Avsec Advanced OBU - Peraturan - Peraturan Keamanan Penerbangan Sipil - L

You might also like

Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 41
Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal Fstukur Jes rans PERATURAN-PERATURAN KEAMANAN PENERBANGAN SIPIL Sejarah ICAO dan Konvensi Chicago Konvensi Penerbangan Sipil Internasional, yang dirancang pada tahun 1944 oleh 54 negara, didirikan untuk mempromosikan kerja sama dan “menciptakan serta memelihara persahabatan dan pemahaman ci antara bangsa-bangsa dan masyarakat di dunia.” Dikenal lebih uum saat ini sebagai 'Konyensi Chicago’, perjanjian penting ini menetapkan prinsip-prinsip inti yang mengizinkan transportasi internasional melalui udara, dan mengarah pada pembentukan badan khusus yang mengawasinya sejak saat itu - Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). Perang Dunia Kedua adalah katzlisator yang kuat untuk pengembangan teknis pesawat terbang. Jaringan luas gerbong penumpang dan barang didirikan selama periode ini, tetapi ada banyak hambatan, baik politik maupun teknis, untuk mengembangkan fasilitas dan rute ini ke tujuan sipil baru mereka. Setelah beberapa studi yang diprakarsai oleh Amerika Serikat, serta berbagai konsultasi yang dilakukan dengan Sekutu Utama, pemerintah AS memperpanjang undangan ke 55 negara untuk menghadiri Konferensi Penerbangan Sipil Interasional di Chicago pada tahun 1944. Para delegasi ini bertemu pada waktu yang sengat kelam dalam sejarah manusia dan ‘melakukan perjalanan ke Chicago dengan tisiko pribedi yang besar. Sanyak negara yang mereka wekili masih diduduki. Pada akhimya, 54 dari 55 Negara yang diundang menghadiri Konferensi Chicago, dan dergen kesimpulan pada 7 Desember 1944, 52 dari mereka telah menandatangani Konvens/baru tentang Penerbangan Sip Internasional yang telah direalisasikan. Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars Dikenal dulu dan sekarang lebih umum sebagai 'Konvensi Chicago’, perjanjian penting ini meletakkan dasar bag! stander dan prosedur navigesi udara global yang damai. Ini ditetapkan sebagai tujuan utamanya pengembangan penerbangan sipilintemasional "... dengan cera yang aman dan tertib", dan sedemikian rupa sehingga layann transportasi udara akan didirikan “atas dasar kesetaraan kesempatan dan dioperasikan dengan baik dan ekonomis." Konvensi Chicago juga meresmikan harapan bahwa Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) khusus akan didirikan, untuk mengatur dan mendukung kerjasama internasional yang intensif yang akan dibutunkan oleh jaringan transportasi udara global yang masin muda Mandat inti ICAO, seperti saat ini, adalah membantu negara-negara mencapai tingkat keseragaman setinggi mungkin dalam peraturan, standar, prosedur, dan organisasi penerbangan sipil. Karena penundaan yang biasa dherapkan dalem meratifkas! Konvensi, Konferensi Chicago sebelumnya —menandatangani-Perjanjian Interim = yang memprediksi pembentukan ICAO Sementara (PICAO) untuk berfungsi sebagai badan penasehat dan koordinasi sementara, PICAO terdiri dari Dewan Intenm dan Majels Interim, dan sejak Juni 1845 Dewan Interim bertemu terus menerus di Montreal, Kanada, dan terditi dari perwakilan dari 21 Negara Anggota. Sidang Interim pertama PICAO, pendahulu Sidang tiga tahunan ICAO di era modern, juga diadakan di Montreal pada bulan Juni 1946. Pada tanggal 4 April 1947, setelah cukup meratifikasi Konvensi Chicago, aspek sementara PICAO tidak lagi relevan dan secara resmi cikenal sebagai ICAO. Sidang ICAO resmi pertama diadakan di Montreal pada bulan Mei tahun itu. Selama perjalanan menuju era tansportasi udara modem ini, Lampiran Konvensi telah meningkat jumlahnya dan berkembang sedernikian rupa sehingga sekarang mencakup lebih dari 12.000 standar intemasional dan praktik yang direkomendasikan (SARP), yang semuanya telah disetujui melalui konsensus oleh 193 Negara Anggota ICAO yang sekarang berjumiah 193 SARP Ini, di samping kemajuan teknologi yang tuar blasa dan Kontribus! dalam dekade intervensi atas nama operator dan produsen transportasi_udara, telah memungkinkan Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars terwujudnya apa yang sekarang dapat dikenali sebagai pendorong penting pembangunan sosial- ekonomi dan salah satu pencapaian kerja sama terbesar umat manusia - Jaringan transportas! udara internasional modern. eraturan Internasional 1. Annex 17 : Safeguarcing International Civil Aviation Against Act of Unlawful nterference iz Annex 18 : The Safe Transport Dangerous Goods by Air ICAO Doc 8973 : Security Manual for Safeguarding International Civil Aviation Against Act of Unlawful Interference; 3. ICAO Doc 9284/905-AN ; Technical Instruction for The Safe ‘Transport Dangerous Goods Dy Alr 4, ICAO Doc 10108 : Aviation Security Global Risk Context Statement ICAO Doc 10042 : Model National Air Transport Facllitation Programme 6 ICAO Doc 9137 : Airport Services Manual ICAO Annex 17 The safeguarding International Civil Aviation Againts Acts of Unlawful Interference. (Edisi 11 amandemen 17) Adapun hal yang diatur sebagai berikut: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR Chapter 1. Definisi Chapter 2. Prinsip-prinsip umum, 2.1 Tujuan 2.2 Penerapan. 2.3 Keamanan dan fasiitast 2.4 Kerjasama internasional. 2.5 Inovasi, peneiitian dan pengembangen. Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars Chapter 3. Orgenisasi 3.1 Organisasi nasional dan otoritas yeng sesuai. 3.2 Operast bandera. 3.3 Operator pesawat udera, 3.4 Kontrol kualitas dan kualifikasi 3.5 Penyedia layanan lalu lintas udara (Chapter 4. Langkat-iangkah keamanan pencegatan, 4.1 Objekt 4.2 Tindakan yang berkaitan dengan kortrol akses 4.3 Tindakan yang berkaitan dengan pesawat udara. 4.4 Tindakan yang berkaitan dengan penumpang dan bagasi kabinnya 4.5 Langkah-tangkah yang berkaitan dengan bagasi harang. 4.6 Tindakan yang berkalian dengan karyo, surat, det barang-barang latnriya 47 Tindakan yang berkaitan dengan kategori penumpang khusus 4.8 Langket-langkah yeng berkaitan dengan landside 4.9 Tindakan yang berkaitan dengan ancaman dunia maya Chapter 5. Manajemen tanggapan tertadap tindakan melawan hukum 5.1 Pencegatan 5.2 Tanggapan . 5.3 Pertukaran informasi dan peleporan LAMPIRAN UNTUK Annex 17 Ekstrak darl Annex 2 - Aturan Udara Ekstrak dari Antex 6 - Pengoperasian Pesawat, Bagian I - Transportasi Udara Komersial interasional - Pesawat Terbang Ekstrak dari Annex 8 - Kelaiken Udara Pesawat Ekstrak dart Annex 9 - Fasiitast Ekstrak dari Annex 10 - Téelekomunikasi Penertangan , Volume IV (Sistem Surveilans dan Peaghindaran Tabraken ) Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars Ekstrak dari Annex 11 - Layanan Lalu Lintas Udara, Ekstrak dari Anmex 13 - Investigas’ Kecelokaan den Insiden Pesawat Ekstrak dari Annex 14 - Aerodromes, Volume I - Desain dan Operasi Aerodrome. Ekstrak dari Annex 18 - Pengangkuten Barang Berbahaya yang Aman melalui Uoara Ekstrak dari Doc 9284 - Petunjuk Teknis untuk Pengangkutan Barang Berbahaya yang Aman melalui Udera Ekstrak dari Prosedur untuk Layanan Navigasi Udara - Manajemen Lala Lintas Udara (Doc 4444) Ekstrak dar! Prosedur untuk Layanan Navigasi Udara - Operasi Pesawat (Bac 8166), Volume III - Prosedur Operasi Pesawat . 2. 2.1.1 Each contracting State shall have as its primary objective the safety of passengers, crew, ground personnel and the general publi in all matters related to safequarding against acts of unlawful interference with civil aviation. Setiap Negara anggota ICAO wajib mengutamakan keselamatan penumpang, awak pesawat, petugas di darat dan masyarakat terkait dari terjadinya tindakan melawan hukum dalam penerbangan sipi b, 21.2 Eacit Contracting State shall estabiish an organization and develop and ‘implement regulations, practices and procedures to safeguard civil aviation against acts of unlawful interference taking into account the safety, regularity and efficiency of Mghts. Setiap Negara Anggota wajib membentuk suatu organisasi, menyiapkan dan melaksanakan peraturan dengan suatu prosedur Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars untuk melindungi penerbangan sipil dari tindak gangguan melawan hukum dengan memperhatikan _keselamatan, keteraturan dan efisiensi penerbangan. «. 