Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 299

ANALISA POLITIK LUAR NEGERI

Tujuan MK
 untuk menyediakan atau memperkenalkan dasar-
dasar studi dan analisis tentang politik luar negeri
(foreign policy), yang merupakan bidang aktivitas
pemerintahan yang menekankan pada hubungan
antar negara dan aktor-aktor lainnya, khususnya
dengan negara-negara lain dalam system
internasional. Penekanan utama dalam hal ini
diberikan pada perkenalan beberapa konsep dan
ide-ide dasar yang berhubungan dengan politik
luar negeri dan secara garis besar membahas
masalah-masalah yang berhubungan dengan
analisis politik luar negeri.
 Alasannya bahwa politik luar negeri merupakan
sesuatu yang penting, sehingga pengembangan
pemahaman terhadap perilaku politik luar negeri
menjadi sebuah aktivitas yang penting juga.
Menganalisa perilaku -dalam hal ini politik luar
negeri- sebuah negara, berhadapan dengan
sejumlah tantangan intelektual yang sangat luas,
mulai dari pendefinisian istilah-istilah sampai
pada masalah-masalah metodologi yang lebih
fundamental.
 Untuk mengetahui penyebab terbentuknya politik luar
negeri atau berusaha untuk menemukan penjelasan
mengenai proses pembuatan politik luar negeri dan akibat-
akibatnya, berarti berusaha untuk berteori. Dalam teori
hubungan internasional mensyaratkan adanya suatu
penataan fenomena nasional dan internasional dengan
cara yang memungkinkan kita untuk mengidentifikasi
berbagai sebab dan efek yang mungkin, dan untuk
menerangkan, menjelaskan dan meramalkan fenomena
tersebut pada tingkat kemungkinan yang agak akseptabel.
 Tugas utama analis kebijakan luar negeri adalah untuk
memberikan penjelasan mengenai cara-cara dengan
menyatakan usaha untuk mengubah atau berhasil
dalam mengubah perilaku negara lain (Modelski, 1962:
7).
 Banyak sarjana telah mengusulkan beberapa cara yang
digunakan kebijakan asing yang dapat dikembangkan
lebih jauh. Modelski (1962) menggambarkan
kebijakan luar negeri sebagai suatu sistem kegiatan.
Dalam perspektif ini, karena kebijakan luar negeri
dipandang sebagai suatu sistem di mana kebijakan
luar negeri merupakan keputusan yang dirumuskan
dan direncanakan untuk dieksekusi. Melihat dari
sudut pandang ini, keputusan pembuat kebijakan
amat penting dalam proses perumusan kebijakan luar
negeri.
 Sebagai sistem aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan
lingkungan internasional, dua elemen lain tertanam
dengan kebijakan luar negeri, yaitu kemampuan
(kekuatan) negara untuk menerapkan dan konteks di
mana kebijakan luar negeri dirumuskan serta
diimplementasikan. Selain itu, catatan Modelski
menjelaskan bahwa kebijakan dirumuskan di bawah
bimbingan prinsip-prinsip tertentu dan harus dibuat
dengan tujuan tertentu. Konsep-konsep dasar dalam
kebijakan luar negeri, adalah: (1) kebijakan pembuat, (2)
tujuan, (3) prinsip-prinsip, (4) kekuasaan untuk
melaksanakan, dan (5) konteks di mana kebijakan luar
negeri dirumuskan dan diimplementasikan (Modelski,
1962: bagian satu).
Tujuan mempelajari Analisis Politik Luar Negeri

1. What foreign • berhubungan dg


pengertian atau
policy analysis is ? definisi
• alasan-alasan dan
2. Why do we study tujuan mempelajari
foreign policy ? Analisis Politik Luar
Negeri
• cara-cara, metode,
3. How do we study approach dan teori
foreign policy ? tentang Politik Luar
Negeri
Tujuan mempelajari Analisis Politik Luar
Negeri
Kerangka berfikir tentang analisis dalam konteks Politik Luar
Negeri adalah untuk menyediakan kerangka kerja dengan
tiga bentuk pertanyaan:
1. What foreign policy analysis is ?
Pertanyaan ini berhubungan dengan pengertian atau
definisi : analisa, foreign policy (politik luar negeri)
2. Why do we study foreign policy ?
Berhubungan dengan alasan-alasan dan tujuan
mempelajari Analisis Politik Luar Negeri
3. How do we study foreign policy ?
Berhubungan dengan cara-cara, metode, approach dan
teori tentang Politik Luar Negeri
Kelompok penstudi polugri:

pro • berorientasi teori lebih suka berbicara


melalui abstraksi-abstraksi dan
generalisasi untuk mengklasifikasikan,
membandingkan dan mengevaluasi
teori politik luar negeri negara-negara, dan
untuk mencari sebab-sebab munculnya
fenomena politik luar negeri

• berorientasi non-teori tidak memiliki

non- kesabaran terhadap generalisasi.


Mereka menemukan bahwa
kehidupan riil ini terlalu kompleks

teori untuk dikategorikan secara abstrak,


dan mereka pada umumnya
menganggap isu-isu dan politik
sebagai entitas yang unik yang tunduk
pada hukum dan dinamikanya sendiri.
Kelompok penstudi polugri:
1. pro teori : Para penstudi yang berorientasi teori lebih suka
berbicara melalui abstraksi-abstraksi dan generalisasi untuk
mengklasifikasikan, membandingkan dan mengevaluasi politik
luar negeri negara-negara, dan untuk mencari sebab-sebab
munculnya fenomena politik luar negeri

2. non-teori: para penstudi yang berorientasi non-teori tidak


memiliki kesabaran terhadap generalisasi. Mereka menemukan
bahwa kehidupan riil ini terlalu kompleks untuk dikategorikan
secara abstrak, dan mereka pada umumnya menganggap isu-isu
dan politik sebagai entitas yang unik yang tunduk pada hukum
dan dinamikanya sendiri.

pembentukan politik luar negeri

semua factor yang


Keputusan
mempengaruhi
politik luar pembentukan
Keputusan tersebut
negeri sebagai politik luar
dianggap sebagai negeri
dependent
independent
variable
variable)
 Untuk menelaah aneka macam “sebab-sebab utama”
yang mungkin ada dalam pembentukan politik luar
negeri, kita dapat menganggap bahwa Keputusan
politik luar negeri sebagai “variable terikat (dependent
variable), dan semua factor yang mempengaruhi
Keputusan tersebut dianggap sebagai “variable bebas”
(independent variable)
Alasan-alasan melakukan Analisis Politik
Luar Negeri:
1.Penstudi HI maupun
kalangan praktisi
mempunyai kepentingan
dan keinginan untuk
mengerti apa yang terjadi
dalam dunia
internasional.

3. Hasil analisis PLN


2. memahami PLN bisa dipakai untuk
dapat dipakai keperluan para praktisi
untuk mencegah pemerintahan dalam
krisis atau perang. melaksanakan
hubungan luar negeri.
Alasan-alasan melakukan Analisis Politik
Luar Negeri:
1.Penstudi Hubungan Internasional (HI) maupun kalangan
praktisi mempunyai kepentingan dan keinginan untuk
mengerti apa yang terjadi dalam dunia internasional.
 Perubahan-perubahan penting dalam HI yang melibatkan
berbagai aktor, isu-isu dan kompleksitas proses-proses
yang terjadi merupakan hasil dari perilaku satu atau
banyak negara. HI merupakan jaringan interaksi dari
politik-politik luar negeri berbagai negara.
 Kasus: untuk melihat krisis Irak: kita bisa melihatnya dari
sudut pandang tingkah laku politik luar negeri AS atau dari
sudut pandang apa yang terjadi dan dilakukan oleh Irak itu
sendiri.
2. Alasan yang kedua adalah pengertian atau memahami tentang Politik
Luar Negeri dapat dipakai untuk mencegah krisis atau perang.
 Pemahaman terhadap perilaku dan kebijakan luar negeri sebuah
negara dapat dijadikan dasar untuk mencegah atau paling tidak
meminimalisir kemungkinan-kemungkinan terjadinya konflik.
3. Hasil analisis Politik Luar Negeri bisa dipakai untuk keperluan para
praktisi pemerintahan dalam melaksanakan hubungan luar negeri.
 Sebagai sebuah cabang dari HI yang mempunyai hubungan yg
sangat dekat dengan bidang pemerintahan, penemuan-penemuan
kalangan akademis bisa dipakai dan dijadikan rujukan oleh praktisi
dalam melakukan hubungan luar negeri dengan negara-negara lain.
Hubungan antara analisis Politik Luar Negeri dengan
studi Hubungan Internasional

Analisis macro perspektif Analisis Politik Luar Negeri,


dengan focus pada negara
berusaha menjelaskan
dan cara-cara dimana negara
hubungan internasional berhubungan dalam
dari level system lingkungan internasional,
internasional. Pada menghasilkan apa yang
prespektif ini, analisis disebut sebagai micro
mempunyai kecenderungan perspektif (perspektif sebuah
untuk membedakan antara negara-bangsa).
negara-negara dalam terms
tingkah laku Politik Luar
Negeri -nya dan juga
memperhitungkan
lingkungan domestik yang
menjadi determinan dari level
tingkah laku tersebut
analisa
Hubungan antara analisis Politik Luar Negeri
dengan studi Hubungan Internasional:
1. Analisis Politik Luar Negeri, dengan focus pada negara dan
cara-cara dimana negara berhubungan dalam lingkungan
internasional, menghasilkan apa yang disebut sebagai
micro perspektif (perspektif sebuah negara-bangsa).
2. Analisis macro perspektif berusaha menjelaskan
hubungan internasional dari level system internasional.
Pada prespektif ini, analisis mempunyai kecenderungan
untuk membedakan antara negara-negara dalam terms
tingkah laku Politik Luar Negeri -nya dan juga
memperhitungkan lingkungan domestik yang menjadi
determinan dari tingkah laku tersebut. Hal ini
berhubungan dengan level analisa .
Definisi / Pengertian
1. Analisa
 Menganalisa sesuatu hampir sama dengan ketika
kita membongkar atau mempreteli sebuah mesin,
memisahkan berbagai komponen dan kemudian
mencoba untuk menjelaskan kegunaan-kegunaan
dari berbagai komponen tersebut dan apa
hubungannya satu dengan yang lain.
Analisis atau Analisa berasal dari kata: to analyse,
analysis : memisahkan, memilahkan,
menguraikan, pada hakekatnya
 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai
Pustaka, 1990), pengertian analisa:
 Penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan ,
perbuatan) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya
(dari sebab musabab, asal-usul, duduk perkara)
 Penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan
penelaahan atas bagian itu sendiri serta hubungan antar
bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan
pemahaman arti keseluruhan
 Penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya

 Proses akal sehat yang memecahkan masalah ke


dalam bagian-bagiannya menurut metode yang
konsisten dan ilmiah untuk mencapai pengertian
tertentu dari prinsip-prinsip dasarnya.
Menurut William Choplin:

 Analisis merupakan proses pengaplikasian beberapa


kerangka penataan (organizing framework) ke dalam
informasi-informasi yang diterima seseorang. Analisis
menyangkut beberapa aktivitas intelektual, termasuk
aplikasi logika induktif dan deduktif.
 studi Politik Luar Negeri bukanlah sebuah ilmu
yang sudah dewasa, sehingga seringkali dijumpai
kesulitan-kesulitan untuk menemukan bidang-
bidang persetujuan dan akumulasi dari
pengetahuan. Meskipun para ilmuwan berbeda
dalam penekanan dan bidang-bidang analisis
Politik Luar Negeri, ada beberapa kesepakatan
bahwa baik karakter kehidupan internal sebuah
negara maupun lingkungan internasional
mempunyai impak atau pengaruh bagi Politik
Luar Negeri.
Kegiatan Analisis Politik Luar Negeri :

1.Deskripsi dan
4. Prediksi
Eksplanasi

5.
2.Klasifikasi
Understanding

3.Eksplorasi 6. Kontrol
Ada 6 (enam) topik bahasan utama atau
Kegiatan Analisis Politik Luar Negeri :
1.Deskripsi dan Eksplanasi
Dalam melakukan analisis berdasarkan Eksplanasi,
kita sering berfikir dari Teori X, maka A ---- B, maka
dicari mana Fenomena A dan mana fenomena B. Dari
sini dapat diambil kesimpulan langsung.
2.Klasifikasi
melakukan pengelompokan atau klasifikasi thd
fenomena yg ada
3.Eksplorasi
melakukan kajian yang mendalam
4. Prediksi
 Dalam analisis ini kita melihat adanya kegiatan yang
disebut prediksi
Melalui eksplanasi kita melihat kaitan antara berbagai
fenomena.
Misal : Fenomena A ditimbulkan oleh fenomena B
Setelah itu kita akan mampu melakukan prediksi, yang
ditandai dengan pernyataan : “Bila ………….,
maka,………..”
 Bentuk prediksi tersebut diambil berdasarkan
eksplanasi yang telah kita buat. Eksplanasi hanya
melihat keterkaitan diantara fenomena yang ada.
Prediksi kita mencari hubungan-hubungan yang ada.
5. Understanding
Proses untuk mengaitkan antar berbagi variabel dan data.
Contoh :
 Dalam dunia kepolisian berlaku bahwa tempat kejadian perkara
biasanya berhubungan dengan terjadinya kejahatan.
Pada kegiatan Ini kita mencoba melihat bagaimana keterkaitan
berbagai peristiwa itu terjadi, sehingga dalam proses understanding
kita melakukan kegiatan memahami proses kaitan/hubungan
antara variabel yang saling mempengaruhi antar fenomena yang
diamati.
 Melalui understanding kita bisa memahami bahwa dalam suatu
fenomena tidak hanya terdapat dua variabel yang saling
mempengaruhi, tapi mungkin juga ada variabel lain yang
mempengaruhinya.
 Tidak hanya A ------ B, tetapi mungkin juga ada C. Jadi disini ada
variabel intervening.
6. Kontrol
Jika ada A maka pasti ada B
 Dalam kontrol kita bisa mengendalikan fenomena. B ada atau tidak
ada tergantung pada A.
 Setelah diketahui kaitan dan proses, maka diusahakan agar kita
mampu untuk mengendalikan fenomena itu
 Dalam kegiatan kontrol kita harus tahu bagaimana A bisa
menghasilkan B, atau dibuat tidak bisa menghasilkan B. B dibuat
tidak tergantung pada A saja.
 Jadi, dalam Prediksi kita hanya mencari hubungan A---B,
sedangkan dalam kontrol kita dapat menemukan penyebab suatu
fenomena, pencegahan suatu fenomena dan akibat dari suatu
fenomena.
 Dari ke-6 point di atas, menurut Paul Reynolds
dinamakan dengan Scientic Body of Knowledge.
Menurut Reynolds, Analisa adalah suatu bentuk upaya
untuk mendapatkan pengetahuan.
Kegiatan Analisis terdiri dari

1.
2.
menguraikan 3.
memilahkan ~
dari
membedakan mengaitkan
keseluruhan
~ melakukan (eksplanasi )
menjadi
kegiatan
bagian-bagian
Kegiatan Analisis terdiri dari :

