menjadi cepat bosan dan mengalami
kejenuhan yang akan dapat menurunkan produktivitasnya atau
kinerjanya. Jika dibiarkan maka hal tersebut menyebabkan penurunan
pada kompetensi karyawan. Oleh karena itu, perusahaan dapat
menerapkan rotasi kerja dengan memindahkan karyawan dari cabang
atau tempat lain dengan tetap sesuai pada uraian jabatan dan bagian
yang sama dengan sebelumnya. Karyawan akan merasakan
penyegaran dengan melaksanakan rutinitas baru sehingga mereka
terdorong untuk bekerja lebih efektif dan efisien lagi.
6. Membangun Team Work
Perusahaan terdiri dari beragam individu dengan latar belakang yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, pembangunan team work sangat
dibutuhkan dalam memudahkan dan mempercepat perusahaan
mencapai tujuannya. Kerja sama yang baik dalam suatu team work
akan memberikan solusi yang lebih cepat dan juga tepat dalam
menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi oleh perusahaan.
7. Perusahaan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan
menyenangkan
Perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan
menyenangkan dengan menata fasilitas yang memadai yang
dibutuhkan oleh para karyawan. Lingkungan kerja yang kondusif dapat
pula diciptakan dengan menjaga hubungan kerja yang harmonis
antara sesama karyawan. Pemenuhan fasilitas yang memudahkan
para karyawan akan membuat karyawan menjadi fokus dalam bekerja.
Misalnya: alat komunikasi yang memadai, tersedianya pantry room,
alat-alat yang berfungsi untuk penyegar ruangan (AC, kipas, dan
lainnya), penerangan yang memadai, ruangan kerja dan ruangan-
ruangan lainnya yang memadai dengan layout yang efisien, dan lain
sebagainya. Sedangkan, suasana kerja yang harmonis akan
memberikan efek dimana karyawan akan lebih betah dan akan
menumbuhkan “sense of belonging” atau “rasa memiliki” perusahaan.
Kombinasi kedua cara ini dapat menjadikan lingkungan kerja yang
lebih menyenangkan bagi karyawan.
M. RANGKUMAN MATERI
Pengembangan SDM dalam bentuk peningkatan kompetensi kerja
merupakan investasi strategik jangka panjang dan berdampak luas.
Peningkatan kompetensi SDM yang berupa: soft skill, hard skill, social skill,
dan mental skill menjadi tuntutan bagi perusahaan untuk memiliki
keunggulan dan dapat memenangkan persaingan. Perusahaan
membutuhkan SDM yang mau terus-menerus mengembangkan dirinya,
proaktif belajar, mau bekerja keras, bersemangat tinggi, dan dapat bekerja
sama. SDM yang diperlukan perusahaan juga harus sanggup menguasai
dan mengikuti/adaptif atas perkembangan teknologi secara cepat,
responsif, apalagi terhadap perubahan-perubahan lingkungan kerja dan
memiliki sikap melayani serta berintegritas tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Boulter , N., Murray , D., & Jackie, H. (2003). The Art of HRD people And
Competencies. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Boyatzis, R. (1982). The Competent Manager: A. Model For Effective
Performance,. New Jersey: John Wiley & Sons Inc.
BROCKBANK, W., & ULRICH, D. (2002). The New HR Agenda: 2002 HRCS
Executive Summary,. University Of Michigan Business School, Ann
Harbot. Michigan.
BROCKBANK, W., ULRICH, D., YOUNGER, J., & ULRICH, M. (2012). Recent
Study Shows Impact Of HR Competencies On Business Performance.
Employment Relations Today, , 39(1), 1-7. .
CAMPION, M., FINK, A., RUGGEBERG, B., PHILLIPS, G., & ODMAN, R.
(2011). Doing Competencies Well: Best Practices In Competency
Modeling,. Personnel Psychology, 64(1), 225-262.
CASCIO, W. (2005). From Business Partner To Driving Business Success:
The Next Step In The Evolution Of Human Management, . Human
Resource Management, 44(2), 159-163. .
DEDE, N. (2007). İnsan Kaynakları Yöneticilerinin Değişen Rolleri ve
Yetkinlikleri ve Bir Araştırma, . Thesis (PhD), İstanbul University. .
Dharma, S. (2005). Manajemen Kinerja. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
DYER, W. (1999). Training Human Resource Champions For The Twenty-
First Century. Human Resource Management, 38(2) 119-124.
Febrianty , F., Abdurohim, Vera Th. C. , S., Tafiqurrahman, I Wayan , E.,
Erica , A., . . . Ni Putu, C. (2021). NEW NORMAL ERA-EDISI II.
Yogyakarta: ZAHIR PUBLISHING.
Febrianty , F., Erika , R., Janner , S., Abdul , R., Abdurrozzaq , H., Sukarman
, P., . . . Syifa , S. (2020). Manajemen Perubahan Perusahaan Di Era
Transformasi Digital. Medan : Yayasan Kita Menulis.
Febrianty , F., Erika , R., Janner , S., Abdul , R., Abdurrozzaq , H., Sukarman
, P., . . . Syifa , S. (Medan). Manajemen Perubahan Perusahaan Di
Era Transformasi Digital. 2020: Yayasan Kita Menulis.
Febrianty , F., Opan , A., Lamhot , N., Lisa , I., Leni , N., Yohannes , D., . . .
Leo , S. (2020). KEPEMIMPINAN & PRILAKU ORGANISASI (KONSEP
DAN PERKEMBANGAN). Bandung: Widina Bhakti Persada.
Febrianty , F., Sherly , S., Diana , P., Onita , S., Hery , P., Kevin , I., . . .
Yayang , A. (2020). MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
(URGENSI, TREND DAN RUANG LINGKUP). Bandung: Widina Bhakti
Persada.
GÜLEŞ, H., & BURGESS, T. (2000). Günümüz İşletmelerinde Değişim
Yönetimi: Yöntemler ve Uygulanabilirliği. Atatürk Üniversitesi
İktisadi ve İdari Bilimler Dergisi, 14(1), 101-114.
Hartanto. (2009). Modal Insani: Konsep dan Operasionalnya, dalam:
Hendrawan, Sanerya, dkk, Pengembangan Human Capital (2012).
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Hartini, H., Muhammad , R., Rudy , I., Debi , E., Indi , R., Wijiharta, . . .
Nurul , F. (2020). PERILAKU ORGANISASI. Bandung: WIDINA BHAKTI
PERSADA.
Johnson, C. (1994). A Meaning For Competency. Georgia: Competency
Based Education centre Colege of Education.
Kunandar. (2007). Guru Profesional : Implementasi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru.
Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Kupper, H., & Arnold, A. (1995). Competence Based Curriculum
Development: Experience in Agri Chain Management in Netherland
and China. Capstone Publishing, Oxford University.
Looy, D., & Paul , G. (1998). Service Management: An Integrated Approach,
(Online). London: Financial Times Management.
Mangkunegara, A. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Masrul , M., Abdillah, L., Tasnim, T., Simarmata, J., Daud, D., Sulaiman, O., .
. . Faried, A. (2020). Pandemik COVID-19: Persoalan dan Refleksi di
Indonesia. Medan: Yayasan Kita Menulis.
Mcclelland, D. (1973). Testing For Competence Rather Than For
Intelligence. American Psychologist, 28, 1-14.
Mitrani, A. (1995). Manajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan
Kompetensi. Terjemahan Dadi Pakar. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
A. PENDAHULUAN
Kualitas sumber daya manusia pada setiap organisasi atau perusahaan
merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam meningkatkan
kinerja organisasi, kualitas sumber daya manusia yang baik tentu akan
memudahkan organisasi dalam mencapai tujuan. Sumber daya manusia
merupakan potensi yang menjadi motor penggerak organisasi atau
perusahaan (Nawawi 2003). Karyawan merupakan sumber daya manusia
yang berharga dalam organisasi atau perusahaan meskipun saat ini
kemajuan teknologi yang semakin canggih, keberadaan karyawan tidak
dapat tergantikan dalam bidang-bidang tertentu. Peningkatan kinerja
karyawan merupakan hal yang wajib dilakukan oleh organisasi atau
perusahaan, semakin tinggi kualitas dari kinerja karyawan maka semakin
tinggi juga dari kinerja organisasi. Untuk menjaga kualitas dari kinerja
karyawan perusahaan membentuk divisi khusus yang menangani
karyawan, termasuk dalam peningkatan kualitas kinerja karyawan yang
dimilikinya. Karyawan juga merupakan aset yang dimiliki oleh perusahaan
yang dapat membangun atau mengembangkan perusahaan tersebut
sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
penerbitwidina@gmail.com
4. Standar Kinerja
Evaluasi kinerja selalu membutuhkan suatu standar kinerja, tanpa
adanya standar kinerja ini maka ukuran yang digunakan dalam melakukan
perbandingan-perbandingan yang berkaitan dengan kinerja karyawan.
Evaluasi kinerja tanpa memiliki standar kinerja maka evaluasi tersebut
tidak akan memiliki nilai yang berfungsi bagi seorang pemimpin dalam
mengambil suatu keputusan (Wirawan 2009). Standar kinerja memiliki
banyak fungsi yang diantaranya adalah dapat digunakan dalam
menentukan besaran standar gaji karyawan, dengan standar tersebut
beban pekerjaan dan tanggung jawab yang diemban oleh karyawan dapat
dirumuskan oleh perusahaan.
Standar kinerja yang baik dalam suatu perusahaan haruslah dapat
diukur dengan berbagai satuan yang ada, realistis, mudah untuk
dimengerti sehingga orang yang membutuhkan informasi mengenai
standar kinerja mudah memahami. Sebelum suatu pekerjaan diberikan
kepada karyawan maka perlunya suatu standar yang ditetapkan dalam
pekerjaan tersebut, sehingga para pekerja akan mudah melakukan
pekerjaannya dan sesuai yang diharapkan oleh perusahaan. Selain itu juga
standar kerja juga berfungsi sebagai sumber informasi kepada karyawan
mengenai pekerjaan dan tingkat pencapaian kinerja yang diharapkan.
Fungsi dari standar kerja antara lain sebagai tolok ukur dalam menentukan
keberhasilan kinerja, sebagai motivasi karyawan dalam mengerjakan
pekerjaannya, sebagai prosedur didalam melakukan pekerjaan.
Suatu standar kinerja yang efektif merupakan suatu standar yang
dibuat oleh perusahaan berdasarkan pekerjaan-pekerjaan yang ada,
pekerjaan tersebut dapat dipahami, dapat diukur, memiliki spesifikasi
yang jelas. Melalui standar tersebut maka karyawan akan termotivasi
dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan kompetensi yang
dimilikinya. Menurut Kirkpatrick (2000:39) dalam (Wibowo 2007) terdapat
delapan standar kinerja yang efektif yaitu :
1) Standar kinerja yang dibuat berdasarkan pekerjaan, hal ini agar setiap
karyawan melakukan pekerjaannya menggunakan standar yang telah
ditentukan dan sama.
2) Standar kinerja yang dibuat berdasarkan hasil capaian, dalam hal ini
pekerjaan yang dilakukan sudah memiliki gambaran hasil dari
Supervisior :
NIK Pegawai :
Devisi :
Jabatan :
Tanggal penilaian :
2. Pekerjaan-pekerjaan yang
memerlukan perbaikan :
a.
b.