2.4.3 Each Contracting State shall ensure that such an organization and such regulations, practices and procedures: 1) Protect the safety of passengers, crew, ground personnel and the general publik in all matters related to safeguarding against acts of unlawful interference with civil aviation; and (Melindungi keselamatan penumpang, awak pesawat, personil di darat dan masyarakat umum) 2) Are capable of responding rapidly to meet any increased security threat. (Mampu untuk dengan cepat menanggapi setiap kejadian). d. Kewajiban Negara Anggota ICAO 4) 3.44 Boch Contracting State shall establish end implement @ written national ciil aviation security programme to safeguard civil aviation operations against acts of unlawful interference, through regulations, practices and procedures which take into account the safety, regularity and efficiency of fights (Menyusun Program Keamanan Penerbangan Nasional) 2) 31.7 Fach Contracting State shall require the appropriate authority to ensure the development and implementation of a national training programme for personnel of all entities involved with or responsible for the implementation of various aspacts of the national civil aviation security programme. This training programme shall be designed to ensure the effectiveness of the national civil aviation security programme. (Menyusun Program Diklat Persone! Keamanan Penerbangan) 3) 3.15 Each Contracting State shall require the appropriate authority to defe and allocate tasks and coordinate activities between the Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars departments, agencies and other orgenizations of the State, airport and atrcratt operators, air traffic service providers and other eniities concerned with or responsible for the implementation of various aspects of the national civil aviation security programme. (Membentuk Komite Keamanan Penerbangan Nasional) 4) 3.2.1 Each Contracting State shall require each airport serving civil aviation to establish, implement and maintain a written airport security programme appropriate to meet the requirements of the national civil aviation security programme. (Menyusun Program Keamanan Bandar Udara) 5) 3.2.3 Each Contracting State shall ensure that an airport security committee at each airport serving cll aviation is established to assist the authority mentioned under 3.2.2 in its role cf coordinating the implementation of| security controls and procedures as specified in the airport security programme. (Membentuk Komite Keamanan Bandar Udara) 6) 3.3.1 Each Contracting State shall ensure that commercial air transport operators proviaing service fom that State have established, implemented and maintsined a written operator security programme thet meets the requirements of the national civil aviation security programme of that State (Menyusun Program Keamanan Angkutan Udara ICAO Annex 18 The Safe Transport of Dangerous Goods by Air, mencekup antara lain: . Definitions (Definisi-definisi) b. Applicability ¢. Classification (Kiasifikas!) Limitation on the transport of dangerous goods by air Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal Fstukur Jes rans Packing Labelling and marking Shipper's responsibilities Operator's responsibilities Provision of information zene Establishment of training pragrammas k. Compliance |. Dangerous goods accident and incident reporting m. Dangerous goods security provisons ICAO Document 9284 tentang Technical Instruction of The Safe ‘Transport of Dangerous Goods by Air, mencakup antara lain: a. Bagian 1. Umum b. Bagian 2, Klasifikasi DG c. Bagian 3. Daftar DG, ketentuan khusus, terbatas dan pengecualian d. Bagian 4, Packing instructions (instruksi pengemasan) @. Bagian 5. Shipper's responsibilities (tanggung jawab pengirim) f. Bagian 6, Packaging nomenclature, marking, requirements and tests (Pengepakan nomenklatur/ tata nama, marka, persyaratan dan pengujian) g. Bagian 7. Operator's responsibtiti h. Bagian 8 Provisions concerning passangers and crew (Ketentuan mengenai Perumpang dan Kru) (tanggung jawab operator) eraturan Nasional 1nTe 1a e10)e} ndang-undang N Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars tentang Penervangan, pasal 323 menyatakan bahwa: (1) Menteri bertanggung jawab terhadap keamianan penerbangan nesional. (2) Untuk meleksanakan tanggung jawab sebagaimana dimeksud pada ayat (1) Menteri berwenang untuk: a. membentuk Komite nasional keamanan penerbangan; b, _menetapkan program keamanzn penerbengan nasional; dan ._mengawas! pelaksanaan program keamianan penerbangan nasional. Dalam Pasal 327, dinyataken hal-hal sebagai berikut: (1) Badan usaha bandar udara atau unit penyelenggare bandar udara wajib membuat, meleksanakan, mengevaluasi, dan mengembangkan program keamanan bandar udara di setisp bandar udara dengan berpedoman pada program keamanan penerbangan nasional, (2) Program keamanan bendar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan oleh Mentari. (3) Badan usaha bander udera atau unit penyclenggara bandar udara bertanggung Jaweb terhadap pembiayaan keemanan bencar udara. Dalam pasal 329, dinyatakan hal-hal sebagai berikt (1) Setiap badan usaha angkutan udara_ wajib membuat, melaksanakan, mengevaluasi, den mengembangkan program keamanan angkutan udara dengan berpedoman pada program keamanan penerbangan nasional. (2) Program keamanan angkutan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh bedan usaha angkutan udara dan disahkan oleh Menteri. (3) Badan usaha angkutan ucara bertanggung jawab terhadap pembiayaan keamanan angkutan udara. Pasal 330 menyatakan hal-hal sabagai berikut: Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cera dan prosedur pemduatan atau pelaksanaan program keamanan penerdangan nasional diatur dengan Peraturan Menteri Pasal 334 menyatakan hal-hal sebagai berikut: (1) Orang perseorangan, kendaraen, kergo, dan pos yang akan memasuki daerah keamanan terbatas wajis memiliki izin masuk daerah terbatas atau tiket pesawat, udara bagi penumpang pesawat udera, dan dilakukan pemeriksaan keamanan. (2) Pemeriksaan keamanan sebagaimana dimeksud pada ayat (1) dilakukan oleh personel yang berkompeten di bidang keamanan penerbangan. Pasal 335 menyétakan hal-hal sebagai berikt (1) Terhadap penumpang, personel pesawat udara, bagasi, kargo, dan pos yang akan diangkut harus dilakukan pemeriksaan dan memenuhi persyeratan keamanan penerbangan. (2) Penumpang dan kargo tertentu dapat diberikan perlakuan khusus dalam pemeriksaan keamanan. Pasal 336 menyotakan hal-hal sebagai berik Kantong diplomatik tidak boleh diperiksa, kecuali atas permintaan dari instansi yang benwenang di bidang hubungan luar negeri dan pertahanan negara. Pasal 344 Setiap orang dilarang melakukan tindakan melawan hukum (acts of unlawfit interference) yang membahayakan keselamatan penerbangan dan angkutan udara berupa: a, _menguasai secara tidak sah pesawat udare yang sedang terbang atau yang secang di darat; b. _menyandera orang di dalem pesawat udara atau di bandar udara; ¢. masuk ke dalam pesawat udara, daerah keamanan terbatas bandar udara, atau wilayah fasilitas aeronautika secara tidak sah; 10 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal Fstukur Jes rans d. membawa senjata, barang dan peralatan berbahaya, atau bom ke dalam pesawat udara atau bandar udara tanpa lzin; dan @. menyampeikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan. KP 138 Tahun 2018 Tentang Sertifikasi Peralatan Keamanan Penerbangan Pasal 2 Fasiites keamanan penerbangan mempunyai fungsi sebagai alat pemeriksaan keamanan, pemantauan keamianan can penundaan upaya tindakan melawan hukum, Pasal 3 Fasilitas keamianan penerbangan memilki fungs! sebagalmana dimaksud dalam Pasal 2 sebagai berikut: a. Pendeteksi bahan peledak; b. Pendeteksi balan organik dan nor-orgeniky c. Pendeteksi metal danjatau non metal; d. Pendeteksi bahan cair; €. Pemantau lalu lintas orang, kergo, pos, Kendaraan, dan pesawat udara di darat; f Penunda upaya kejahatan dan pembates daerah keamanan terbatas; 4g. Pengendalian jalan masuk;dan h. Komurikasi keamanan penerbangan. Pasal 4 (1) Peralatan dengan fungsi pendeteksi bahan peledak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi a. pendeteksi bahan peledak (Explosive Trace Detector); dan n Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars b. _mesin X-Ray dengan Explosive Detection System/KDS (Algorithm Based X-Ray} (2) Peralatan dengan fungs| pendeteks! bahan organik dan nonorganik sedagaimana dimaksud dalam Pasel 3 huruf b meliputi: a. mesin X-Ray konvensional (conventional x-ray machine); dan b._mesin X-Ray dengan Explosive Detection System/KDS (Algorithm Based X-Ray} (3) Peralatan dengan