 Analisis diuraikan dari suatu bagian yang utuh :


 menguraikan dari keseluruhan menjadi bagian-bagian
(to describe ~ description)
 memilahkan ~ membedakan ~ melakukan kegiatan

 mengaitkan (eksplanasi )
Beberapa kegiatan dalam melakukan
analisis :

 a. Mengurai dari sesuatu yang utuh menjadi bagian-


bagian
Analisis dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
menguasai atau memahami
Dalam Bahasa Inggris : to descript ~ description
b. Mengurai = mendeskripsikan fenomena yang ada.
c. Memilah, dalam pengertian bahwa dengan menganalisa
kita menempatkan sesuatu pada
tempatnya/pengelompokan, sehingga dapat dikatakan
bahwa analisis juga mencakup kegiatan memilah ~
membedakan ~ melakukan pengelompokan sesuai dengan
klasifikasi/ordonansi
d. Mengaitkan, dalam arti mencari hubungan antara
komponen-komponen. Dapat pula diartikan sebagai suatu
usaha mencari fungsi dari masing-masing komponen yang
akan ditetapkan. Jadi dari fenomena yang ada
dihubungkan untuk mendapatkan suatu kesatuan bidang
tertentu. Melalui upaya untuk mengaitkan konsep yang
saling berhubungan, akan timbul upaya ekplanasi dari
suatu fenomena yang ada.
Tipe Analisis
Menurut William D. Choplin[1]
 Tipe Analisis dapat dibedakan menjadi 4 (empat) tipe yang dikaitkan
dengan 4 (empat) macam tujuan yang hendak dicapai dalam usaha
untuk mempelajari suatu subyek, yaitu:

1. Analisis Deskriptif
 Tipe analisis deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan
atau menggambarkan apa yang ada atau apa yang sudah
ada. Dalam analisis deskriptif kita bisa menerangkan
dalam arti menyajikan suatu rekaman dari peristiwa
tertentu atau menjelaskan apa yang telah terjadi (untuk
memahami masa lalu dan masa sekarang)
 Biasanya pertanyaan yang digunakan adalah apa atau
mengapa (What or Why)
 Proses analisis deskriptif meliputi berbagai teknik dan
gaya. Analis/penstudi mungkin menggunakan intuisi atau
metode-metode yang lebih sistematis untuk membangun
ide. Penstudi bisa membangun suatu deskripsi dengan
menyusun sekumpulan deduksi yang saling berkaitan dari
satu atau lebih penggalan informasi atau bisa mengambil
sejumlah informasi dan kemudian berupaya menyusun
beberapa generalisasi.
 Pemaknaan analisis deskripsi bisa menggunakan bentuk
pernyataan verbal murni, atau suatu eksplanasi yang
didasarkan atas beberapa data statistik, atau kombinasi
antara kedua bentuk tadi.
2. Analisis Prediktif
 Tipe analisa prediktif sangat erat berkaitan dengan tipe analisa
deskriptif, karena tujuannya adalah untuk menggambarkan apa
yang akan terjadi (exist) di masa depan. Sumber ramalan seseorang
biasanya ditemukan dalam analisa deskriptifnya. Pengalaman masa
lampau merupakan dasar untuk meramalkan kejadian-kejadian
yang akan datang, sehingga sering dibantu dengan metode
histories. Seringkali kedua analisis itu digunakan secara bersamaan.
Kadakala analisis prediktif ditemukan dikemukakan untuk
menggambarkan atau menguji kesahihan analisis deskriptif.
Prediksi sering merupakan tujuan utama penstudi dalam
mempelajari suatu subyek, termasuk pengujiannya.
3. Analisis Normatif
 Analisa Normatif bertujuan untuk membuat
suatu penilaian –eksplisit atau implisit-
terhadap apa yang eksis/ada atau yang eksis
berdasarkan nilai-nilai yang dipunyai.
 Informasi yang digunakan dalam analisis
normative ditata menurut nilai-nilai seseorang;
gagasan tentang kebaikan (goodness) dan
keburukan (badness) menjadi aspek sentral
dalam proses intelektual tipe analisis normative.
4. Analisis Preskriptif
 Analisis Preskriptif merupakan perpaduan antara
analisis normative dan analisis prediktif, karena tipe
analisis preskriptif memunculkan saran atau anjuran
(prescription) tentang langkah-langkah atau tindakan
yang harus diambil dalam merealisasi nilai-nilai
(normative).
 Tujuan analisis preskriptif adalah mencoba
menunjukkan bagaimana cara mencapai tujuan itu.
Analisis preskriptif biasanya didasarkan asumsi
seseorang tentang apa yang akan terjadi. Para analis
preskriptif sifatnya memiliki suatu gambaran tentang
bagaimana obyek/dunia yang diinginkannya dan suatu
rencana tentang cara-cara untuk mencapainya.
Bentuk-bentuk analisis preskriptif:
analisis preskriptif bisa digunakan sebagai alat ilustrasi
untuk menunjukkan kesimpulan yang diambil dari salah
satu atau ketiga tipe analisis lainnya dengan lebih jelas.
(misalnya: saran kebijakan untuk menunjukkan berbagai
implikasi dari tujuan-tujuan tertentu dengan menyajikan
berbagai deskripsi tentang kondisi yang ada).
 analisis preskriptif bisa menyangkut suatu saran kebijakan
yang ditujukan untuk aktor tertentu (misalnya: saran
untuk Presiden, Menteri dll).
 analisis preskriptif bisa ditampilkan pada peringkat yang
sangat umum tanpa menspesipikasi kapan, dimana, dan
oleh siapa preskripsi tadi harus ditaati (misalnya; anjuran
supaya manusia hidup secara damai dengan sesamanya).
 Antara keempat tipe analisis di atas harus ada
keterkaitan logis. Analisis deskriptif harus mampu
menyajikan suatu basis bagi ketiga bentuk analisis
yang lain. Seseorang tidak boleh membuat
ramalan, penilaian normative atau membuat
preskripsi sebelum dia memahami realitas secara
keseluruhan. Selain itu, analisis preskripsi
merupakan produk atau perpaduan dari analisis
prediktif dan normative.
Skema Analisis :
 Interaksi antara Keempat Tipe Analisis:
 Deskriptif
 Prediktif
Normatif
 Preskriptif
INTERAKSI ANTARA TIPE
ANALISA
DESKRIPTIF

PREDIKTIF NORMATIF
analisa

PRESKRIPTIF
 Keterangan :
 Dari skema di atas: tanda panah menunjukkan
arah yang harus dilalui oleh kempat tipe analisis
itu untuk mempengaruhi satu dengan yang lain.
Jadi seseorang harus terlebih dahulu memahami
realitas (deskripsi) sebelum dia membuat ramalan
tentang masa depan, membuat penilaian atas nilai
atau memprediksi tindakan.
Tipe Analisis menurut Mohtar Mas’oed
 Menurut Mohtar Mas’oed (1990), yang mengutip karya John Lovell:
 Pekerjaan analisa melibatkan eksplanasi dan prediksi.
 Eksplanasi menjadi basis bagi evaluasi. Prediksi menjadi dasar
pembuatan preskripsi
 Hubungan antara eksplanasi dan evaluasi analog dengan hubungan
antara prediksi dan preskripsi. Dengan demikian, ada empat tipe
analitis, yaitu: Eksplanasi, Evaluasi, Prediksi dan Preskripsi.
 Menurut Lovell, ada hubungan yang jelas antara “tugas” analitis yang
dilakukan oleh analis dengan pertanyaan yang diajukannya.
 Pertanyaan yang berbeda akan memerlukan tugas / tipe analitis yang
berbeda pula.

Tiga Jenis Pertanyaan dalam Analisis Politik
Luar Negeri
1. Analisa tentang Tujuan
 Analis politik luar negeri kadang-kadang tertarik untuk
mengetahui maksud dari suatu program politik luar negeri,
misi organisasi, atau motivasi seseorang aktor politik luar
negeri ttt. Dalam mencoba menjawab pertanyaan-
pertanyaan seperti itu, analis pada dasarnya mencoba
mengambil posisi sebagai seorang pembuat keputusan,
melihat fenomena seperti halnya pembuat keputusan,
memandang suatu organisasi atau program dari sudut
pandang doktrin resmi organisasi itu. Hal inilah yg disebut
sebagai analisa tujuan atau eksplanasi teleologis atau
eksplanasi intensional.
Pertanyaan :
 Eksplanasi : “Apa tujuan suatu tindakan?”
 Evaluasi : “Apa tujuan program bantuan luar
negeri sudah benar?”
 Prediksi : “Apa yang hendak dijadikan program
bantuan luar negeri pada tahun yang akan
datang?”
 Preskripsi: “Apa seharusnya tujuan program
bantuan luar negeri tahun depan?”
 Analisa tujuan bisa meliputi analisa eksplanatori,
evaluatif, prediktif, dam preskriptif.
2. Analisa Sebab-Akibat
 Jika seorang analis lebih tertarik pada masalah apa yang
secara nyata telah dicapai atau gagal dicapai oleh, dan
akibat dari sebuah program kebijakan luar negeri. Analis
mungkin juga tertarik pada efek-efek atau akibat dari
kegiatan organisasi atau kebijakan politik luar negeri
atau dia tertarik pada untuk memgidentifikasikan
factor-faktor yang menimbulkan tindakan dari seorang
aktor politik luar negeri, maka jawaban atau analisa
terhadap pertanyaan dan masalah itu adalah tugas
analisa sebab-akibat.
 Analisa sebab-akibat juga bisa meliputi analisa
eksplanatori, evaluatif, prediktif, dan preskriptif.
 Pertanyaan :
 Apa atau Mengapa kebijakan konfrontasi Indonesia
terhadap Malaysia gagal?
 Bagaimana akibat dari kebijakan konfrontasi terhadap
hubungan RI-Malaysia
 Faktor-faktor apa yang menyebabkan Soekarno
mengambil kebijakan konfrontasi?
3. Analisa Struktur dan Proses
 Analisa Struktur dan Proses lebih tertarik untuk
menyelidiki bagaimana hubungan antara suatu
program dengan program-program yang lain, atau
tertarik untuk melihat bagaimana kesesuaian
program itu dengan konteks kebijakan yang lebih
luas.
 Analis lebih tertarik pada bagaimana atau apa fungsi yang
dijalankan oleh suatu organisasi dalam proses politik luar
negeri, atau menyelidiki atau mengidentifikasikan
bagaimana posisi aktor itu dalam proses kebijaksanaan
atau untuk menggambarkan fungsi yang dimainkan oleh
suatu tindakan dalam proses politik luar negeri.
 Hasil akhir dari pertanyaan-pertanyaan ini adalah analisa
fungsional, yaitu analisa yang memandang hubungan-
hubungan antara bagian-bagian.
 (lihat Model pembuatan keputusan birokrasi atau
organisasional)
 Yang harus menjadi perhatian dalam
membedakan tipe analisa adalah
pembedaan antara pertanyaan tentang
Tujuan, pertanyaan tentang Sebab-
akibat dan pertanyaan tentang fungsi
dan struktur.
Tipe Analisis menurut Mohtar Mas’oed
1. Eksplanasi,
2. Evaluasi,
3. Prediksi
4. Preskripsi.
Note :
 Pekerjaan analisa melibatkan eksplanasi dan prediksi.
 Eksplanasi menjadi basis bagi evaluasi.
 Prediksi menjadi dasar pembuatan preskripsi
 Hubungan antara eksplanasi dan evaluasi analog
dengan hubungan antara prediksi dan preskripsi
 Menurut Lovell, ada hubungan yang jelas antara
“tugas” analitis yang dilakukan oleh analis dengan
pertanyaan yang diajukannya.
 Pertanyaan yang berbeda akan memerlukan tugas /
tipe analitis yang berbeda pula.
Tiga Jenis Pertanyaan dalam Analisis Politik
Luar Negeri
1. Analisa tentang Tujuan
 Analis politik luar negeri kadang-kadang tertarik untuk
mengetahui maksud dari suatu program politik luar negeri,
misi organisasi, atau motivasi seseorang aktor politik luar
negeri ttt. Dalam mencoba menjawab pertanyaan-
pertanyaan seperti itu, analis pada dasarnya mencoba
mengambil posisi sebagai seorang pembuat keputusan,
melihat fenomena seperti halnya pembuat keputusan,
memandang suatu organisasi atau program dari sudut
pandang doktrin resmi organisasi itu. Hal inilah yg disebut
sebagai analisa tujuan atau eksplanasi teleologis atau
aksplanasi intensional.
Pertanyaan :
 Eksplanasi : “Apa tujuan suatu tindakan?”
 Evaluasi : “Apa tujuan program bantuan laur
negeri sudah benar?”
 Prediksi : “Apa yang hendak dijadikan program
bantuan luar negeri padda tahun yang akan
datang?”
 Preskripsi: “Apa seharusnya tujuan program
bantuan luar negeri tahun depan?”
 Analisa tujuan bisa meliputi analisa eksplanatori,
evaluatif, prediktif, dam prskriptif.
2. Analisa Sebab-Akibat
 Jika seorang analis lebih tertarik pada masalah apa yang
secara nyata telah dicapai atau gagal dicapai oleh, dan
akibat dari sebuah program kebijakan luar negeri. Analis
mungkin juga tertarik pada efek-efek atau akibat dari
kegiatan organisasi atau kebijakan politik luar negeri
atau dia tertarik pada untuk memgidentifikasikan
factor-faktor yang menimbulkan tindakan dari seorang
aktor politik luar negeri, maka jawaban atau analisa
terhadap pertanyaan dan masalah itu adalah tugas
analisa sebab-akibat.
 Analisa sebab-akibat juga bisa meliputi analisa
eksplanatori, evaluatif, prediktif, dam prskriptif.
Pertanyaan :
 Apa atau Mengapa kebijakan konfrontasi Indonesia
terhadap Malaysia gagal?
 Bagaimana akibat dari kebijakan konrontasi terhadap
hubungan RI-Malaysia
 Faktor-faktor apa yang menyebabkan Soekarno
mengambil kebijakan konfrontasi?
3. Analisa Struktur dan Proses
 Analisa Struktur dan Proses lebih tertarik untuk
menyelidiki bagaimana hubungan antara suatu
program dengan program-program yang lain, atau
tertarik untuk melihat bagaimana kesesuaian
program itu dengan konteks kebijakan yang lebih
luas.
 Analis lebih tertarik pada bagaimana atau apa fungsi yang
dijalankan oleh suatu organisasi dalam proses politik luar
negeri, atau menyelidiki atau mengidentifikasikan
bagaimana posisi aktor itu dalam proses kebijaksanaan
atau untuk menggambarkan fungsi yang dimainkan oleh
suatu tinddakan dalam proses politik luar negeri.
 Hasil akhir dari pertanyaan-pertanyaan ini adalah analisa
fungsional, yaitu analisa yang memandang hubungan-
hubungan antara bagian-bagian.
 (lihat Model pembuatan keputusan birokrasi atau
organisasional)
Yang harus menjadi perhatian dalam
membedakan tipe analisa adalah
pembedaan antara pertanyaan tentang
Tujuan, pertanyaan tentang Sebab-
akibat dan pertanyaan tentang fungsi
dan struktur.
BAB II
STUDI TENTANG POLITIK LUAR NEGERI
 Politik luar negeri pada dasarnya
merupakan ”Action Theory”, atau
kebijaksanaan suatu negara yang
ditujukan ke negara lain untuk
mencapai kepentingan nasional
tertentu
Pengertian
 Secara umum, politik luar negeri merupakan suatu
perangkat formula nilai, sikap, arah serta sasaran
untuk mempertahankan, mengamankan, dan
memajukan kepentingan nasional di dalam
percaturan dunia internasional. Suatu komitmen
yang pada dasarnya merupakan strategi dasar
untuk mencapai suatu tujuan baik dalam konteks
dalam negeri dan luar negeri serta sekaligus
menentukan keterlibatan suatu negara dalam isu-
isu internasional atau lingkungan sekitarnya.
cara untuk memahami konsep politik luar negeri adalah dengan
cara memisahkannya ke dalam dua komponen, yaitu :

