Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Profil Transpor Perkutan Pentagamavunon Melewati Kulit Kelinci In Vitro (Akhmad Kharis Nugroho dan kawan-kawan)

PROFIL TRANSPOR PERKUTAN PENTAGAMAVUNON MELEWATI KULIT MENCIT IN VITRO


Akhmad Kharis Nugroho, Anindita Kresna Respati, Marlyn Dian Laksitorini, Dian Dwi Harsanti, Cicilia Supraptiyah, Renita Isdwiani, dan Tiekha Kencanasari Suwarto Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT Although pentagamavunon (PGV-0) is one potential curcumin derivative, its intensive first pass metabolism leads difficulties on the delivery via peroral route. Alternative route of delivery is therefore of crucial important, and one of great candidate is transdermal delivery. This research was aimed to examine the feasibility of transdermal delivery of PGV-0, based on in vitro diffusion study using a static-vertical-diffusion cell across the fresh mouse skin as the barrier membrane. Transport of two formulas of PGV-0 from the donor compartment, either as a suspension or as a solution in a solvent mixture was examined. Results indicated a time function reduction in the slope of the cumulative transport. As a consequence the lag time method cannot be used for the transport data analysis. Alternatively, compartmental-based transport model was applied. Curve fitting analysis indicated diffusion of PGV-0 can be adequately described by a model assuming a mass transport from the donor to the skin following a first order kinetic process. Based on this modeling consideration, in vivo flux and Cp profiles of PGV-0 could be simulated. Results indicated the feasibility of transdermal delivery of PGV-0. Keywords: pentagamavunon, transdermal, flux, compartmental-based transport model ABSTRAK Sistem penghantaran peroral pentagamavunon (PGV-0), senyawa turunan kurkumin yang sangat potensial, dilaporkan tidak efektif karena tingkat metabolisme lintas pertama yang intensif. Sistem penghantaran alternatif oleh karenanya sangat diperlukan, dimana rute transdermal menjadi salah satu kandidat prospektif. Penelitian ini bertujuan menguji potensi tersebut secara in vitro melalui uji transpor pada sel difusi tipe statis-vertikal dengan kulit mencit segar sebagai model membran. Dua macam formula PGV-0 diujikan. dan ditempatkan pada fase donor. Larutan dapat fosfat pH 6,2 (mengandung 4% tween 80, volume: 16,5 ml) diisikan pada fase aseptor. Jumlah obat tertranspor ke aseptor pada interval waktu tertentu dianalisis secara spektrofotometri UV pada panjang gelombang 427nm. Hasil penelitian ini menunjukkkan slope data transpor kumulatif menurun dengan waktu sehingga metode lag time tidak dapat digunakan untuk menganalisis data difusi. Model transpor berbasis kompartemen diaplikasikan sebagai metode alternatif. Analisis curve fitting menunjukkan bahwa data difusi pada kedua formulasi bersesuaian dengan model transpor yang mengasumsikan perpindahan massa obat dari donor menuju kulit sebagai proses orde pertama. Berdasarkan pendekatan ini profil flux in vivo dan Cp dapat disimulasikan. Jika digunakan sebuah patch berukuran 20cm2 maka Cp pada kisaran 20 40 ng/ml diprediksikan akan dicapai yang dapat menjadi indikasi prospek baik sediaan transdermal PGV-0. Kata kunci: pentagamavunon, transdermal, fluks, model transpor berbasis kompartemen

155

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 3 No. 4 Juli 2007: 155 - 162