fungsi pendeteksi metal dan/atau non metal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf ¢ meliputi berikut: a. mesin X-Ray konvensional [conventional x-ray machine); b. mesin X-Ray dengan Explosive Detection System/EDS [Algorithm Based X-Ray) ¢ mesin pemindal tubuh [Body Scanne?); d. gawang pendeteksi matal [Walk Through Metal Detectoi); dan e. pendeteksi metal genggam [Handheld Metal Detectoi) (4) Peralatan dengan fungsi pendeteksi bahan calr sebagaimana dimaksud dalern Pasal 3 huruf d berupa Pendeteksi Cairan [Liquid Detector), (5) Peralatan dengan fungs! pemiantau lalu lintas orang, kargo dan pos, kendaraan, dan pesewat udara di darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e meliputi a, sistem kamera pemantau [Closed Circuit Television); dan b. kendaraan petroli (Patroll Vehicle). (6) Peralatan dengan fungsi penunds upaya kejahatan dan pembatas dacrah keamanan terbatas sebagaimana dimeksud dalam Pasal 3 huruf f berupa sistem Pendeteksi Penyusup Perimeter [Perimeter Intruder Detection System/PIDS). (7) Peralatan dengan fungs! pangendalian jalan masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g berupa peralatan Sistem Pengendali Jalan Masuk (Access Control System). (8) Peralatan dengan fungs’ komunikasi keamanan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf h berupe Radio Komunikasi Keamanan Penerbangan, [Aviaton Security Radio Communication) Pasal 5 (1) Peralatan keamanaan penerbangan sebagaimana dimaksud delam Pasal 4 yang \wajib dilengkapi dengan Sertifikat Peralatan meliputi: 2 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal aos oe e ce @ (2) Peralatan keamanan penerbencan sebageimara dimaksud ayat (1) dikelompokkan dalam : a. kelompok A - terdiri dari peratatan : steak des roars mesin x-ray konvensional (conventional x-ray machine); mesin X-Ray dengan Explosive Detection System/EDS (Algorithm Based X-Ray] mesin pemindai tubuh (Body Scanner}; sistem pendeteksi penjnjsup perimeter (Perimeter Intruder Detection System/PIDS); gaweng pendeteksi metal (Walk Through Metal Detector); pendeteksi bahan peledak (Explosive Trace Detector); dan sistem kamera pemantau (Closed Circuit Television). 1) mesin x-ray konvensonal (conventional x-ray machine); 2) mesin X-Ray dengan Explosive Detection System/EDS (Algorithm Based X- Ray); 3) mesin pemindai tubuh (body scanner); 4) sistem pendeteksi penyusup perimeter (Perimeter Intruder Detection System/PIDS); dan 5) sistem kamera pemantau (Closed Circuit Television). kelompok B - terdiri dari peralatan : 1) gawang pendeteksi metal (Walk Through Metal Detector); dan 2) pendeteksi bahan peledak (Explosive Trece Detector). PM 51 tahun 2020 (KPN) Tentang Keamanan Penerbangen nasional, Terdiri dari 5 BAB yaitu : a Bab i ketentuan umum Bab ii program keamanan penerbangan nasional Bab ili Ketentuan keamanan pene-bangan Bab iv ketentuan peralihan Bab v ketentuan penutup 1B Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal tutes ara Pembagian Sistem Keamanan Bandara 1. Bandar Udara Sistem Keamanan A merupakan bandar udara yang ditetapkan sebagai bandar udara internasional dan memiliki jumlah penumpang berangkat internasional lebih dari 3.000.000 (tiga juta) orang/tahun 2. Bandar Udara Sistem Keamanan B intemasional lebih dari 10.000 (sepuluh ribu) orang/tahun dan paling banyak 3.000.000 (tiga juta) orangytahun 3. Bandar Udara Sistem Keamanan C internasional kurang dari 10.000 (sepuluh ribu) orang/tahun 4. Bandar Udara Sistem Keamanan D merupakan bandar udara yang ditetapkan sebagal bandar udara domestik dan memnilicijumiah penumpang berangkat domesti« lebih dari 1.000.000 (satu juta) orang/tahun 5. Bandar Udara Sistem Keamanan E domestik lebih dari 500.000 (lima ratus risu) orang/tahun sampai dengan paling banyak 1.000.000 (satu juta) orang/tahun 6. Bandar Udara Sistem Keamanan F domestik lebih dari 100.000 (seratus ribu) orang/tahun sampai paling banyak 500,000 (lima ratus ribu) orang/tahun 7. Bandar Udara Sistem Keamanan G domestik lebih dari 5.000 (lima ribu) dan paling banyak 100.000 (seratus ribu) crang/tahun 8. Bandar Udare Sistem Keamanan H domostik paling banyak 5.000 (lima ridu) orang/tahun KM 211 Tahun 2020 (PKPN update) ‘Tentang Program Keamanan Penebangan Nasional PXPN bersifat terbatas dan hanya didisiribusikan kepada entitas penerbangan terkait yaitu : a. Otoritas bandra; b. UPBU; c. BUBU; d. BUAU; fe. PAUA; f. Pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga; 14 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars g. Penyelenggara pelayanan navpen; h. Regulated agent; i. Pengirim pabrikan (Known Consignor); dan j. Penyelenggara diklat keamanan penerbangan Distribusi PKPN secara utuh atau sebagian dgn mempertimbangkan kepentingan entitas terkait dan substansi dari PKPN. Diberikan dim bentuk cetak atau elektronik, harus diberi penomoran dan dicatat datam daftar distriousi, Adapun mengatur sebagai berikut |. Pembagian tanggung jawab keamanan penerbangan Koordinasi dan komunikasi a b ¢. Perlindungan bandar udata, pesawet udara dan fasilitas navigasi penerbangan d. Pengendalian keamanan terhadap orang dan barang yang diangkut pesawat udara e. Fasililas keamanan penerbangan f. Persone! 9. Penanggulangan tindakan melawan hukum h. Pengawasan keamanan penerbangan (aviation security quality control) i. Penyesuaian program keamanan pereroangan nasional dan prosedur kejadian tidak terduga J. Pendanaan kegiatan keamanan penerbangan ‘Ada pun didalamnya terdiri da DAFTAR PERUBAHAN (AMANDEMEN) DAFTAR DISTRIBUSI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II ANCAMAN TERHADA? PENERBANGAN BAB III PEMBAGIAN TANGGUNG JAWAB BAB IV KOORDINASI DAN KOMUNIKAST BAB V Pengamanan Bandar Udara BAB VI Pengamanan Penyelenggara Palayanan Navigasi Penerbangan Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal tutes ara BAB VII Pengamanan Pesawat Udara BAB VIII Pengamanan Penumpang Dan Bagasi Kabin BAB IX Pengamanan Bagasi Tercatat BAB X Pengamanan Kargo Dan Pos BAB XT Pengamenen Barang Katering (Catering), Berang Persedian (Store), Barang Perbekalan (Supplies) Dan Barang Dagangan (Merchandise) BAB XII Kegiatan Angkutan Ucara Bukan Niaga BAB XIII Fasi 15 Keamanan Penerbangan BAB XIV Manajemen Penangaulangan Tindakan Melawan Hukum BAB XV Rekruitnen, Pendidikan Dan Pelatihan BAB XVII Pembiayaen Keamanan Penerbangan BAB XVIII Pengawasan Keamanan Penetbangan BAB XIX Persyeratan Keamnen Bandar Udara BAB XX Informasi Keamanan Sersitif (Sensitive Security Information) Histori PKPN sebelumnya (PM 80 Tahun 2017) a. Dasar Penyusunan Pm 80 Tahun 2017 (Reyisi Dari Pm 127 Tahun 2017) 1) Penyesuaian terhadap amancemen 15 annex 17 (Efektif Berlaku 3 Agustus 2017) a) Penerapan keamanan daerah sisi darat (lanside security) b) Antisipasi peluncuran system senjata panggul (mar-portable air defence system / Mangads) c) Cyber threats (ancaman siber) d) Advance technology 2) ICAO Universal Security Audit Programme Continuous Approach (USAP-CMA) Limited Scope ci Indonesia tanggal 25 September s/d 3 Oxtober 2017. 3) Penyesuaian aturan keamanan penerbangan di bendar udara yang meliput a. Bagasi tercatat tidak boleh ci serah terimakan kembali kepaca pemiliknya; b._ Sistem tiketing/boarding pas elektronik; c. Lay out DT d. Penggunaan Advance Technology 16 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 140 Tahun 2015 1. Komite Nasional Keamanan Penerbancan (KNKP), adalah Komite yang mengkoordinastkan pelaksanaan Program Keamanan Penerbangan Nasional. 2. Komite Keamanan Bandar Udara (KKBU) adalah Komite yang mengkoordinasi pelaksanaan Program Keamanan Bandar Udara. 3. Pusat Komando dan Pengendalian Nasional (National Command and Control Centre / NCCC), adalah Sistem Komando den Pengerdelian Nasional yang melibetkan para pimpinan beberasa instansi terkait dan anggota KNKP dalam mengkoordinasikan penanggulangan keadaan darurat keamnanan penerbangan. 4. Pusat Pengendalian Insiden Nasional (National Incident Crisis Centre / NICC }, adalah tempat komando dan pengendalian para anggota Pusat Komando dan Pengendalian Nasional untuk penanggulangan keadaan darurat keamanan penerbangan. 