1. Politik (policy) adalah seperangkat


keputusan yang menjadi pedoman untuk
bertindak, atau seperangkat aksi yang
bertujuan untuk mencapai sasaran yang
telah ditetapkan sebelumnya. Policy berakar
pada konsep ”pilihan” (choices) yaitu
memilih tindakan atau membuat
keputusan-keputusan untuk mencapai
suatu tujuan.
2. Luar negeri (Foreign)
 Gagasan mengenai kedaulatan dan konsep
“wilayah” akan membantu upaya memahami
konsep luar negeri (foreign). Kedaulatan berarti
kontrol atas wilayah (dalam) yang dimiliki oleh
suatu negara. Jadi, politik luar negeri (foreign
policy) berarti seperangkat pedoman untuk
memilih tindakan yang ditujukan ke luar
wilayah suatu negara.
Unsur-unsur Policy:
a. Formulation ( perumusan)

b. Execution / Action ( tindakan)


Tidak dapat dipungkiri bawasanya
pembuatan politik luar negeri selalu
terkait dengan konsekuensi-
konsekuensi yang ada dalam negeri.
Meminjam istilah Henry Kissinger,
bahwa “foreign policy begins when
domestic policy end”.
Dengan kata lain, studi politik luar negeri berada pada
intersection antara aspek dalam negeri suatu negara
(domestik) dan aspek internasional (eksternal) dari
kehidupan suatu negara. Karena itu studi politik luar
negeri tidak dapat menisbikan struktur dan proses
baik dari system internasional (lingkungan eksternal)
maupun dari system politik domestik.
Hubungan Internasional, Politik Internasional
dan Politik Luar Negeri
Hubungan internasional
adalah istilah yang mencakup totalitas hubungan-
hubungan di kalangan bangsa-bangsa dan
kelompok dalam masyarakat dunia serta
mencakup juga kekuatan-kekuatan, tekanan-
tekanan dan proses-proses yang mengakibatkan
bagaimana caranya kelompok manusia hidup,
bertindak dan berfikir. Hubungan internasional
dengan demikian mencakup keseluruhan
hubungan yang terjadi dengan melampaui batas
kenegaraan.
Politik Internasional
hanya menyelidiki politik masyarakat internasional
dalam arti yang lebih sempit, yaitu hanya
memusatkan perhatian/ kajian terhadap
hubungan-hubungan politik antar negara dan
kesatuan-kesatuan politik lainnya. Politik
Internasional mencakup kepentingan (interest)
dan tindakan (action) beberapa atau semua
negara serta proses interaksi antar negara maupun
antara negara dan organisasi internasional pada
tingkat pemerintahan.
Politik Luar Negeri (PLN)
merupakan strategi atau rencana tindakan yang
dibuat oleh para pembuat Keputusan suatu negara
dalam menghadapi negara lain atau Unit Politik
Internasional lainnya dan dikendalikan untuk
mencapai Tujuan Nasional spesifik yang
dituangkan dalam terminologi Kepentingan
Nasional. Politik Luar Negeri yang spesifik
dilaksanakan oleh sebuah negara sebagai sebuah
inisiatif atau reaksi terhadap inisiatif yang
dilakukan oleh negara lain.
Hub. Int. dan Pol. Int.
 Umumnya kini disepakati bahwa istilah hubungan
internasional adalah istilah yang lebih luas dari
istilah politik internasional. Dalam hal ini, politik
internasional merupakan cabang (sub-category)
dari hubungan internasional. Hubungan
internasional sendiri pada mulanya adalah bagian
atau cabang dari ilmu politik dan ilmu sejarah,
namun pada akhirnya menjadi suatu ilmu
pengetahuan yang sedang berkembang.
 Ruang lingkup Hubungan internasional sangat
luas, yang meliputi komponen hukum, ekonomi,
militer, sosial, budaya dan lain-lain. Kelompok-
kelompok kajian dalam Hubungan internasional
menurut Quincy Wright sangat beraneka ragam
termasuk di dalamnya bangsa, negara,
pemerintah, rakyat, wilayah, organisasi
internasional, perusahaan-perusahaan
internasional/multinasional (MNCs/TNCs),
organisasi kebudayaan dan organisasi keagamaan.
 K.J. Holsti memberikan pengertian tentang
Hubungan internasional sebagai segala bentuk
interaksi antara anggota masyarakat yang terpisah
(melewati batas-batas wilayah nasional), apakah
disponsori oleh pemerintah atau tidak. Hubungan
internasional mencakup segala analisa politik luar
negeri atau proses-proses politik antar bangsa,
termasuk di dalamnya Serikat Buruh
Internasional, Palang Merah Internasional,
pariwisata, perdagangan internasional,
komunikasi dan pengangkutan.
Politik Internasional tidak tertarik pada hubungan
seperti itu, kecuali hubungan-hubungan itu
melibatkan tujuan-tujuan pemerintah dan negara atau
digunakan oleh pemerintah dan negara sebagai alat
untuk mencapai tujuan politik. Politik Internasional
hanya menyelidiki kejadian-kejadian atau fenomena
yang mempunyai pengaruh politik dalam hubungan
antar negara.
Contoh:
 Diplomasi Ping Pong, yang dijadikan RRC sebagai
sarana untuk menjalin hubungan diplomatik dengan
Amerika Serikat, adalah termasuk bidang politik
internasional. Sedangkan pertandingan Ping Pong
biasa antara Indonesia dengan RRC adalah masalah
hubungan internasional.
Politik Internasional dan Politik Luar Negeri
 C.C. Rodee (dkk), mengatakan bahwa jika dalam
studi politik luar negeri adalah mencari jawaban
terhadap pertanyaan “bagaimana” dan “kenapa”
dirumuskan suatu tindakan, maka politik
internasional melayani akibat dari pertarungan politik
luar negeri berbagai negara dalam sistem
internasional.
 Harold dan Margaret Sprout menguraikan bahwa
politik internasional sebagai sistem aksi, reaksi dan
interaksi antara dan di kalangan kesatuan politik
(aktor-aktor) yang dikenal sebagai Negara. Sedangkan
politik luar negeri diuraikan sebagai skema atau pola
dari cara dan tujuan secara terbuka dan tersembunyi
dalam aksi negara tertentu vis-à-vis negara lain atau
kelompok negara lain.
 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa politik
luar negeri adalah cabang dari politik internasional,
politik internasional merupakan cabang dari
hubungan internasional, hubungan internasional
merupakan cabang dari ilmu politik.
Politik Luar Negeri dalam Studi Hubungan
Internasional
 Politik Luar Negeri merupakan salah satu bidang
kajian studi Hubungan Internasional. Politik Luar
Negeri merupakan studi yang kompleks karena
tidak saja melibatkan aspek-aspek eksternal, tetapi
juga aspek-aspek internal suatu negara. Negara,
sebagai aktor yang melakukan politik luar negeri,
tetap menjadi unit politik utama dalam system
hubungan internasional, meskipun aktor-aktor
non-negara semakin penting perannya dalam
hubungan internasional.
 Dalam kajian Politik Luar Negeri sebagai suatu
system, rangsangan dari lingkungan eksternal dan
domestik sebagai input yang mempengaruhi
Politik Luar Negeri suatu negara dipersepsikan
oleh para decision makers dalam suatu konversi
menjadi output. Proses konversi yang terjadi
dalam perumusan Politik Luar Negeri suatu
negara ini mengacu pada pemaknaan situasi, baik
yang berlangsung dalam lingkungan eksternal
maupun internal dengan mempertimbangkan
tujuan yang ingin dicapai serta sarana dan
kapabilitas yang dimilikinya.
 Politik Luar Negeri (PLN) merupakan strategi atau
rencana tindakan yang dibuat oleh para pembuat
Keputusan suatu negara dalam menghadapi
negara lain atau Unit Politik Internasional lainnya
dan dikendalikan untuk mencapai Tujuan
Nasional spesifik yang dituangkan dalam
terminologi Kepentingan Nasional. Politik Luar
Negeri yang spesifik dilaksanakan oleh sebuah
negara sebagai sebuah inisiatif atau reaksi
terhadap inisiatif yang dilakukan oleh negara lain.
 Politik Luar Negeri (PLN) mencakup proses dinamis dan
penerapan pemaknaan Kepentingan Nasional yang relatif
tetap terhadap faktor situasional yang sangat fluktuatif di
lingkungan internasional untuk mnengembangkan cara
tindakan yang diikuti oleh upaya untuk mencapai
pelaksanaan diplomasi dengan panduan kebijaksanaan
yang telah ditetapkan. Politik Luar Negeri yang spesifik
adalah PLN yang dirumuskan secara khusus karena adanya
kepentingan-kepentingan tertentu / khusus terhadap
negara lain. (Jack. C. Plano, 1999), Lihat H. Lentner, hal.
3-10
 Menurut C. C. Rodee (dkk), Politik Luar Negeri
adalah strategi dan taktik yang digunakan oleh
suatu negara dalam hubungannya dengan negara
lain. Politik Luar Negeri merupakan pola perilaku
yang digunakan oleh suatu negara ketika
memperjuangkan kepentingannya dalam hubungan
dengan negara-negara lain. Dia berhubungan
dengan proses pembuatan keputusan untuk
mengikuti pilihan tertentu.
 Robert Strausz-Hupe & Stefan T. Possony,
Politik Luar Negeri dapat dibagi dalam dua
kategori yaitu Keputusan dan Pelaksanaan.
 Cecil V. Crabb Junior mengatakan “... jika
diperas sampal ke inti pokoknya politik luar negeri
terdiri dan dua unsur: Tujuan-tujuan Nasional
yang ingin dicapai dan Cara-cara untuk
mencapainya,. Interaksi antara sasaran nasional
dan sumber- sumber untuk- mencapainya adalah
mata acara negara. Dalam bumbu-bumbunya,
politik luar negeri segala bangsa, besar atau kecil
adalah sama.”
 Menurut Buku Rencana Strategi Pelaksanaan
Politik Luar Negeri RI , “Politik Luar Negeri adalah
suatu kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah
dalam rangka hubungannya dengan dunia
internasional dalam usaha mencapai tujuan nasional.
Melalui politik luar negeri, pemerintah
memproyeksikan kepentingan nasionalnya ke dalam
masyarakat antar bangsa”
 Coulumbis dan Wolfe, Politik luar negeri merupakan
sintesa dari kepentingan nasional dengan Power dan
Kapabilitas. Sedangkan tujuannya adalah untuk
mewujudkan Kepentingan Nasional.
 S.L. Roy mengatakan bahwa Politik Luar Negeri
sebagai pengejawantahan kepentingan nasional suatu
negara terhadap negara lain.
 Gibson mendefinisikan Politik Luar Negeri sebagai
rencana komprehensif yang dibuat dengan baik,
didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman, untuk
menjalankan bisnis pemerintahan dengan negara lain.
Politik luar negeri ditujukan pada peningkatan dan
perlindungan kepentingan bangsa.
 Menurut Rosenau, pengertian kebijakan luar negeri
yaitu upaya negara melalui keseluruhan sikap dan
aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh
keuntungan dari lingkungan eksternalnya. Kebijakan
luar negeri, menurutnya ditujukan untuk memelihara
dan mempertahankan kelangsungan hidup suatu
negara.
 Menurut Rosenau, kajian kebijakan luar negeri
merupakan suatu fenomena yang kompeleks dan
luas, meliputi kehidupan internal (internal life)
dan kebutuhan eksternal (eksternal needs)
termasuk di dalamnya adalah kehidupan internal
dan eksternal seperti aspirasi, atribut nasional,
kebudayaan, konflik, kapabilitas, institusi dan
aktivitas rutin yang ditujukan untuk mencapai dan
memelihara identitas sosial, hukum, dan geografi
suatu negara sebagai negara bangsa.
Langkah-langkah dalam proses perumusan
Politik Luar Negeri :
a. Menjabarkan pertimbangan kepentingan nasional ke
dalam bentuk tujuan dan Sasaran yang spesifik
b. Menetapkan faktor situasional di lingkungan domestik
dan internasional yang berkaitan dengan tujuan
kebijaksanaan luar negeri
c. Menganalisis Kapabilitas Nasional untuk menjangkau /
mendapatkan hasil yang dikehendaki
d. Mengembangkan perencanaan / strategi untuk
menggunakan Kapabilitas nasional dalam
menanggulangi variabel tertentu sehingga mencapai
tujuan yang telah ditetapkan
e. Melaksanakan tindakan yang diperlukan
f. Secara periodik meninjau dan melakukan evaluasi
terhadap perkembangan yang telah dan sedang
berlangsung dalam mencapai tujuan / hasil yang
dikehendaki.