PENDAHULUAN Pentagammavunon (PGV-0) adalah salah satu senyawa turunan kurkumin yang potensial sebagai antiinflamasi, antibakteri, antioksidan, dan antiangiogenesis [1]. Walaupun sangat potensial dari sisi efeknya, sejauh ini PGV-0 hanya dapat diberikan melaui infus/injeksi intravena. Formulasi PGV-0 secara peroral terkendala besar rendahnya bioavailabilitas yang diduga terkait dengan tingkat metabolisme lintas pertama (first pass effect) yang intensif [2]. Keadaan ini menjadi kendala utama pengembangan potensi PGV0. Pemberian obat melalui rute intravena dipandang tidak menguntungkan dari sisi praktis karena: 1) tidak memungkinkan pemakaian sendiri, 2) menimbulkan luka (invasif) yang selain menimbulkan rasa nyeri juga mungkin dapat menimbulkan infeksi, 3) membutuhkan tenaga terdidik terlatih khusus (dokter, perawat) dan harus dilakukan di rumah sakit/klinik. Rangkaian ketidaknyamanan di atas menyebabkan rute intravena sering tidak mendukung kepatuhan dan keberhasilan pasien menjalani terapi. Lebih jauh keterbatasan ini menurunkan minat industri farmasi dalam melanjutkan proses riset dan pengembangan produk PGV-0. Hal ini sangat merugikan karena salah satu molekul nasional yang potensial dan telah dipatenkan secara internasional ini sampai saat ini belum dapat digunakan oleh masyarakat luas. Uraian di atas menegaskan pentingnya penelitan untuk mencari alternatif sistem penghantaran obat untuk PGV-0. Mengingat kelarutannya yang relative rendah yang mengindikasikan polaritas yang relative rendah, serta waktu paruh eliminasi yang relatif cepat (kurang dari 1 jam) maka penghantaran
156

transdermal mungkin menjadi salah satu alternatif penghantaran yang menjanjikan [3]. Pada penghantaran transdermal obat berpermeasi menembus lapisan terluar epidermis yang disebut stratum corneum sebelum mencapai epidermis, dan pembuluh darah yang ada di dermis untuk didistribusikan ke seluruh tubuh [4-5]. Sistem penghantaran ini mempunyai banyak keunggulan karena bersifat non invasif, terbebas dari first pass effect, dan memberikan pelepasan obat yang mendekati pola pelepasan ordenol (seperti pada infus intravena), serta praktis dan mudah digunakan oleh pasien [3]. Di sisi lain, struktur stratum corneum yang terdiri dari lipid lamellae dan cornoecyte menjadikan kulit sebagai sawar alami yang sangat kuat untuk menghalangi senyawa asing, termasuk obat, memasuki tubuh. Hal ini menjadikan tantangan tersendiri di dalam mendesain sistem penghantaran agar diperoleh tingkat absorpsi yang mencapai level terapi [4]. Penelitian ini mengkaji apakah PGV-0 potensial untuk dihantarkan secara transdermal melalui uji transpor secara in vitro. Uji transpor dilakukan pada sel difusi tipe vertikal dengan kulit mencit segar sebagai membran. METODOLOGI PENELITIAN Bahan PGV-0 (disintesis oleh Curcumin Research Center Universitas Gadjah Mada Yogyakarta), kulit segar mencit (Mus musculus), etanol dan Tween 80 (kualitas farmasi) Alat Sel difusi (tipe statis-vertikal, dibuat oleh Bengkel Fisika Universitas Gadjah Mada Yogyakarta),

Profil Transpor Perkutan Pentagamavunon Melewati Kulit Kelinci In Vitro (Akhmad Kharis Nugroho dan kawan-kawan)

spektrofotometer 10) Cara kerja

UV-Vis

(Genesys

Pemurnian PGV-0: Semua PGV-0 yang akan digunakan sebagai sampel direbus dalam akuades mendidih selama 30 menit, kemudian disaring dengan vakum, lalu dikeringkan pada oven dengan suhu 40 0C selama 24 jam. Pembuatan Mikstur donor obat: Pada studi pendahuluan, ketika digunakan PGV-0 sebagai dalam air, transpor perkutan senyawa ini tidak terukur dengan metode analisis yang digunakan Berdasarkan kondisi tersebut konsentrasi PGV-0 ditingkatkan menjadi melebihi kelarutannya sehingga diperoleh mikstur berupa suspensi (40mg%). Pada seri uji yang lain dilakukan penambahan enhancer sehingga terbentuk suatu larutan dengan konsentrasi total PGV-0 yang sama. Penyiapan kulit mencit: Mencit dikorbankan dengan dislokasi servik. Kulit bagian dorsal kemudian disiangi dari mencit dengan menggunakan gunting bedah dan scalpel. Kulit tersebut dipotong sirkular dengan diameter 1,75 cm. Uji difusi: Uji difusi dilakukan pada sel difusi tipe vertical pada suhu kamar (+ 320C). Sebelum dirangkai pada sel, kulit mencit (telah dipotong sirkuler diameter 1.75 cm), dihidrasikan pada larutan dapar fosfat salin (PBS) pH 6,2 selama 1 jam. Kulit kemudian dirangkai pada sel difusi dengan bagian epidermal menghadap ke arah fase donor. Luas permukaan kontak difusi adalah 1,77 cm2. Larutan/ suspensi donor PGV-0 (2 mg dalam 5 ml mixtur/larutan) diisikan pada kompartment donor sedangkan dapar PBS pH 6,2 (+4% tween 80)