5. Tim Penanggulangan Krisis (Crisis. Management Team/CMT), adalah Tim yang beranggotakan anggota komite keamanan bander udara dan instansi lain yang dibutuhkan yang bertugas untuk penanggulangan keadaen darurat keamanan di bandar udara, 6. Pusat Operas Darurat (Emergency Oparation Centre | EOC), adalah tempat komando dan pengendalian para anggota Tim Peranggulangan Krisis (Crisis Management Team/CMT) untuk penanggulangan keadazn darurat keamanan di bandar udara. Pasal 4 Keadaan darurat keamanan penerbangan meliputi: a. kondisi rawan (kondis! kuning); dan b._kondisi darurat (kondisi merah). Pasal 5 7 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars Kondisi rawan (kondisi kuning), sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf a, merupakan kondisi keamanan penerbengan dimana diperlukan peningkatan keamanan, kewaspadaan atau kesiagaan pada saat: @._ terdapat informasi ancaman tindakan melawen hukum dari sumber yang perlu dilakukan penilaian ancaman lebih lanjut; atau b. terjadinya cangguan keamanan atau tincakan melawan hukum yang berpotensi mengganggu keamanan penerbangan Pasal 6 Kondisi darurat (kondisi merah), sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf b, merupakan kondisi keamanan penerbangen pada saat: a. ancaman yang membahayekan keamanan penerbangan, berdasarkan penilaian, positif terjadi terhadap pesawat udara, bandar udara dan pelayanan navigasi penerbangan; atau b. terjadinya tindekan melawan hukum berupa ancaman bom, pembajakan, penyanderaan, sabotase dan penyerangan yang menbahayakan keamanan terhadap pesawat udera, bandar udara dan pelayanan navigasi penerbangan. Pasal 22 Dalam kondisi rawan (kuning), sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, koriando penanggulangan keadaan darurat keamanan penerbangan berada pada Direktur Jenderal selaku Ketua Pusat Komando dan Pengendalian Nasional (National Command And Control Center/NCCC). Pasal 23 (1) Dalam kondisi darurat (merah), sebagaimana dimeksud dalam pasal 6, Direktur Jenderal selaku Ketua Pusat Komando dan Pengendalian Nasicnal (National Command And Control Center/NCCC) menyerahkan komando penanggulangan keadaan carurat keamanan penerbangan kepada Panglima TNI. 18 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars (2) Penyerahan komendo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara lisan atau langsung. Pasal 48 (1) Setiap penyelenggara Bandar udara harus menyediaken Pusat Operasi Darurat (Emergency Operation Centre/EOC) yang digunakan oleh Tim Penanggulangan Krisis (Giisis Management Team/CMT) dalam menangguiangi tindakan melewan hukum di bandar udara. (2) Pusat Operasi Darurat (Emergency Operation Centre/EOC) harus: a. berade di daerah yang dikendalikan (daerah terbatas) dan terletak antare sisi udara dan sisi darat; b. memiliki pandangan langsung ke isolated aircraft parking position, jika tidak maka dapat dilengkapi dengan kamera CCTV; ¢. memilixi lahan parkir yang memadai; d. memilici ruang rapat; dan fe, memiliki sarana antara lain + lam hun 2001 s] tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan. Adapun mengatur sebagai berikut: Pembinaan keamanen dan keselamaten penerbangan Keamanan dan Keselamatan Pesawat udara Heecda-) APL eae Lt Penggunaan dan pengoperasian pesawat udara Keamanan dan keselamatan bandar udara Ruang udara dan alu tintas udara Personil dan keschatan penertangan Tarif jasa pelayanan navigasi penerbangan zFemepange Pencarian dan pertolongan kecelakean pasawat udara 19 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars i, Penelitian penyebab kecelakaan pesawat udara J. Sanksi-sanksi PM 92 tahun 2015 tentang Program Pengawasan Keamanan Penesbangan Nasional diubah oleh PM 57 tahun 2018 tentang perubahan atas peraturan menteri perhubungan nomor PM 92 tahun 2015 tentang program pengawasan keamanan oenerbangan nasional Pasal 2 (1) Menteri bertanggung jawab terhadap pengawassen keamanan penerbangan nasional (2) Pengawasan keamanan penerbangan sebagaimane dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Audit b. Inspeksi c. Survey; dan d. Pengujian Pasal 3 Ruang lingkup program pengawasan keamanan penerbangan nasional meliputi: a. Semua objek pengawasan yang terkait dengan pelaksanaan pengawasan kukan oleh Direktorat Jenderal dan Objek keamanan penerbangan yang pengawasan; b. Tanggung jawab dan wewenang pelaksanaan pengawasan keamanan penerbangan; dan c. Tahapan dalam proses pengawasan keamanan penerbangan. 20 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars Peraturan-peraturan keamanan penerbangan sipil Lainnya: 1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tokyo 1963, The Hague 1970 dan Konvensi Montreal 1971; 2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang Pe-uasan Tindak Pidana Kejahatan Penerbangan; 3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandaruderaan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4146); 4) Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 25 Tahun 2005 tentang Pemberiakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-7056- 2005 mengenai Pemeriksaan Penumpang dan Barang yang Diangkut Pesawat Udara di Bandar Udara Sebagal Standar Wajib; 5) Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 90 tahun 2013 tentang Keselamatan Pengangkutan Barang Berbahaya Dengan Pesawat Udara; 6) PM 58 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 90 Tahun 2043 Tentang Keselametan Pengangkutan Barang Berbahaye Dengan Pesawat Udara 7) Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 78 Tahun 2017 tentang Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Peraturan Petundang-undangan di bidang Penerbangan; 8) Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 56 Tahun 2020 Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 78 Tahun 2017 Tentang Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Bidang Penerbangan; a Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars 9) Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 59 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pernubungan Nomor PM 53 Tahun 2017 Tentang Pengamanan Kargo Dan Pos Serta Rantai Pasok (Supply Chain) Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udare; 10)Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 142 Tahun 2016 tentang Kriteria, Tugas dan Wewenang Inspektur Penerbangan; 11) Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 33 tahun 2015 tentang Pengendalian Jalan Masuk (Access Contro ke Daerah Keamanan Terbatas ci Bander Udera; 12)Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 167 tahun 2015 tentang perubahan atas peraturan menteri_ perhubungan nomor 33 tahun 2015 tentang pengendaiian jalan masuk (Access Control) ke daerah keamanan terbatas di Bandar udara; 13)Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 137 tahun 2015 tentang program pendidikan dan pelatihan keamanan penerbangan, nasional; 14)Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 94 tahun 2016 Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor Pm 137 Tahun 2015 tentang Program Pendidikan dan Pelatihan Kemanan Penerbangan Nasional; 15)Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 89 tahun 2015 tentang penanganan keterlambatan penerbangan (delay management) pada badan usaha angkutan udara niaga berjadwal di indonesia; 16)Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 74 tahun 2017 tentang peraturan keselamatan penerbangan sipil bagian 830 (civil aviation safety regulation Part 830) tentang pemberitahuan dan pelaporan kecelakaan, kejadian serius pesawet udara sipil serta prosedur investigasl kecelakaan dan kejadien serlus pesawat udara sipil; 22, Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars 17)Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 77 tahun 2015 tentang standarisasi can sertifkasi fasilitas bandar udera; 18)Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 92 tahun 2016 Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2045 Tentang Standarisasi Dan Sertifikasi Fasilitas Bandar Udara 19)Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP/100/X1/ 1985 tentang Peraturan dan Tata Tertib Sandar Udara; 20)Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP/100/VIL/2003 tentang Petunjuk Teknis Penanganan Penumpang Pesawat Udara yang Membawa Senjeta Api beserta Peluru dan Tata Cara Keamanan Pengawaian Tahanan Dalam Penerbangan; 21)Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP/120/V/2006 tentang Pejebat Pelaksana Fungsi Pemerintah di Bidang Keamanan pada Bandar Udara yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Kebandaruderaan; 22)Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP/43/III/2007 tentang Peranganan Barang Bawaan Barbentuk Cairan, Gas dan Jeli yg dibawa Penumpang ke delam Kabin Pesawat pada Penerbangan Internasional 23)Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP/95/IV/2008 tentang JUKNIS Penanganan Petugas Keamanan Dalam Penerbangan (In-Flight Security Officer/Ai-Marshal) Pesawat Udara Niaga Berjadwal Asing; 24)Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP/160/VII/2008 Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara tentang Sertifikat Kecakapan Keamanan Penerbangan; 25) Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP/2765/XII/ 2010 tentang Tata Cara Pemeriksaen Penumpang, Persone! 