Tanggung Jawab Ilmuwan Dalam Pembangunan

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 12

TANGGUNG JAWAB ILMUWAN DALAM PEMBANGUNAN1 M.

Ikhsan Ansori
Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract Kata Kunci: Scientists, Responsible

In a scientific problem, we introduced the name of the scientist who is an expert in the field of science. Scientists here have several meanings, roles, characteristics and responsibilities in science. Therefore, scientists are people who are looking objectivity which are cognitive in nature, and theoretical rationale that would produce a science. The responsibility of scientists is a noble endeavor that a scientist is not easy to be tempted, especially slipped to misuse science. Factors that influence scientists in development: (a) individual factors include the ability, expertise, background and demographics, (b) psychological factors consists of perception, attitude, personality, learning and motivation, (c) organizational factors consist of resources, leadership, rewards, structure and job design. The factors that cause to scientists 'change' as a politician or bureaucrat consist of are: Factor of the scientists themselves, like not having consistency in knowledge fight, lack of idealism and lack of their understanding of the responsibility that scientists have in developing the nation. External factors also cause to scientists 'change' as a politician or bureaucrat scientists. For example, the offers of a tempting material, has a debt of gratitude (hostage) for material that has been accepted and 'hostage' by the authorities who had given him a certain power or position. 1. Pendahuluan Penelaahan keilmuan dimulai dengan permasalahan. Singkatnya, terdapat banyak sekali masalah dalam ilmu. Hal ini memang tak aneh bila diingat betapa rumitnya hakikat manusia dan kehidupan. Akibat dari kerumitan ini maka tiap masalah keilmuan sudah harus merupakan seleksi dari data yang diberikan oleh penghidupan kepada kita. Ini juga berarti bahwa tak seorang pun, memecahkan suatu masalah, dapat memilih seluruh fakta. Dalam permasalahan keilmuan ini, kita dikenalkan dengan nama ilmuwan yang merupakan ahli atau pakar dalam bidang keilmuan. Kata ilmuwan ini muncul kira-kira tahun 1840 untuk membedakan mereka dengan para filsuf, kaum terpelajar dan cendekiawan dan lain sebagainya. Ilmuwan di sini mempunyai beberapa arti, peran, ciri serta tanggung jawab dalam ilmu atau hasil
1

Makalah ini disampaikan pada presentasi kuliah Teknologi Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, Surakarta, 22 Desember 2011.

penemuannya. Maka dari itu, ilmuwan tidaklah lain orang yang mencari keajengan dalam alam yang bersifat kognitif, rasional dan teoritis yang nantinya akan menghasilkan sebuah ilmu. Karena ilmu yang diperkembangkan oleh para ilmuwan untuk mencapai kebenaran atau memperoleh pengetahun. Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan mencoba mengkaji tentang ilmuwan dan tanggung jawabnya dalam pembangunan. 2. Arti Dari Ilmuwan Dari pertumbuhan ilmu sejak zaman Yunani Kuno sampai abad modern ini tampak nyata bahwa ilmu merupakan aktivitas manusia, suatu kegiatan melakukan sesuatu yang dilaksanakan orang dengan suatu rangkaian aktivitas yang membentuk suatu proses. Seorang yang melakukan rangkaian aktivitas yang disebut ilmu itu kini lazim dinamakan ilmuwan (scientist). Kata ilmuwan sekarang tentu bukanlah hal yang asing. Secara sederhana ia diberi makna ahli atau pakar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ilmuwan bermakna orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu, atau orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan. Sedangkan dalam buku Filsafat Ilmu dan Ensiklopedi Islam (Atmaja, 1994), pengertian ilmuwan mengutip pendapat McGraw-Hill dalam buku buku Dictionary Of Scientific and Technical Terms, seorang yang mempunyai latihan, kemampuan, dan hasrat untuk mencari pengetahuan baru, asas-asas baru, dan bahan-bahan baru dalam suatu bidang ilmu. Definisi lain dikemukakan oleh Maurice Richer, Jr. (Gie The Liang, 2000, 95) yaitu, mereka yang ikut serta dalam ilmu, dalam cara-cara yang secara relatif langsung dan kreatif. Sedangkan dalam Ensiklopedi Islam, (1994, 203), ilmuwan diartikan orang yang ahli dan banyak pengetahuannya dalam suatu atau beberapa bidang ilmu. Dari beberapa pemaparan pokok di atas dapat penulis simpulkan bahwa ilmuwan merupakan orang yang melakukan kegiatan atau aktifitas dalam kaitannya dengan bidang keilmuwan. Pada zaman lalu para ahli dikatakan ilmuwan karena untuk membedakan dirinya dengan para ahli-ahli lainnya seperti filsuf, cendekiawan atau intelektual, dan lain sebagainya. Istilah ilmuwan dipakai untuk menyebut aktifitas seseorang untuk menggali permasalahan ilmu secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk ilmiah sebagi bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga untuk berbagi hasil