Model Ranking
Evaluasi dengan menggunakan model rangking ini terlebih dahulu
harus melakukan berbagai macam observasi kepada karyawan, yang
kemudian tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian, dan yang
terakhir adalah melakukan perangkingan nilai dari yang tertinggi hingga
terendah dari kinerja karyawan. Dalam model rangking ini penilaian
diurutkan berdasarkan pada masa kerja, tingkat pendidikan, umur, serta
indikator lainnya yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian
karyawan. Penggunaan metode ini secara teoritis akan cukup adil hal ini
dikarenakan jika ada posisi pekerjaan yang kosong maka posisi tersebut
dapat diisi oleh karyawan lainnya yang sesuai dengan kompetensinya.
Model Ceklis
Dalam model evaluasi kinerja didasarkan pada indikator-indikator hasil
pekerjaan karyawan, perilaku yang ditunjukkan selama bekerja, sifat
pribadi yang dimiliki oleh karyawan yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Selama penilaian ini atasan akan melakukan pengamatan terhadap
karyawan dan akan menceklis berdasarkan dari indikator-indikator
penilaian karyawan. Pemberian bobot nilai pada indikator-indikator pada
setiap perusahaan akan berbeda-beda tergantung dari peraturan yang
dikeluarkan oleh bagian SDM perusahaan. Berikut adalah contoh evaluasi
yang menggunakan form ceklis (Wirawan,2009) dimodifikasi:
Tabel 8.3 Formulir Perfomence Karyawan Perusahaan ABC
Alamat : Jl Rambutan No 21, Mataram,NTB, No tlp 0370 6222222
Nama Karyawan : Departemen :
Pejabat Penilai : Tanggal :
Bobot Indikator Kinerja Cek disini
D. RANGKUMAN MATERI
1. Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan
melalui perencanaan strategis suatu organisasi atau perusahaan.
2. Penilaian kinerja wajib dilakukan oleh setiap organisasi atau
perusahaan pada periode-periode tertentu untuk menilai kinerja
karyawan serta melakukan perbandingan dengan data periode
sebelumnya.
3. Evaluasi merupakan sistem formal yang digunakan untuk
mengevaluasi kinerja pegawai secara periodik yang ditentukan oleh
setiap organisasi atau perusahaan
4. Kinerja dari setiap individu atau kelompok tentu akan berbeda-beda,
hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
seperti, motivasi, kemampuan, dukungan, pekerjaan, hubungan
dengan perusahaan
5. Pengukuran dari setiap penilaian yang dilakukan akan memberikan
hasil evaluasi terhadap tingkat prestasi karyawan berdasarkan dari
pengamatan-pengamatan yang dilakukan, catatan perolehan prestasi
yang dicapai oleh karyawan
6. Menurut Robert L Mathis dan John H. Jackson (2001) mengemukakan
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yakni kemampuan
individu dari karyawan, motivasi yang dimiliki oleh karyawan, berbagai
dukungan yang diterima oleh karyawan, hubungan yang dimiliki
karyawan dengan lingkungan perusahaan
7. Evaluasi kinerja selalu membutuhkan suatu standar kinerja, tanpa
adanya standar kinerja ini maka ukuran yang digunakan dalam
melakukan perbandingan-perbandingan yang berkaitan dengan
kinerja karyawan.
8. Evaluasi merupakan suatu riset untuk mengumpulkan data-data,
menganalisa, kemudian menyajikan informasi berdasarkan hasil dari
analisis data tersebut, dengan membandingkan indikator dan
dijadikan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
MOTIVASI, KOMPENSASI,
DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN
Febria Sri Handayani, M.Kom
STMIK PalComTech Palembang
A. PENDAHULUAN
Demi menunjang proses bisnis dan mencapai tujuan yang telah
ditentukan, perusahaan perlu melakukan beberapa langkah dalam
mengelola sumber daya manusia didalamnya. Manajemen sumber daya
manusia merupakan suatu prosedur yang berkesinambungan (Stoner,
2006). Manajemen sumber daya manusia yang dilakukan oleh perusahaan
bertujuan untuk memilih dan menempatkan karyawan pada posisi dan
jabatan yang tepat sesuai dengan kualifikasi keahlian dan bidang ilmunya.
Begitu banyak polemik dan tantangan yang harus dihadapi pihak
manajemen perusahaan dalam pengelolaan manusia (people manajemen).
Pentingnya pengelolaan manusia yang dalam hal ini kita sebut karyawan,
akan sangat menentukan perkembangan bisnis. Karyawan adalah salah
satu sumber daya manusia dalam organisasi, sebagai pemilik pengetahuan
dan keterampilan yang disumbangkan terhadap organisasi, memiliki peran
yang sangat penting dalam mencapai tujuan organisasi (Bangun, 2012).
Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika karyawan disebut sebagai salah
penerbitwidina@gmail.com
F. RANGKUMAN MATERI
1. Motivasi memunculkan pemenuhan kebutuhan seseorang tidak hanya
dalam bentuk finansial, akan tetapi juga dalam bentuk prestise,
aktualisasi diri dalam lingkungan, otonomi, serta kebutuhan sosial
lainnya.
2. Kompensasi (reward) dan sanksi (punishment) dalam pekerjaan
seorang karyawan adalah salah satu bentuk motivasi yang dapat
merangsang peningkatan produktivitas kerja dan profit perusahaan.
3. Ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi yang berasal dari dalam pribadi
karyawan atau yang biasa disebut motivasi intrinsik dan motivasi yang
bersumber dari luar pribadi karyawan atau biasa disebut motivasi
ekstrinsik. Motivasi intrinsik dipengaruhi oleh minat, tantangan, dan
kepuasan pribadi yang dirasakan oleh karyawan. Sedangkan motivasi
ekstrinsik merupakan rangsangan untuk meningkatkan semangat kerja
dan respon positif atas perubahan yang terjadi di dalam perusahaan.
Motivasi ekstrinsik diberikan dalam bentuk kenaikan gaji, bonus upah,
promosi kenaikan jabatan, dan imbalan lainnya seperti pujian atau
sekedar perayaan kecil-kecilan atas prestasi karyawan.
4. Adapun cara memotivasi karyawan diantaranya lebih mengutamakan
keberhasilan daripada kegagalan, memberikan pengakuan dan
penghargaan atas kebutuhan karyawan, mengapresiasi prestasi
karyawan, menjalin komunikasi yang baik, menyesuaikan antara
kualifikasi bidang kerja, kompetensi karyawan, dan beban kerja
dengan kompensasi yang seharusnya didapat oleh karyawan, dan
memilih waktu yang tepat untuk memberikan kompensasi.
5. Pemberian kompensasi bagi karyawan bertujuan untuk memperkuat
ikatan kerja sama, sebagai salah satu bentuk motivasi kerja,
meningkatkan kedisiplinan karyawan, menciptakan kepuasan kerja,
membuat alokasi karyawan yang efektif, dan menjaga stabilitas retensi
karyawan.
6. Pengelolaan motivasi dan kompensasi yang tepat untuk setiap
karyawan dapat menciptakan suasana kerja yang nyaman sehingga
tercapainya kepuasan kerja karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
Anindya, N. I., Ariana, N., & Putra, A. M. (2017, April ). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kepuasan Kerja Karyawan The Legian Bali Hotel.
Jurnal Kepariwisataan dan Hospitalitas, 1(1).
Bangun, W. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga.
Kermally, S. (2014). Gurus on People Management. London: Thorogood
Publishing Ltd.
Priyono. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia. Surabaya: Zifatama.
Robbins, S., & Coulter, M. (2016). Manajemen (Vol. 1). (B. Sabran, & D.
Bardani P, Penerj.) Jakarta: Erlangga.
Stoner, A. (2006). Manejemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Supartha, W. G., & Sintaasih, D. K. (2017). Pengantar Perilaku Organisasi :
Teori, Kasus, dan Aplikasi Penelitian. Denpasar Timur: CV Setia Bakti.
Supartha, W. G., Suana, I. W., Priartini, P. S., Putra, M. S., & Dewi, I. M.
(2014). Peran Mediasi Budaya Organisasi Pada Pengaruh
Kompetensi Dan Motivasi Ketua Lembaga Perkreditan Desa (LPD)
Terhadap Kinerja LPD (Studi Pada LPD Di Kabupaten Gianyar). Bali.
A. PENDAHULUAN
Konsistensi Kinerja Pegawai atau Kinerja karyawan adalah suatu hal
yang sangat berpengaruh bagi kesuksesan sebuah perusahaan. Kinerja
atau performa karyawan yang bagus akan berbanding lurus dengan hasil
yang baik dalam perkembangan bisnis perusahaan. Malah, kinerja yang
buruk akan berdampak buruk pula pada perusahaan. Hasil kinerja
karyawan ini dapat dilihat dari aspek kualitas, kuantitas, waktu kerja, dan
kerja sama untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan oleh
perusahaan. Semuanya tergantung pada kuantitas dan waktu yang
digunakan karyawan dalam menjalankan tugas. Faktor kinerja karyawan
juga dapat mengetahui dari waktu kerja, jumlah yang absen, dapat, dan
masa kerja. Seluruh kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan bisnis
atau organisasi merupakan bentuk kinerja kinerja. Peran karyawan sangat
penting terhadap sukses atau tidaknya perusahaan. Perusahaan dalam hal
ini perlu melaksanakan kinerja setiap karyawannya apakah mereka
melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai harapan. Penilaian kinerja
ini sangat penting untuk menentukan apakah perusahaan akan terus
penerbitwidina@gmail.com
B. DISIPLIN SIKAP
Salah satu hal penting dalam menjaga
konsistensi kinerja karyawan adalah sikap disiplin.
Kedisiplinan karyawan sangat diperlukan demi
kelancaran bisnis perusahaan. Setiap karyawan
diharapkan memiliki sikap disiplin untuk
mengikuti aturan dan melaksanakan masing-
masing. Perusahaan itu sendiri dapat membuat
kebijakan yang akan memengaruhi sikap karyawan.
Menegakkan disiplin kerja sangat penting bagi perusahaan. Adanya
disiplin kerja akan menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran
pelaksanaan kerja perusahaan, sehingga memperoleh hasil yang optimal.
Sedangkan bagi karyawan, disiplin kerja memberikan dampak suasana
kerja yang menyenangkan sehingga akan menambah semangat dalam
melaksanakan pekerjaannya.
Disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua
peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku”. Kesadaran adalah
sikap seseorang yang secara acak mentaati semua peraturan dan sadar
akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, dia akan mematuhi melakukan
semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. Sedangkan yang
dimaksud dengan kesediaan adalah suatu sikap, perilaku, dan perbuatan
seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan, baik yang tertulis
maupun tertulis tidak.
Kehidupan dalam suatu perusahaan akan sangat membutuhkan
ketaatan dari anggota-anggotanya pada peraturan dan ketentuan yang
berlaku pada perusahaan tersebut. Dengan kata lain, disiplin kerja pada
karyawan sangat dibutuhkan, karena apa yang menjadi tujuan perusahaan
sukar dicapai bila tidak ada disiplin kerja. Kedisiplinan dapat diartikan
bilamana karyawan selalu datang dan pulang tepat waktunya,
mengerjakan semua Pekerjaannya dengan baik, patuhi semua peraturan
perusahaan dan norma norma sosial yang tepat, ada 3 disiplin kerja yang
harus dilakukan, yaitu:
1. Disiplin Preventif, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mendukung
karyawan untuk mematuhi berbagai standar dan aturan sehingga
penipuan dapat mencegah.
2. Disiplin Korektif, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk makan bergetar
lebih jauh. Aktivitas korektif yang sering berupa dan disebut tindakan
disipliner.