2a Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars Pesawat Udara dan Barang Bawaan yang Diangkut dengan Pesawat Udara dan Orang Perseorangan; 26) Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 481 tahun 2012 tentang Lisens! Personel Fasilitas Keamanan Penerbangan; 27) Peraturan Dirjen Perhubungan Udara Nomor : KP 63 Tahun 2014 tentang Petunjuk dan Tata Cara Pemberian Sertifikesi Lembaga Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan Persone! Keamanan Peneroangan dan Personel Fasilitas Keamanan Penerbangan; 28)Peraturan Dirjen Perhubungan Udara Nomor : KP 241 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengoperasian Pemeliharaan Fasilitas Keamanan Penerbangan; 29) Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 412 tahun 2014 tentang petunjuk teknis kese’amatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawet udara; 30)Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor : PM 140 Tahun 2015 Tentang Program Penanggulangan Keadaan Darurat Keamanan Penerbangan Nasional. 31) Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor ; KP 37 tahun 2018 tentang perubahan atas peraturan irektur jenderal perhubungan udara nomor KP 129 tahun 2017 tentang petunjuk teknis pengawasan dan investicasi keamanan penerbangan; 32) Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 571 tahun 2015 tentang Jjin Pengangkutan Barang Berbahaya Dengan Pesawat Udara; 33) Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 626 tahun 2015 tentang Pedaman Teknis Operasional Program Keamanan Penerbangan; 34) Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 227 Tahun 2018 Tentang Pedoman Teknis Manajemen Resiko (Risk Management) Keamanan Penerbangan 35) Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 141 Tahun 2018 Tentang Standar Teknis Operas’ Fasilitas Keamanan Penerbangan 1) Advisory Circular (AC) 92-01 tentang Penanganan dan Pengangkutan Bahan dan/etau Barang Berbehaya Bagi Badan Usaha Angkutan Udara; 24 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal tutes ara 2) Advisory Circular (AC) 92-02 tentang Lisensi Personel Penanganan dan Pengangkutan Bahan darvatau Barang Berbahaya yang Diangkut Melalul Udara. Pengaturan Mengenai Kejahatan Penerbangan dalam Konvensi Internasional onvensi Tokyo 196 Pada tehun 1963 diselenggarakan Konvensi Tokyo 1963 (Convention on Offences and Certain Other Acts Committed on Board Aircraft}, yaitu konvensi yang mengatur tindak pidana dan perbuatan-perbuatan tertentu yang dilakukan di dalam pasawat udara. Tindakan dimaksud meliputi perbuaten yang merupakan pelanggaran terhadap hukum pidana atau bukan tetapi ‘mungkin dapat mengganggu keamanan dan keselamatan penerbangan. Untuk dapat dikatekan tindsk pidana dalam pasal 1 Konvensi Tokyo 1963, harus memenuhi 4 unsur berikut: a. Dilakukan di delam pesawat udara b. Pesawat udara tersebut harus didaftarkan di negara peserta kenvensi ¢. Pesawat udara sedang berada dalam penerbangan di atas laut lepas/bebas d. Pesawat udera sedang berada di atas daerah lain di luer wilayah dari suatu negara. Konvensi Tokyo 1963 tersebut telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang No, 2 Tahun 1976 dan ditindaklanjuti dengan UU No. 4 Tahun 1976 tentang perubahan dan penambahan beberapa pasal dalam KUHP bertalian dengan perluasan berlakunya ketentuan perundang-undangan pidana, kejahatan penebangan, dan kejehatan terhacap sarana/prasarana petubahan sehingga penerbangan. Sehubungan dengan hal tersebut Pasal 3 KUHP mengala berbunyi: "Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air ateu pesawat udara Indonesia”. Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal tutes ara Mengenai negara mana yang berhak melaksenakan yurisdiksi terhadap tindak pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Konvens! Tokyo 1963 ditetapkan pada negara di tempat pesawat udara tersebut didaftarkan. Di samping negara tempat pesawat udara didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, dibuka juca kenungkinan bagi negara lain yang bukan negara pendaftar untuk melaksanakan yurisdikinya apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Tindak pidana itu mempunyai akibat terhadap wilayah negara lain. b. Tindak pidana telah dilakukan oleh atau terhadap seorang warga negara atau penduduk tetap dari negara tersebut. ¢. Tindak pidana dilekukan terhadap keamanan dari negara tersebut. d. Tindak pidana berupa pelanggaran te-hadap setiap peraturan atau ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan penerbangan atau pergerakan pesawat udara yang berlaku dalam negara tersebut. @. Pelaksanaan yurisdiksi adalah untuk menamin cipenuhinya setiap kewajiban dari negara tersebut menurut perjanjian intemasional multilateral. Pasal 8 memberikan kewerangan kepada Kapten untuk menurunkan penumpang atau ‘orang yang membahayakan keselematen atau ketertiban di dalam pesawat udara. Kemudian posal § memuat wewenang dori kapten untuk menycrahkan terdakwo, apabila menurut pendapatnya perbuatan yang ditakukan dalam pesawat udara itu menurut hukum pidana dari negara pendaftaran pesawat termasuk kejahatan berat onvensi The Hague 1970 Kemudian pada tahun 1970 diselenggarakan Konvensi the Hague 1970 tentang “The Supression of Unlawtul Seizure of Aircraft” (Konvensi tentang Pemberantasan Penguasaan Pesawat Udara Secara Melawan Hukum). Pasal 1 Konvensi the Hague 1970 ini lazim disebut sebagai kejahatan pembajakan pesawat udara (Aijacking). Kemudian keahatan internasional dalam penerbangan ini diperluas dalam Konvensi Montreal 1971 tentang “7he Supression o Uniawfisl Acts Against the Safety of Civil Aviation” (Konvensi tentang Pemberantasan Tindakan-Tindaken Melawan Hukum yang Mengancam Keamanan Penerbangan Sipil), yang meliputi perbuatan kekerasan terhadap seseorang di dalam 26 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars pesawat udera dalam penerbangan, merusak pesawat udara dalam dinas, menempatkan atau menyebabkan ditempatkannya bahan peledak di dalam pesawat udara dalam dinas, memberikan keterangan yang diketahuinya adalah palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan. Konvensi The Hague 1970, Convention for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft, yaitu. konvensi yang mengatur pemberantasan penguasaan pesawat udara secara melawan hukum. Pada pokoknya Konvensi ini mengatur tentang ruang lingkup tindak pidana dan Pasal 1, memberken batasan mengenai kaoan seseorang dianggap telah melakukan perampasan pengendalian pesawat udara secara melawan hukum, yaitu apabila seseorang tersedut telah melakukan tndak pidana ci dalam pesawat udara dalam penerbangan sebagai berikut: a. Tindakan secara melawan hukum dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, atau setiap bentuk ancaman lain dengan tujuan untuk menquasai pesawat udara atau menguasai pengendalian pesawat udara. b. Termasuk pula setiap orang yang membantu atau mencoba melakukan tindakan tersebut Dalam pasal 2, Konvensi The Hague 1970 diatur mengenei ketentuan bahwa negara peserta konvens! diwajibkan untuk memasukkan tindak pidana dalam konvensi dengan mengancamkan hukuman (ke dalam hukum pidana nasionainya). Selanjutnya pada pasal 6 ayat (3) menetapkan bahwa setiap negara peserta di dalam wilayah mana tersangka berada, apabila terdapat cukup petunjuk wajib menahan tersangka atau mengambil tindakan lannya itu jengan sampai tersangka melarikan diri, Penahanan dan tindakan itu dilakukan sesuai dengan hukum negara yang bersanekutan dengan ketentuan hanya boleh dilanjutkan sampai pada waktu yang diperlukan untuk memungkinkan proses penuntutan atau ekstradisi Adapun dalam pasal 7 diatur mengenai ketentuan bahwa negara peserta di dalam wilayah mana tersangka diketemukan, apabila negara tersebut tidak mengekstradisi tersangka, wajib tanpa pengecualian apapun apakah tindakan pidana itu dilakukan di dalam wilayahnya atau tidak untuk mengajukan perkaranya kepada penguasa yang berwenang untuk menuntut dengan cara-cara yang sama seperti dalam