 Kapabilitas Nasional berhubungan dengan power dan


kekuasaan.
 Sementara menurut Holsti, lingkup kebijakan luar
negeri meliputi semua tindakan serta aktivitas negara
terhadap lingkungan eksternalnya dalam upaya
memperoleh keuntungan dari lingkungan tersebut,
serta hirau akan berbagai kondisi internal yang
menopang formulasi tindakan tersebut.
 Gambar :
Lihat Diktat
Tujuan Politik Luar Negeri
Tujuan Politik Luar Negeri sebenarnya merupakan
fungsi dari proses dimana tujuan negara
disusun. Tujuan tersebut dipengaruhi oleh
sasaran yang dilihat dari masa lalu dan aspirasi
untuk masa depan. Tujuan Politik Luar Negeri
dibedakan atas tujuan jangka panjang, jangka
menengah dan jangka pendek. Pada dasarnya
tujuan jangka panjang politik luar negeri adalah
mencapai perdamaian, keamanan dan
kekuasaan serta kesejahteraan
 Sementara itu, Jack C. Plano berpendapat bahwa setiap
kebijakan luar negeri dirancang untuk menjangkau tujuan
nasional. Tujuan nasional yang hendak dicapai melalui
kebijakan luar negeri merupakan formulasi konkret dan
dirancang dengan mengaitkan kepentingan nasional
terhadap situasi internasional yang sedang berelangsung
serta power yang dimiliki untuk mencapianya. Tujuan
dirancang, dipilih dan ditetapkan oleh pembuat keputusan
dan dikendalikan untuk mengubah kebijakan (revisionist
policy) atau mempertahankan kebijakan (status quo
policy) ihwal kenegaraan tertentu di lingkungan
internasional.
 Tujuan politik luar negeri dapat dikatakan sebagai citra
mengenai keadaan dan kondisi di masa depan suatu negara
dimana pemerintah melalui perumus kebijaksakanaan
nasional mampu meluaskan pengaruhnya kepada negara-
negara lain dengan mengubah atau mempertahankan
kebijakan dan tindakan negara lain. Ditinjau dari sifatnya,
tujuan politik luar negeri dapat bersifat konkret dan
abstrak. Sedangkan dilihat dari segi waktunya, tujuan
Politik Luar Negeri dapat bertahan lama dalam suatu
periode tertentu dan dapat pula bersifat sementara,
berubah sesuai dengan kondisi dan waktu tertentu.
K.J. Holsti memberikan tiga criteria untuk
mengklasifikasikan tujuan-tujuan Politik Luar
Negeri suatu negara, yaitu:
1. Nilai (values) yang menjadi tujuan dari para
decion makers
2. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata
lain, ada tujuan jangka pendek (short-term),
jangka menengah (middle-term), dan jangka
panjang (long-term).
3. Tipe tuntutan yang diajukan suatu negara kepada
negara lain.
 Konsep lain yang melekat pada tujuan Politik
Luar Negeri adalah kepentingan nasional
(national interest) yang didefinisikan sebagai
konsep abstrak yang meliputi berbagai
keinginan/kategori dari suatu negara yang
berdaulat.
Kepentingan nasional terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu:
 Core/basic/Vital Interest; merupakan kepentingan nasional
yang sangat tinggi nilainya sehingga suatu negara bersedia
untuk berperang dalam mencapainya. Melindungi
daerah/wilayahnya, menjaga dan melestarikan nilai-nilai
hidup yang dianut suatu negara merupakan beberapa
contoh.
 Secondary Interest; yang meliputi segala macam keinginan
yang hendak dicapai masing-masing negara, namun
mereka tidak bersedia berperang dimana masih terdapat
kemungkinan lain untuk mencapainya melalui jalan
perundingan.
Morgenthau mengatakan bahwa politik luar negeri
ditujukan untuk mencapai tujuan nasional atau
kepentingan nasional. Lebih lanjut dikatakan bahwa
Tujuan Nasional setiap negara terdiri dari :
a. Tujuan Nasional Vital ( merupakan tujuan nasional
yang mutlak harus ada, karena menyangkut hidup
dan kehidupan bangsa tersebut.
Terdiri dari :
1. Integrasi Nasional (National Integrity) :
 Integrasi Politik : bangsa tersebut harus bebas atau merdeka
 Integrasi Teritorial : adanya kesatuan wilayah
2. Keamanan Nasional ( National Security )
Dapat dicapai melalui kerjasama Multilateral, Bilateral, Unilateral
3. Kesejahteraan
Nasional ( National Welfare /
Economic Welfare )
( ketiga poin; 1,2,3 di atas mutlak harus ada )
4. Tujuan Ideologi / Tujuan Kekuasaan / Tujuan
Prestisius
( biasanya tujuan ini dimiliki oleh negara-negara besar )
b. Tujuan Nasional Variabel
 merupakan tujuan yang berubah-ubah dan tidak
mutlak dan sangat tergantung pada kepentingan
nasionalnya masing-masing. (ex. Pengembangan olah
raga, kebudayaan, pertukaran pelajar dll).
Konsep Lingkungan (Millieu) dalam Politik
Luar Negeri
Untuk memahami sifat dan tingkah laku politik luar
negeri suatu negara, dibutuhkan pemahaman
keterhubungan antara negara dengan lingkungannya
baik lingkungan internal maupun eksternal. Konsep
Lingkungan (milieu atau enviroment) meliputi semua
fenomena dimana lingkungan aktivitas unit politik
negara saling berhubungan, termasuk lingkungan
psikologis dan lingkungan operasional. Lingkungan
Psikologis diartikan sebagai keadaan yang dipersepsikan
oleh para pembuat keputusan atau aktor lain yang
menjadi focus analisis. Sedangkan Lingkungan
Operasional merupakan keadaan politik internasional
yang terjadi pada setiap saat.
Menurut Sprout ada tiga tipe hubungan yang terjadi antara unit kesatuan
politik (negara) dengan lingkungannya, yaitu:

 Enviromental Possibilism
Lingkungan merupakan sekumpulan ketidakleluasaan/keterbatasan
yang sebenarnya mungkin dibentuk atau dilakukan oleh aktor (negara)
di dalam lingkungannya.

 Enviromental Probabilism
 Lingkungan memaksa situasi untuk menjadikan tindakan tertentu
menjadi lebih mungkin atau kurang mungkin.

 Cognitive Behaviorism
 Para pembuat keputusan bertindak sesuai dengan persepsi mereka
mengenai lingkungannya.
 Hubungan antara unit-unit kesatuan dan
lingkungannya dapat pula diamati dengan
menggunakan dua konsep yang diberikan oleh Harvey
Starr yaitu Opportunity dan Willingness.
Opportunity membutuhkan tiga kondisi
keterhubungan, yaitu:
 Lingkungan internasional memungkinkan
interaksi antar negara
 Negara-negara memiliki sumber-sumber yang
memadai untuk mengambil suatu tindakan
tertentu
 Para pembuat keputusan menyadari luasnya
interaksi dan tingkat kapabilitas yang tersedia bagi
mereka.
Willingness merupakan motivasi-motivasi yang mendorong
masyarakat untuk menggunakan kesempatan yang mereka
miliki.
Willingness terdiri dari tujuan-tujuan dan motivasi para
pembuat keputusan dan menitikberatkan pada mengapa
para pembuat keputusan melakukan atau tidak melakukan
suatu tindakan tertentu.
Willingness didasarkan pada persepsi mengenai lingkungan
eksternal dan kondisi politik dalam negeri. Konsep ini
berasal dari perhitungan untung-rugi (costs and benefits)
serangkaian alternatif tindakan dan didasarkan tidak
hanya pada factor-faktor obyektif tapi juga paa factor
lainnya seperti persepsi ancaman dan emosi (rasa
ketakutan dan ketidakamanan).
 Menurut Howard H. Lentner, Politik luar negeri
berada pada persimpangan antara aspek-aspek
domestik dan internasional dari kehidupan
sebuah negara. Fokus dari studi politik luar
negeri harus berdasarkan beberapa criteria yang
jelas. Kriteria ini dapat ditemukan dalam definisi
dan konsep-konsep yang dipakai.
Konsep-konsep tersebut adalah:
a. Policy adalah sebuah bentuk aksi atau tindakan yang
meliputi:
 Seleksi dari berbagai tujuan
 Mobilisasi dari berbagai sarana/alat untuk mencapai
tujuan
 Implementasi atau upaya-upaya dan biaya yang
dikeluarkan untuk mengejar tujuan yang telah
ditetapkan.
2. Politik Luar Negeri merujuk pada bagian atau
porsi dari kehidupan sebuah negara yang
mencakup lingkungannya. Sejauh ini, sebagai
sebuah kebijakan suatu negara ditekankan
pada masalah-masalah yang secara eksklusif
berada dalam jurisdiksinya dan tidak
mempengaruhi negara-negara lain sehingga
dapat didefinisikan sebagai domestik. Tetapi
apabila kebijakan itu ditujukan kepada
negara-negara lain atau mempunyai pengaruh
bagi negara lain, hal itu disebut sebagai
kebijakan luar negeri.
3. Untuk menggambarkan lingkungan (environment),
dapat digunakan dua konsep untuk
menganalisanya, yaitu:
 Sistem Internasional, atau pola-pola interaksi
diantara negara yang dibentuk oleh struktur interaksi
diantara atau oleh negara-negara besar
 Situasi, yang digunakan untuk mengidentifikasi pola-
pola interaksi
Konsepsi Politik Luar Negeri
1. Kebijakan luar negeri sebagai sekumpulan
orientasi (as a cluster of orientation). Politik
Luar negeri sebagai sekumpulan orientasi
merupakan pedoman bagi para pembuat
keputusan untuk menghadapi kondisi-kondisi
eksternal yang menuntut pembuatan keputusan
dan tindakan berdasarkan orientasi tersebut.
Orientasi ini terdiri dari sikap, persepsi, dan
nilai-nilai yang dijabarkan dari pengalaman
sejarah, dan keadaan strategis yang menentukan
posisi negara dalam politik internasional.
2. Politik luar negeri sebagai seperangkat komitmen dan
rencana untuk bertindak (as a set of commitments to
and plan for action).
Dalam hal ini kebijakan luar negeri berupa rencana dan komitmen
konkrit yang dikembangkan oleh para pembuat keputusan
untuk membina dan mempertahankan situasi lingkungan
eksternal yang konsisten dengan orientasi kebijakan luar negeri.
Rencana tindakan ini termasuk tujuan yang spesifik serta alat
dan cara untuk mencapainya yang dianggap cukup memadai
untuk menjawab peluang dan tantangan dari laur negeri.
Dalam kenyataannya, rencana tindakan ini
merupakan penerjemahan dari orientasi umum
dan reaksi terhadap keadaan yang konkret
(immediate context).
Pada fase ini rencana tindakan politik luar negeri
akan memberikan pedoman bagi :
 Tindakan yang ditujukan pada situasi yang berlangsung
lama, misalnya kebijakan luar negeri yang berkenaan
dengan konflik Palestina-Israel.
 Tindakan yang ditujukan pada negara-negara tertentu
 Tindakan yang ditujukan pada isu-isu khusus, seperti
terorisme, perlucutan senjata dll.
 Tindakan yang ditujukan pada berbagai sasaran lainnya,
misalnya isu lingkungan hidup, HAM dll.
3. Kebijakan luar negeri sebagai bentuk perilaku
atau aksi (as a form of behavior).
Pada tingkat ini kebijakan luar negeri berada dalam tingkat
yang lebih empiris, yaitu berupa langkah-langkah nyata
yang diambil para pembuat keputusan yang berhubungan
dengan kejadian serta situasi di lingkungan eksternal.
Langkah-langkah yang diambil/dilakukan berdasarkan
orientasi umum yang dianut serta dikembangkan
berdasarkan komitmen dan sasaran yang lebih spesifik.
 Jadi, setiap negara menghubungkan negaranya kepada
peristiwa dan situasi di luar lingkungannya dengan ketiga
bentuk kebijakan luar negeri tersebut di atas.
Determinan dan Sumber-Sumber Politik
Luar Negeri
 Keputusan dan tindakan politik luar negeri
dipengaruhi oleh beberapa factor yang berasal baik
dari external enviroment maupun internal enviroment.
 Howard Lentner mengklasifikasikan determinan/
politik luar negeri ke dalam dua kelompok, yaitu:
1. Determinan Luar Negeri/Internasional, mengacu pada
keadaan system internasional dan situasi pada suatu
waktu tertentu. Sistem internasional (bi-polar,
multi-polar, uni-polar) didefinisikan sebagai pola
interaksi diantara negara-negara yang
terbentuk/dibentuk oleh struktur interaksi diantara
pelaku-pelaku yang paling kuat (most powerfull
actors / dominant powers).
 Konsep Situasi diartikan sebagai pola-pola interaksi
yang tidak tercakup/mencakup keseluruhan system
internasional. Sebagai contoh, pola hubungan di
antara negara-negara Asia Tenggara yang terlibat
dalam ASEAN dapat dibahas sebagai suatu situasi.
Dengan demikian, situasi sebagai suatu alat analisis
(analytical tool) yang dapat dijadikan alat untuk
menentukan lingkungan eksternal yang relevan bagi
decision makers. Selain itu, konsep Situasi juga
berfungsi sebagai alat untuk menghubungkan dua
unit analisis yang lain yaitu negara dan system
internasional.
 Penggunaan dua konsep di atas (system internasional dan
situasi) dimaksudkan sebagai upaya teoritis untuk
menyederhanakan Lingkungan Internasional (eksternal)
yang demikian kompleks ke dalam model-model deskripsi
yang sistematis dan utuh. Manfaat penggambaran kondisi
lingkungan eksternal adalah dapat memberikan setting
munculnya peristiwa-peristiwa dalam politik luar negeri,
serta dapat membantu peneliti memunculkan factor-faktor
yang menghambat dan mendukung (constraining and
facilitating factors) dalam interaksi antar negara.
2. Determinan Domestik, merujuk pada keadaan di dalam
negeri yang terbagi ke dalam tiga kategori
berdasarkan waktu untuk berubah, yaitu:
 Highly stable determinants; terdiri atas luas geografi, lokasi,
bentuk wilayah/ daratan, iklim, populasi, serta sumber daya
alam.
 Moderatly stable determinants; terdiri atas budaya politik,
gaya politik, gaya kepemimpinan, dan proses politik.
 Unstable determinants; terdiri dari sikap dan persepsi jangka
panjang serta factor-faktor ketidaksengajaan.
James N. Rosenau mengkategorikan factor-faktor/sumber
politik luar negeri melalui dua kategori, yaitu:
1. Time Continuum yaitu cara menempatkan sumber-sumber
politik luar negeri pada kontinu waktu, yang meliputi:
 sumber-sumber yang cenderung bersifat mantap dan berlaku
terus menerus dan tetap (sources that tend to change slowly)
 sumber-sumber yang dapat dipengaruhi oleh fluktuasi jarak
pendek (short-term fluctuations)
 sumber-sumber yang dapat berubah (sources that tend to undergo
rapid change)
2. Systemic Agregation Continuum
Sumber-sumber utama yang menjadi input
dalam perumusan kebijakan luar negeri,
yaitu :
Menurut Rosenau,
1. Sumber Sistemik (Systemic Sources), merupakan
sumber yang berasal dari lingkungan eksternal suatu
negara.
Sumber ini menjelaskan struktur hubungan antara negara-
negara besar, pola- pola aliansi yang terbentuk antara
negara-negara dan factor situasional eksternal yang dapat
berupa isu-isu area atau krisis. Yang dimaksud dengan
struktur hubungan antara negara besar adalah jumlah
negara besar yang ikut andil dalam struktur hubungan
internasional dan bagaimana pembagian kapabilitas
diantara mereka. Sementara factor situasional eksternal
merupakan stimulan tiba-tiba yang berasal dari situasi
internasional terakhir.
2. Sumber Masyarakat (Societal Sources), merupakan
sumber yang berasal dari lingkungan internal/domestik :
a. Sumber ini mencakup factor kebudayaan dan sejarah, pembangunan
ekonomi, struktur sosial dan perubahan opini publik.
b. Kebudayaan dan sejarah mencakup nilai-nilai, norma, tradisi,
pengalaman masa lalu yang mendasari hubungan antara anggota
masyarakat.
c. Pembangunan ekonomi mencakup kemampuan suatu negara untuk
mencapai kesejahteraan ekonomi. Hal ini dapat mendasari
kepentingan negara tersebut untuk berhubungan dengan negara
lain.
d. Struktur sosial mencakup sumber daya manusia yang dimiliki atau
seberapa besar konflik dan harmoni internal dalam masyarakat.
e. Opini publik juga dapat menjadi factor dimana penstudi dapat melihat
perubahan sentimen masyarakat terhadap dunia luar.
3. Sumber Pemerintahan (Governmental Sources),
merupakan sumber internal yang menjelaskan
tentang pertanggungjawaban politik dan
struktur dalam pemerintahan.
Pertanggungjawaban politik seperti pemilu,
kompetisi partai politik dan tingkat kemampuan
dimana para pembuat keputusan dapat secara
fleksibel merespon situasi eksternal. Sementara
struktur kepemimpinan dari berbagai kelompok
dan individu yang terdapat dalam
pemerintahan.
4. Sumber Idiosinkratik (Idiosyncratic Sources),
merupakan sumber internal yang melihat nilai-
nilai pengalaman, bakat serta kepribadian elit
politik yang mempengaruhi persepsi, kalkulasi,
dan perilaku mereka terhadap kebijakan luar
negeri.
Disini tercakup juga persepsi seorang elit politik
tentang keadaan alamiah dari arena
internasional dan tujuan nasional yang hendak
dicapai.
 Selain keempat sumber kebijakan laur negeri tersebut di
atas terdapat pula hirauan/perhatian akan factor ukuran
wilayah negara dan jumlah penduduk, lokasi geografi, serta
teknologi yang dapat terletak pada sumber sistemik atau
masyarakat. Dengan banyaknya factor yang beraneka
ragam, Rosenau menyarankan untuk memperhatikan atau
melakukan cluster of inputs, dimana penstudi kebijakan
luar negeri dapat memilih dan menggabungkan factor
mana yang paling penting dan patut diberi perhatian yang
lebih teliti dalam menjelaskan politik luar negeri suatu
negara.
 Tugas utama analis kebijakan luar negeri adalah untuk
memberikan penjelasan mengenai cara-cara dengan
menyatakan usaha untuk mengubah atau berhasil
dalam mengubah perilaku negara lain (Modelski, 1962:
7). Banyak sarjana telah mengusulkan beberapa cara
yang digunakan kebijakan asing yang dapat
dikembangkan lebih jauh.
 Modelski (1962) menggambarkan kebijakan luar
negeri sebagai suatu sistem kegiatan. Dalam
perspektif ini, karena kebijakan luar negeri dipandang
sebagai suatu sistem di mana kebijakan luar negeri
merupakan keputusan yang dirumuskan dan
direncanakan untuk dieksekusi. Melihat dari sudut
pandang ini, keputusan pembuat kebijakan amat
penting dalam proses perumusan kebijakan luar
negeri. Sebagai sistem aktivitas yang berkaitan dengan
kegiatan lingkungan internasional, dua elemen lain
tertanam dengan kebijakan luar negeri, yaitu
kemampuan (kekuatan) negara untuk menerapkan
dan konteks di mana kebijakan luar negeri
 catatan Modelski menjelaskan bahwa kebijakan
dirumuskan di bawah bimbingan prinsip-prinsip
tertentu dan harus dibuat dengan tujuan tertentu.
Konsep-konsep dasar dalam kebijakan luar negeri,
adalah: (1) kebijakan pembuat, (2) tujuan, (3) prinsip-
prinsip, (4) kekuasaan untuk melaksanakan, dan (5)
konteks di mana kebijakan luar negeri dirumuskan
dan diimplementasikan (Modelski, 1962: bagian satu).
 Perspektif lain memandang kebijakan luar negeri
sebagai hasil dari interaksi kompleks antara negara
orientasi, komitmen dan rencana tindakan, dan
perilaku terhadap negara-negara lain.
Model Rosenau tentang sumber-
sumber Input Politik Luar Negeri