3. Disiplin Progresif, yaitu kegiatan yang memberikan perlindungan lebih
berat terhadap anti yang berkali-kali. Tujuan dari disiplin progresif ini
adalah agar karyawan dapat melakukan tindakan korektif sebelum
mengenal yang lebih serius.
“Disiplin yang baik adalah disiplin diri. Banyak orang menyadari bahwa
ada kemungkinan bahwa disiplin diri adalah peningkatan kemalasan.
Dengan kesadaran dalam Menerapkan aturan perusahaan atau badan
yang disiplin dalam karya disiplin maka kinerja tinggi karyawan juga akan
meningkat ” Secara umum, tingkatan disiplin menjadi 3 (tiga) jenis sanksi,
yaitu sanksi ringan, sanksi hukum sedang dan sanksi berat. Masing-masing
sanksi disesuaikan dengan besar kecilnya kesepakatan yang dilakukan oleh
karyawan. Tujuan utama mengadakan sanksi disiplin kerja bagi karyawan
yang melanggar norma-norma perusahaan adalah memperbaiki dan
mendidik para pegawai yang melakukan disiplin. Sanksi atas percobaan
disiplin yang dilepaskan haruslah setimpal dengan disiplin yang dilakukan
sehingga adil dapat diterima. Pada umumnya sebagai pegangan manajer
meskipun tidak mutlak, tingkat dan sanksi sanksi disiplin kerja atas sanksi
disiplin berat, sanksi sedang dan sanksi disiplin ringan. Dalam tataran
praktis, dalam lingkungan organisasi pemerintahan, penerapan sanksi
tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan kaidah dan norma yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Namun demikian, melalui berbagai
pendekatan dan penegakan serta ketegasan secara bertahap penegakan
disiplin kerja pegawai dapat dilaksanakan dengan baik.
b. Peraturan Disiplin Peraturan atau tata tertib yang tertulis dan tidak
tertulis dibuat agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan baik. Untuk
itu dibutuhkan sikap setia dari karyawan terhadap komitmen yang
telah ditetapkan tersebut. Kesetiaan di sini berarti taat dan patuh
dalam melaksanakan perintah dari atasan dan peraturan, tata tertib
yang telah ditetapkan. Serta ketaatan karyawan dalam menggunakan
kelengkapan pakaian seragam yang telah ditentukan organisasi atau
perusahaan.
c. Disiplin tanggung jawab Salah satu wujud tanggung jawab karyawan
adalah penggunaan dan pemeliharaan peralatan sebaik-baik sehingga
dapat mendukung kegiatan kantor yang berjalan lancar. Serta adanya
kesanggupan dalam menghadapi pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya sebagai seorang karyawan.
D. MOTIVASI KERJA
Motivasi merupakan suatu tindakan yang timbul
pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar
untuk melakukan tindakan dengan tujuan
tertentu. Motivasi setiap karyawan tentu saja
berbeda-beda. Ada karyawan yang termotivasi
untuk bekerja demi uang agar dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginannya. Ada juga yang
termotivasi dengan jabatan tinggi. Dalam pembahasan ini menunjukkan
catatan menarik terkait motivasi kerja. Sesungguhnya karyawan merasa
termotivasi karena ada kebutuhan hidup yang harus terpenuhi dan
lingkungan kerja yang nyaman, namun beberapa aspek lain dari motivasi
belum dipersepsikan membantu, misalnya:
Pada kinerja yang tinggi melayani dengan motivasi yang tinggi. Malah,
motivasi yang rendah dengan kinerja yang rendah. Kinerja seseorang
kadang-kadang tidak berhubungan dengan kompetensi yang dimiliki,
karena faktor-faktor diri dan lingkungan kerja yang mempengaruhi kinerja.
Kinerja yang tinggi adalah fungsi dan interaksi antara motivasi, kompetensi
dan peluang sumber daya pendukung, sehingga kinerja dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Kinerja = f (Motivasi x Kompetensi x Kesempatan)
1. Pendekatan Kuratif
Pendekatan kuratif atau mengatasi adalah melihat apakah masalah
yang menimbulkan pengaruh pada motivasi penting atau tidak dalam
pekerjaan. Apabila kesulitan tidak terlalu penting maka kita tidak perlu
merasa putus asa. Tetapi ternyata masalah itu penting dalam pekerjaan,
maka bicara secara terbuka dan langsung dengan pihak yang bertanya
untuk mendapatkan jika persepsi sehingga jalan keluarnya dapat
ditemukan, misalnya atasan atau konselor. Bila pihak yang krisis tidak
dapat ditemui secara langsung, hubungi surat atau telepon.
2. Pendekatan Antisipatif
Karyawan sebaiknya bekerja dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya berusaha menenangkan hati
bekerja dan jangan terganggu dengan perasaan gelisah. Bila merasa tidak
nyaman karena hal-hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, maka
sebaiknya mengatur diri di luar ruang kerja dengan cara yang berhasil,
misalnya dengan berdoa atau yoga. Karyawan pengganti dan berpikir
positif terhadap pekerjaan.
H. PENGEMBANGAN ORGANISASI
Pengembangan dari manajemen sumber daya manusia, sehingga
pengembangan organisasi fokus membantu perusahaan dalam mencapai
peningkatan kinerja yang berkelanjutan melalui SDM-nya. Pengembangan
organisasi bersifat kritis dan berbasis sains, yang membantu organisasi
membangun kapasitas mereka untuk berubah dan mencapai yang lebih
besar dengan mengembangkan, meningkatkan, dan meningkatkan
strategi-struktur-proses kerja. Pengembangan organisasi juga dikatakan
sebagai proses yang sangat membutuhkan waktu dan hasil yang tidak
instan, karena tahapan tahapan dan evaluasi selama dijalankan.
Secara umum, tujuan dari pengembangan organisasi adalah agar
organisasi dapat merespon dan menyesuaikan dengan lebih baik terhadap
perubahan industri/ pasar dan teknologi, termasuk perubahan yang ingin
dilakukan. Pengembangan organisasi juga menjadi alat penting dalam
pengelolaan dan perencanaan pertumbuhan perusahaan. Selain tujuan
K. RANGKUMAN MATERI
Dengan kesadaran dalam Menerapkan aturan perusahaan atau badan
yang disiplin dalam karya disiplin maka kinerja tinggi karyawan juga akan
meningkat ” Secara umum, tingkatan disiplin menjadi 3 (tiga) jenis sanksi,
yaitu sanksi ringan, sanksi hukum sedang dan sanksi berat. Masing-masing
sanksi disesuaikan dengan besar kecilnya kesepakatan yang dilakukan oleh
karyawan. Tujuan utama mengadakan sanksi disiplin kerja bagi karyawan
yang melanggar norma-norma perusahaan adalah memperbaiki dan
mendidik para pegawai yang melakukan disiplin.
DAFTAR PUSTAKA
KECERDASAN EMOSIONAL
DAN KINERJA KARYAWAN
Amanda Setiorini, S.Psi., M.M
Universitas Krisnadwipayana, Jakarta
A. MENGENAL PERILAKU
Kebanyakan orang menilai orang lain dari perilakunya, bukan dari apa
yang diketahuinya (Stein, 2009, p. 13). Orang akan lebih menghargai
seseorang ketika ia peduli dengan orang lain membantu orang yang
kesusahan, berempati terhadap orang yang tertimpa musibah daripada
hafal daftar nama unsur dalam susunan berkala di luar kepala.
Dalam psikologi, ketiga hal ini tidak dapat dipisahkan: perasaan
(Affection), perilaku (Behavior), dan pikiran (Cognition). Untuk
memudahkan, ingat saja huruf depannya: A-B-C. Ketiganya saling
berhubungan, meskipun yang kasatmata hanyalah perilaku. Perasaan dan
pikiran ada di dalam diri manusia dan tidak dapat dilihat, namun hasil dari
kegiatan merasa dan berpikir itu dapat terlihat karena mewujud pada
perilaku individu.
Dengan kata lain, dibalik perilaku yang ditampilkan seseorang, ada
kegiatan merasa dan berpikir yang dilakukannya. Misalnya, seseorang
yang memarahi anak buahnya di kantor. Ia mungkin memahami bahwa
B. MENGENAL EMOSI
Disney merilis film berjudul Inside Out pada 2015. Ini adalah film yang
menarik dan mudah dimengerti untuk menjelaskan mengenai emosi pada
manusia. Secara umum, lima emosi utama adalah senang (Joy, berwarna
kuning-hijau-biru intinya: cerah-ceria), sedih (Sadness, dominan warna
biru dengan wajah murung), marah (Anger, dominan warna merah dengan
pandangan galak), takut (Fear, dominan warna ungu dengan raut wajah
selalu panik), dan jijik (Disgust, dominan warna hijau dengan raut muak-
mual). Kelima emosi ini mempunyai perannya masing-masing dalam diri
individu. Kita mungkin tidak menyukai emosi negatif seperti sedih dan
marah, namun emosi negatif itu tetap penting bagi kita. Dalam film Inside
Out diceritakan bagaimana Joy memahami bahwa Sadness berfungsi untuk
memberi tahu bahwa Riley merasa kewalahan dengan kondisi yang
dihadapi rumah baru, teman baru, kondisi rumah yang tidak
menyenangkan. Hal ini berarti rasa sedih betapapun terasa tidak nyaman
tetap diperlukan.
Rasa takut memiliki fungsi yang lain lagi, yaitu untuk menjaga
keselamatan diri. Selain itu ada jijik, yang mencegah kita menerima
“racun”, baik secara fisik maupun emosional. Dan, ada marah, yang terusik
jika kita menghadapi ketidakadilan dalam berbagai bentuk. Emosi-emosi
utama ini berkolaborasi memengaruhi perilaku manusia. Meskipun dalam
Inside Out, dimunculkan satu emosi yang sering kali dominan
dibandingkan yang lain, pada dasarnya emosi-emosi dasar itu dapat
bergabung sehingga membentuk kombinasi emosi yang banyak.
Sumber: https://www.vox.com/2015/6/29/8860247/inside-out-emotions-
graphic
F. KECERDASAN SOSIAL
Setelah memahami mengenai kondisi emosional diri sendiri, tidak
kalah pentingnya adalah untuk memahami kondisi sosial orang lain. Hal ini
terutama penting untuk orang-orang yang berada di sekitar kita. Seperti
telah diketahui, manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan
dengan orang lain di sekitarnya. Karena itu, memiliki kecerdasan sosial
adalah hal yang penting untuk menciptakan hubungan yang sehat dengan
orang lain. Kecerdasan sosial (Stein, 2009, p. 15) merefleksikan
kemampuan seseorang untuk memahami apa yang dirasakan oleh orang
lain, dan karenanya mengelola emosi dan perilaku terhadap orang
tersebut. Sebagai contoh, seseorang di kantor Anda tengah mengalami hal
yang buruk di rumah. Ia membawa emosi tersebut ke kantornya. Pada hari
tersebut, ia marah-marah kepada setiap orang yang ditemui, termasuk
Anda.