setiap tindak pidana biasa yang serius menurut hukum dari negara yang besangkutan. a7 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal tutes ara Selanjutnya dalam pasal 11 menetapkan bahwa setiap negare peserta sesuai Cengan undang- undang nastonalnya secepat mungkin melaporkan kepada Perwakllan (Council) dart Organisasl Penerbangan Sipil Intemesional (Intemational Civil vation Organization), setiap keterangan yang dimilikinya yang bersangkutan dengan kejahatan atau tindak pidana, tindakan yang telah diambil tethadap penumpang dan pesawat udare yang menjadi sasaran kejahatan pembejakan, tindakan yang telah diambil terhadap tersangka dan proses-proses hukum yang telah dilakukan, Konvensi Mo Enea Konvensi Montreal 1971, Convention for the Suppresion of Untawful Acts Against the Safety of Civil Aviation, yaitu konvensi yang mengatur pemberantasan tindakan melawan hukum yang mengancam keselamatan penerbengan sipil. Pada poxoknya Konvensi Montreal 1971 mengatur tentang ruang lingkup tindak pidana, yurisdixsi, can wewenang kapten pilot. Pasal 1 ayat (1) Konvensi Montreal 1971 mengatur tindak pidana sebagai berikut: 1. Any person commits an offence if he uniawfidly ard intentionally: (@) performs an act of violence against a person on board an aircraft in flight if that act is tkely to endanger the safety of that aircraft; or () destroys an aircraft in service or causes damage to such an aircraft which renders it incapable of fight or which is fhkely to endanger its safely in Hight; or (0) places or causes to ba placed on an aircraft in service, by any means whatsoever, a device or substance which is ikely to destroy that aircraf, or to cause damage fo it which renders it incapable of hight, or to cause damage to it which is likely to endanger its safety in fight; or (@) destroys or damages air navigation faciities or interferes with their operation, if any such act is fkely to endanger the safety of aircraft in flight; or () communicates information which he knows to te false, thereby endangering the safety of an atrcraft in tight, 2. Any person also commits an offence if he: 28 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars (2) attempts to commit any of the offences mentioned in paragraph 1 of this Article; or (2) is an accomplice of a persen who commits or attempts to cammit any such offence. Dengan demikian ruang lingkup tindak pidana atau kejahatan yang ditentukan dalam Pasal 1, meliput @. Dengan sengaja melakukan tindakan kexerasan terhadap seseorang di dalam pesawat udara (on board) yang sedang berada dalam penerbangan (in flight) dan tindakannya itu dapat membahayakan keselamatan pesawat udara tersebut. b. Dengan sengaja dan secara melawan hukm merusak pesawat udara dalam dinas atau menyebabkan pesawat udara tersebut tidak mampu untuk melakukan penerbangan dengan sempurna sehingga membahayakan keselamatan dalam penerbangennya. ¢. Menempatkan atau memunckinkan ditempatkannya suatu behan peladak, suatu zat dalam pesawat udare dalam dinas dengan cara bagaimanpun, sehingga dapat memusnahkan atau menyebabkan kerusakan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan dalam penerbangan. Memusnahkan atau merusak fasilitas penerbangan atau turut campur secara melawan hukum dalam pengoperasianrya sehingga membahayakan keselamatan pesawat udara dalam penerbangan. ¢. Member'kan informasi yang tidak benar yang dapat membahayakan kesclamatan pesawat udara dalam penerbangan. Wewenang dan kewajban nagara peserta di dalam Konvensi Montreal 1971 dagat dikatakan sama dengan ketentuan-ketentuan sebageimana ditetapkan dalam Konvensi The Hague 1970. Adapun pasal-pasal yang mengaturnya adalah pasal 11, 12, dan 13. Konvensi the Hague 1970, Konvensi Montreal 1971 dan Konvensi Tokyo 1963 telah diratifikasi oleh Pernerintah Republik Indonesia dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1976. Kemudian melalui Undang-undang Nomor 4 Tahun 1976 kejahatan internasional yang bertalian dengan penerbangan tersebut dimasukkan dalam KUHP di Indonesia. 29 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars Protocol Montreal 1988 Full Name of Instrument: Protocol for the Suppression of Unlawful Acts of Violence at Airports Serving International Civil Aviation, Sunplementary to the Convention for the Suppression of Unlawful Acts against the Safely of Civil Aviation, done at Montresl, on 23 September 1971, done at Montreal on 24 February 1988, (Doc 9518). Protokol ini menambah definisi "pelanggaran’ yang diberikan dalam Konvensi Montreal tahun 1971 tindakan kekerasan yang tidak sah dan disengaja terhadap orang-orang di bandara yang melayani penerbangan sipil internasional yang menyebabkan atau kemungkinan besar menyebabkan cedera serius atau Kematian dan tindakan serupa yang merusak atau serius. merusak fasilitas bandara atau pesawat yang tidak beroperasi di sana atau mengganggu layanan Elemen kualifikasi dari pelanagaran ini adalah kenyataan bahwa tindakan tersebut mempahayakan atau kemungkinan besar membahayakan keselamatan di bandara tersebut. banda Pelanggaran ini dapat dihukum dengan hukuman beret, dan Negara Peserta diwajibkan untuk menetankan yurisdiksi atas pelanggaran tidak hanya dalam kasus di mana pelanggaran dilakukan di wilayah mereka tetapi juga dalam kasus di mana tersangka pelaku berada di wilayah mereka dan mereka tidak melakukannya. mengekstradisi cia ke negara tempat pelanggaran itu terjadi. Konvensi Montreal 1991 Full Name of Instrument: Convention on the Marking of Plastic Explosives for the Purpose of Detection, done at Montreat ‘on 1 March 1991. (ICAO Doc 9571) Konvensi ini mewajibkan setiap Negara anggota untuk melarang dan mencegah pembuatan bahan peledak plastik tak bertanda di wiayahnya. Bahan peledak plastik akan ditandai dengan memasukkan selama proses pembuaten salah satu dari empat agen pendeteksi yang disepakati oleh Konferensi dan citentukan dalam Lampiran Teknis Konvensi. 30 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars Konvensi juga mewaiibkan setiap Negara arggota untuk melarang dan mencegah pergerakan masuk atau keluar deri wilayahnya bahan peledak tak bertanda dan untuk melakukan kontrol yang ketat dan efektif atas kepemilican persediaan bahen peladak tak bertanda yang ada Stok bahan peledak plastk yang tidak disimpan oleh pihak berwenang yang menjalankan fungsi militer dan polisi harus dihancurkan atau dikonsumsi untuk tujuan yang tidak bertentangan dengan tujuan Konvensi, yang ditandai atau dianggap tidak efektif secara permanen, dalam jangka waktu tiga tahun sejak berlekunya Konvensi. sehubungan dengan Negara yang bersangkutan. Konvensi juga membentuk Komisi Teknis Bahan Peledak Internasional yang terdiri dari tidak kurang dari lima belas anggota, atau lebih dari semtilan belas anggota, para ahii di bidang pembuatan atau deteksi, atau penelitian bahan peledak. Komisi mengeveluasi perkembangan teknis yang berkaitan dengan pembuatan, penandaan den deteksi behan peledak, melaporkan temuannya, melalui Dewan ICAO, kepada semua Negara anggota dan organisasi internasional terkait, dan mengusulken amandemen Lampiran Teknis Konvensi, sebagaimana diperlukan (Sejarah dari amandemen Lampiran Teknis terlampir). Konvensi menetapkan fungsi-fungs| Khusus kepada Dewan ICAO sehubungan dengan, antara lain, penunjukan anggota Kemisi Teknis Bahan Peledak Internasional, prosedur mengenai amandemen Lmpiran dan langkah-langkah untuk memfasilitasi pelaksanaan Konvens!. Pengaturan Mengenai Kejahatan Penerbangan dalam ULC Near Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai salah satu begian dari masyarakat Internasional yang ingin mewujucken ketertiban dunia telah meratifikas! ke tiga konvensl tersebut di atas dengan Undang-undang No. 2 Tahun 1976. Kemudian sebagai tindak lanjut penerapannya di Indonesia melalui Undang-undang No. 4 Tahun 1976 telah diadakan perubahan dan perluasan berlakunya ketentuan perundang-undangan pidena, kejahatan penerbangan, dan kejahatan tethadap sarana/prasarana penerbangan Dengan semakin meningkatnya terorisme di Indonesia pada akhit-akhir ini, maka berdasarkan PERPU No. 1 Tahun 2002 keseluruhan jenis tindak pidana penerbangan dalam KUHP a1 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal tutes ara tersebut cicantumkan dalam PERPU Nomor 1 Tahun 2002 jo. UU No. 15 Tahun 2003 sebagai delik terorisme. Sebenarnya hal tersebut berlebihan, Khususnya terhadap delik culpa dalam tindak pidana penerbangan, karena bagaimana