penyelidikan tersebut kepada masyarakat awam, karena mereka merasa bahwa tanggung jawab itu ada di pundaknya. Adapun filsuf dipakai untuk menyebutkan aktivitas seseorang yang berkaitan dengan filsafat atau ahli fikir saja. Secara sekilas, ilmuwan dan filsuf serupa tapi tak sama, yang berbeda hanya media yang digunakan dalam keilmuwan. Dalam ilmuwan media yang digunakan tak lain adalah permasalahan, yang mana permasalahan ini merupakan objek dalam ilmu pengetahuan. 3. Ciri Ilmuwan Dalam catatan sejarah, bahwasanya ilmuwan memiliki beberapa ciri yang ditunjukkan oleh cara berfikir yang dianut serta dalam perilaku seorang ilmuwan. Mereka memilih bidang keilmuan sebagai profesi. Untuk itu yang bersangkutan harus tunduk di bawah wibawa ilmu. Karena ilmu merupakan alat yang paling mampu dalam mencari dan mengetahui kebenaran (Suriasumatri,1989; 111). Ini dapat dikenali lewat paradigma maupun pola sikap senyatanya dalam kehidupan sosial, yang merupakan penjelmaan prinsip-prinsip ilmiah. Seorang ilmuwan tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis tinggi atau pun pragmatis, kejujuran, jiwa terbuka dan tekad besar dalam mencari atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi lebih dari semua itu ialah penghayatan terhadap etika serta moral ilmu dimana manusia dan kehidupan itu harus menjadi pilihan juga sekaligus junjungan utama. 4. Syarat-Syarat yang Harus Dipatuhi Seorang Ilmuwan Seorang ilmuwan sudah tentu bukan hanya sekedar memapankan namanya saja, akan tetapi ia harus bisa mempopulerkan karya ilmiahnya agar bisa diterima masyarakat dan sekiranya karya ilmiahnya baik. Oleh karena itu seorang ilmuwan harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya: a. Prosedur ilmiah b. Metode ilmiah c. Adanya suatu gelar yang berdasar pendidikan formalnya yang ditempuh
d. Kejujuran ilmuwan, yakni suatu kemauan yang besar, ketertarikan pada

perkembangan 5. Peran Ilmuwan

Ilmu

Pengetahuan

terbaru

dalam

rangka

profesionalitas

keilmuannya (Abdullah, 2003; 37).

Ilmuwan merupakan orang yang menemukan masalah spesifik dalam ilmu. Salah satu syarat utama dalam hubungan antara ilmuwan dengan masalah keilmuan tidak lain hanyalah, seorang ilmuwan harus memiliki ciri, sikap dan tanggung jawab. Akan tetapi di sini seorang ilmuwan harus juga memiliki peran atau pun fungsi. Tiga peran ilmuwan menurut Dhaniel (2003), yaitu: 1. Sebagai Intektual, seorang ilmuwan sosial dan tetap mempertahankan dialognya yang kontinyu dengan masyarakat sekitar dan suatu keterlibatan yang intensif dan sensitif. 2. Sebagai Ilmuwan, dia akan berusaha memperluas wawasan teoritis dan keterbukaannya kepada kemungkinan dan penemuan baru dalam bidang keahliannya. 3. Sebagai Teknikus, dia tetap menjaga keterampilannya memakai instrument yang tersedia dalam disiplin yang dikuasainya (383). Dua tanggung jawab terakhir memungkinkan dia menjaga martabat ilmunya, sedangkan peran pertama mengharuskannya untuk turut menjaga martabat manusia (Dhaniel, 2003). Karena kita semua tahu bahwa ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat. Maka dari itu, fungsi seorang ilmuwan tidak hanya berhenti pada penelaahan dan keilmuan secara individual namun juga bertanggung jawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas (Suriasumatri, 2001; 237). 6. Tanggung Jawab Ilmuwan Dalam Pembangunan Ilmu pengetahuan membawa berkah dan nilai kemakmuran bagi manusia tanpa meninggalkan tata nilai, etika, moral dan filosofi. Seorang ilmuwan memiliki kemampuan untuk bertindak persuasif dan argumentatif berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan kemampuan analisis dan sintesis untuk mengubah kegiatan non produktif menjadi produktif. Seorang ilmuwan menurut Merry (2008) memiliki tanggung jawab dalam pembangunan yang terbagi dalam dua hal, yaitu tanggung jawab internal dan tanggung jawab eksternal. 1) Tanggung jawab internal merupakan tanggung jawab yang meliputi diri ilmuwan itu sendiri, yaitu:
a.

Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (berpikir, melakukan Menumbuhkan sikap positif-konstruktif Meningkatkan nilai tambah dan produktivitas

penelitian dan pengembangan)


b. c.

d. e.

Konsisten dengan proses penelaahan keilmuan Menguasai bidang kajian ilmu secara mendalam Bersifat terbuka Profesional

f.Mengkaji perkembangan teknologi secara rinci

g.
h.

i. mempublikasikan temuannya.

Merry (2008) selanjutnya juga memaparkan tanggung jawab eksternal yaitu tanggung jawab ilmuwan terhadap kehidupan orang di luar diri ilmuwan tersebut sebagai bentuk kewajiban yang melekat pada ilmuwan atas ilmu yang dimilikinya, yaitu: a. yang
b. c. d. e.

Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menemukan masalah sudah/akan mempengaruhi kehidupan masyarakat dan

mengkomunikasikannya Menemukan pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat Membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Menggunakan hasil penemuan untuk kepentingan kemanusiaan Mengungkapkan kebenaran dengan segala konsekuensinya

f.Mengembangkan kebudayaan nasional.

Tanggung jawab ilmuwan dalam pengembangan ilmu sekurang-kurangnya berdimensi religius atau etis, moral dan sosial. Etika kerja seorang ilmuwan adalah nilai-nilai dan norma-norma (pedoman, aturan, standar atau ukuran, baik yang tertulis maupun tidak tertulis) moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya; kumpulan asas atau nilai moral (Kode Etik) dan ilmu tentang perihal yang baik dan yang buruk. Dimensi religius atau etis seorang ilmuwan hendaknya tidak melanggar kepatutan yang dituntut darinya berdasarkan etika umum dan etika keilmuan yang ditekuninya. Dalam dimensi moral, seorang ilmuwan hendaknya memiliki moral yang baik sehingga pilihannya ketika memilih pengembangan dan pemilihan alternatif, mengimplementasikan keputusan serta pengawasan dan evaluasi dilakukan atas kepentingan orang banyak, bukan untuk kepentingan pribadinya atau kepentingan sesaat. Moral yang baik perlu kepekaan atas rasa bersalah, kepekaan atas rasa malu, kepatuhan pada hukum dan kesadaran diketahui oleh Tuhan. Ilmuwan juga memiliki

kewajiban moral untuk memberi contoh (obyektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggapnya benar, berani mengakui kesalahan) dan mampu menegakkan kebenaran. Sedangkan dimensi sosial pengembangan ilmu mewajibkan ilmuwan berlaku jujur, mengakui keterbatasannya bahkan kegagalannya, mengakui temuan orang lain, menjalani prosedur ilmiah tertentu yang sudah disepakati dalam dunia keilmuan atau mengkomunikasikan hal baru dengan para sejawatnya atau kajian pustaka yang sudah ada untuk mendapatkan konfirmasi, menjelaskan hasil-hasil temuannya secara terbuka dan sebenarbenarnya sehingga dapat dimengerti orang lain sebagaimana ia juga memperoleh bahan-bahan dari orang lain guna mendukung teori-teori yang dikembangkannya (Merry, 2008). Maka dari itu, seorang ilmuwan wajib mempublikasikan temuannya agar orang lain dapat melakukan verivikasi terhadapnya. Jadi jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul di bahunya. Bukan karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat namun yang lebih penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Oleh sebab itu dia mempunyai kewajiban sosial untuk menyampaikan hal itu kepada masyarakat banyak dalam bahasa yang dapat mereka cerna. Dalam hal ini juga seorang ilmuwan mengkontribusikan ilmunya dengan ciri khas kharismatik ilmuwan yang terpancar dalam nilai ilmiahnya sehingga membawanya dalam kehidupan masyarakat yang ilmiah dan bisa menempatkan diri sebagai komunitas yang menjiwa diseluruh kalangan masyarakat. 7. Faktor-faktor yang mempengaruhi ilmuwan dalam pembangunan Tuntutan ilmuwan yang begitu besar dalam pembagunan dalam segi peran dan tanggung jawabnya merupakan akumulasi dari posisi strategis ilmuan dalam kehidupan manusia. Sejarah telah membuktikan bagaimana ilmuwan memiliki peran yang luar biasa dalam mengubah wajah dunia. Akan tetapi, tidak boleh dilupakan juga bahwa seorang ilmuwan juga merupakan manusia biasa yang seringkali terpengaruh oleh berbagai hal saat menjalankan berbagai peran besarnya. Karena terbatasnya pengetahuan dan referensi penulis sehingga tidak dapat menghadirkan sumber bahasan khusus mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

