MARGA SEBAGAI WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN ADMINISTRASI
DI PEMERINTAH KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN
Bahan : Sosialisasi Adat |stiadat Kabupaten Banyuasin
Oleh : Drs. H. Noer Muhammmad
Ketua Pembina Adat kabupaten Banyuasin
Pendahuluan
Secara konstutisional keberadaan masyarakat Hukum Adat telah ada dalam pasal 18 UUD
1945 yang berbunyi " Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat Hukum Adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup “ keberadaan masyarakat hukum adat
ini tersebar dan merupakan anggota masyarakat / penduduk dari berbagai etnis yang
berdomisili di wilayah tertentu, yang masing -masing mempunyai adat istiadat atau sepangkat
normafkaidah . kondisi ini timbul dan berkembang bersama dengan pertumbuhan dan
perkembangan masyarakat sebagaimana terwujud dalam berbagai pola kelakuan yang
merupakan kebiasaan dalam kehidupan masyarakat setempat. Wilayah masyarakat hukum
adat dimaksud di Sumse! adalah marga. Termasuk di Kabupaten Banyuasin, dan lebih
spesifik lagi Marga tidak sekedar wilayah masyarakat hukum adat, tetapi wilayah Administrasi
Pemerintah.
Sistem Marga
‘Sistem Marga sudah dikenal dan dijalankan masyarakat sumsel jauh sebelum Kesultanan
Palembang Darussalam berdiri, Wilayah marga sangat luas , terdiri dari susun, kampung
dikepelai oleh seorang Pasirah, Pasirah memegang kekuasaan penuh sebagai Kepala
Pemerintah sekaligus tetuah adat. Dalam melaksanakan tugasnya pasirah dibantu oleh
Dewan Marga sebagai Pembuat peraturan dan perangkat marga lainnya (Kerio, penggawo,
Chotib dan Penghulu). Sistem marga kala itu memiliki dasar-dasar filosofi yang lebih
‘menjamin kesejahteraan dan keharmonisan masyaraket diwilayahnya , hal ini karena wibawa
pasirah kepala marga sangat besar, sehingga masyarakat yang terikat dalam wilayah marga
sangat patuh pada norma dan adat istiadat yang berlaku.
Qendang-Oendang Simboer Tiahaya
‘Adat istiadat , kebiasaan dan norma yang hidup dan berkembang ditengah masyarakat pada
awal abad XVII dihimpunan oleh kesultanan Palembang Darussalam yang kala yeitu oleh
seorang Ratu, UU inilah yang menjadi acuan para penyelenggara Kesultanan palembang
dalam melakukan tugas pemerintahan dan adat istiadat . Undang-undang ini disebut
Dipindai dengan CamScanner“Oendang-Oendang Simboer Tjahaya” yang pada awalnya ditulis dalam aksara arab kuno
dan melayu.
Oendang-Oendang Simboer Tjahaya memuat 5 bagian , terdiri dari:
Adat Boedjang Gadis terdiri dari 7 Pasal
‘Adat Perhoekoeman 84 Pasal
Atoeran Marga 29 Pasal
Atoeran Kacem 18 pasal
arene
Atoeran Doeseon dan berladang 32 pasal
Ketika Pemerintahan , Kesultanan Palembang digantikan , Pemerintahan Kolonial Belanda
sekitar tahun 1850 an , Marga sebagai sistem Pemerintahan terkecil di masyarakat tetap
terpakai, dan UU Simboer Tjahaya masih menjadi acuan, hanya saja beberapa pasal tentang
Pengangkatan/penunjukan Pasirah kewenangannya dialihkan ke Residen Palembang .