mungkin delik Karena kealpaan (cullpa) dapat dikwalifkasikan sebagai delik terorisme yang sepatutnya dilakukan dengan unsur kesengajaan (dolus). L Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udare mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkopi dengen fasilitas keselamatan dan keamanan peneroangan, serta fasiltas pokok dan fasiltas penunjang lainnya, Pesawat Udara adalzh setiap mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi buken karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan. Program Keamanan Penerdangan Nasional adalah dokumen tertulis yang memuat peraturan, prosedur dan langkah-langkah pengamanan yang diambil untuk melindung! penerbangan dari tindakan melawan hukum. Program Keamanan Bandar Udara (Airport Security Programme) adalah dokurnen tertulis yang memuat prosedur dan lanckahlangkah serta persyaratan yang wajb dilaksanakan oleh Unit Penyelenggara Bandar Udara can Badan Usaha Bandar Udara untuk memenuhi ketentuan yang terkait dengan operasi penerbangan di Indonesia, Program Keamanan Angkutan Udara (Aircraft Operator Security Programme) adalah dokumen tertulis yang memuat prosedur dan langkah-langkah serta persyaratan yang wajib cilaksanaken oleh Badan Usaha Angkutan Udara untuk memenuhi ketentuan keamanan penerbangan di Indonesia. Program Keamanan Perusahaan Angkutan Udara Asing (Foreign Aircraft Operator Security Programme) adalah dokumen tertulis yang memuat prosedur dan langkah-langkah serta persyaratan yang wajib dilaksanakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Asing yang telah 22 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars disetujui oleh otoritas negaranya untuk memenuhi ketentuan keamanan penerbangan di Indonesia, 7. Prosedur Keamianan Lokal (Local Security Manual) adalah dokumen tertulis yang memuat prosedur yang dilaksanakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Asing untuk mengembangkan prosedur keamanan penerbangan di suatu Bandar Udara yang belum diatur di dalam Program Keamanan Perusahaan Angkutan Udara Asing (Foreign Aircraft Operator Security Programme). 8. Keamanan Penerbangan adalah suatu keadaan yang memberikan perlindungan kepada penerbangan dari tindakan melawan hukum melalui keterpaduan pemanfaatan sumber daya manusia, fasilitas, dan prosedur. 9. Tindakan Melawan Hukum (Acts of Unlawful Interference) adalah tindakan-tindakan atau percobaan yang membahayakan keselamatan penerbangan dan angkutan udara, berupa: @._-menguasai secara tidak seh pesawat udara yang sedang terbang atau yang sedang di darat; b,_menyandera orang di dalam pesawat udara atau di bandar udara; . masuk kedalam pesawat udara, deerah keamanan terbatas bandar udara, atau wilayah fasilitas aeroneuttika secara tidak sah; d. membawa senjate, barang dan peralatan berbahaya, atau bom kedalam pesawat udara atau bandar udara tanpa izin; @._menyampaikan informasi palsu yang membahayakan kesclamatan penerbangan; f. menggunakan pesawat udara untuk tindaken yang menyebabken mati, cederanya seseorang, ruseknya harta henda atau lingkungan sekit g. melakukan pengrusakan/penghancuran pesawat udara 10. Ancaman Bom adalah suatu ancaman lisan atau tulisan dari seseorang yang tidak diketahui atau sebaliknya, yang menyarankan atau menyatakan, apakah benar atau tidak, bahwa keselamatan dari sebuah pesawet udara yang dalam penerbangan atau di darat, 33 ii. ‘ia 13. 14, 15. 16. v7. PorluenKeamanan Penton Sal steak des roars atau bandar udara atau fasilitas penerbangan, atau seseorang mungkin dalam bahaya karena suatu bahan peledak Sabotase adalah suatu tindakan pengrusakan atau penghilangan terhadap herta benda, yang dapat mengancam atau menyebabkan terjadinya tindakan melawan hukum pada penerbangan dan fasilitasnya Pengendalian Keamanan (Security Control) adalah suatu cara untuk menemukenali Barang Dilarang (Prohibited Items) antara lain berupa senjata, bahan peledak atau peralatan berbahaya, zat atau bahan berbahaya yang mungkin digunakan untuk melakukan tindakan melawan hukum sehingga dapat dicegah Pemeriksaan Keamanan (Security Screening) adalah penerapan suatu teknik atau cara lain untuk mengeneli atau mendeteksi Berang Dilarang (Prohibited Items) antara lain berupa senjata, bahan peledak atau peralatan berbahaya, zat atau bahan berbahaya yang mungkin cigunakan untuk melakukan tindakan melawan hukum |. Pemeriksaan Keamanan Pesawat Udara (Aircraft Security Check) adalah pemeriksaan di bagian dalam pesawat udara yang dapat dicapai oleh penumpang dan pemeriksaan tempat penyimpanan untuk menemukan berang yang mencurigakan dan Barang Dilarang (Prohibited items) Penyisiran Keamanan Pesawat Udara (Aircraft Security Search) adalah pemeriksaan menyelurun pada agian luar dan calam pesawat udera dengan maksud untuk menemukan barang yang mencurigakan den Barang Dilarang (Prohibited Items) Pemeriksaan Latar Belakang (Background Check) adalah pereriksaan identitas seseorang dan pengalaman sebelumnya, termasuk riwayat kriminal dan informasi terkait indikasi terpapar kegiatan terorisme yang relevan untuk menilai orang tersebut Pemeriksan Keamanan Tidak Terduga (Unpredictability) adalah pelaksanaan pemeriksaan keamanan dengan tujuan untuk meningkatian efisiensi dan dampak pencegahan dengan cara frekuensi yang tidak teratur, lokasi yang berbeda car/atau dengan berbagai macam teknik terkait dengan masing-masing fungsi kerja 34 18. 19. 20. at. 22. 23, 24. 25, 26, PorluenKeamanan Penton Sal steak des roars . Sistem Elektronik Penerbangan adalah serangkaian perangkat dan prosecur elektronik pada bidang penerbangan yang berfungs| mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampikan, mengumumken, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik Penyelenggara Sistem Elektronik Penerbangan adalah Badan Usaha Bandar Udara, Unit Penyelenggara Bandar Udara, Badan Usaha Angkutan Udara, Perusahaan Angkutan Udara Asing, Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penersangan, Regulated Agents, dan Pengirim Pabrikan (Known Consignor) yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan ‘Sistem Elektronik Penerbangan secara senciri-sendir! maupun Bersama-sama kepada Pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain Penumpang Transit adaléh perumpang yang berhenti/turun sementara di suatu bandar udara dalam satu penerbangan tanpa berganti pesawat udara Penumpang Transfer adalah penumpang yang membuat koneksi perjalanan secara langsung dengan 2 (dua) nomor penerbangan atau lebih yang berbeda Bagasi Tercstat adelah barang penumpang yang diserahkan oleh penumpang kepada Pengangkut untuk diangkut dengan pesawat udara yang sama Bagasi Tercatat Transfer adalah bagasi tercatat milik penumpang transfer yang memiliki koneksi perjalanan secare lanasung dengan 2 (dua) nomor penerbangan atau lebih yang berbeda Bagasi Kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada dalam pengawasan penumpang itu sendiri Barang Bawaan adalah barang yang dibawa oleh orang atau penumpang yang memasuki Daerah Keamanan Terbatas dan/atau yang akan diangkut dengan pesawat udara Kargo adalah setiap berang yang diangkut oleh pesawat udara selain benda pos, barang Kebutuhan pesawat selama penerbangan yang habis pakal, dan bagasi yang tidak ada pemiliknya atau bagasi yang salah penanganan Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal steak des roars 27. Kargo Transfer adalah kargo yang memiliki koneksi perjalanan secara langsung dengan 2 (dua) nomor penerbangan atau lebih yang berbeda 28. Daerah Keamanan Terbatas (Security Restricted Area) edalah daerah-daerah di sisi udara di bandar udara yang diidentifikasi sebagai daerah berisiko tinggi dan dilakukan langkah- langkah pengendalian keamanan, dimana jalan masuknya dikendalikan serta dilakukan pemeriksaan keamanan, termasuk: a daerzh keberangkatan penumpeng antara tempat pemeriksaan keamanan dan pesawat udara; daerah service road; apron (ramp); fasilitas perbaikan pesewat udare (hangar); tempat penyiapan bagasi (baggage make up area); ‘tempat penurunan dan pengambilan bagasi tercatat; gedung terminal kargo (cargo sheds); daerah penempatan bagasi tercatat dan kargo yang telah diperiksa yang akan dimuat ke pesawat udara; runway dan taxiway; shoulder; daereh sisi udara catering; dan fasilitas pembersihan pesawat udara 29. Daerah Terkendali (Controlled Area) adalah caerah tempat fasilitas dan instalasi penting pendukung operasionel penerbangan yang berada di luar Daerah Keamanan Terbatas yang dilakukan langkahlangkah pergencalian keamanan 30. Daerah Steril (Sterile Area) adalah daerah di antara tempat pemeriksaan penumpang dan pesawat udara, yang mana aksesnya dikendalikan secara ketat 36 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 29. 