(volume: 16,5 ml) diisikan pada fase acceptor, yang mewakili cairan yang menirukan komposisi utama cairan plasma. Nilai pH lebih rendah (6,2) dipilih untuk menyesuaikan dengan stabilitas PGV-0 yang lebih baik pada kondisi sedikit asam. Dua macam kondisi yang diujikan adalah: 1) PGV0 dalam bentuk suspensi dalam air dan 2) PGV-0 dalam larutan air etanol tween 80 (5 : 1: 119). Baik donor maupun akseptor diaduk secara magnetik dengan putaran 120 rpm. Sebanyak 2 ml sampel diambil dari acceptor pada interval waktu tertentu selama 6 jam. Jumlah cairan yang diambilsegera digantikan dengan PBS dengan volume sama. Setiap sampel tersebut ditetapkan kadarnya secara spektrofotometrik pada panjang gelombang maksimum PGV-0 (427 nm). Analisis data Data transpor PGV-0 dianalisis dengan metode difusi-lag time. Lebih lanjut, dengan mengingat profil transpor kumulatif yang diperoleh menunjukkan anomali dibandingkan dengan profil transpor obat pada umumnya maka data juga dianalisis dengan menggunakan pendekatan analisis berbasis model kompartemen menggunakan software Winnonlin Pro version 4.1 [6]. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini difokuskan untuk mengevaluasi apakah PGV-0 merupakan senyawa yang potensial untuk dihantarkan secara transdermal atau tidak, dengan meningkatkan konsentrasi PGV-0 melebihi tingkat kelarutannya Meskipun transpor perkutan PGV-0 pada konsentrasi rendah tidak terukur, ketika konsentrasi ditingkatkan menjadi 40mg%, PGV-0 dapat tertranspor baik

157

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 3 No. 4 Juli 2007: 155 - 162

dari sediaan suspensi maupun larutan (campuran air-etanol-tween 80) dengan kecepatan transpor yang relatif tinggi (Gambar 1).

dalam menganalisis data yang unik ini adalah dengan menggunakan pendekatan transpor antar kompartemen sebagaimana diajukan oleh Nugroho dkk [7-8], yang telah digunakan dalam menjelaskan transpor transdermal iontoforesis berbagai obat. Keuntungan pendekatan ini adalah: data yang diperoleh dapat dijelaskan secara kuantitatif dari setiap titik data, dan dapat diperoleh estimasi profil kadar obat dalam plasma secara kuantitatif, berdasarkan simulasi parameterparameter model yang diperoleh secara curve fitting menggunakan model kompartemen tersebut [7]. Berdasarkan hasil penelusuran curve fitting diketahui bahwa data transpor dapat dijelaskan dengan mengasumsikan transpor PGV-0 menuju kulit mengikuti orde satu, sesuai dengan skema pada gambar 2.

Gambar 1. Profil transpor kumulatif transpor 40mg% PGV-0 dalam air (suspensi) (panel A ) dan 40mg% PGV-0 dalam campuran air-etanoltween 80 (larutan) (panel B) Gambar tersebut di atas juga menunjukkan suatu fenomena menarik yaitu diperolehnya profil transport kumulatif terhadap waktu dengan penurunan slope secara sistematis, suatu hal yang jarang dijumpai pada sebagian besar obat. Dengan demikian, metode analisis transpor berdasarkan model lag time yang mengkalkulasi flux pada kondisi tunak berdasarkan slope profil hubungan antara tranpor kumulatif terhadap waktu menjadi kurang valid, mengingat harga slope yang berubah dengan waktu. Salah satu alternatif
158

Gambar 2. Skema model transpor antar kompartemen pada transpor PGV-0 secara transdermal dimana transpor dari donor ke kulit diasumsikan mengikuti kinetika orde satu Metode transpor berbasis kompartemen ini secara keseluruhan dapat menjelaskan proses transpor PGV- 0 secara transdermal yang ditandai dengan kesesuaian yang baik antara kurva yang diprediksikan oleh model dengan data eksperimental. Hasil analisis tersebut disajikan pada gambar 3, masingmasing untuk suspensi PGV-0 (kiri) dan larutan PGV-0 dalam campuran air-etanol-tween 80 (kanan).