‘semua permasalahan , baik masalah Pemerintahan dan adat, dapat diselesaikan oleh pasirah
dengan berpedoman pada UU Simboer Tjahya. Pelanggaran Adat dapat diproses melalui
peradilan asii, yang dikenal dengan Rapat Marga, Rapat marga , diatur dalam besluit Residen
Palembang tahun 1933 NO. 803, yang menyatakan bahwa pengadilan asii dilaksanakan oleh
Tapat marga . ada beberapa contoh pelanggaran adat tersebut dikutip dari UU Simboer
Tiahaya :
1. Jika orang maki-maki atau kata-kata orang punya istri atau anak gadis atau orang punya
perbuatan tidak patut dan tiada boleh dinyatakan * Cempola Mulut namanya” dihukum
denda dari 2 sampai 12 ringgit atas timbangan rapat. Denda dibagi dua sebagian pulang
yang dakwa sebagai “tetap malu” (pasal 19 adat perhoekoeman)
2. Jika seorang laki atau perempuan yang sudah akil baligh, mandi telanjang tidak pakai
Petelasan dipangkalan . mandi atau halaman dusun dihukum didenda sampai 12 ringgit
3. Jika seseorang laki-laki masuk dalam orang punya rumah, ayata maksud hendak berbuat
jahat dengan orang punya bini atau anak “Kerap Gawe namanya" maka tertangkap dalam
rumah lantas dibunuh, tidak menjadi perkara . kalau ia tertangkap diluar rumah , tidak
boleh dibunuh hanya kena tekap malu 12 ringgit . “ kesekap utang ditombak mati *
namanya.
Masyarakat Hukum A
Marga sebagai wilayah masyarakat Hukum Adat dan wilayah Pemerintahan masih tetap
berfungsi hingga awal tahun 1983. Namun setelah ditetapkannya Surat Keputusan (SK)
Gubenur Sumatera Selatan No. 142 tahun 1983 , menghapuskan Pemerintahan Marga dan
memberhentikan Pasirah beserta perangkatnya, marga masih exis sebagai wilayah hukum
Dipindai dengan CamScanneradat, hal ini diakui berdasarkan Perda Kabupaten Banyuasin No. 9 Tahun 2012 bahwa
wilayah masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Banyuasin adalah sebagai berikut
Marga Rimba Asam
Marga Suak Tapeh
Marga Pangkalan Balai
Marga Rantau Banyur
Marga Penunguan
Marga Tungkal llir
Marga Talang Kelapa
Marga Gasing
9, Marga Tanjung Lago
SN ORR ON oe
10. Marga Sungai Rengas
44. Marga Kumbang
12, Marga Rambutan
13, Marga Sungai aren
14, Marga Upang
15, Marga Telang
16. Marga Sungsang
Begitu juga prinsip-prinsip yang diatur dalam Undang-undang Simbol Cahaya mengenai adat
istiadat, secara umum sudah di akomondasikan dalam Kompilasi Adat Istiadat sesuai dengan
Perda Kabupaten Banyuasin tersebut diatas. Hanya saja beberapa ketentuan adat sepanjang
dianggap bertentangan dengan Undang-undang dan ketentuan yang ada, tidak dicantumkan
lagi. Dalam perda Kabupaten Banyuasin No. 9 tahun 2012. Kompilasi hukum adat terdiri
dari:
Upacara adat
Adat Perkawinan
Kesenian
Upacara Kematian
Adat Sopan Santun
Hukum Perseorangan Adat
Hukum Keluarga Adat
Perkawinan Adat
9. Perceraian
10. Hukum Tanah dan Benda -benda yang ada di atasnya
11, Hukum Perjanjian Adat
12, Hukum Silang Sengketa Adat
SPNOAPBNS
Dipindai dengan CamScanner13. Larangan Adat
14, Reaksi / Sanksi Adat
Imbas Berlaku UU No. 5 Tahun 1979 terhadap Ensistensi Adat Istiadat
Salah satu tujuan dilaksanakannya UU No, § Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa pada
mulanya, adalah untuk menyeragamkan Pemerintah Desa diseluruh Indonesia, hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan Pemerintah. Pengawasan dan pembinaan
desa-desa secara nasional , yang sebelumnya beraneka ragam susunan masyarakat yang
latar belakang kehidupanya, maupun adat istiadat sebagai satu-kesatuan masyarakat terkecil
Untuk melaksanakan UU No. 5 Tahun 1979 tersebut di sumsel dengan surat Keputusan
Gubemur Sumatera Selatan No. 142 Tahun 1983, terhitung mulai tanggal 1-04-1983 ,
diberlakukan Pemerintahan Desa serta secara resmi dan pada, saat itu juga berakhilah
bentuk Pemerintahan Marga, dengan memberhentikan pasirah, Dewan marga dan Perangkat
Marga lainnya,
Dengan dihapusnya Pemerintahan Marga maka praktis tidak ada lagi badan resmi yang
menangani permasalahan dan pelanggaran Adat Istiadat di Sumsel , termasuk di Kabupaten
Banyuasin . sedangkan Kepala Desa tidak punya wewenang untuk menangani masalah adat
Istiadat , karena yang bersangkutann hanya mengatur Desa dari segi Pemerintahanya saja
Dalam penantian yang cukup panjang, Alhamdulilah permasalahan Adat Istiadat ini sudah
mulai diperhatikan dengan ditetapkan berbagai regulasi tentang adat, mulai dari tingkat
Propinsi sampai ke Kabupaten . di Kabupaten Banyuasin sebagai solusinya ditetapkan
PERDA No. 16 tahun 2003, tentang pemberdayaan , pelestarian, dan pengembangan Adat
Istiadat dan Lembaga Adat Kabupaten Banyuasin , dari dengan Keputusan Bupati Banyuasin
NO. 291 Tahun 2004, dibentuknya Lembaga Pembina Adat kabupaten Banyuasin.