Dengan kecerdasan sosial, Anda paham bahwa rekan tersebut sedang
mengalami hal yang tidak menyenangkan dan tahu apa yang perlu Anda
lakukan agar kondisi tidak memburuk. Tanpa kecerdasan sosial, Anda tidak
paham kondisi rekan tersebut dan kemungkinan justru akan terlibat
dengan emosinya yang sedang meluap. Ditambah lagi, jika Anda sendiri
tidak memiliki kecerdasan emosional, Anda tidak paham bahwa kondisi
tidak menyenangkan tersebut sebenarnya bukan salah Anda. Anda justru
Stein (2009, p. 19) mengutip hasil studi yang dilakukan oleh multi
health system yang menyatakan bahwa meningkatkan kecerdasan emosi
di tempat kerja memiliki beberapa manfaat diantaranya kemampuan
untuk mengelola stres pekerjaan dengan lebih baik, meningkatkan kualitas
hubungan dengan rekan kerja dan atasan, menjadi lebih produktif,
menjadi manajer atau pemimpin yang lebih baik, lebih baik dalam
mengelola prioritas, dan lebih baik sebagai anggota kelompok. Bayangkan
apa yang dapat Anda lakukan dengan kemampuan seperti itu. Dengan
memiliki kosakata emosi yang baik, bukan hanya dapat membuat
seseorang lebih jelas dengan perasaannya, tetapi juga memudahkan orang
lain disekitarnya untuk memahami apa yang ia maksudkan (Stein, 2009, p.
64). Manfaatnya sangat jelas: di tempat kerja, seseorang dapat lebih
mudah menyampaikan dan mendapatkan apa yang dibutuhkan. Anda
akan menjadi lebih serasi dengan lingkungan kerja termasuk dengan
teman-teman sekerja, dan dengan demikian mengurangi tekanan yang
Anda hadapi di tempat kerja.
Dengan kecerdasan emosional yang baik, seseorang dapat
mengembangkan keterampilan berikut ini yang sangat penting di dunia
kerja, yaitu keterampilan interpersonal, kepemimpinan, manajemen diri,
intrapersonal, serta pengembangan diri.
Keterampilan interpersonal melibatkan kemampuan untuk
membentuk hubungan yang sehat dengan orang lain. Di tempat kerja, hal
ini sangat penting dilakukan karena dalam bekerja tentunya harus
berhubungan dengan orang lain baik rekan kerja atau atasan di kantor
maupun pihak ketiga. Dalam keterampilan interpersonal, dibutuhkan
kemampuan asertif, manajemen amarah, dan manajemen kecemasan.
Sikap asertif dibutuhkan untuk menyatakan pendapat dan
menyampaikan argumen dengan cara yang baik dan benar sehingga tidak
merugikan diri sendiri maupun pihak lain. Hal ini tidak hanya dibutuhkan
saat melakukan negosiasi saja, tetapi juga pada setiap kesempatan dimana
seseorang perlu menyampaikan pendapatnya maupun mempertahankan
gagasannya. Sikap asertif membutuhkan pemahaman tentang etika bicara
dan menyampaikan pendapat yang baik, selanjutnya dibutuhkan
kemampuan untuk mempertahankan pendapat yang mungkin dapat
memancing emosi negatif.
orang lain. Hal ini sejalan dengan fungsi manajerial, yang diantaranya
adalah mengelola manusia.
Perlu diingat bahwa posisi sebagai pemimpin harus memiliki
keterampilan mengelola manusia, termasuk anggota timnya. Dengan
kecerdasan emosional seorang pemimpin dapat menempatkan diri dengan
baik diantara cara anggota timnya maupun di antara sesama pemimpin.
Beberapa keterampilan kepemimpinan yang dibutuhkan adalah
kemampuan berempati dan asertif.
I. KINERJA KARYAWAN
Dari gambaran di atas, jelas betapa pentingnya kecerdasan emosional
di lingkungan kerja. Secara umum, karakteristik individu dengan
kecerdasan emosional adalah mampu mendekati dan menyelesaikan
masalah dengan optimisme, memahami emosinya sendiri dan orang lain,
mampu mengelola emosinya: tidak terlalu tinggi, tidak terlalu rendah, dan
mengenal kekuatan dan kekurangannya. Bagian ini akan menjelaskan
hubungan kecerdasan emosional karyawan terhadap kinerjanya.
Karyawan dengan kecerdasan emosional cenderung mampu bekerja
secara profesional. Artinya bahwa ia mampu bekerja secara optimal dalam
berbagai situasi, tidak muda terbawa perasaan (misalnya, saat tegang
menjadi tidak fokus pada pekerjaannya). Meskipun sedang mengalami
masalah di tempat lain (misalnya, ada anggota keluarga yang sakit), ia
tetap mampu berkonsentrasi saat bekerja. Pikirannya tetap fokus saat
bekerja dan tidak memikirkan hal-hal lain di luar pekerjaan. Bisa jadi
setelah bekerja ia akan segera pulang untuk mengurus keluarganya yang
J. RANGKUMAN MATERI
Untuk memahami kecerdasan emosional, terlebih dahulu perlu
mempelajari emosi dan bagaimana emosi memengaruhi perilaku individu.
Pengaturan emosi terjadi pada otak manusia dan merupakan bagian dari
kelengkapan bertahan hidup manusia yang berkembang dari waktu ke
waktu. Lima emosi dasar yang dimiliki manusia adalah senang, sedih,
marah, jijik, dan takut. Kelimanya berkolaboran membentuk berbagai
DAFTAR PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Sumber daya manusia merupakan asset terpenting dalam organisasi.
Namun tidak semua SDM dikatakan dapat menjadi asset perusahaan
karena mereka tidak memiliki pendidikan dan keterampilan yang
mumpuni. Tanpa sumber daya manusia yang berkualitas, rencana/ strategi
bisnis yang hebat dan komprehensif sekalipun tidak akan dapat
menunjukkan hasil yang optimal. Perencanaan sumber daya manusia
(SDM) telah menjadi fungsi manajemen sejak awal mula modern
organisasi industri. Perencanaan sumber daya manusia didefinisikan
sebagai perkiraan kebutuhan tenaga kerja di masa depan. Alfred Marshall
seorang ekonom dunia mengamati pada tahun 1890, bahwa seorang
manajer harus menempatkan dirinya sebagai juru tulis dan mandor divisi
kerja, spesialis bidang pekerjaan, manajemen organisasi dalam berbagai
tingkatan, penyederhanaan kerja, dan menerapkan standar untuk memilih
penerbitwidina@gmail.com
karyawan dan mengukur kinerja karyawan. Hal ini merupakan prinsip yang
diterapkan sejak awal dalam manajemen industri.
Perencanaan SDM memiliki arti yang berbeda bagi setiap organisasi.
Untuk beberapa perusahaan, perencanaan SDM berarti pengembangan
manajemen. Hal ini melibatkan para eksekutif untuk membuat keputusan
yang lebih baik, berkomunikasi lebih efektif, dan mengetahui lebih banyak
tentang perusahaan.
13. Meningkatkan balas jasa (gaji, upah insentif, dan benefits) karyawan
14. Memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat atau konsumen.
H. RANGKUMAN MATERI
Perencana sumber daya manusia dilakukan sebagai indikator
kesesuaian antara supply (penawaran) dan demand (permintaan) bagi
perusahaan. Perencanaan sumber daya manusia juga berguna sebagai
“early warning” organisasi terhadap implikasi strategi bagi pengembangan
sumber daya manusia dengan melakukan audit terhadap SDM.
DAFTAR PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Berada pada revolusi industri membuat semua organisasi perlu
berbenah diri. Konsep revolusi industri banyak diartikan sebagai sebuah
bentuk perubahan yang mengacu pada teknologi. Perusahaan ataupun
karyawan secara individu perlu melakukan antisipasi terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi. Perubahan ini dapat ditangani ketika seorang
individu mampu meningkatkan kompetensi diri sebagai salah satu amunisi
di tengah ketatnya persaingan dalam dunia pekerjaan. Sedangkan pihak
perusahaan perlu membuat strategi agar karyawan yang dimilikinya tidak
memiliki niat untuk keluar dari perusahaan.
Faktor kepemimpinan menjadi salah satu faktor yang sangat
berpengaruh dalam pengambilan keputusan strategi perusahaan.
Termasuk ketika ia harus menerapkan strategi berdasarkan karakteristik
karyawan yang dimilikinya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2020)
menjelaskan bahwa pada saat ini Indonesia memiliki bonus demografi
yang sangat melimpah, terutama banyaknya pekerja yang berasal dari
generasi millenial atau generasi Y. Melimpahnya jumlah pekerja ini
penerbitwidina@gmail.com
dibutuhkan dalam era teknologi seperti ini oleh sumber daya manusia
bukan hanya hard skill saja namun juga pengembangan soft skill masing-
masing sumber daya manusia.
Suliananta (2016) menjelaskan bahwa keahlian interpersonal skill saat
ini masih sangat minim dipelajari oleh siapapun. Minimnya kemampuan ini
ternyata memberikan problematika tersendiri bagi sumber daya manusia.
Perubahan faktor eksternal dari dalam perusahaan, misalnya perubahan
teknologi, ternyata memberikan kesulitan bagi masing-masing sumber
daya manusia untuk berinteraksi dalam dunia kerja. Selain itu banyak pula
yang mengeluhkan sulit beradaptasi dan berinteraksi dengan teman kerja
lain yang pada akhirnya membuat masing-masing dari mereka kesulitan
bekerja dalam tim. Sehingga perlu adanya penyeimbang yang baik dari
interpersonal skill dan hard skill itu sendiri agar masing-masing sumber
daya manusia dapat mengikuti pola perubahan yang saat ini terus terjadi.
Banyak lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi yang mulai
menekankan pemberian soft skill dibandingkan hard skill. Mereka
mengharapkan adanya peningkatan kemampuan dan keterampilan oleh
masing-masing mahasiswa. Termasuk keterampilan berkomunikasi
ataupun teknik komputerisasi. Perubahan ini dinilai sangat penting dan
segera untuk dilakukan karena munculnya era disruptif digital yang
mengubah harapan mendasar dan perilaku dalam banyak hal. Termasuk
dalam hal budaya, ekonomi, industry, pasar atau proses yang disebabkan
dan diekspresikan melalui kemampuan digital, saluran atau aset (Kasali,
2018).
Pola perubahan yang sangat jelas terjadi adalah adanya pola
perubahan pada bisnis. Pola perubahan yang dimaksud adalah bagaimana
perusahaan mampu meningkatkan layanan terhadap apa yang pelanggan
harapkan. Selain harus sesuai dengan ekspektasi pelanggan, layanan harus
dapat dilakukan dengan efisien dan efektif dari sisi produksi sampai
peningkatan kemampuan sumber daya manusia. Perusahaan yang tidak
dapat memenuhi ekspektasi pelanggan dan tidak peka akan adanya
perubahan akan ditinggalkan oleh pelanggannya. Sehingga dari masalah
ini perusahaan membutuhkan tambahan informasi dari big data yang
dapat diperoleh dari sosial media pelanggan.
tidak lagi terlalu berfungsi pada saat ini. Namun dalam realitanya hanya
sedikit dari pemimpin yang setuju dan mampu memahami mengenai
adanya perubahan ini.
Adanya masalah ini terjadi karena adanya asumsi yang salah sekaligus
penolakan akan kondisi saat ini. Bagi pemimpin yang masih memegang
kendali dalam perusahaan dengan latar belakang perusahaan keluarga dan
perusahaan dengan skala lokal, menganggap bahwa adanya perubahan
merupakan sebuah ancaman yang perlu dihindari bukan untuk dihadapi.
Sehingga yang mereka lakukan adalah menolak kondisi seperti ini.