40. PorluenKeamanan Penton Sal steak des roars Daerah Keamanan Terkendali (Security Controlled Area) adalah daerah tertentu di area fasilitas navigasi penerbangan dimana setlap orang yang masuk wajib dilakukan pemeriksaan dan dilakukan langkah-lengkah pengendalian keamanan Daerah Terbatas (Restricted Area) adalah daerah tertentu di area fasilitas navigasi penerbangan dimana setiap orang yang masuk dilakukan langkah-langkeh pengendalian keamanan Sisi Darat adalah daerat-daerah tertentu dan gedunc-gedung di Bandar Udara selain daerzh keamanan terbatas dan daerah terkendall yang dilakukan langkah-langkah keamanan Sis| Udara adalah daerah pergerakan pesawet udera di Bandar Udara, termasuk daerah sekitarnya dan gedung-gedung atau bagiannya dimana akses masuk daerah tersebut dikendalikan dan dilakukan pemeriksaan keamanan. Personel Pengamanan Penerbangan adalah personel yang mempunyai lisensi yang diberi tugas dan tanggung jawab di bidang keamanan penerbangan Personel Fasilitas Keamanan Penerbangan adalah personel yang mempunyai lisensi yang diberi tugas dan tanggung jawab di bidang pemeliharaan fasilitas Keamanan penerbangan Lisensi adalah surat izin yang diberikan kepada seseorang yang telah _memenuhi persyaratan tertentu untuk meiakukan pekerjaan di bidangnya dalam jangka waktu tertentu Angkutan udara adalzh setiao kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk setu perjalanan atau lebih dari satu Bandar udara ke Bandar udara yang lain atau beberapa Bandar udara Angkutan Udara Bukan Niaga adalah angkutan udara yang digunaken untuk melayani Kepentingan sendiri yang cilakukan untuk mendukung kegiatan yang usaha pokoknya selain di bidang angkutan udara Unit Penyelenggara Bandar Udara adalah lembaga pemerintah di Bandar Udara yang bertindak sebagai penyelenggara bandar udara, yang memberikan jasa pelayanan kebandarudaraan untuk bandar udara yang belum diusahakan secara komersial a7 41. 42. 48. 44. 45. 46. 47. 48. PorluenKeamanan Penton Sal steak des roars . Badan Useha Bandar Udara adaleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau Badan Hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi yang kegiatan lutamanya mengoperasiken bandar udara untuk pelayanan umum Badan Usaha Angkutan Udara adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau Badan Hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan pesavrat udara untuk digunaken mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut pembayaran . Perusahaan Angkuten Udara Asing adalah perusahaan angkuten udara niaga yang telah ditunjuk oleh negara mitrawicara berdasarken perjanjian bilateral dan/atau multilateral dan disetujui oleh Pemerintah Republik Indonesia Badan Hukum yang Mendapat Pendelegasian adalah Badan Hukum Indonesia yang mendapat pendelegasian kewenangan kegiatan keamanan penerbangan dari Unit Penyelenggara Bandara Udara, Badan Usaha Bandare Udera, Badan Usaha Angkutan Udara, atau Perusahaan Angkutan Udara Asing Regulated Agent adalah badan hukum Indonesia yang berusaha di bidang agen kargo, freight fowarder pengelola pergudangan, pelayanan teknis penanganan pesawat udara di darat atau bideng Ieinnya, yang diserzifikasi Direktur Jenderal yang melakukan kegiatan bisnis dengan Badan Usaha Angkutan Udara atau Perusahaan Angkutan Udara Asing untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengendalian keamanan terhadap kargo dan pos yang ditanganl atau yang diterima dari pengirim Pengirim Pabrikan (Known Consignor) adalah Badan Hukum Indonesia yang mendapat settifikat Pengirim Pabrikan (known Consignor) untuk melakukan pengendalian keamanan terhadap barang sejenis Lembaga Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan adalah lembaga yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang keamanan penerbangan yang telah mendapat izin dari Direktur Jenceral Otoritas Bandar Udara adalah lembaga pemerintah yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan untuk menjalankan can melakukan pengawasan terhadap 38 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal tutes ara dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjemin keselamatan, keamanan, dan pelayanan penerbangan 49. Kepala Bandar Udara adalah Pimpinan Unit Penyelenggara Bandar Udara, Pimpinan Badan Usaha Bandar Udara, dan Pimpinan Bandar Udara Khusus yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan operasional bandar udara 5D. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi ‘51. Menteri adalah Menteri yang membidangi urusan penerbangan 52. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pechubungan Udara 53. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Udara 54. Direktur adalah Direktur yang membidangi Keamanan Penerbangan 55, Direktorat adalah Direktorat yang membidengi Keamanan Penerbangan 56. Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara. ele eae mein tie Setiap Negara anggota ICAO bertujuan utama untuk menjaga keselamatan penumpang, awak pesawat, personil yang bekerja di darat dan masyarakat umum, dalam segala hal yang berkaitan dengan perlindungan dari tindakan melawan hukum terhadao penerbangan sipil; a. Organisasi, 2) Setiap Negara anggota ICAO harus mengembangkan dan menerapkan suatu program keamangn penerbangan spi nasional untuk melindunat operasi penerbangan sipil dari tindakan melawan hukum, melelui peraturan, praktik, serta prosedur yang mempertimbangkan keselamatan, keteraturan serta elisiensi penerbengan; 3) Negara anggota ICAO harus senantiasa mengevaluasi tingkat ancaman terhadap penerbangan sipil dalam wilayahnya serte membentuk dan menerapkan kebijakan serta prosedur untuk menyesuaikan bagian-bagian dalam program keamanan penerbangan 39 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal c, steak des roars sipil_nasionainya dengan berdasarkan pada pengujian resiko keamanan yang dilaksanakan oleh embaga-lembaga nasional yang berwenang; 4) Setiap Negara anggota ICAO membentuk komite keamanan penerbangan nasional atau mengadakan pengaturan serupa guna mengelola kegiatan keamanan di antara departemen, dinas serta lembaga-lembege nasonal lainnye, operetor bandar udara serta pesawat udara dan entitas lainnya yang terkait atau bertanggung jawab dalam penerapan berbagai aspek dari program keamanan penerbangan sipil nasional; 5) Setiap Negara anggota ICAO mewajibkan lembaga yang berwenang untuk memastikan adanya pengembangan sertra pelaksanaan program pelatihan nasional bagi seluruh personil dari semua entitas yeng terkalt etau bertanggung jawab delam penevapan berbagai aspek program keemanan penerbangan sipil nasional. Program pelatihan ini akan dirancang demi memastikan efektivitas program keamanan penerbangan sipil nasional; 6) Setiap Negara anggota ICAO harus memastikan bahwa lembaga yang berwenang mengatur agar sumber daya serta fasiltas yang dibutuhkan untuk pelayanan keamanan penerbangan ada di setiap bandar udara yang melayani penerbangan sipil; 7) Setiap Negara anggota ICAO harus mensyaratkan ctoritas yang tepat untuk mengembangkan, menerapkan dan memelinara keamanan penerbangan sipil nasional program pengendelian mutu untuk menentuken kepatuhan dan memvalidasi cfektivitas program nasional keamanan penerbangan sip 8) Setiap Negara anggota ICAO harus mengatur audit Keamanan, tes, survel dan inspeksi yang dilakukan secara teratur, untuk memverifias! kepatuhan dengan program sipil nasional keamanan penerbangen dan untuk menyedikan pembetulan yang cepat dan efektif dari setiap kekurangan; Langkah-langkah pencegahan dalam pengamanan Setiap Negara anggota ICAO mempersiaokan langkah-langkah untuk mencegeh dibawanya benda-benda dilarang dengan cara apapun keatas pesawat terbang yang terlibat dalam penerbangan sipil: senjata, bahan peledak atau peralatan, barang atau bahen berbahaya lainnya yang dibawa tanpa iin dan dapat digunakan untuk melakukan suatu tindakan metawan hukum; Manajemen respons terhadap tindakan melawan hukum 40 Peru Portuan KesmananPenebsnga Sal tutes ara Setiap Negara anggota ICAO memastikan cikembangkannya rencana kontijensi dan disiapkannya sumber-sumber daya untuk melindungi penerbangan sipil dari tindakan melawan hukum. Rencana kontijensi ini akan diuji secara terukur. 4

You might also like