Lihat diktat
…… Major Sources of Foreign Policy as Plans and Foreign Policy as Behavior, listed in terms of Their Location an Time and Systemic Aggregation Continuum

Time Continuum
Systemic
Agreggation Sources that tends to change slowly Sources that tend to undergo rapid change
Continuum

Systemic GreatModel Rosenau


Power Structure tentangSituational
Alliances sumber-sumber Input
faktors: Internal Politik Luar Negeri
Sources Issues Areas & Crises

Size Geography Technology

Societal Economic Development Situational Faktor: Internal


Sources
Culture & History Sosial Structure
Moods of Opinion

Governmental Political Accountability


Sources Governmental Structure

Idiosyncratic Values, Talents, Experience, and


Sources Personalities of Leaders
Faktor-faktor Determinan Pembuatan Politik
Luar Negeri:
 Posisi Geografis
 Sejarah
 Penduduk
 Sumber Daya Alam
 Kekayaan Kultural/Budaya
 Situasi Internasional (Lingkungan Internasional)
 Kualitas Pelaksana Diplomasi
Peter Toma dan Robert F. Gorman menggambarkan
determinan pembuatan dan tindakan politik luar
negeri sebuah Negara

Lihat diktat
Tiga Jenis Keputusan Politik Luar Negeri
(Choplin: 32-39):
1. Keputusan yang sifatnya umum
 Terdiri atas serangkaian keputusan yang
diekspresikan melalui pernyataan-pernyataan
kebijakan dan tindakan langsung.
 Misalnya: containment policy Amerika Serikat
yang meliputi pernyataan-pernyataan politik
yang bersifat luas seperti pernyataan Presiden.
Sasaran politik luar negeri bisa menjangkau
lingkungan internasional, sekelompok negara
atau hanya satu negara.
2. Keputusan yang bersifat administrative
 Keputusan ini dibuat oleh oleh anggota-anggota
birokrasi pemerintahan yang bertugas
melaksanakan hubungan luar negeri negaranya.
Misalnya: deplu, Dinas intelejen, dep. Perdagangan
dll.
3. Keputusan yang bersifat krisis
 Merupakan kombinasi dari kedua tipe
terdahulu. Keputusan yang bersifat Krisis bisa
berdampak luas terhadap kebijakan umum
suatu negara. Keputusan ini bisa juga
memperkuat kebijakan yang telah ada
 Contoh :
seperti yang terjadi pada saat Amerika Serikat
melakukan intervensi dalam krisis Indochina
pada tahun 1960an dan 1970-an.
 Keputusan krisis dipandang sebagai kategori tindakan
yang bisa juga ditafsirkan sebagai tindakan perang.
Keputusan krisis biasanya terbatas hanya untuk beberapa
negara yang terlibat langsung, an biasanya juga terbatas
pada tindakan saat itu meski mempunyai konsekuensi
yang luas.
 Kebijakan luar negeri yang bersifat Krisis bia diartikan
sebagai suatu kondisi dimana sedikitnya satu negara
merasa bahwa suatu situasi merupakan titik balik dalm
hubungannya dengan satu atau lebih negara dalam system
itu. Selain itu,ada perasaan mendesak dalam situasi
tersebut yaitu mengakui adanya kebutuhan untuk
membuat suatu keputusan dalam waktu singkat.
Jadi, pengambilan keputusan politik luar negeri
merupakan campuran antara kebijakan luar negeri
secara umum, keputusan-keputusan administrative,
serta pengambilan keputusan yang bersifat krisis.
Coulombis dan Wolfe, membagi politik luar negeri
berdasarkan beberapa kategori, yaitu:
1. Keputusan yang bersifat kritis, penting dan rutin.
2. Berdasarkan Kategori Isyu: isyu militer, politik,
ekonomi, lingkungan dll
3. Berdasarkan kategori georgrafis: hubungan
Timur-Barat, Utara-Selatan, Barat-Barat, selatan-
selatan
4. Keputusan yang bersifat :
 Pragmatis (terencana) adalah keputusan besar yang
mempunyai konsekuensi jangka panjang, membuat
studi lanjutan, pertimbangan evaluasi yag mendalam
mengenai seluruh opsi alternatif
 Krisis adalah keputusan yang dibuat selama masa-
masa terancam berat; waktu untuk menanggapinya
terbatas; dan aa elemen yang mengejutkan yang
membutuhkan respon yang telah direncanakan
sebelumnya.
 Taktis adalah keputusan penting yang biasanya
bersifat pragmatis; memerlukan revaluasi, revisi dan
pembalikan.
Lima kerangka teoritis / Model Decision Making
Process (Loyd Jensen)

1. Pertama, model strategis atau rasional.


Pendekatan ini sering digunakan oleh sejarawan
diplomatik untuk melukiskan interaksi politik
luar negeri berbagai negara atau tindakan para
pemimpin negara-negara itu dalam merespon
negara lainnya. Negara dan pengambil keputusan
dipandang sebagai aktor terpencil yang
memaksimalkan tujuannya dalam politik global.
 Pendekatan ini memiliki kelemahan adalah asumsi
kalkulasi rasional yang dilakukan para pengambil
kebijakan dalam situasi ideal yang jarang terjadi.
Dengan kata lain apa yang disebut rasional oleh
peneliti sering dianggap rasional oleh yang lainnya.
Bahkan ada kelemahan lainnya bahwa model seperti
ini menyandarkan pada intuisi dan observasi.
2. Model kedua adalah pengambilan
keputusan
Penulis terkenal kerangka analisa ini adalah Richard
C Snyder, HW Bruck dan Burton Sapin. Ia
menggambarkan modelnya dalam kerangka yang
kompleks dengan meneropong jauh kedalam
“kotak hitam” pengambilan kebijakan luar negeri.
Salah salah satu keuntungan pendekatan ini yakni
membawa dimensi manusia kedalam proses
politik luar negeri secara lebih efektif.
3. Model ketiga yakni politik birokratik
Pendekatan ini menekankan pada peran yang dimainkan
birokrat yang terlibat dalam proses politik luar negeri.
Menurut Jensen, karena peralihan yang signifikan dalam
pemerintahan dan partai-partai politik di banyak negara,
maka politik luar negeri tergantung kepada pelayanan
pegawai negeri yang lebih permanen untuk informasi dan
nasihat. Oleh sebab itu birokrat - termasuk di jajaran
Departemen Luar Negeri - mampu mempengaruhi
pembentukan politik luar negeri. Namun demikian peran
birokrat ini tak bisa dibesar-besarkan karena keterbatasan
pengaruhnya juga.
4. Keempat, model adaptif menekankan pada
anggapan bahwa perilaku politik luar negeri
seyogyanya difokuskan pada bagaimana negara
merespon hambatan dan peluang yang tersedia
dalam lingkungan internasional. Disinilah pilihan
politik luar negeri tidak dalam kondisi terbatas namun
sangat terbuka terhadap segala pilihan.
Model kelima disebut Jensen sebagai pengambilan
keputusan tambahan (Incremental; perubahan terus
menerus).

5. Karena adanya ketidakpastian dan tidak


lengkapnya informasi dalam masalah-masalah
internasional, disamping banyaknya aktor-aktor
publik dan privat yang terkait dengan isu-isu
politik luar negeri, maka keputusan tak bisa dibuat
dalam pengertian kalkulasi rasional
komprehensif.
Foreign Policy Analytical Prespectives
STANDARDS ANALYTICAL
PRESPECTIVES

ADAPTIVE STRATEGIC DECISION


MAKING
FOCUS
DIMENSIONS
BASIC
ASSUMPTION/
PREMISE
RESEARCH/
INQUARY DRIVES
LOGICAL
PATERN TO
EANDEVOUR A
RESEARCH
TINGKAT ANALISA
Dalam proses memilih tingkat analisa, kita harus
menetapkan:
 Unit Analisa, yaitu Variabel atau unit yang
perilakunya hendak kita deskripsikan, jelaskan
atau ramalkan. Ini disebut Variabel Dependen;
 Unit Eksplanasi, yaitu Variabel atau unit yang
dampaknya / akibatnya terhadap unit analisa
hendak kita amati. Disebut juga Variabel
Independen.
Dengan analogi dari Singer, maka :
 kita bisa mempelajari HI atau PLN dari “bagian”nya
(bunga, pohon, rumah, remaja nakal, anggota DPR).
Dengan pendekatan ini kita mempelajari politik dalam
negeri suatu negara yang mempengaruhi para pembuat
keputusan dalam memilih berbagai alternatif untuk
membuat politik luar negeri.
 Kita bisa menganalisa atau mempelajari HI atau PLN dari
“keseluruhan”nya (kebun, hutan, kampung, kelompok
gang, parlemen). Dengan pendekatan ini kita mempelajari
system intenasional yang merupakan lingkungan besar
yang mempengaruhi proses pembuatan keputusan itu.
. Pentingnya menentukan tingkat analisa: ( Mohtar
Mas’oed. 1990; 40-41 )
1. Karena untuk menjelaskan satu peristiwa
internasional, terdapat lebih dari satu faktor
yang punya kemungkinan menyebabkannya,
mulai dari perilaku individual pemimpin,
perilaku kelompok, karekateristik negara,
hubungan antar negara dalam region, struktur
hubungan internasional/global, shg kita harus
menentukan fokus of interest.
2. Kerangka berfikir tingkat analisa membantu kita
memilah-milah faktor mana yang harus paling
banyak ditekankan.
3.Kerangka berfikir tingkat analisa
memungkinkan kita untuk memilah-milah
mana dampak dari sekumpulan faktor
tertentu terhadap suatu fenomena itu; dan
kemudian membandingkan dampak dari
kedua faktor yang berbeda, sehingga kita
akan mempunyai beberapa penjelasan
alternatif
4. Kita harus peka terhadap masalah tingkat analisa karena
ada kemungkinan melakukan kesalahan metodologis yang
disebut fallacy of composition, yaitu kesalahan akibat
berasumsi bahwa generalisasi tentang perilaku “bagian”
dapat juga dipakai untuk menjelaskan “keseluruhan”
(contoh: bahwa manusia secara individual selalu mengejar
power dengan segala cara, sehingga negaranya pun akan
mengejar power dengan segala cara pula); ecological
fallacy, yaitu kesalahan akibat memakai generalisasi yang
ditarik pada tingkat “keseluruhan” untuk menjelaskan
“bagian” (contoh: kalau kita menemukan bahwa negara-
negara membelanjakan anggaran yang sangat besar untuk
pertahanan, kita tidak bisa menyimpulkan bahwa
individu-individu yang kaya juga berbuat sama).
Kemungkinan Perspektif Analisa:
Case: Kita hendak menjelaskan politik konfrontasi
Indonesia terhadap Malaysia.
Dalam kasus ini kita bisa menjelaskan fenomena
tsb dengan tiga perspektif:
1. Analisa Induksionis
Yaitu unit eksplanasinya lebih tinggi tingkatnya dibanding
unit analisa (yang dilakukan oleh Indonesia –unit analisa
negara bangsa- sebenarnya hanyalah memberi tanggapan
atau respon terhadap apa yang terjadi dalam system
internasional atau system regional)
 Asumsinya, negara-bangsa adalah unit yang perilakunya
sekedar menanggapi apa yang terjadi dalam konteks yang
lebih besar. Jadi, unit eksplanasinya adalah system
intenasional-regional atau system global.
2. Analisa Korelasionis

Yaitu unit eksplanasinya dan unit analisa sama


tingkatnya
asumsi : politik konfrontasi sebagai akibat dari
karakteristik proses pembuatan keputusan
pemerintahnya. Disini, unit analisa dan unit
eksplanasi sama, yaitu negara bangsa)
3. Analisa Reduksionis
Yaitu unit eksplanasinya lebih rendahnya tingkatnya
dibanding unit analisa
 Asumsi : Kita bisa menjelaskan perilaku
konfliktual itu sebagai perilaku individual
Presiden Soekarno atau sebagai hasil persaingan
antara PKI dan TNI AD. Dengan demikian unit nya
adalah negara, sedangkan unit eksplanasinya
adalah perilaku individu atau kelompok).
Identifikasi Tingkat Analisa
 Dalam studi hubungan internasional secara umum
dan studi analisis politik luar negeri secara khusus,
identifikasi tingkat analisa berguna untuk
memperjelas proses pembentukan teori atau untuk
menganalisis fenomene hubungan internasional.
 Tabel: Unit Analisa dan Unit Eksplanasi
UNIT
ANALISA
Unit Analisa dan Unit Eksplanasi
Individu dan Negara Sist.
Kelompok Regional &
Bangsa Global
UNIT Individu dan
Kelompok 2 3 3
EKSPLANASI
Korelasional Induksionis Induksionis

Negara
1 2 3
Bangsa
Reduksionis Korelasional Induksionis

Sistem
Regional & 1 1 2
Global
Reduksionis Reduksionis Korelasional
Tingkat Analisa dalam analisa
Politik Luar Negeri:
Kenneth Waltz :
1. Individu
2. Negara
3. Sistem Internasional
J. David Singer :
1. Negara
2. Sistem Internasional
John Spanier :
1. Tingkat Sistemik,
2. Negara Bangsa,
3. Individu Pembuat Keputusan
 Bruce Russet & Starr:
1. Individu Pembuat Keputusan,
2. Peranan yang dijalankan oleh Individu,
3. Struktur Pemerintahan,
4. Masyarakat,
5. Jaringan Hubungan antara pembuat keputusan
dengan aktor internasional,
6. system dunia
 Stephen Andriole :
1. Individu,
2. Kelompok Individu,
3. Negara-Bangsa,
4. Antar negara bangsa/multi negara,
5. system internasional
 Patrick Morgan :