Kebiasaan seperti ini akan mampu mengancam keberlangsungan semua
pihak yang memiliki hubungan baik langsung ataupun tidak. Misalnya
ketika terjadi sebuah perubahan teknologi. Seorang pemimpin yang bisa
saja dapat terus berupaya untuk menghindari penggunaan teknologi
sebagai alat bantu operasionalnya. Ia mungkin menganggap bahwa
perubahan ini akan membuat biaya operasional meningkat. Sehingga ia
lebih memilih untuk tetap menggunakan pola lama dibandingkan harus
mengubahnya menjadi ramah teknologi. Mungkin baginya saat ini pola
tersebut akan menyelamatkan biaya operasional perusahaan, namun
tanpa ia sadari bahwa pilihannya dia dapat mematikan kesempatan
karyawan yang dimilikinya untuk berpikir kreatif dan kritis atas
perkembangan teknologi tersebut.
Mungkin sangat masuk akal bagi perusahaan untuk juga dapat
menginvestasikan sebagian besar waktunya bagi pengembangan kualitas
kepemimpinan dan meningkatkan kompetensi manajer di semua tingkat
organisasi, karena dengan mempertimbangkan dampak keterlibatan
karyawan pada hasil bisnis. Ratanjee (2020) menyatakan bahwa strategi
seperti ini perlu untuk dilakukan oleh masing-masing perusahaan.
Sebagian besar catatan perusahaan mencatatkan hanya sekitar satu dari
tiga manajer yang telah mampu memahami kinerjanya dengan baik.
Sehingga sebelum menginvestasikan sebagian besar waktunya untuk
karyawan, perusahaan perlu memfokuskan waktunya untuk
pengembangan kualitas dan kompetensi manajer.
Tantangan yang dihadapi saat ini tentu harus segera diantisipasi. Hal
ini dikarenakan jaman terus berubah. Disrupsi pun tidak hanya bermakna
pada perubahan hari ini, namun juga mencerminkan perubahan esok hari.
Begitupun juga bagi kesiapan sumber daya manusia. Kesiapan dan
kesigapan akan adanya perubahan tentu tidak dapat dilihat dari satu sisi
saja. Sebagai seorang individu, seorang karyawan harus mampu cepat
beradaptasi dengan perubahan. Sedangkan sebagai bagian dalam
organisasi, berkembang atau tidaknya karyawan dapat dilihat dari faktor
eksternal yang menyertainya. Misalnya faktor kepemimpinan atau faktor
lainnya.
Ada cukup banyak karyawan yang merasa tidak memiliki ruang untuk
mengembangkan semua potensi yang ada didalamnya. Mereka merasa
berada di dalam zona nyaman, yang tentu saja akan membatasi kreativitas
dan kesempatan untuk meningkatkan kompetensi yang dimilikinya. Disisi
lain bisa saja penciptaan suasana yang nyaman ini menjadi salah satu
strategi khusus bagi perusahaan untuk membuat karyawan tersebut
merasa betah dan enggan untuk keluar dari perusahaan. Beragam strategi
dibuat oleh pihak manajemen, untuk membuat karyawan yang dimilikinya
menjadi loyal akan perusahaan.
Tentu ini bukan sebuah hal yang salah, namun dari pernyataan diatas
terdapat jurang pemisah antara apa yang sesungguhnya dirasakan oleh
perusahaan dan begitupun sebaliknya. Sehingga perlu adanya kesamaan
informasi dan komunikasi dari dua pihak. Meskipun perusahaan telah
memberikan nilai nyaman bagi karyawan, misalnya gaji besar atau suasana
kerja yang nyaman, perusahaan harus mampu menyediakan kesempatan
bagi karyawan untuk terus meningkatkan kemampuan diri mereka.
b. Baby Boomer
Generasi baby boomers dikenal sebagai generasi yang berkarakter
kuno, kaku, dan sangat mengikuti aturan. Hal ini dikarenakan mereka
sangat terpengaruh dengan generasi pada pendahulunya (pre-boomer)
yang dikenal sangat tradisionalis. Sehingga banyak yang mengatakan
bahwa mereka sangat kaku dan kuno.
Generasi ini memiliki karakteristik micro-management. Dalam
lingkungan dunia kerja, generasi baby boomers sangat senang dengan
micro-management. Mereka sangat ingin terlibat dalam semua hal
sehingga terkesan ikut campur bagi generasi yang lebih muda. Micro-
management dikenal sebagai sebuah bentuk kepengawasan serta
pengarahan dari atasan yang dinilai sangat berlebihan.
Ciri khas kedua pekerja keras. Hampir sama dengan generasi
sebelumnya, generasi baby boomers dinilai memiliki sifat pekerja keras
bahkan ada juga yang menyatakan bahwa mereka sebagai generasi yang
gila kerja. Pola perilaku seperti ini semakin membuat mereka dianggap
sebagai generasi yang membawa permasalahan. Permasalahan yang
muncul dari sisi ekonomi dan sosial (Bristow, 2015).
Ketiga adalah setia. Arti setia bukan hanya tertuju pada bentuk
loyalitas mereka terhadap pekerjaan. Namun setia disini lebih kepada
bentuk kecintaan mereka terhadap keluarga. Bagi mereka, kebahagiaan
merupakan segalanya. Mereka akan rela bekerja keras asalkan
keturunannya tidak menjadi seperti mereka. Mereka berharap
keturunannya dapat memperoleh Pendidikan yang setinggi-tingginya.
c. Generasi X
Generasi ini dinilai sebagai generasi pembangkang. Mereka tidak
menyukai aturan kuno yang diajarkan oleh generasi sebelumnya. Generasi
X dikenal lebih fleksibel, tangkas, dan pekerja keras. Mereka terlahir di era
awal perkembangan teknologi dan informasi seperti penggunaan PC
(Personal Computer), video games, TV kabel atau internet. Generasi X
mampu beradaptasi dan mampu menerima perubahan dengan cukup baik
dan cepat
Generasi ini dikenal mulai menyadari kehidupan pribadi. Generasi X
mulai bisa menciptakan penyeimbang antara pekerjaan dan kehidupan
pribadinya atau personal balance. Mereka akan tetap fokus bekerja
namun mereka juga akan tetap memperhatikan kebutuhan pribadi mereka
yang lainnya. Meskipun demikian mereka juga dikenal sebagai generasi
pesimis. Dalam penerapannya, generasi X sangat praktis Umumnya
mereka punya banyak keraguan yang membuat mereka berpikir ulang
akan banyak hal. Jika generasi X mengatur rencana waktu mereka harus
mempertimbangkan banyak hal. Generasi X mulai sadar dengan
pembelajaran berbasis computer dan suka pada belajar pada hal yang
baru.
d. Generasi Millenial
Generasi millienial atau yang lebih dikenal dengan sebutan generasi Y
adalah generasi yang banyak menggunakan teknologi sebagai salah satu
kebutuhan. Generasi ini menempati posisi terbanyak dalam sebuah
perusahaan, jumlahnya bisa mencapai sekitar 65% (data dari BPS, 2020).
Generasi ini dapat dikatakan sebagai generasi paling kompleks karena
memiliki perbedaan paling signifikan dari generasi sebelumnya (Gen Pre-
Boomer, Baby Boomer, dan Generasi X). Hal ini ditandai dari adanya pola
pikir dan cara bekerja yang lebih mengutamakan efisiensi dan jaminan.
Jika generasi X dikenal lebih fleksibel dibandingkan generasi
sebelumnya, maka generasi millenial lebih dikenal luwes dibandingkan
generasi X. Dalam hal bekerja, mereka sangat menyukai tempat kerja yang
tidak terlalu kaku. Mereka berharap dapat bekerja sambil bermain
layaknya di playground. Gallup (2016) menyatakan para millenial memiliki
karakter yang cukup unik. Millenial bekerja bukan hanya untuk menerima
gaji tetapi juga untuk mengejar tujuan. Tujuan yang mungkin sudah dicita-
citakan sebelumnya.
Selain itu millenial tidak terlalu mengejar kepuasan kerja. Namun
mereka lebih mengharapkan pencapaian pada sebuah hal baru yang
belum pernah mereka dapatkan sebelumnya. Gallup (2016) menjelaskan
bahwa millenial menginginkan perusahaan memberikan kesempatan bagi
mereka untuk mengembangkan potensi diri mereka. Dalam hal
kepemimpinan, millenial tidak menginginkan atasan yang suka
memerintah dan terlalu mengekang. Karena pada dasarnya mereka
merasa bahwa mereka sudah cukup dewasa dalam bekerja sehingga lebih
memilih atasan yang mengayomi dan mengarahkan segala sesuatu dengan
cermat.
e. Generasi Z
Generasi ini lahir saat internet telah berkembang dengan pesatnya.
Dengan kata lain, mereka terlahir sebagai generasi digital. Santosa (2015)
menuliskan bahwa ada 7 karakteristik yang dimiliki oleh generasi yang
lahir di era ini:
1. Memiliki ambisi besar untuk sukses.
Generasi Z memiliki ambisi yang cukup besar untuk menjadi sukses.
Hal ini dikarenakan adanya sosok lain yang mereka jadikan sebagai
panutan. Keadaan ini didorong karena adanya faktor ekonomi dari
orang tua yang relatif lebih mapan dan didukung keadaan dunia yang
semakin lebih baik. Sejak dini, masing-masing orang tua memberikan
dukungan kepada anak-anaknya untuk dapat berprestasi pada satu
bidang yang benar-benar disukainya. Dukungan inilah yang
menjadikan mereka keinginan untuk sukses.
2. Berperilaku instan.
Jika bisa instan, kenapa tidak? Mungkin itu adalah salah satu slogan
dari generasi Z. Mereka lebih menyukai pemecahan masalah yang
lebih praktis. Mereka enggan meluangkan proses panjang untuk
melihat atau bahkan memecahkan sebuah permasalahan. Bukan
tanpa sebab, hal ini terjadi karena mereka terlahir dari dunia yang
instan.
Bagi sebagian besar orang, generasi ini memang sangat menjanjikan.
Namun juga bisa menjadi sebuah ancaman. Terutama pada daya saing.
Dalam proses kehidupan termasuk berkarier, terkadang kita perlu
melewati proses yang cukup panjang dan sulit. Sehingga untuk
menghadapinya perlu adanya sikap yang sabar dan siap berproses.
3. Cinta kebebasan.
Kebebasan bagi mereka adalah sebuah harga mutlak. Hal ini
dipengaruhi juga oleh keadaan saat ini yang jelas sangat berbeda bila
dibandingkan jaman baby boomers. Generasi Z tidak hidup dalam
dunia yang penuh tekanan dan peperangan. Oleh sebab itu, generasi
ini sangat menyukai kebebasan, baik kebebasan berpendapat,
berkarya, berekspresi dan lain sebagainya. Perusahaan tentu perlu
menyikapi karakter dari karyawan yang terlahir di generasi ini. Karena
bisa jadi mereka akan susah diatur apabila mereka mendapati
peraturan perusahaan yang menurut mereka terlalu rumit dan kaku.
4. Percaya diri
Karakteristik generasi Z yang selanjutnya adalah percaya diri. Anak-
anak yang lahir di generasi ini mayoritas dinilai memiliki kepercayaan
diri yang sangat tinggi. Mereka juga memiliki sikap optimistis dalam
banyak hal. Mental positif yang seperti ini memang hal yang utama
dalam hidup, yaitu bisa melihat permasalahan dari segi positif. Namun
bagi perusahaan tentu perlu berhati-hati jangan sampai menjatuhkan
rasa percaya diri mereka saat memberi masukan. Suasana dan kondisi
yang kondusif menjadi salah satu pemicu mereka untuk tetap tampil
percaya diri.
d. Right Place.