Tugas dan Fungsi Lembaga Adat sesuai dengan PERDA tesebut diatas adalah :
1. Membina, memberdayakan , melestarikan, dan mengembangkan adat istiadat
masyarakat dalam memperkaya budaya daerah serta memberdayakan masyarakat
dalam membina kemasyarakatan
2. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pembinaan, pelestarian dan
pengembangan adat istiadat masyarakat
3. Mencatat adat istiadat masyarakat yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat desa/kelurahan yang bersangkutan
4. Menyelesaikan perselisinan yang menyangkut adat istiadat masyarakat desa /kelurahan
yang bersangkutan
Dipindai dengan CamScanner5. Menciptakan hubungan yang harmonis terhadap perbedaan adat istiadat dalam
masyarakat
6, Melaksanakan kerjasama antar Lembaga Adat
7. Membina hubungan kemitraan dengan Pemerintahan Desa / Pemerintah Kelurahan
Lembaga Pembina Adat Kabupaten Banyuasin sudah mulai bekerja awal 2005 , antara lain
‘memandu pembentukan lembaga adat istiadat tingkat desa/kelurahan, yang disebut dengan
Pemangku Adat, Secara unum lembaga adat tingkat desa/kelurahan (pernangku adat) sudah
mulai difungsikan . berbagal masalah adat., namun diakui penyelesaian masalah adat
ditingkat desa/kelurahan pada umumnya memeriukan pedoman sebagai acuan dalam
menyelesaikan sengketa, perselisihan dan pelanggaran adat istiadat lainnya
Suatu hal yang sangat mengembirakan, pada awal 2011 yang lalu tokoh-tokoh adat,
Pemerintah Kabuapten Banyuasin dan DPRD bersama-sama Pembinaan Adat TK.| Sumse!
telah berhasil menyusun PERDA yaitu PERDA tentang keberadaan masyarakat hukum adat
dan kompilasi adat istiadat di Kabupaten Banyuasin (PERDA No. 9 Tahun 2012) . dengan
PERDA inilah diharapkan akan menjadi acuan dalam pengembangan dan pelestarian adat
istiadat di Kabupaten ini.
Berbagai regulasi sudah diterbitkan, yaitu setelah Undang-undang No. 5 tahun 1979 antara
lain, Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah dan
Undang-undang No. 32 tahun 2004. Kedua Undang-undang ini belum dapat mewakili segala
kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa terutama menyangkut kedudukan masyarakat
hukum adat, keragaman dan partisipasi masyarakat.
Ditetapkanya Undang-undcng NO. 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagai pengganti Undang-
undang sebelumnya, diharapkan dapat mendayagunakan lembaga ditingkat desa yang
menyelenggarakan fungsi adat istiadat.