ilmuwan dalam pembangunan. Oleh karenanya, penulis menggali pokok bahasan tersebut dari faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang dan selanjutnya akan penulis coba untuk mengaitkannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi ilmuan dalam pembangunan. Menurut Timple dalam Mangkunegara (2006) faktor kinerja terdiri dari dua faktor yaitu : a.
b.

Faktor Internal yang terkait dengan sifat-sifat seseorang misalnya kinerja Faktor Eksternal yang terkait dari lingkungan seperti perilaku, sikap dan

baik disebabkan mempunyai kemampuan tinggi dan tipe pekerja keras. tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi. Sedangkan menurut Simamora dalam Mangkunegara (2006) kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor: a. Faktor Individual yang mencakup kemampuan, keahlian, latar belakang dan demografi. Apabila dikaitkan dengan faktor yang mempengaruhi ilmuwan, maka seorang ilmuwan dalam kapasitasnya sebagai salah satu motor pendorong pembangunan dapat terpengaruhi kinerjanya oleh beberapa hal seperti, kemampuan, latar belakang dan demografi ilmuwan tersebut. Apabila ilmuuwan tersebut memiliki kemampuan dan keahlian yang potensial maka kemungkinan besar ilmuwan tersebut akan berperan besar juga terhadap pembangunan. Oleh karenanya, juga bisa dijadikan tuntutan bahwa seorang ilmuwan hendaknya senantiasa meningkatkan kemampuan dan keahliannya sesuai dengan bidangnya. Latar belakang kehidupan dan demografi ilmuwan juga dikatakan memiliki pengaruh tersendiri bagi ilmuwan. Seorang ilmuwan akan lebih produktif dalam mengembangkan keilmuwanannya apabila dia berada pada lingkungan yang kondusif dan mendukung profesinya sebagai ilmuwan.
b. Faktor Psikologis terdiri dari persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan

motivasi. Faktor psikologis dari ilmuwan juga akan sangat mempengaruhi kinerjanya dalam pembangunan. Seorang ilmuwan yang produktif dan memiliki tingkat kinerja yang optimal seringkali memiliki sikap (attitude) dan kepribadian

(personality) yang baik. Sebaliknya, apabila ilmuwan tersebut memiliki sikap dan keprabadian yang buruk (malas misalnya), maka ilmuwan tersebut akan sangat kering karya dan kreatifitas yang sangat dibutuhkan dan diharapkan masyarakat. Seorang ilmuwan juga akan terpengaruh kinerjanya dalam pembangunan apabila motivasi dan pembelajaran dari dalam dirinya rendah. Rendahnya motivasi diri dan pembelajaran dari pengalaman yang didapatnya akan sangat menghambat kinerjanya secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh seorang ilmuwan bidang pendidikan yang tidak memiliki motivasi untuk mengembangkan proyek yang lebih optimal dalam meningkatkan hasil belajar para siswa tentunya akan sangat sulit diharapkan dan dicapai adanya peningkatan kualitas hasil belajar para siswa.
c. Faktor Organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur

dan job design. Faktor organisasi juga bisa saja mempengaruhi ilmuwan. Kepemimpinan organisasi yang buruk akan membuat ilmuwan yang berada di bawah naungannya akan bersikap negatif terhadap perkembangan organisasi tersebut. Apabila dikaitkan dalam masalah yang lebih besar, kepemimpinan negara yang buruk juga termasuk dalam hal itu. Kurang adanya penghargaan yang diberikan kepada para ilmuwan akan membuat produktifitas ilmuwan dalam memperdalam dan mengembangkan keilmuannya juga terpengaruh. Tidak berlebihan kalau kita katakan: sampai saat ini Indonesia bukan habitat yang nyaman bagi ilmuwan dan peneliti. Sebab, nyaris tidak ada dukungan pemerintah untuk orang pintar seperti mereka. Itulah kesimpulan kita mencermati berita bahwa "ilmuwan Indonesia diincar sejumlah negara". Dedi Hutajalu (2011) mengatakan dalam sebuah artikel on-line: Tawaran-tawaran dari luar negeri tentu karena mampu menjawab kebutuhan dan kegelisahan ilmuwan kita. Akhirnya, teramat sangat sulit menagih komitmen mereka untuk kembali pulang ke tanah air. Selain karena diiming-iming berbagai fasilitas, tempat riset yang memadai, dan gaji yang besar. Sesungguhnya, ringannya kaki ilmuwan dan peneliti kita menerima tawaran kuliah atau kerja di luar negeri adalah karena "usaha atau kerja keras" mereka di Indonesia kurang dihargai. Dan nyaris jauh dari apresiasi. Rendahnya penghargaan (apresiasi) itulah yang mendorong para ilmuwan dan peneliti muda kita mencari tempat dimana ide dan usaha mereka bisa diterima dengan baik. Dan mereka menemukan itu pada negara lain,

khususnya negara maju. Negara-negara ini memang sangat menghargai usaha dan ilmu. Rendahnya apresiasi dari pemerintah tampaknya memang cukup signifikan dalam mempengaruhi kinerja para ilmuwan Indonesia yang saat ini justru banyak yang meraih prestasi di luar negeri. Hal itu tentunya harus menjadi evaluasi kita bersama, sebab peranan ilmuwan cukup besar dalam menentukan masa depan bangsa. 8. Faktor yang menyebabkan Ilmuwan berubah saat menjadi politisi atau birokrat Dalam suatu pemerintahan, terdapat beberapa kekuasaan yang bersinergi mencapai tujuan negara yang berdaulat, adil dan makmur. Menurut Imam (2009), terdapat tiga kelompok profesional yang termasuk di dalam kekuasaaan pemerintah, yaitu ilmuwan, cendikiawan dan birokrat. Dari ketiganya sebenarnya, masing-masing memiliki peran penting dan posisi tersendiri yang tidak dapat diganggu gugat. Akan tetapi perhatian yang berlebihan dari penguasa (pemerintah) khususnya pada birokrat dalam hal materi membuat dua profesi lain memilih untuk menyeberang menjadi birokrat atau pejabat. Hal di atas tampaknya juga terjadi di Indonesia, para ilmuan yang menjadi tulang punggung pembangunan banyak yang akhirnya merapat pada kekuasaan yang akhirnya banyak menumpulkan ketajaman keilmuwan mereka dan justru larut dalam hedonisme dan ketundukan pada penguasa dan bukannya ketundukan pada ilmu yang sebelumnya mereka dalami. Tentunya hal tersebut sangat merugikan bangsa Indonesia yang sangat membutuhkan kontribusi optiml ilmuwan. Faktor yang menyebabkan ilmuwan berubah saat menjadi politisi atau birokrat diantanya adalah:
a. Faktor dari dalam ilmuwan itu sendiri, yakni beberapa ilmuan tidak memiliki

konsistensi dalam memperjungkan ilmunya, lemahnya idealisme yang seharusnya melekat dalam sikap dan pemikirannya dimanapun posisi ilmuwan tersebut berada serta kurang pahamnya ilmuwan akan tanggung jawab yang dimilikinya dalam pembangunan bngsa secara holistik. Hal-hal tersebut membuat ilmuwan menjadi terseret ke dalam kehidupan kebanyakan birokrat. Cukup disayangkan mengingat sebelumnya kebanyakan ilmuwan tersebut cukup produktif dalam menghasilkan penelitian, kritis dalam berbagai kebijakan dan solutif terhadap permasalan yang dihadapi masyarakat di lingkungannya.