Poin ini memiliki penjelasan yang hampir sama dengan right time.
Dimana masing-masing talent harus siap untuk ditempatkan di sebuah
kondisi yang tidak nyaman. Hal ini perlu dilakukan agar setiap talent
mampu terus berinovasi dan meningkatkan kreativitas mereka
masing-masing. Perusahaan perlu memberikan pekerjaan-pekerjaan
tambahan yang mungkin bersifat mendadak.
F. RANGKUMAN MATERI
Kita berada dalam era Revolusi industri yang telah merubah cara hidup,
cara bekerja, sekaligus cara kita berhubungan satu sama lain. Perubahan
yang terjadi perlu segera ditanggapi oleh para pemangku kepentingan.
Termasuk organisasi atau perusahaan dimanapun berada. Pada tahapan
ini, kita dituntut untuk lebih bersahabat dengan teknologi informasi yang
bersifat dinamis. Dari sisi organisasi atau perusahaan adanya konsep era
industri ini mampu membawa harapan dan tantangan. Harapannya adalah
adanya peluang efisiensi dan produktivitas yang akan membuka pasar
baru dan meningkatkan keuntungan perusahaan.
Hal ini menjadi sebuah kesempatan sekaligus tantangan bagi para
pemangku kepentingan. Di sisi lain, akan menjadi sebuah kebanggaan jika
operasional produksi perusahaan dapat digantikan dengan mesin. Namun
jika tidak diwaspadai maka hal ini akan memberikan dampak tersendiri
bagi tenaga kerja. Sehingga setiap calon tenaga kerja juga harus dapat
memiliki soft skill dan hard skill. Adanya perubahan ini membuat banyak
perubahan dalam ketersediaan lapangan kerja. Sebagai contoh dengan
adanya koneksi machine to machine (M2M) yang berfungsi secara
autonomous di dalam platform artificial intelligence (AI) yang akan
terkoneksi langsung dengan beragam perangkat rumah tangga. Adanya
perubahan ini dinilai akan menggantikan peran pembantu rumah tangga.
Mungkin sangat masuk akal bagi perusahaan untuk juga dapat
menginvestasikan sebagian besar waktunya bagi pengembangan kualitas
kepemimpinan dan meningkatkan kompetensi manajer di semua tingkat
organisasi, karena dengan mempertimbangkan dampak keterlibatan
karyawan pada hasil bisnis. Tentu saja ini bukanlah hal yang salah. Perlu
adanya kesamaan serta kesepakatan informasi dan komunikasi dari
masing-masing pihak berwenang atau stakeholder. Pihak manajemen
perusahaan paham mengenai kondisi dan karakter masing-masing
karyawan, dan karyawan memahami kebutuhan pihak manajemen untuk
memperoleh laba yang besar.
Berdasarkan data yang ada, terdapat beberapa tantangan mengenai
pengembangan sumber daya manusia. Sehingga tidak dapat dihindari
bahwa saat ini dan beberapa tahun kedepan perusahaan akan mengelola
sumber daya manusia yang memiliki latar belakang seperti generasi
DAFTAR PUSTAKA
Henger, Bob and Jan. (2012). The Silent Generation: 1925-1945. Indiana.
Au`thorhouse.
Jennie Bristow. (2010). Baby Boomers and Generational Conflict. Chennai,
India. Palgrave Magmillan.
Kasali, Rhenald. (2018). The Great Shifting. Jakarta. Kompas Gramedia.
McLaughlin, Dan. (2016). Closing The Book on The Silent Generation. New
York City. National Review.
Purnadi, Pungki. (2019). Talent Management. Jakarta: Pungki Purnadi
Associate
Santosa, Elizabeth T. (2015). Raising Children in Digital Era. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo
Suliananta, Feri. (2019). Panduan Lengkap Pengembangan Softskill:
Interpersonal Skill dan Intrapersonal Skill. Penerbit Andi.
Yogyakarta.
Website:
https://www.gallup.com/
MENGEMBANGKAN KOMITMEN
ORGANISASI DAN LOYALITAS KARYAWAN
Dr. Meilaty Finthariasari, S.E., M.M., C.HRD., CLMQ1
Dr. Sri Ekowati, S.E., M.M2
Universitas Muhammadiyah Bengkulu
A. PENDAHULUAN
Dalam kajian manajemen sumber daya manusia, komitmen organisasi
dikatakan sebagai salah satu aspek yang mempengaruhi perilaku manusia
pada sebuah organisasi. Visi, misi dan tujuan organisasi akan tercapai jika
adanya komitmen dari anggota organisasinya (Finthariasari, 2019).
Sementara dalam ilmu perilaku organisasi dan psikologi organisasional dan
industri, komitmen organisasi merupakan pendekatan psikologi individual
terhadap organisasi. Para ilmuan telah banyak mengembangkan definisi
dari komitmen organisasi, dan juga banyak skala pengukuran yang
digunakan untuk mengukur komitmen organisasi ini.
Gibson et al. (2012), menyatakan komitmen organisasi merupakan
sebuah rasa identifikasi, loyalitas, dan keterlibatan yang diungkapkan oleh
seorang karyawan terhadap organisasi atau unit organisasi. Jadi,
komitmen organisasi berdasarkan beberapa pendapat diatas adalah suatu
rasa untuk setia atau untuk loyal terhadap pekerjaan atau organisasi
dimana karyawan tersebut bekerja. Komitmen organisasi didefinisikan
penerbitwidina@gmail.com
B. KOMITMEN ORGANISASI
Komitmen organisasi diartikan sebagai pandangan psikologi anggota
organisasi terhadap keterikatannya dengan organisasi tempat ia bekerja.
Komitmen organisasi memiliki peran penting dalam menentukan apakah
seorang karyawan akan tinggal dengan organisasi untuk jangka waktu
yang lebih lama dan bekerja dengan penuh semangat untuk mencapai
tujuan organisasi. Menurut Mathis & Jackson (2006) komitmen organisasi
adalah tingkat keyakinan karyawan dan sejauh mana karyawan dapat
menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal
bersama organisasi tersebut. Berbagai studi menunjukkan bahwa orang-
orang yang relatif puas dengan pekerjaannya akan sedikit lebih memiliki
komitmen terhadap organisasi. Sedangkan karyawan yang tidak puas
dengan pekerjaannya atau tidak memiliki komitmen terhadap organisasi
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk meninggalkan organisasi,
mungkin lewat ketidakhadiran atau perputaran secara permanen.
Menurut Robbins (2008) komitmen organisasi didefinisikan sebagai
suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu
serta tujuan-tujuan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan
dalam organisasi tersebut. Sementara Luthans (2001) komitmen organisasi
secara umum diartikan sebagai sikap yang menunjukkan loyalitas
karyawan dan merupakan proses yang berkelanjutan tentang bagaimana
seorang anggota organisasi mengekspresikan perhatian mereka kepada
kesuksesan dan kebaikan organisasinya. Sementara menurut Robbins &
Coulter (2012) komitmen organisasi adalah sejauh mana seorang
karyawan mengenali tujuan organisasi tertentu dan menganggap kinerja
j. Tawarkan insentif
Insentif sangat dibutuhkan bagi karyawan Ketika seorang karyawan
berkinerja sangat baik, organisasi perlu menghargai kontribusinya. Jika
organisasi ingin karyawan memiliki komitmen kerja yang memadai,
penting bahwa manajemen memberi penghargaan kepada mereka
dengan tepat karena berbagai hal memotivasi orang yang berbeda.
C. LOYALITAS KARYAWAN
Secara harfiah loyal berarti setia, atau loyalitas dapat diartikan sebagai
suatu kesetiaan. Kesetiaan ini timbul tanpa adanya paksaan, tetapi timbul
dari kesadaran sendiri karena ada pengalaman di masa lalu. Loyalitas
karyawan adalah kesediaan untuk tetap bersama organisasi (Solomon,
1992). Loyalitas karyawan dapat diartikan sebagai keterikatan atau
komitmen psikologis pada organisasi dan berkembang sebagai hasil dari
kepuasan kerja yang meningkat. Pekerjaan hasil kepuasan dari proses
evaluasi internal, dan jika tingkat harapan karyawan terpenuhi atau
terlampaui, maka kepuasan tumbuh. Loyalitas karyawan kemudian
berkembang menjadi sikap emosional yang digeneralisasikan pada
organisasi.
Loyalitas cenderung mendorong karyawan untuk melakukan
pekerjaan terbaik mereka dan melakukan standar tertinggi mereka.
Karyawan yang setia akan bekerja secara produktif dan efisien. Loyalitas
staf juga dapat menurunkan tingkat turnover yang mungkin terjadi di
dalam perusahaan.
1. Aspek Yang Mempengaruhi Loyalitas Karyawan
Steers & Spencer (1977) menyatakan bahwa timbulnya loyalitas kerja
dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya :
a. Karakteristik pribadi, meliputi : usia, sifat kepribadian, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, masa kerja, ras, dan prestasi yang dimiliki
karyawan.
b. Karakteristik pekerjaan, meliputi : identifikasi tugas, tantangan kerja,
umpan balik tugas, stres kerja, kesempatan untuk berinteraksi sosial,
job enrichment, dan kecocokan tugas.
c. Karakteristik desain perusahaan/organisasi, diantaranya : sentralisasi,
tingkat formalitas, tingkat keikutsertaan dalam pengambilan
keputusan, paling tidak telah menunjukkan berbagai tingkat asosiasi
dengan tanggung jawab perusahaan, ketergantungan fungsional
maupun fungsi kontrol perusahaan;
d. Pengalaman yang diperoleh dalam perusahaan/organisasi, merupakan
internalisasi individu terhadap perusahaan setelah melaksanakan
pekerjaan dalam perusahaan tersebut meliputi sikap positif terhadap
perusahaan, rasa percaya terhadap perusahaan sehingga
D. RANGKUMAN MATERI
Visi, misi dan tujuan organisasi akan tercapai jika adanya komitmen
dari anggota organisasinya. Komitmen organisasi memiliki peran penting
dalam menentukan apakah seorang karyawan akan tinggal dengan
organisasi untuk jangka waktu yang lebih lama dan bekerja dengan penuh
semangat untuk mencapai tujuan organisasi. Komitmen karyawan
terhadap organisasi mengartikan bahwa karyawan bekerja lebih dari
sekedar keanggotaannya secara formal, namun memilik rasa cinta
terhadap organisasi dan kesediaannya untuk mengupayakan sebaik-
baiknya untuk kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Tingginya
rasa cinta karyawan ini dapat dikategorikan bahwa karyawan loyal pada
organisasi. Dengan demikian loyalitas karyawan sangat dipengaruhi oleh
komitmen karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
KEADILAN ORGANISASI
Nurhikmah, S.E., M.E
IAI Nusantara Batanghari
Bila melihat dari beberapa teori di atas, maka dapat dipahami bahwa
dalam teori ini menjelaskan bahwa setiap orang menentukan apakah
mereka diperlakukan secara adil atau tidak dengan membandingkan rasio
input yang mereka berikan (waktu dan sumber daya) dihubungkan dengan
apa yang mereka terima (gaji, promosi dan kesempatan pengembangan
diri), selanjutnya perbandingan rasio ini juga dibandingkan dengan rasio
yang sama pada orang lain. Karyawan mengevaluasi melalui perbandingan
input dan output dengan sesama rekan kerja. Sebagai contoh, bila
beberapa karyawan mendapatkan pekerjaan yang sama dan input serta
output yang mereka hasilkan sama akan tetapi penerimaan hasil mereka
terdapat perbedaan signifikan maka mereka akan menilai adanya
ketidakadilan dalam perlakuan.