“Desa menurut Undang-undang No. 6 tahun 2014 adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakasa masyarakat, hak asal usul, dan atau
hak tradisionar . sedangkan dalam pasal 26 ayat 2 sub F dan G, dalam melestarikan tugas
pokok sebagaimana dimaksud pada ayal (1) Kades berwenang :
1. “Membina kehidupan masyarakat desa’ (F)
2. *Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat desa * (G)
3. “Mengembangkan kehidupan masyarakat desa * (K)
Dilain pihak ditingkat Desa juga ada Lembaga Adat Desa yang disebut Pemangku Adat ,
‘sesuai dengan perda Kabupaten Banyuasin No. 16 Tahun 2003. Anggota Pemangku Adat
Dipindai dengan CamScannerDesa / Kelurahan anggotanya terdiri dari unsur Pemangku Adat , Pemangku Agama,
Cendikiawan dan Pemangku Masyarakat dari DesalKelurahan (Pasal 8) . Kedudukan
Pemangku Adat Desa /Kelurahan adalah mitra Kades/Lurah
Adapun Tugas Pemangku Adat / Kelurahan antar lain
4. Menyusahakan pembinaan, pemberdayaan, pelestarian dan pengembangan Adat
Istiadat
Menyelestarikan Urusan Adat Istiadat
Membantu Pemerintahan Desa/Kelurahan sepanjang menyangkut tentang Adat Istiadat
SANKSIADAT
Sanksi adat atau hukuman yang lazim dijatuhkan pada orang-orang yang metanggar Adat,
‘secara umum dapat dipedomani dalam Undang-undang Simboer Tjahaya Undang-undang ini
dengan jelas mengatur sanksi adat tersebut melalui rapat adat yang dipimpin pasirah,
sebelum kemerdekaan sanksi adat dapat bervariasi, yaitu berupa denda ang atau benda
contoh Adat Bujang Gadis dan Kawin pasal 22
1. “Wika Boejang nangkap badan gadis atau rebut kainnya atau kembannya fiada dengan
soeka gadis atau halinia gadis nangkap rimau namanya maka itu boejang kena denda 12
ringgit *
‘Sesudah era kemerdekaan, kondisi ini tetap berlangsung hanya saja denda berupa
tuang/ringgit diganti rupiah yang besamnya disesuaikan dengan kondisi pada waktu ity
Didalam PERDA No. 9 tahun 2012 tentang keberadaan masyarakat hukum Adat dan
Kompilasi Adat |stiadat . Pasal 71 Ayat (1) “ tidak dibenarkan lakiJaki menangkap merebut
kain atau kemban / selendang gadis ( Nangkap Rimau
2. *Pelanggaran terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan
mendapatkan reaksi adat apabila gadis atau randa yang bersangkutan mengadukan
kepada Kepala Desa /Lurah dan Pemangku Adat
Jadi jelas kedua Pasal ini, baik dalam Undang-undang Simboer Tjahaja maupun dalam perda
No. 9 Tahun 2013 tidak ada perbedaan yang prinsip perbedaan hanya menyangkut tentang
denda/sanksi , ini pun diserahkan pada kearifan para Kades/Lurah/Pemangku Adat
Masalah /nambatan dan Upaya
Masalah extemal yang paling menonjol adalah pengaruh moderenisasi Sumsel yang kaya
dengan kebudayaan dan adat istiadat asli terancam kehilangan hasanah local oleh pengaruh
moderenisasi dan pergaulan yang tidak berpihak pada etika dan adat istiadat yang berlaku,
Dipindai dengan CamScannerpengaruh moderenisasi itu bercampur baur dengan globalisasi , porno aksi dll. sehingga
masyarekat adat istiadat sudah mulai menipis simbul etnisnya. Kendala internal lainnya
masyarakat sudah mulai apatis karena semangat melestarikan adat istiadat mulai pudar dan
orang tua sudah pada meninggal, yang muda banyak belum mengerti, Upaya yang akan
dilakukan untuk melestarikan adat istiadat adalah melalui Pembina Adat dan penguyuban
adat yang ada, memberdayakan masyarakat adat dengan memberikan informasi kepada
masyarakat agar memelihara budaya mereka terhindar dari pengaruh-pengaruh negative, dan
melestarikan dan mengkaderisasi adat dalam perilakunya jangan sampai menganggap adat
yang mereka miliki kuno, dan ketinggalan zaman, sehingga adat dan kebiasaan asing dapat
merusak adat asli yang sudah dimiliki sejak dulu.
Bahan Bacaan
1.
. Sejarah Pemerintahan di Indonesia oleh Drs. Bayu Surya Ningrat
en
NOs
Pemerintahan Marga dan Negeri di Sumatera Selatan oleh Mgs. Abdurrachan
Permasalahan Pemerintahan terendah di Sumsel oleh Dewan Penasehat Pembina Adat
‘Sumsel
Oendang-oendang Simboer Tjahaya
Undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa
Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Banyuasin No. 6 tahun 2003 tentang
Pemberdayaan , Pelestarian can Pengembangan Adat Istiadat dan Lembaga Adat
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Banyuasin No. 9 tahun 2012 tentang Keberadaan
Masyarakat Hukum Adat dan Kompilasi Adat Istiadat Kabupaten Banyuasin
Dipindai dengan CamScanner