Profil Transpor Perkutan Pentagamavunon Melewati Kulit Kelinci In Vitro (Akhmad Kharis Nugroho dan kawan-kawan)

Gambar 3. Hasil curve fitting transport PGV-O secara transdermal dari suspensi dalam air (kiri) dan sebagai larutan dalam air-etanol-tween 80 (kanan) Lebih jauh, hasil curve fitting yang baik ini memungkinkan simulasi profil in vivo flux (gambar 4) dan Cp (gambar 5) berdasarkan parameter model yang diperoleh (Kin dan KR) dikombinasikan dengan parameter volume distribusi dan kecepatan eliminasi yang diperoleh dari penelitian terdahulu [2], dengan mengasumsikan bahwa flux pada kondisi in vitro dapat mewakili parameter yang sama pada kondisi in vivo. Simulasi profil flux menunjukkan bahwa kecepatan input obat ke dalam sirkulasi sistemik menurun secara eksponensial dengan waktu. Sedangkan profil simulasi Cp memperliharkan kadar obat dalam darah meningkat secara cepat sampai mencapai suatu nilai Cp maksimum. Baik profil flux dan Cp ini menunjukkan analogi dengan proses transpor yang terjadi pada pemberian suatu sediaan secara per-oral. Nilai Cp maximum tersebut berkisar antara 2 4 ng/ml yang dicapai dengan luas patch kontak sebesar 1,77 cm2. Berdasarkan pertimbangan teknis produksi serta kepraktisan penggunaannya, suatu patch dapat diproduksi dengan luasan daerah aktif berkisar 20 cm2. Jika diasumsikan bahwa patch dengan luasan 20 cm2 tersebut akan disiapkan maka total Cp dalam darah dapat mencapai 20 40 ng/ml. Lebih jauh data tentang konsentrasi efektif PGV-0 di dalam plasma sampai saat ini belum tersedia. Meskipun demikian capaian nilai Cp tersebut diperkirakan cukup tinggi untuk mencapai efek terapi, dan jauh lebih baik dibandingkan secara peroral dimana level PGV-0 dalam darah bahkan tidak terdeteksi [2]. Di samping itu, kecepatan tranpor PGV0 masih mungkin ditingkatkan melalui modifikasi formulasi, misalnya dengan

159

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 3 No. 4 Juli 2007: 155 - 162

Gambar 4. Simulasi profil flux dalam transport PGV-0 secara transdermal dari suspensi dalam air (kiri) dan larutan dalam campuran air-etanol-tween 80 (kanan)

Gambar 5. Simulasi profil Cp dalam transport PGV-0 secara transdermal dari suspensi dalam air (kanan) dan larutan dalam campuran air-etanol-tween 80 (kiri)

160

Profil Transpor Perkutan Pentagamavunon Melewati Kulit Kelinci In Vitro (Akhmad Kharis Nugroho dan kawan-kawan)

meningkatkan konsentrasi obat, atau memodifikasi kombinasi enhancer yang lebih optimal, sehingga sangat dimungkinkan bahwa konsentrasi obat dalam darah yang lebih tinggi akan dapat tercapai. Analisis di atas mengindikasikan bahwa transport transdermal PGV-0 sangat prospektif. Meskipun demikian, penelitian lanjutan baik secara in vitro dan atau dikombinasikan dengan penelitian in vivo masih perlu dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang fenomena unik transpor PGV-0 secara transdermal. Suatu hal menarik untuk dicari kejelasannya adalah anomali profil kumulatif transpor PGV-0 yang menunjukkan bahwa flux menurun dengan waktu. Fenomena ini ditunjukkan dengan menurunkanya slope pada profil transpor kumulatif terhadap waktu. Terlebih lagi, analisis profil flux (simulasi) terhadap waktu dengan menggunakan analisis metode transport antar kompartemen menunjukkan bahwa kecepatan input obat ke dalam darah justru menurun dengan waktu secara exponensial. Hal ini menyebabkan profil kumulatif flux menurun dengan waktu. Beberapa faktor mungkin dapat menjadi penyebab fenomena ini, antara lain : 1. penurunan konsentrasi obat dalam donor secara bertahap yang signifikan sehingga driving force difusi dari donor ke dalam kulit menjadi tidak konstan sebagaimana diasumsikan dalam proses transpor menurut hukum Fick I. 2) Karena rendahnya kelarutan PGV-0 dalam medium, maka keberadaaan sejumlah PGV-0 (yang tertranspor sebelumnya) dalam medium menjadikan asumsi kondisi sink mungkin tidak berlaku lagi. Di sisi lain, keterbatasan kelarutan ini menjadikan proses solubilisasi obat dalam medium menjadi salah satu rate limiting step di