b. Faktor dari luar ilmuwan adalah adanya pengaruh yang datang dari luar diri

ilmuwan saat dirinya menjabat sebagai politisi atau birokrat. Misalnya, adanya tawaran materi yang menggiurkan yng cukup sulit untuk ditolak, yang menyebabkan ilmuwan tersebut merasa memiliki hutang budi (tersandera) dan harus membayarnya dengan menggugurkan idealisme dan ketundukan pada ilmu yang seharusnya mereka miliki. Terkadang juga adanya rasa hutang budi dari ilmuwan datang dari penguasa yang telah memberinya kekuasan atau jabatan tertentu. Hal itu cukup mempengaruhi kinerja ilmuwan karena dia harus tunduk kepada penguasa bukannya tunduk kepada ilmu. Lingkungan yang tidak sehat juga dapat menjadikan ilmuwan itu berubah saat menjadi politisi. Banyaknya rekan kerja, godaan, dan kondisi kerja yang mendukung persaingan tidak sehat serta perlombaan banyaknya harta semakin menyeret ilmuwan ke dalam kehidupan yang jauh dari sikap ideal seorang ilmuwan. 9. Penutup Dari apa yang kita ketahui bersama di atas dapat kita simpulkan, bahwa ilmuwan adalah seorang yang berkecimpung dalam beberapa bidang keilmuwan. Sebagai mana kita lihat bersama dalam beberapa pengertian ilmuwan yang disajikan dipoin kedua. Yang mana seorang ilmuwan itu tidak luput dari hal ilmiah. Karena karya ilmiah ini merupakan salah satu pokok yang terpenting untuk mempublikasikan karyanya dengan riset-riset tertentu. ilmuwan memiliki beberapa ciri yang ditunjukkan oleh cara berfikir yang dianut serta dalam perilaku seorang ilmuwan. Mereka memilih bidang keilmuan sebagai profesi. Untuk itu yang bersangkutan harus tunduk di bawah wibawa ilmu. Karena ilmu merupakan alat yang paling mampu dalam mencari dan mengetahui kebenaran. Seorang ilmuwan juga harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya: prosedur ilmiah, metode ilmiah, adanya suatu gelar yang berdasar pendidikan formalnya yang ditempuh serta kejujuran ilmuwan. Sementara itu tiga peran ilmuwan, yaitu: sebagai intektual, sebagai ilmuwan dan sebagai teknikus. Di samping itu, ilmuwan tidak hanya terpaku dalam hal sikap saja melainkan dalam tanggung jawab. Karena tanggung jawab ilmuwan merupakan ikhtiar mulia sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda, apalagi tergelincir untuk menyalahgunakan ilmu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ilmuwan dalam pembangunan, yaitu:(a) faktor individual yang mencakup kemampuan, keahlian, latar belakang dan demografi, (b)faktor psikologis terdiri dari persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan motivasi; (c) faktor organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur dan job design. Faktor yang menyebabkan ilmuwan berubah saat menjadi politisi atau birokrat diantanya adalah: Faktor dari dalam ilmuwan itu sendiri, seperti tidak memiliki konsistensi dalam memperjungkan ilmunya, lemahnya idealisme serta kurang pahamnya ilmuwan akan tanggung jawab yang dimilikinya dalam pembangunan bangsa. Faktor dari luar juga menyebabkan ilmuwan berubah saat menjadi politisi atau birokrat ilmuwan. Misalnya, adanya tawaran materi yang menggiurkan, memiliki hutang budi (tersandera) atas materi yang telah diterima dan tersandera oleh penguasa yang telah memberinya kekuasan atau jabatan tertentu serta lingkungan yang tidak sehat (banyaknya rekan kerja, godaan, dan kondisi kerja yang mendukung persaingan yang tidak sehat serta perlombaan banyaknya harta semakin menyeret ilmuwan ke dalam kehidupan yang jauh dari sikap ideal seorang ilmuwan).

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Andi. 2010. Ilmu Filsafat dan Teologi. http:// pgmi unyb. Wordpress. Com/2006/09/25/ ilmu-filsafat-dan-teologi/ http://CahyaUlumuddin. Diakses pada 15 Desember 2011. Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Dhaniel, Dhakidae. 2003. Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru. Jakarta: Gramedia. Gie,The Liang. 2000. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty. Harahap, Mula. 2008. Peranan Filsafat Ilmu. http://developer.ning.com. diakses padatanggal 20 desember 2011. Khaerussalim. 2009. Objek material dan Formal Ilmu Pengetahuan. Multiply.com/Journal/item/19.diakses pada tanggal 12 Desember 2011. Magdalena, Merry. 2009. Filsafat Ilmu Di Indonesia. http:// www.netsains.com. Diakses pada tanggal 19 Desember 2011. Mustasyir, Rizal. 2001. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Peursen, Van. Dkk. 1990. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Sukarno, B. 2005. Pengantar Filsafat Ilmu. Surakarta: Sebelas Maret Univerity. Surajiyo. 2008. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Suriasumatri, Jujun S. 2001. Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. ___________. 1989. Ilmu dalam Persepektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 1994. Ensiklopedi Islam 2. Jakarta: Intermasa.

You might also like