Scott dkk, (2001:750-751) mengidentifikasikan terdapat empat prinsip
norma utama yang dapat digunakan guna mendukung studi lebih lanjut
dalam mempelajari keadilan distributif antara lain yaitu :
a. Equality (Kesetaraan)
Hubungan erat antara kesetaraan dan keadilan telah diketahui sejak
awal filsafat politik. Aristoteles menunjukkan kesamaan ketika ia
mengambil keuntungan dari fakta bahwa dalam bahasa yunani (isos)
dapat berarti sebagai “adil” dan “sama”. Kesetaraan tetap menjadi
prinsip dugaan hampir dalam semua teori keadilan modern, serta
sebagai norma utama.
b. Merit (Jasa)
Meskipun kesetaraan menjadi central, banyak teori keadilan mengakui
prinsip-prinsip distributif lainnya yang juga berpotensi yang sama
dalam kesetaraan, terutama jasa. Jasa mengharuskan barang
didistribusikan secara proporsional berdasarkan kontribusi dimana
kontribusi dinilai oleh kualitas atau kegiatan yang berhak mendapat
reward.
c. Needs (Kebutuhan)
Jika jasa dan kesetaraan berangkat dari konstrak distribusi yang sama,
kebutuhan sering dipanggil sebagai prinsip untuk membatasi
ketidaksamaan. Kebutuhan berkaitan erat dengan kesetaraan, dan
kebutuhan dapat juga menjadi kriteria utama dalam distribusi. Oleh
6) Etis. Prosedur yang adil harus berdasarkan pada standar etika dan
moral.
seluruh dunia semua orang memiliki waktu yang sama yaitu 24 jam setiap
harinya tidak kurang dan tidak lebih. Seseorang mungkin akan hidup lebih
lama, tetapi hal tersebut bukanlah yang menjadi sorotan dalam keadilan
temporal. Seseorang juga mungkin akan menggunakan waktunya dengan
lebih baik di banding dengan yang lainnya, mendapatkan hadiah atau
kepuasan dari jumlah waktu yang sama. Goodin lebih memfokuskan pada
“discretionary time” atau waktu luang, dimana pada waktu tersebut
seseorang memiliki kontrol diri penuh atas waktu yang dimilikinya.
Usmani dan Jamal (2013:358) membawa gagasan keadilan temporal
yang dikemukakan oleh Goodin (2010) kedalam dimensi keadilan
organisasi, karena pada dasarnya berasal dari konsep dasar yang sama
tetapi dalam setting yang berbeda. Keadilan Temporal dalam sebuah
organisasi terpusatkan pada “Kesetaraan dalam pembagian waktu”.
Tentang bagaimana seorang pekerja mendapatkan hak atas waktu untuk
menyelesaikan tugas hariannya. Waktu adalah sumber daya dan
dimungkinkan terjadi kesalahan jika hal tersebut dianggap sebagai bagian
atau perpanjangan dari keadilan distributif. Tetapi hal tersebut sangatlah
diperlukan untuk membedakan bahwa waktu bukanlah hasil atau hal yang
bisa dibandingkan berdasarkan rasio usaha terhadap hasil seperti pada
teori keseimbangan melainkan hal tersebut merupakan keadilan atas
waktu yang harus diterima oleh pekerja.
Goodin (2010:5) berpendapat bahwa yang harus diperhatikan dalam
keadilan temporal adalah bagaimana mengatur kebijakan dan prakteknya
akan berdampak berbeda pada dengan kebebasan temporal pada individu
yang berbeda. Jika seorang pekerja diharuskan untuk bekerja lebih lama,
hal tersebut dapat mengurangi waktu pribadinya, waktu bersama keluarga,
waktu untuk belajar dan dapat berdampak pada meningkatnya stress serta
mengurangnya produktivitas.
Konsep keadilan temporal berbeda dengan work-life balance atau
conflict. Work-life balance merupakan hasil bagi seorang pekerja
berdasarkan pada keadilan temporal yang diberikan oleh organisasinya.
Persepsi atas keadilan temporal ini membawakan konsep selama waktu
jam kerja. Work-life balance sangatlah tidak mungkin terjadi jika manajer
tidaklah memberikan keseimbangan kepada pekerja atas waktu yang
dimilikinya. Sudut pandang yang positif terhadap waktu yang diberikan
b. Spatial Justice
Keadilan Spatial merujuk pada “the perception with the geographical
distance of the resources or the comparison of uneven development or
underdevelopment of these resource among different brances of the
organization based on geographical distance” yang dapat diartikan
merupakan persepsi atas jarak geografis dari sumber daya yang ada atau
perbedaan antara pengembangan yang sudah ada atau ketiadaan
pengembangan dari sumber daya yang ada didalam cabang yang berbeda
dari organisasi yang berdasarkan dari jarak geografis (Usmani dan Jamal
2013 :360).
Secara umum, keadilan spatial mengaju pada penekanan yang
terfokus dan disengaja pada aspek spatial atau aspek geografis dari
keadilan. hal tersebut menimbulkan keadilan dalam pembagian ruang dari
sumber daya yang bernilai sosial dan kesempatan untuk menggunakannya.
Secara geografis tertinggalnya dan tidak meratanya pembangunan juga
akan menimbulkan sebuah gagasan untuk memahami proses yang
menghasilkan ketidakadilan (Usmani dan Jamal, 2013:360).
Levebre (1968, 1972, dalam Usmani dan Jamal, 2013 :360)
menyebutkan bahwa keadilan spatial dapat berdampak pada proses
pengambilan keputusan dan pembagian dari sumber daya yang ada pada
wilayah tersebut. Oleh karena itu sangatlah penting untuk menetapkan
kebijakan berdasarkan tempat untuk menjamin kepuasan dan komitmen
karyawan dalam sebuah organisasi (Usmani dan Jamal, 2013 :360).
Dapat dipahami bahwa, keadilan interaksional merupakan keadilan
yang dirasakan oleh karyawan atas perlakuan dengan hormat dan
bermartabat yang diterima dari atasannya, dan keadilan interaksional ini
mencakup keadilan interpersonal dan keadilan informasional. Contoh dari
E. RANGKUMAN MATERI
Keadilan organisasi (Organizational Justice) adalah sebuah konsep
yang menyatakan persepsi karyawan atau anggota organisasi mengenai
sejauh mana mereka diperlakukan secara wajar, adil dan setara sesuai
dengan standar moral dan etika yang diharapkan di tempat kerja dan
bagaimana persepsi tersebut mempengaruhi hasil organisasi seperti
komitmen dan kepuasan. eadilan organisasi menekankan kepada
keputusan manajer, persamaan yang dirasakan, efek keadilan dan
hubungan antara individu dengan lingkungan kerjanya serta
menggambarkan persepsi individu mengenai keadilan di tempat kerja.
Keadilan organisasi berpusat pada dampak dari pengambilan keputusan
manajerial, persepsi kualitas, efek keadilan, hubungan antara faktor
individu dan situasional serta menjelaskan persepsi keadilan individu
dalam organisasi.
Keadilan organisasi memusatkan perhatian lebih luas pada bagaimana
para pekerja merasa para otoritas dan pengambil keputusan di tempat
kerja dalam memperlakukan mereka. Keadilan organisasi adalah sebuah
konsep yang menyatakan persepsi karyawan mengenai sejauh mana
diperlakukan secara wajar, dalam organisasi dan bagaimana persepsi
tersebut mempengaruhi hasil organisasi seperti komitmen dan kepuasan.
Keadilan organisasi Merupakan persepsi keseluruhan mengenai apa itu
keadilan di tempat kerja, terdiri atas keadilan distributive, procedural,
informasional, dan interpersonal.
Persepsi keadilan prosedural didasarkan pada pandangan karyawan
terhadap kewajaran proses penghargaan dan keputusan hukuman yang
dibuat organisasi sifatnya penting seperti keharusan membayar
imbalan/insentif, evaluasi, promosi dan tindakan disipliner. Persepsi yang
baik mengenai keadilan prosedural akan menghasilkan keluaran organisasi
yang lebih baik seperti peningkatan komitmen organisasi, keinginan tetap
tinggal dalam organisasi dan peningkatan kinerja. Organisasi dapat
DAFTAR PUSTAKA
PROGRAM PENDIDIKAN
DAN PELATIHAN KARYAWAN
Dr. Ni Kadek Suryani, S.E., S.I.Kom., M.M
Institut Desain dan Bisnis Bali, Denpasar Bali Indonesia
1
Sabir, R.I., Akhtar, N., Azzi, S., Sarwar, B., Zulfigar, S. and Irfan, M., 2014,
Impact of Employee Satisfaction: A Study of Lahore Electric Supply Company
of Pakistan, Journal of Basic and Applied Scientific Research, (4), hal : 229-
235
penerbitwidina@gmail.com
2
Ni Kadek Suryani dan John FoEh, 2019, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Tinjaun Praktis Aplikatif, Nilacakra Publishing House, Denpasar Bali Indonesia
3
Nitisemito, A. 1992. Manajemen Personalia. Jakarta. Ghalia.
4
Siagian, Sondang P. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Bumi
Aksara
5
Gomes, Faustino Cardoso. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta.
Dari berbagai definisi yang diberikan oleh para ahli dapat disimpulkan
bahwa pendidikan dan pelatihan kerja berhubungan erat dengan proses
pembelajaran yang diberikan untuk karyawan, memiliki tujuan untuk
meningkatkan kemampuan atau skill mereka dalam bekerja. Dengan
melakukan kegiatan pendidikan dan pelatihan tersebut para karyawan
dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan sesuai
dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka. Oleh karena itu,
program pendidikan dan pelatihan karyawan menjadi hal yang penting
untuk dilakukan oleh manajemen perusahaan dan dirancang untuk
mencapai pembelajaran yang diperlukan guna meningkatkan kinerja
karyawan dan kinerja organisasi (Elnaga dan Imran, 2013)6
Banyak manfaat di dapat tatkala program pendidikan dan pelatihan
diterapkan dalam organisasi, salah satunya untuk meningkatkan mutu
kerja organisasi melalui kinerja karyawan mereka. Dengan kinerja yang
terus meningkat, secara otomatis akan mempengaruhi pula karier
karyawan bersangkutan yang pada akhirnya akan mendorong percepatan
pencapaian tujuan organisasi secara menyeluruh (Moses, 2011)7. Program
pelatihan dapat memberikan motivasi bagi karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya sehingga dapat meningkatkan keterampilan kinerja mereka
yang selanjutnya untuk meningkatkan karier karyawan yang bersangkutan.
Saat ini, pengelolaan sumber daya manusia dalam sebuah organisasi
memiliki tantangan tersendiri khususnya bagi atasan atau para manajer
dalam rangka mendapatkan produktivitas maksimum karyawan. Manajer
disini selaku atasan dituntut harus dapat mencari jalan efisiensi dalam
penerapan kebijakan, prosedur, dan struktur yang digunakan untuk
memandu kerja organisasi. Bagaimana mengembangkan organisasi yang
transparan, bagaimana cara mengidentifikasi dan menggambarkan peran
yang tepat untuk staf dan karyawannya, mencari strategi efektivitas
metode komunikasi yang digunakan serta cara memantau dan
6
Amir Elnaga dan Amen Imran, 2013, The Effect of Training on Employee
Performance, European Journal of Business and Management Vol.5, No.4,
hal. 137-147.