samping proses difusi itu sendiri. Pengkajian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mendapatkan jawaban terhadap kedua kemungkinan di atas. Lebih jauh, penggunaan mikstur etanol: tween 80: air menghasilkan level transpor (flux) yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pada sediaan suspensi. Hal ini sangat menarik karena diasumsikan bahwa transpor PGV-0 terjadi dalam bentuk larutan, terlebih dengan keberadaan enhancer, maka akan lebih mudah bagi PGV-0 untuk tertranspor. Di sisi lain jika dianalisis parameter KR sebagai gambaran kecepatan transpor obat meninggalkan kulit, terlihat bahwa keberadaan PGV-0 dalam larutan bersama enhancer dapat meningkatkan secara bermakna kecepatan transport tersebut. Penelitian lebih mendalam diperlukan untuk mengkonfirmasikan kedua hal ini. Lebih jauh, penelitian dengan menggunakan jenis kulit yang lain sebagai membran difusi juga perlu dilakukan. Kulit tikus (Rattus domesticus) atau kelinci akan menjadi data pembanding yang sekaligus juga dapat mempermudah validasi estimasi transport transdermal antar spesies [3]. Penggunaan konsentrasi PGV-0 yang lebih tinggi serta pemakaian jenis kombinasi enhancer yang lain selain kombinasi etanol tween 80 mungkin akan memberikan hasil yang sangat membantu proses formulasi sesungguhnya dalam sediaan patch. Di sisi lain, perlu juga dilakukan penelitian apakah level transpor yang tinggi ini dapat juga dicapai ketika obat telah diformulasikan sebagai suatu patch transdermal.

161

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 3 No. 4 Juli 2007: 155 - 162

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian in vitro serta simulasi profil Cp diketahui bahwa PGV-0 potensial untuk dihantarkan secara transdermal meskipun penyempurnaan formulasi lebih lanjut masih diperlukan untuk mencapai efektifitas terapi yang diharapkan. UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini dibiayai dengan dana hibah penelitan Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada tahun 2006, untuk itu para peneliti mengucapkan terimakasih. DAFTAR PUSTAKA
1. Sardjiman, Samhoedi, M., Hakim, L., Van der Goot, H., Timmerman, H., 1997, 1-5 Diphenil- 1-4-Pentadien3-ones and Cyclic Analogues as Antioxidative agent. Synthesis and Stucture Activity Relationship, in Pramono, S (Ed.), Recent Development in Curcumin Pharmacochemistry, 175-179, Proceeding of the International Symposium on Curcumin Pharmacochemistry (ISCP), Jogjakarta, Indonesia.

2. Hakim, A.R., Nugroho, A.E, Hakim, L., 2006, Profil farmakokinetika pentagamavunon setelah pemberian alium pentagamavunonat-0 secara oral pada tikus, MFI: 17, 204 211 3. Nugroho, A.K., 2005, Transdermal iontophoretic Delivery of Dopamine Agonists: In vitro In vivo Correlation Based on Novel Compartmenetal Modelling, Ph.D Thesis, Leiden Universiteit, Leiden The Netherlands. 4. Barry, B.W., 1983, Dermatological Formulation : Percutaneous Absorption, 49 213 , Marcel Dekker Inc, New York. 5. Chien, Y, W., 1987, Advance in Transdermal Syrtematic Medication, dalam Chien, Y,W. (Ed.), Transdermal Controlled Systemic Medication, 1-14, Marcel Dekker Inc., New York. 6. Winnonlin Professional v. 4.1, 2003, Pharsight Corporation, Mountain View, CA. 7. Nugroho, A.K., Della-Pasqua, O., Danhof, M., Bouwstra, J.A., 2004, Compartmental modeling of transdermal iontophoretic transport: I. In vitro model derivation and application. Pharm Res.: 21, 19741984. 8. Nugroho, A.K., Della-Pasqua, O., Danhof, M., Bouwstra, J.A., 2005, Compartmental modeling of transdermal iontophoretic transport II: in vivo model derivation and application. Pharm Res.: 22, 335-346.

162

You might also like