1. Individu,
2. Kelompok Individu,
3. Negara-Bangsa,
4. Kelompok Negara-Bangsa,
5. Sistem Internasional
 Rosenau :

1. Individu,
2. Peranan,
3. Birokrasi,
4. Societal,
5. Sistem Internasional
 Mohtar Mas’oed :
1. Individu,
2. Kelompok Individu,
3. Negara-Bangsa,
4. Kelompok Negara Bangsa dalam suatu
region,
5. System global.
Secara umum tingkat analisa dalam studi hubungan internasional
dan analisis politik luar negeri dapat dikelompokan menjadi :

1. Perilaku Individu
Asumsinya adalah bahwa fenomena hubungan
internasional merupakan akibat dari perilaku
individu-individu (tokoh-tokoh utama para pembuat
keputusan: Kepala pemerintah, Menteri Luar Negeri,
Penasehat Keamanan, dll) yang saling berinteraksi di
dalamnya
2. Perilaku Kelompok
Asumsinya adalah bahwa individu umumnya
melakukan tindakan internasionalnya dalam
kelompok. Hubungan Internasional sebenarnya
adalah hubungan antar berbagai kelompok kecil
di berbagai Negara, artinya, peristiwa
internasional sebenarnya ditentukan bukan oleh
individu, tetapi oleh kelompok kecil (seperti
Kabinet, Parlemen, Politibiro, dll) dan oleh
organisasi, departemen, badan-badan
pemerintahan.
3. Perilaku Negara Bangsa
Asumsinya adalah semua pembuat keputusan, dimanapun
berada, pada dasarnya berperilaku sama apabila menghadapi
situasi yang sama. Karena itu analisa yang menekankan variasi
atau perbedaan antara perilaku sekelompok pembuat keputusan
di suatu Negara dengan sekelompok lain di Negara lain akan sia-
sia. Analisa ini menekankan pada perilaku unti Negara bangsa,
karena hubungan internasional pada dasarnya adalah
didominasi oleh perilaku Negara bangsa. Dengan kata lain, kita
harus mempelajari proses pembuatan keputusan tentang
hubungan internasional, yaitu politik luar negeri oleh suatu
Negara bangsa sebagai suatu unit yang utuh.
4. Pengelompokan Negara-negara /
Regional
 Asumsinya adalah bahwa dalam melakukan
hubungan internasional, Negara bangsa tidak
bertindak sendiri-sendiri. Hubungan internasional
pada dasarnya merupakan interaksi yang
membentuk pola-pola dan pengelompokan.
Karena itu unit analisa yang harus dikaji adalah
pengelompokan regional, aliansi, persekutuan
ekonomi dan perdagangan, blok ideology,
pengelompokan dalam PBB, dll.
5. Sistem Internasional
 Asumsinya bahwa bangsa-bangsa di dunia dan interaksi di
antara mereka merupakan suatu system. Struktur system
dan perubahan-perubahan di dalamnya yang terjadi selama
ini menentukan perilaku actor-aktor hubungan
internasional yang terlibat di dalamnya. Sistem sebagai
lingkungan telah menentukan perilaku bangsa-bangsa.
Karena system internasional dianggap sebagai penyebab
terpenting terjadinya perilaku Negara bangsa, maka
tingkat analisa ini menenkankan untuk mempelajari
system itu dan membuat generalisasi tentang system itu
sebagai suatu keseluruhan.
Menetapkan Tingkat Analisa
( Mohtar Mas’oed :1990; 48-58)

Berdasarkan pada dua hal yaitu:


1. Teori
Teori atau prakonsepsi yang kita miliki tentang
fenomena yang hendak dianalisa, yang menuntun kita
untuk memilih tingkat analisa. (hal. 55)
2. Tujuan Analisa atau tujuan penelitian. (hal. 55)
 Menurut Russett dan Starr, yang
mempengaruhi penetapan tingkat
analisa adalah pertimbangan apakah
analisa itu hanya untuk kepentingan
memperoleh pengetahuan tentang
hubungan internasional atau untuk
membuat keputusan.
Model Pembuatan Keputusan

Kembali ke slide 128 - 133


TINGKAT ANALISA INDIVIDUAL
A. Makna Pendekatan Mikro

 Tingkat analisa individu disebut juga dengan


pendekatan Mikro, karena yang dijadikan unit analisis
adalah individu, dalam hal ini variable Kepribadian
seseorang individu (Pemimpin, Presiden) atau juga
disebut dengan varibel Ideosincratik dengan
menggunakan pendekatan Psikologi.
ASUMSI-ASUMSI :
1. pengetahuan politik adalah pengetahuan tentang
manusia, yaitu pengetahuan tentang dirinya sendiri,
bagaimana mereka memandang dunia dan tempat
hidup di dalamnya, dan apa yang menurut mereka
penting dalam hidup ini. Analisis ini berhubungan
dengan kebutuhan, kehendak, citra, nilai dan
keyakinan
Premis dasar teoritisi behavioralis: bahwa analisis
politik harus didasarkan pada studi perilaku politik
individual, yang melakukan tindakan politik adalah
para pemimpinnya.
2. Keterlibatan seseorang dalam situasi tertentu
menimbulkan akibat yang berbeda

3. Kekuatan besar yang mendorong dinamika politik


internasional pada akhirnya datang dari hakekat
manusia yang paling dalam.
Masalah teknis dalam pendekatan Mikro
adalah kenyataan bahwa karakteristik
individu sangat kompleks. Ia terdiri dari
dari unsure-unsur nilai, kepribadian,
langgam, pengalaman masa lalu, keyakinan,
citra, persepsi dan lain-lain.
Metode yang digunakan:
1. studi Psikologis atau psiko-historis: melalui
wawancara langsung dengan si tokoh, penelaahan
dokumen resmi, arsip, pidato, makalah dan catatan
pribadi. Hal ini juga menyangkut sejarah kehidupan
(biografi atau autobiografi).
2. Analisis Isi (content analysis): melalui bahan-bahan
tertulis (surat-surat, naskah pidato, berita Koran)
3. Eksperimen dalam laboratorium: melalui simulasi.
THE IMPACT OF IDEOSYNCRATIC FACTORS
1. The higher the interest of decision maker in
foreign policy matters, the greater the impact of
personality upon foreign policy.
Personality predispositions are
The higher the interest of decision maker more likely to have an impact
in foreign policy matters, when information is either overload
the greater the impact of personality or too sparse to provide apropriate clue
upon foreign policy. for rational choice

The greater the decisional


latitude permitted
Situations that are highly
the decision maker, the greater
ambigious, unanticipated, remote o
impact of THE IMPACT OF involve contradictory information pr
personality Variables on foreign IDEOSYNCRATIC more opportunities for personality
policy FACTORS varaibles to influence the outcome

Personality factors are more important


the higher the level of the decision making Personality variables are more important
structure at which a decision in made in non-routine situations in which standard
operating procedures are inadequate
2. The greater the decisional latitude permitted the
decision maker, the greater impact of personality
Vriables on foreign policy
3. Personality factors are more important the higher the
level of the decision making structure at which a
decision in made.
4. Personality variables are more important in non-
routine situations in which standard operating
procedures are inadequate
5. Situations that are highly ambigious, unanticipated,
remote or involve contradictory information provide
more opportunities for personality varaibles to
influence the outcome
6. Personality predispositions are more likely to have an
impact when information is either overload or too
sparse to provide apropriate clues for rational choice
7. Idiosyncratic inputs are more likely to occur in dealing
with long rang planning than in dealing with current
situations
8. A leader may purposefully seek to hold in check basic
psychological predispositions if he or she perceives an
issue to be important on involving national survival
B. TEORI-TEORI TENTANG HUBUNGAN
ANTARA KARAKTERISTIK (VARIABEL
IDIOSYCRATIC) DENGAN PERILAKU
DALAM KEBIJAKAN LUAR NEGERI DAN
PERILAKU SISTEM INTERNASIONAL
TEORI-TEORI TENTANG HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK (VARIABEL
IDIOSYCRATIC) DENGAN PERILAKU DALAM KEBIJAKAN LUAR NEGERI DAN
PERILAKU SISTEM INTERNASIONAL

BIOLOGICAL EXPLANATIONS PERCEPTION

INDIVIDUAL
LEARNED RESPONSES PERSONALITY and
SOURCES ENVIRONMENT

MOTIVATIONAL FACTORS PERSONALITY TRAITS


1. BIOLOGICAL EXPLANATIONS
(Teori ttg Naluri Manusia)
Ilmuwan yang mengembangkan teori ini memandang
bahwa perilaku manusia terutama perilaku sosialnya,
lebih banyak ditentukan oleh naluri daripada oleh
nalar atau tradisi cultural. Asumsinya adalah bahwa
penyebab terjadinya fenomena hubungan
internasional seperti perang/konflik harus dicari pada
hakekat perilaku manusia.
BIOLOGICAL EXPLANATIONS
1 2 3
Morgenthau : asumsi
Benedict Spinoza Konrad Lorenz, manusia
1. manusia terlahir suka
menyatakan bahwa seperti hewan mempunyai
mengejar kekuasaan, dan
dari setiap tindakan naluri ( instinct ). Naluri
karena tidak ada
adalah upaya pelaku adalah perilaku bawaan
wewenang yang lebih
tindakan untuk sejak lahir, bukan perilaku
tinggi daripadanya, maka
memelihara keutuhan yang dipelajari kemudian.
tidak ada yang bisa
diri Diantara naluri yang
mencegahnya untuk
ditemukan Lorenz adalah
mengejar kekuasaan
Naluri Agresif. Ini berarti
dengan menggunakan
bahwa apabila manusia
kekerasan.
ditantang oleh manusia
2. 2..Dorongan untuk hidup,
lain, maka ia akan bereaksi
memperbanyak dan
dengan marah dan siap
mendominasi adalah
berkelahi bukannya
umum pada setiap
melarikan diri.
manusia.
 Benedict Spinoza menyatakan bahwa dari setiap
tindakan adalah upaya pelaku tindakan untuk
memelihara keutuhan diri. (Spinoza dalam Mas,oed :
1989: 4-12). Di sini ada konflik antara nalar dan nafsu.
Kalau manusia hidup hanya dengan nalar, ia bisa
belajar hidup berdampingan. Tetapi karena nafsunya
mendorong manusia untuk berusaha menjadi “yang
ter…”. Dalam hal ini konflik politik terjadi karena
hakekat manusia yang jahat.
 Morgenthau berpendapat sama, yang didasarkan pada
asumsi bahwa manusia terlahir suka mengejar
kekuasaan, dan karena tidak ada wewenang yang lebih
tinggi daripadanya, maka tidak ada yang bisa
mencegahnya untuk mengejar kekuasaan dengan
menggunakan kekerasan. Selain itu, Morgenthau juga
mengatakan dorongan untuk hidup, memperbanyak
dan mendominasi adalah umum pada setiap manusia.
(Morgenthau dalam Mas,oed : 1989: 4-12).
 Konrad Lorenz, berpendapat dalam bukunya On
Agression (Konrad Lorenz dalam Mas,oed : 1989:
4-12), mengatakan bahwa manusia seperti hewan
mempunyai naluri ( instinct ). Naluri adalah
perilaku bawaan sejak lahir, bukan perilaku yang
dipelajari kemudian. Diantara naluri yang
ditemukan Lorenz adalah Naluri Agresif. Ini
berarti bahwa apabila manusia ditantang oleh
manusia lain, maka ia akan bereaksi dengan
marah dan siap berkelahi bukannya melarikan
diri.
Fungsi Naluri :
Naluri ini mempunyai tiga fungsi: pertama, naluri
agresif membuat anggota-anggota suatu rumpun
menyebar secara merata dalam suatu wilayah,
sehingga menjamin setiap anggota mempunyai ruang
yang cukup untuk bertahan hidup; kedua, naluri
agresif memungkinkan penentuan siapa yang paling
kuat dan berhak menjadi pemimpin suatu rumpun
melalui adu kekuatan; ketiga, naluri agresif juga
memungkinkan bagi orang tua untuk melindungi
anak dan keturunannya sementara mereka masih
lemah dan tak berdaya.
Proposisi yg terkait dg Perilaku Agresif
Manusia (Konrad Lorenz) ;
1. Humans, like alls animals, have inherent aggressive
drive for which there is no outlet.
2. Animal have built in mechanisms that prevent them
from killing their own kind, for it would mean the
destruction of the species. Those with poor defense
mechanisms are able to escape easily.
3. Humans lack the natural weapon to kill big prey,
including their own kind and, as a result, have failed
through the evolutionary process mechanisms that
would prevent destruction of the species.
4. At the same time, humans have developed
instruments that allow them to kill their fellows, as
they have been prone to do since the discovery of
rocks, tools, and fire
5. Although humans can reason and have consequently
developed greater moral responsibility than animals,
push-botton warfare makes killing over lng distance
easy and tends not to evoke the moral repugnance
elicated by face-to-face battle. As a result, the innate
aggresiveness of human beings creates a fundamental
problem as far as human survival is concerned.
2. LEARNED RESPONSES
3. MOTIVATIONAL FACTORS
4. PERSONALITY TRAITS
5. PERSONALITY and
ENVIRONMENT
6. PERCEPTION
TEORI TENTANG KEPRIBADIAN
 Asumsinya bahwa perilaku politik adalah akibat dari
sifat-sifat manusia yang sangat dasar, yang disebut
Kepribadian (personality). Perilaku manusia bukanlah
hasil perhitungan tentang tujuan dan cara mencapai
tujuan itu, tetapi lebih merupakan akibat dari ciri-ciri
kepribadian si pelaku politik yang terbentuk sejak
masa kanak-kanak dan tetap melekat sepanjang
hidupnya.
 Menurut Teori Kepribadian, kita tidak bisa secara
langsung mengamati “kepribadian” seseorang, yang
bisa diamati adalah dengan jalan melakukan inferensi
tentang pola dan substansi kepribadian seseorang
dengan mengamati perilakunya. Kepribadian
merupakan construct (istilah metodologis) yang
dibangun dari penafsiran kita tentang manifestasinya
dalam bentuk tingkah laku. Jadi, dalam
pengamatannya, kita memusatkan perhatian pada
segi-segi atau ungkapan-ungkapan kepribadian yang
dianggap paling berguna untuk menjelaskan perilaku
politik si pemilik keperibadian.
 Ada dua contoh tentang teorisasi kepribadian, yaitu:
 Psikobiografi dengan menggunakan pendekatan
psikoanalisis.
 Salah satu bentuk penerapan teori kepribadian adalah
psikobiografi yang merupkan studi mendalam tentang
pemimpin politik yang terkenal. Asumsinya bahwa
manusia adalah faktor yang membedakan hasil suatu
kejadian dan bahwa kepribadian adalah determinan pokok
perilaku pemimpin. Keuntungan dari psikobiografi adalah
adanya kesempatan untuk memahami secara mendalam
kehidupan politik seseorang. Kerugiannya adalah
ketidakmampuan untuk membuat generalisasi kasus
tunggal.
 Penerapan psikoanalisis dalam studi politik dipelopori
oleh Harold Lasswell pada tahun 1930-an.
Argumentasinya bahwa perilaku politik adalah hasil
dari upaya kepribadian actor politik memproyeksikan
dirinya pada suatu obyek public dan kemudian
merasionalisasikan tindakan itu dengan dalih
kepentingan public. Perilaku politik actor juga dapat
dipengaruhi oleh lingkungan dan masa lalu dari actor
tersebut.
 Menurut Lasswell, dalam diri manusia terdapat
kepribadian politik dasar, yang diwarnai dorongan
kuat untuk memperoleh kekuasaan, yaitu kesempatan
untuk menerapkan kekuasaan dan mengendalikan
orang lain. (Bandingkan dengan pendapat Machiavelli
dan Morgenthau)
 Ilmuwan politik dengan pendekatan mikro
menemukan beberapa faktor pendorong kterlibatan
orang dalam politik, kehendak untuk berprestasi dan
kebutuhan untuk berafiliasi dengan orang lain.
 Tipologi Pemimpin menurut Barber :
 Aktif-Positif, ciri-cirinya :
 Memperoleh kepuasan dalam politik karena kegiatan
itu memberi mereka kesempatan untuk berprestasi
dan mencapai tujuan.
 Jabatan sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah,
mencapai keberhasilan
 Mempunyai perasaan humor pada saat krisis
 mampu tetap luwes dan mencari kompromi dalam
menghadapi lawan
 Dia tidak memandang masalah-masalah kenegaraan
sebagai masalah pribadi
 Contoh: F.D. Roosevelt, Harry Truman, John F. Kennedy
 Aktif-Negatif, ciri-cirinya :
 Politik dan kekuasaan berjalan seiring, dan walaupun mungkin tidak
disadari, kesempatan untuk mengendalikan orang lain itulah yang
dikejar.
 Bersikap selalu serius tanpa rasa humor
 Berperilaku sangat kaku dan tanpa kompromi karena situasi politik
penting dianggap sebagai ujian untuk mengukur kapabilitasnya
 Krisis dan masalah kenegaraan dan politik dianggap sebagai masalah
pribadi
 Setiap situasi dianggap sebagai kesempatan untuk meningkatkan self-
pride
 Contoh : Wodroow Wilson, Herbert Hoover, Lyndon B. Johnson,
Richard Nixon.
 Barber menunjukkan bahwa setiap presiden dengan
kepribadian aktif-negatif mengalami krisis besar yang
tidak dapat diselesaikannya dan akhirnya
menghancurkan karir politiknya.
 Pasif-Positif, ciri-cirinya :
 Politik dianggap sebagai sarana yang sangat efektif
untuk memenuhi harapan akan penghormatan
 Adanya kebutuhan akan penghormatan, bukan
karena kesengsaraan tetapi karena kasih sayang
yang berlebihan
 Menangani pekerjaan kepresidenan tidak dengan
mental yang aktif dan tidak berusaha mengejar
tujuan.
 Contoh : William H. Taft, Warren G. Harding
 Pasif-Negatif, ciri-cirinya :
 Tidak menikmati jabatan kepresidenan dan
karenanya tidak aktif
 Contoh : Calvin Coolidge, D. Eisenhower
TINGKAT ANALISA KELOMPOK