7
Moses, Melmambessy 2011, Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan
Penjenjangan terhadap Prestasi Kerja Pegawai pada Dinas Koperasi dan UKM
Kota Jayapura, Analisis Manajemen Vol. 5 No. 2, Desember 2011; hal : 63-76
10
Ni Kadek Suryani, Gede Agus Dian Maha Yoga dan Ida Ayu Putu Widani
Sugianingrat, 2018, Impact of Human Resources Management Practice on
Employee Satisfaction and Customer Satisfaction (case study SMEs in Bali,
11
Moekijat, 1991, Latihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia,
Bandung, Penerbit Mandar Maju, hal : 38 – 41
12
Ni Kadek Suryani, Made Wardana, Desak Ketut Sintaasih, dan Ida Bagus
Ketut Surya, 2017, Human Resources Management Practice and
Organizational Performance (case study of Line Manager Support in Star-
Hotel Bali Indonesia), International Business Management 11 (7), 1523-1531,
2017
13
Ni Komang Sri Mariatini, Ni Kadek Suryani, Anak Agung Putu Agung, I Ketut
Setia Sapta, 2020, Work Family Conflict and Work Stress, International
Journal of Disaster Recovery and Business Continuity Vol.11, No. 3, (2020), pp.
998 - 1012
E. RANGKUMAN MATERI
Kesuksesan jalanya sebuah organisasi dipengaruhi oleh banyak faktor
selain faktor finansial juga oleh faktor non finansial yang utamanya adalah
sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya. Keterampilan atau skill dari
SDM yang berkompeten menjadi kunci utama untuk pencapaian atau
meningkatkan profit dan perkembangan perusahaan. Oleh karenanya
program pengembangan SDM perlu menjadi perhatian serius dari
manajemen organisasi.
Banyak manfaat di dapat apabila program pendidikan dan pelatihan
diterapkan dalam organisasi, salah satunya untuk meningkatkan mutu
kerja organisasi melalui kinerja karyawan mereka. Dengan kinerja yang
14
Bernadetha Nadeak, 2019, Buku Materi Pembelajaran Manajemen Pelatihan
dan Pengembangan, UKI Press Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Amir Elnaga dan Amen Imran, 2013, The Effect of Training on Employee
Performance, European Journal of Business and Management Vol.5,
No.4, hal. 137-147.
Bernadetha Nadeak, 2019, Buku Materi Pembelajaran Manajemen
Pelatihan dan Pengembangan, UKI Press Jakarta
Bibhuti Bhusan Mahapatro, 2010, Human Resource management, New
Delhi, New Age International (P) Ltd. Publishers
Gomes, Faustino Cardoso, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Yogyakarta
Moekijat, 1991, Latihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia,
Bandung, Penerbit Mandar Maju
UPAYA MENGURANGI
TINGKAT TURNOVER INTENTION
PADA SEBUAH PERUSAHAAN
Indah Suprabawati Kusuma Negara, S.E., M.M., CHCM., CTCP
Institut Agama Hindu Negeri Gde Pudja Mataram
A. PENDAHULUAN
Pesatnya persaingan bisnis saat ini menyebabkan banyak perusahaan
sadar akan pentingnya sumber daya manusia (SDM) sebagai modal utama
dalam sebuah perusahaan. SDM dapat menentukan keberhasilan dalam
mencapai tujuan suatu perusahaan, dimana tujuan tersebut tidak akan
tercapai apabila karyawan tidak melaksanakan pekerjaan dengan baik.
Tugas sebuah perusahaan bukan hanya merekrut SDM yang tepat untuk
perusahaan, tetapi juga menciptakan dan mempertahankan SDM dalam
perusahaan, maka dari itu perusahaan harus senantiasa mengadakan
perubahan-perubahan ke arah yang positif (Mokaya et al., 2013).
Perusahaan harus mampu mengelola SDM dengan baik guna mencapai visi
dan misi perusahaan. Pemimpin serta bagian yang menangani sumber
daya manusia harus memahami dengan baik masalah manajemen sumber
daya manusia agar dapat mengelola SDM dengan baik (Widodo, 2015).
Seiring berkembangnya sebuah perusahaan maka akan muncul berbagai
penerbitwidina@gmail.com
didukung oleh lingkungan kerja yang baik dan positif. Berikut beberapa
cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat turnover intention
pada perusahaan:
Pilih Calon Karyawan Terbaik
Pilih karyawan terbaik melalui tes sesuai bidang terkait dan lakukan
wawancara untuk mengetahui apakah mereka cocok dan merupakan
orang yang tepat untuk perusahaan Anda. Analisa hasil tes dan
wawancara untuk menilai dan menentukan seberapa baik mereka bisa
melakukan pekerjaan yang Anda minta.
Cari Karyawan yang Bertalenta
Rekrut kandidat yang memiliki banyak kemampuan di berbagai bidang
pekerjaan. Pastikan Anda dan tim HRD memilih karyawan terbaik dan
berkualitas untuk mengurangi tingkat turnover karyawan di
perusahaan. Karyawan yang fleksibel dalam mengerjakan banyak
tugas merupakan kontributor besar bagi perusahaan. Hanya saja,
Anda perlu memastikan bahwa mereka tidak bosan melakukan hal
yang sama. Pertimbangkan untuk melakukan promosi atau
pengembangan karyawan.
Tawarkan Kompensasi & Benefit yang Menarik
Tawarkan “paket menarik” seperti asuransi jiwa, jam kerja yang
fleksibel atau bonus tahunan. Seorang karyawan muda atau kaum
millenial, banyak meninggalkan sebuah perusahaan karena
membandingkan keuntungan dan penawaran dari perusahaan lain
yang bisa didapatkan. Penelitian menunjukkan bahwa kaum millenial
tidak mau mengulangi kesalahan orang tua mereka sehingga ingin
mendapatkan yang lebih baik.
Berikan Pelatihan pada Karyawan
Sediakan kesempatan bagi karyawan yang ingin mengetahui wawasan
baru dan saling berbagi ilmu melalui sesi pelatihan, seminar,
presentasi atau kerja sama tim. Banyak karyawan yang ingin berbagi
pengetahuan yang mereka miliki dengan cara melakukan mentoring
atau pelatihan. Ingat, melatih orang lain juga merupakan salah satu
cara untuk belajar menjadi seorang profesional.
Hargai Karyawan
Walaupun Anda adalah seorang atasan dengan jabatan yang lebih
tinggi, bukan berarti Anda bisa memberlakukan karyawan sesuai
keinginan Anda. Hargai dan hormati karyawan di setiap kesempatan
apapun, misalnya dengan mendengarkan keluhan, menggunakan ide
mereka dan tidak mempermalukan mereka di depan karyawan lainnya.
Feedback Positif dan Reward Untuk Karyawan
Cara lain untuk mengurangi turnover karyawan adalah dengan
memberikan feedback dan reward untuk karyawan yang mengerjakan
tugas dengan baik. Pengakuan atas kontribusi karyawan Anda adalah
bentuk penguatan dan retensi karyawan yang paling kuat. Karyawan
ingin agar orang lain tahu bahwa mereka sudah mengerjakan tugas
dengan baik.
Ciptakan Lingkungan Kerja yang Menyenangkan
Semua orang, termasuk karyawan Anda, ingin bisa bekerja secara
menyenangkan. Oleh karena itu, buat suasana dan budaya bekerja
yang tidak kaku, melainkan menyenangkan. Dorong keterlibatan
karyawan dengan menyertakan talenta mereka masing-masing. Orang
yang bekerja di suasana yang kaku atau terlalu sepi akan cepat bosan.
Jangan Terlalu Mengikat Karyawan dengan Peraturan Ketat
Berikan karyawan kesempatan untuk menjalani kehidupan di luar
pekerjaan. Jangan membuat aturan yang terlalu keras dan mengikat
karyawan. Melainkan beri mereka kelonggaran misalnya pada jam
kerja sehingga mereka masih memiliki waktu untuk hal pribadi
terlebih waktu untuk keluarga.
Libatkan Karyawan dalam Pengambilan Keputusan
Libatkan karyawan dalam keputusan yang mempengaruhi pekerjaan
mereka dan keseluruhan perusahaan jika memungkinkan. Tanya
pendapat mereka dalam diskusi mengenai visi, misi, nilai dan tujuan
perusahaan.
Kenali Performa Karyawan
Kenali performa karyawan yang baik untuk mengurangi tingkat
turnover karyawan dengan cara memastikan mereka tahu bahwa Anda
mengetahui baiknya pekerjaan yang mereka lakukan. Karyawan akan
termotivasi jika usaha mereka disadari apalagi diberikan penghargaan.
G. RANGKUMAN MATERI
Salah satu masalah yang berpengaruh dengan karyawan yaitu tingkat
turnover yang tinggi. Turnover atau keluar masuknya karyawan pada suatu
perusahaan merupakan wujud nyata dari turnover intention. Hal ini dapat
menjadi masalah serius bagi perusahaan atau organisasi, khususnya
apabila yang keluar adalah karyawan atau tenaga kerja yang mempunyai
keahlian, kemampuan, terampil dan berpengalaman atau tenaga kerja
yang menduduki posisi vital dalam perusahaan. Keadaan tersebut
tentunya dapat mengganggu efektivitas jalannya perusahaan. Ada
beberapa upaya yang dapat dilakukan guna mengurangi tingkat turnover
intention pada sebuah perusahaan diantaranya adalah membuat
karyawan merasa nyaman berada di lingkungan tempatnya bekerja,
dengan membuat karyawan nyaman dan merasa seperti bersaudara
dengan rekan kerja, hal ini akan membuat karyawan memiliki keterikatan
dengan perusahaan tempatnya bekerja, dan akan membuat karyawan
tersebut dengan sukarela bekerja dan berkontribusi membantu
perusahaan untuk mencapai tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
A
Distorsi: Kerusakan
Glosarium | 303
penerbitwidina@gmail.com
Integratif: Menyeluruh
Status Quo: Suatu kondisi yang tidak ada perubahan atau perbaikan
Glosarium | 305
penerbitwidina@gmail.com
Skala Ordinal: Hasil dari rangking yang tertinggi hingga terendah, skala
interval yang menunjukkan perbendaan angka-angka dalam skala, skala
rasio merupakan skala yang paling tinggi yang menggunakan matematika
dalam mencapai hasil evaluasi
PROFIL PENULIS
penerbitwidina@gmail.com
Djemaah Palembang dan KAP KBAA Jakarta dan saat ini Auditor manajer
pada KAP Drs.Heroe Pramono dan Rekan
Penulis juga mulai aktif dari tahun 2014 hingga saat ini dalam mengajar di
UIN STS Jambi, Institut Agama Islam Nusantara Batanghari dan Institut
Agama islam Tebo, selain itu penulis aktif dalam organisasi PC. Fatayat NU
Kota Jambi. Penulis bisa dihubungi melalui Telp. 082375751254, dan
Email alfirochmi16@gmail.com
berhasil membuat karya tulis baik berupa artikel penelitian atau melalui
blog. Ia sangat menyukai artikel atau jurnal mengenai strategic
management terutama dari sisi human capital management. Selain
sebagai dosen, ia juga dikenal sebagai seorang praktisi public speaking
sebagai presenter TV and pembawa berita di salah satu stasiun TV lokal.
Dalam waktu luangnya Daniel sering menghabiskan waktunya dengan
berlari, mendengarkan musik dan membaca buku.