 Makna Pendekatan Kelompok


 Pendekatan Kelompok dalam studi ilmu politik
(analisis politik luar negeri) diperkenalkan oleh Arthur
Bentley dalam buku “The Process of Government”
tahun 1908. Analisis kelompok merupakan reaksi
terhadap dua kecenderungan atau pendekatan dalam
ilmu politik pada saat itu yaitu kecenderungan
pendekatan institusional dan legalistic tradisional,
dan kecenderungan analisis politik yang menekankan
segi normative.
Asumsi :

bahwa aktor politik menemukan


dirinya dalam berbagai posisi,
mulai dari posisi sebagai presiden,
menteri, anggota legislative atau
warga negara biasa, yang masing-
masing posisi itu memiliki perilaku
tersendiri.
 Teorisasi pendekatan kelompok memusatkan
perhatian pada perilaku politik dan unsur-unsur
empirik dalam kehidupan politik. Menurut Bentley,
studi ilmu politik tidak dapat ditemukan dalam
undang-undang, konvensi, konstitusi dll, tetapi dalam
kenyataan empirik. Pendekatan ini kemudian
dikembangkan oleh teoritisi behavioralis; Samuel
Eldersveld, G. Almond, Mancur Olson, J.
LaPalombara, Myron Weiner, S.W. Riggs dll.
Tingkat Analisis Kelompok memusatkan perhatian pada
kumpulan individu yang berinteraksi demi mengejar
tujuan politik yang sama, dg alasan dua hal:
a. Kelompok dianggap lebih mempengaruhi individu
daripada sebaliknya
b. Pengaruh kelompok thd proses politik dianggap lebih
besar drpd pengaruh individu.
(Kasus: seseorang yang menjadi pencuri, karena pengaruh lingkungan)
 Dengan demikian, individu hanya berarti ketika berada dalam
kelompok. Karakteristik kelompok dianggap sangat berpengaruh
terhadap perilaku individu. Individu menyesuaikan diri dg kelompok.
 Para teoritisi kelompok cenderung melihat masyarakat
tidak lebih dr jaringan raksasa yang terdiri dr
kelompok-kelompok yang saling berinteraksi.
Menurut mereka, Politik internasional sebenarnya
adalah hasil interaksi berbagai kelompok kecil yang
ada diberbagai negara.
 Misal: hubungan AS-US sebenarnya adalah hubungan
antara kelompok-kelompok disekitar pucuk pimpinan
kedua negara. Karena itu, unit/tingkat analisa yang
harus mendapat perhatian adalah Kelompok.
 Kelompok didefinisikan sebagai sekumpulan individu yang
saling berinteraksi demi mengejar kepentingan bersama.
Dengan memusatkan analisis pada kelompok yang terlibat
dalam proses politik, teoritisi kelompok berusaha
mengungkapkan kekuatan sebenarnya dibalik kehidupan
politik dan hubungan internasional. Pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan berkisar pada kaitan antara
karakteristik kelompok dengan proses pembuatan
keputusan politik luar negeri. Karakterisitik kelompok
didalamnya mencakup struktur pengelompokan, struktur
kompetisi antar-kelompok, pola konflik dan kerja sama
antar-kelompok, hubungan antara kelompok kepentingan
dengan struktur pemerintahan formal dll.
Teori-Teori :
1. Teori Peranan (Role theory)
2. Teori Kelompok Kecil (small group theory)
3. Teori Elit Politik
4. Teori Military-Industrial Complex
5. Teori Imperialisme Kapitalis.
6. Teori Ikatan Alumni
7. Teori Dinamika Organisasi dan Decision Making
Process
Teori Peranan
 Perilaku harus dipahami dalam konteks sosial. Kita tidak
akan dapat menjelaskan fenomena politik kalau kita hanya
melihat individu terlepas dari konteks sosialnya.
 Misalnya, perilaku pembuat keputusan politik luar negeri (
foreign policy decision makers) selalu dibatasi oleh
lingkungannya.
 Peranan (role) adalah perilaku yang diharapkan akan
dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang menduduki
posisi tertentu.
 Teori Peranan menegaskan bahwa, “perilaku politik…….
adalah perilaku dalam menjalankan peranan politik”
asumsinya :
 bahwa sebagaian besar perilaku politik adalah akibat
dari tuntutan atau harapan seseorang/masyarakat
terhadap peran yang dipegang oleh seorang aktor
politik.
John Wahlke, teori peran memiliki dua arti
bagi analis politik:

Pertama, Ia menunjukkan bahwa aktor politik umumnya


berusaha menyesuaikan perilakunya dengan norma
perilaku yang berlaku dalam peran yang
dijalankannya.
 Jadi, kegiatan politik individu selalu ditentukan
konteks sosialnya. Individu dipandang sebagai
seseorang yang tergantung pada dan bereaksi
terhadap perilaku orang lain.
Kedua, teori peranan mempunyai kemampuan
mendeskripsikan institusi secara behavioral.
 Dalam pandangan teoritisi peranan, institusi politik adalah
serangkaian pola perilaku yang berkaitan dengan peranan. Model teori
peranan menunjukkan segi-segi perilaku yang membuat suatu
kegiatan sebagai institusi.
 teori peranan menjembatani jurang yang memisahkan pendekatan
individualistic dengan pendekatan kelompok. Dalam teoritisi peranan
kita masih bisa membahas perilaku individu tetapi dalam arti peranan.
Dan peran-peran itulah yang membentuk institusi.
 Dalam kata lain, institusi
adalah sebagai serangkaian
peran yang saling berkaitan yang berfungsi
mengorganisasikan dan mengkordinasikan
perilaku demi mencapai tujuan.
Asumsi teoritisi peranan:
 bahwa aktor politik menemukan dirinya dalam
berbagai posisi, mulai dari posisi sebagai presiden,
menteri, anggota legislative atau warga negara biasa,
yang masing-masing posisi itu memiliki perilaku
tersendiri. Jadi, peranan perhububungan dengan
harapan atau dugaan.
Menurut Alan Isaak, ada dua jenis sumber harapan,
yaitu:

Pertama, berasal dari harapan yang dipunyai orang lain


terhadap seorang aktor politik. Artinya, setiap masyarakat
pasti punya harapan atau gagasan tentang apa yang harus
dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh seorang aktor
politik. “Gagasan masyarakat” ini dinyatakan dalam
konstitusi, UU, opini publik dan norma-norma cultural.
Kedua, harapan bisa muncul dari cara si pemegang peran
menafsirkan peranan yang dipegangnya; yaitu harapannya
sendiri tentang apa yang harus dan apa yang tidak boleh
dilakukan, tentang apa yang bisa dan apa yang tidak bisa
dilakukan. Dalam proses ini si pemegang peran selalu
dalam proses belajar (learning), mempertimbangkan dan
memutuskan. (Mas’oed, 1989; 45-46)
Teori Kelompok Kecil (small group theory)

Asumsi:
 bahwa perilaku aktor politik tidak bisa dipahami tanpa
melihat konteks sosialnya.

 Perbedaan dengan teori peranan: teori peranan


cendrung menekankan dampak posisi institusi
resmi terhadap perilaku individu; sedangkan teori
kelompok kecil lebih menekankan dampak dari
konteks sosial yang tidak resmi.
 Teori kelompok kecil hanya tidak bisa diterapkan
untuk segala situasi politik. Ia hanya bissa dipakai
untuk menjelaskan tipe situasi pembuatan keputusan
ttt, yaitu situasi kelompok kerja (task group). Gagasan
pokok teori kelompok kecil adalah bahwa ketika
sekelompok pembuatan keputusan berkumpul,
keputusan yang mereka buat seringkali merupakan
hasil interaksi diantara berbagai individu, bukan hasil
perilaku individu itu sendiri. (Mas’oed, 1989; 48-50)
SOCIETAL DETERMINANTS
1. National character
2. Nationalism
SOCIETAL ATTRIBUTES
TINGKAT ANALISA SISTEM INTERNASIONAL
PROSES PEMBUATAN KEPUTUSAN SEBAGAI SISTEM
 Pendekatan system terutama yang menekankan analisis
input-output sangat tepat untuk menelaah perilaku negara
dalam membuat keputusan politik luar negeri, terutama
kalau proses politik luar negeri didefinisikan sebagai :
 Suatu mekanisme bagi suatu system politik untuk
beradaptasi dengan lingkungan geopolitiknya dan untuk
mengendalikan lingkungan itu demi mencapai tujuannya.
 Dalam konteks ini, politik luar negeri didefinisikan dalam
pengetian fungsi-fungsi yang dijalankan oleh proses politik
luar negeri demi system politik nasional.
Perspektif Pembuatan Keputusan
 Menelaah politik luar negeri dari sudut pandang
pembuatan keputusan berarti menempatkan suatu
keputusan politik luar negeri tertentu atau
serangkaian keputusan politik luar negeri sebagai
sasaran analitis. Pelopor pendekatan system adalah
Richard C. Snyder pada tahun 1960-an. Pendekatan ini
menempatkan individu dalam konteks sosial yang
berbeda, dan memandang keputusan atau hasil
tindakan para individu itu sebagai fungsi atau
dipengaruhi oleh konteks itu.
 Tujuan utama dari pendekatan pembuatan keputusan,
seperti yang dikatakan oleh James Robinson dan Richard
C. Snyder adalah, adalah untuk mengetahui apakah dan
bagaimana proses keputusan itu mempengaruhi isi
keputusan yang dihasilkan.
 Dengan kata lain, pendekatan keputusan memusatkan
perhatian pada berbagai rangsangan atau stimulus yang
mempengaruhi proses pembuatan keputusan itu sendiri.
Pendekatan ini berusaha mengetahui apakah proses
pembuatan keputusan yang berbeda menghasilkan
keputusan yang berbeda, dan apakah “kombinasi situasi,
individu, dan organisasi yang berbeda menghasilkan
keputusan yang berbeda”.
 Pendekatan pembuatan keputusan berusaha
mengumpulkan informasi tentang variable-variabel
independen yang dianggap mempengaruhi keputusan
final atau proses pembuatan keputusan dan
kecenderungannya.
Pendekatan Sistem
 Untuk mengkonseptualisasikan beragamnya unit-unit
yang saling berinteraksi dalam menghasilkan
keputusan politik luar negeri, dapat dipakai konsep
system politik.
 Konsep ini dipakai untuk menggambarkan bagaimana
proses pembuatan keputusan berlangsung dengan
cara memandang orang-orang yang secara bersama-
sama terlibat dalam proses politik luar negeri shg
membentuk suatu system.
 John Lovell, unsure-unsur utama suatu system :
1. Serangkaian bagian-bagian yang secara bersama-
sama mampu melakukan kegiatan untuk mencapai
suatu tujuan
 Soal “tindakan berorientasi tujuan” penting dalam analisis politik luar
negeri. Dan studi tentang system pembuatan keputusan luar negeri
dilihat sebagai upaya untuk mengidentifikasikan tujuan-tujuan yang
dikejar oleh politik luar negeri.
 Keputusan-keputusan yang menyangkut tujuan-tujuan negara di
lingkungan eksternal, sarana dan sumberdaya yang digunakan untuk
mengejar tujuan itu, dan yang memuat tanggapan system politik itu
terhadap tuntutan dari lingkungan eksternal adalah keputusan politik
luar negeri.
2. Adanya hubungan fungsional antar-bagian
Dalam suatu system, setiap bagian menjalankan fungsi
yang mempengaruhi efektivitas kerja suatu system.
Karena itu setiap bagian adalah penting. Satu bagian
tidak berfungsi, maka seluruh system akan terganggu
atau tidak jalan.
3. Adanya hubungan antara system dengan
lingkungannya
Sebagai suatu system terbuka, system politik berhubungan
terus menerus dangan lingkungannya melalui penerimaan
input, dalam bentuk tuntutan (demand) dan dukungan
(support) dari lingkungan, dan melalui output, yang berupa
upaya system untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
atau untuk mengendalikannya. Proses input menjadi output
itulah proses pembuatan keputusan. Dalam hal ini, system
selalu memantau lingkungannya, memberi tanggapan
terhadap lingkungan itu, dan berusaha mempengaruhinya.
 Pendekatan system memungkinkan kita untuk
memahami esensi kenyataan politik dengan konsep-
konsep sederhana. Karena itu pendekatan ini sering
digunakan dan berpengaruh dalam ilmu-ilmu sosial.
Dalam politik internasional, konsep system bisa
diterapkan pada setiap tingkat analisis. Individu,
organisasi (misalnya deplu), pemerintah suatu negara
(misalnya Indonesia), pengelompokan negara-negara
(missal ASEAN), dan interaksi diantara semua negara
di dunia (system intenasional)
analisis “input-output”
Konsep yang diterapkan dalam analisis ini adalah :
1. Input adalah pemasukan informasi atau sumber daya
ke dalam system
2. Memory terdiri dari fasilitas dan proses menyimpan
dan memanggil kembali informasi
3. Keputusan adalah komitmen, berdasar analisis
tentang informasi yang ada dan kemempuan yang
dipunyai untuk melakukan tindakan terhadap
lingkungan.
4. Output adalah tindakan suatu system
5. Tujuan adalah apa saja yang dimaksud akan dikejar
melalui tindakan itu.
6. Feedback adalah informasi baru tentang akibat dari
tindakan yang telah dilakukan, yaitu menjadi dasar bagi
system itu untuk memulai siklus kembali.

 Analoginya adalah “movie camera”


 Pendekatan system biasa digunakan dalam analisis politik
luar negeri. Analis bisa memakai untuk membedakan
suatu system dari lingkungannya, dan dalam hal negara-
bangsa batas itu jelas: disini kita, disana orang asing.
Dalam proses politik luar negeri input itu bisa dihitung,
misalnya angka anggaran belanja, statisitik militer, suara
dalam pemilu dll. Input juga bisa berujud berita tentang
apa yang terjadi di dunia melalui jumlah telepon, telegram,
telex, fax yang masuk setiap hari ke deplu.
 Outpun politik luar negeri : mulai nota diplomatik sampai
perang
 Memory : buku sejarah, arsip, kebudayaan, tradisi, ingatan
pribadi para pemimpin dll.
 Analisis input-ouput sering juga menerapkan teori
komunikasi dan sibernetika yang menekankan bahwa
pemerintah dalam berhubungan internasional
merupakan jaringan komunikasi, karena itu analis
mengumpulkan informasi tentang dan meneliti secara
seksama arus komunikasi yang berkaitan dengan
suatu system.
 Contoh kasus : Kegagalan pemerintah AS dan Israel
dalam menginterpretasikan data intelejen tentang
gerakan pasukan Mesir dan Arab.
Konsep dasar Pendekatan Sistem dari
Gabriel Almond:
LINGKUNGAN

INPUT PROSES / OUTPUT


E
KONVERSI

FEED BACK

LINGKUNGAN
Proses Ideal Pembuatan Keputusan
 John Lovell menggambarkan proses pembuatan keputusan politik
luar negeri dengan membuat model ideal, yang diberi nama “Mesin
Ideal Imajiner Pembuat Kebijakan (MIIPK), yaitu sbb: Keputusan
polugri dibuat sebagai tanggapan terhadap kejadian dan masalah yang
terjadi atau yang diantisipasi akan terjadi di lingkungan dunia.

 Menurut Lovell, analogi atau model ini mempunyai dua maksud


analitik, yaitu:
1. untuk menunjukkan tugas-tugas yang dilakukan dalam membuat
keputusan polugri
2. untuk menunjukkan keterbatasan manusia dalam melaksanakan
tugas-tugas in dengan menetapkan patokan-patokan ideal yang harus
dipenuhi dalam dunia imajiner.
Ciri-ciri MIPK :
1. Harus bisa melakukan scanning secara komprehensif
2. Harus bisa melakukan coding yang meyakinkan dan luwes
3. Mentransmisi data dengan segera tanpa ada yang hilang atau berubah
4. Menyediakan storage untuk menyimpan data atau memori dengan
jumlah tak terbatas dan siap untuk di recall kapan saja
5. Mempertimbangkan secara menyeluruh semua alternatif haluan
tindakan
6. Mempunyai rasionalitas sempurna dalam memilih berbagai alternatif
7. Mempunyai kemampuan menerapkan keputusan dengan segera
dengan penggunaan biaya secara efesien
8. Memiliki suatu system feedback yang bisa bekerja seketika.
Gambar :
Proses pembuatan keputusan dalam system politik
INPUT PROSES OUTPUT
Scanning, Transmisi Referensi
coding
Kejadian Sumber intelejen/ Komisi parlemen/ Badan pembuat Keputusan
Eksternal Deplu / Kedubes Lower Decision keputusan
makers / Deplu tertinggi

Tuntutan opini dr Kelompok Birokrasi sipil, Penetapan


Luar negeri kepentingan militer alokasi sumber
daya

Kebutuhan dan Partai politik Komunikasi,


Kepentingan Parlemen koordinasi
internal Media Massa
Memori storagge dan Recall
Model Alternatif: Proses Non-Rasional
 Dalam istilah Graham T. Allison, model ideal yang
diajukan oleh Lovell disebut sebagai model Aktor Rasional,
dimana proses pembuatan keputusan dalam model ini
digambarkan sebagai proses intelektual, yang penuh
penalaran dan terkordinasi.
 Model rasional ditentang oleh penganut model non-
rasional, seperti model proses organisasi. Model ini
menunjukkan bahwa proses pembuatan keputusan adalah
proses mekanik, yaitu keputusan umumnya dibuat dengan
merujuk pada keputusan-keputusan yang telah dibuat
pada masa lalu, pada preseden, pada prosedur rutin yang
berlaku atau dengan kata lain merujuk pada prosedur
operasi baku.
 Teori organisasi dikembangkan oleh Herbert Simon
untuk menunjukkan kelemahan asumsi rasionalitas
yang menggambarkan manusia dan organisasi sebagai
selalu mencari penyelesaian paling baik terhadap
suatu masalah yaitu keputusan optimal.
 Menurut Simon “ sebagaian besar pembuatan
keputusan, baik oleh individu maupun organisasi,
bertujuan menemukan dan memilih alternatif yang
cukup memuaskan; jarang sekali bertujuan
menemukan dan memilih alternatif yang optimal”
 Para pembuat keputusan bukan “maximizer” atau pengejar
keuntungan/sesuatu yang maksimum, tetapi mereka
adalah “satisficer”, yaitu sekedar mencari sesuatu yang
cukup memuaskan. Ia lebih menekankan pencarian apa
yang rasional berhubung dengan keterbatasan manusia
atau ”bounded rationality” yaitu rasionalitas yang terbatas,
dimana pencarian dan pemilihan alternatif itu terbatas.
 Pemikiran serupa juga dikemukakan oleh David Baybrooke
dan Charles Lindblom, yang menganjurkan analis polugri
untuk memperhatikan keputusan politik dalam pengertian
derajat perubahan yang akan diakibatkan oleh keputusan
itu. Sebenarnya derajat perbedaan itu tidak bisa ditetapkan
dengan tegas, sehingga yang kita bicarakan adalah suatu
kontinuum:
Perubahan incremental JENIS
jenis keputusan yang paling PERUBAHAN
banyak dihasilkan adalah
keputusan yang hanya
melibatkan perubahan kecil,
yang dibuat oleh pejabat
rendahan yang menghadapi
situasi yang sangat tidak Perubahan
pasti. menyeluruh
‘inkrementalisme’, yaitu
proses pembuatan keputusan
yang lamban, sepotong-
sepotong dan konservatif;
yang jelas tidak rasional
 Menurut Lindbolm, jenis keputusan yang paling
banyak dihasilkan adalah keputusan yang hanya
melibatkan perubahan kecil, yang dibuat oleh pejabat
rendahan yang menghadapi situasi yang sangat tidak
pasti. Dan itu adalah ‘inkrementalisme’, yaitu proses
pembuatan keputusan yang lamban, sepotong-
sepotong dan konservatif; yang jelas tidak rasional.
Kerangka konseptual Komprehensif dalam Studi
Pembuatan Keputusan Polugri
TINGKAT ANALISA NEGARA BANGSA
 Model State Centrism dan Pendekatan Realism
 Sejak abad ke-17, yang ditandai dengan berakhirnya Perang
30 Tahun di Eropa (Perang Agama) konsep negara bangsa
(nation state) mulai muncul sebagai bahan kajian dan
aktor dalam hubungan antar bangsa (Hubungan
Internasional). Berakhirnya Perang 30 Tahun ditandai
dengan adanya Perjanjian Westphalia 1648, yang isinya
antara lain adalah:
 Konsep nation state sebagai aktor dalam HI, yang
ditandai dengan ditentukannya batas-batas negara
secara jelas
 Munculnya system balance of power dalam mengelola
hubungan dan keamanan di Eropa
 Studi dan praktek HI pada masa tersebut muncul
dengan asumsi :
 bahwa perilaku bangsa atau negara adalah unit utama
dalam system internasional
 bahwa pengetahuan tentang hubungan antar bangsa
atau negara cukup untuk memahami dan menjelaskan
perilaku negara dalam system internasional
 Menurut Karl Kaiser dan Joseph Nye, bahwa
pentingnya negara bangsa adalah:
 secara tradisi para ilmuwan dan praktisi politik
internasional memusatkan perhatian pada hubungan
antara negara
 negara dipandang sebagai aktor yang memiliki tujuan
dan kekuasaan yang otonom
 negara adalah unit dasar dalam politik internasional
yang bertindak melalui wakil-wakilnya yaitu para
diplomat dan prajurit
Dalam hal ini, interaksi berbagai politik luar negeri
ini membentuk suatu pola perilaku yang coba
dipahami dan dikendalikan oleh para praktisi
Robert Mansbach, implikasi dari asumsi state-centric :
 politik global didasarkan pada interaksi berbagai negara-bangsa, dimana
negara menjadi pelaku dan juga sasaran pelaku
 Setiap negara-bangsa mempunyai kedaulatan yang sama
 Setiap negara-bangsa diperlakukan sebagai suatu system politik yang
homogen dengan suatu pemerintah pusat yang memiliki sarana pemaksa
(kekuasaan)
 Setiap negara-bangsa adalah independen, dapat dibedakan satu sama lain
dan tidak tunduk pada wewenang negara lain di dunia
 Setiap negara-bangsa secara ekslusif mengendalikan suatu wilayah yang
mempunyai batas-batas wilayah, penduduk secara jelas, dunia dibagi
secara goegrafis
 Partisipan dalam politik internasional hanya terdiri dari para pelaksana
politik luar negeri pemerintah berbagai negara yaitu para diplomat dan
para jenderal/prajurit. Kelompok lain yang berkepentingan dengan politik
internasional menyampaikan kepentingannya melalui pemerintah
 Setiap negara-bangsa merupakan tempat untuk mengarahkan kesetiaan
sekuler yang tertinggi.


 Pentingnya pemikiran state-centrism dan negara-bangsa dalam kajian
politik internasional mendasari lahirnya pemikiran-pemikiran atau
Aliran/Pendekatan Tradisionalis. Menurut aliran/pendekatan
tradisionalis, studi HI adalah studi tentang pola-pola aksi dan reaksi
(action-reaction / stimulus-respons) diantara negara-negara yang
berdaulat yang diwakili oleh elit-elit pemerintahnya (diplomat dan
prajurit). Bagi kaum tradisionalis, HI dianggap sama dengan dengan
diplomasi dan strategi serta kerjasama dan konflik (studi tentang
perang dan damai)
 Bagi aliran/pendekatan tradisionalis, aktor dan unit analisis dalam HI
adalah negara dan perilakunya. Konsep-konsep yang digunakan dalam
pendekatan tradisionalis untuk menjelaskan perilaku negara adalah
kepentingan nasional, power, balance of power, prudence, ekuilibrium.
 Dalam perkembangannya, pendekatan / kaum tradisionalis
melahirkan teori-teori realis seperti dari Morgenthau,
Raymond Aron, Reinhold Neirbuhr, Arnold Wolfers.
 Salah satu teori realis yang banyak dipakai untuk mengkaji
negara adalah Teori Realisme Politik dan Morgenthau.
Menurut Morgenthau, realisme politik mampu
meramalkan bahwa perilaku negara akan merefleksikan
tindakan rasional para diplomat dan tentara yang berusaha
memaksimalkan keuntungan bagi negaranya dalam
mencapai kepentingan nasionalnya dalam batas-batas
prudensial yang terbentuk karena adanya kebutuhan
kelangsungan hidup politik dan bangsa. (adanya tujuan
nasional dan kepentingan nasional).
 Morgenthau mengangkat konsep power, yaitu
kapabiltas politik luar negeri suatu elit/negara
untuk mendominasi atau menguasai pemikiran
dan tindakan orang/negara lain. Bahwa setiap
negara secara rasional akan mengejar
kepentingan nasionalnya yaitu mendapatkan,
memperbesar dan mempertahankan power atau
kekuasaan.
Morgentahau memberikan prinsip-prinsip Politik Realis
 Politik realis percaya bahwa politik seperti masyarakat pada umumnya
diperintah oleh hukum-hukum yang obyektif yang berakar pada manusia.
 Petunjuk utama yang membantu politik realis untuk menemukan jalan
melalui penglihatan politik internasional adalah konsep kepentingan
(nasional) yang didefinisikan dengan istilah power (kekuatan)
 Aliran realis memberi kunci, konsep kepentingan (nasional) yang didefinisikan
sebagai kekuasaan yang tidak dapat diartikan sebagai sesuatu yang tetap untuk
selamanya.
 Aliran realis menyatakan bahwa ketidakstabilan yang ekstrim, dan terjadinya
kekerasan terbesar yang pernah terjadi dapat diubah. Keseimbangan kekuatan
(balance of power) misalnya merupakan suatu elemen yang abadi dari seluruh
system masyarakat majemuk.
 Aliran realis menolak adanya aspirasi moral dari suatu negara-bangsa tertentu
bersumber dari aturan-aturan moral yang mengatur alam raya. Aliran realis
memelihara otonomi dunia politik. Dia berfikir tentang kepentingan yang
didefinisikan sebagai kekuasaan. Aturan Moral dapat terbentuk karena adanya
kekuasaan.
Alasan-alasan mengapa memusatkan perhatian pada
Tingkat Analisa Negara-Bangsa
a. Kenyataan bahwa obyek studi utama ilmu HI adalah
perilaku negara-bangsa.
Menurut Stanley Hoffman : bahwa aktor paling penting dan
bermakna dalam politik internasional adalah negara-bangsa.
Secara realistic dapat dikatakan bahwa kekuasaan politik
terutama berada pada lembaga-lembaga pembuatan
keputusan dalam berbagai negara-bangsa itu.
Jika politik domestik mempengaruhi politik dunia, tidaklah
secara langsung tetapi terlebih dahulu mempengaruhi para
pembuat keputusan politik luar negeri dan kemudian
eksternal pemerintah itu mempengaruhi politik dunia, dan
demikian sebaliknya.
b. Karena Nasionalisme adalah fakta sentral dalam
politik internasional dan cara untuk memahami
nasionalisme adalah dengan cara menelaah perilaku
komunitas yang diciptakannya yaitu negara-bangsa
 Identitas pribadi seseorang erat terkait dengan negara-
bangsanya, sehingga jika seseorang meninggalkan
bangsanya dan menjadi warga negara bangsa lain
dianggap sebagai perbuatan tidak bertanggung jawab
atau dicap sebagai penghianat.
c. Karena negara-bangsa merupakan atom dari suatu
jagad raya politik internasional;
dunia terdiri dari berbagai negara-bangsa individu dan
kelompok individu dalam organisasi hanya bermakna
jika terkait dengan negara-bangsa
Kita dapat memandang bahwa masing-masing negara-
bangsa itu saling berbeda, sehingga politik internasional
dapat digambarkan sebagai suatu “jigsaw puzzle”
raksasa yang tercerai berai, dan tugas kita adalah
mempertautkan dan merangkai potongan-potongan
“jigsaw” itu, sehingga menjadi gambar yang bermakna.
 Setiap negara-bangsa yang ada merupakan obyek yang
menarik untuk dikaji, walaupun beberapa diantaranya
lebih menarik daripada yang lain. Sebaliknya, kita juga
dapat memandang semua negara-bangsa itu sebagai
aktor yang menghadapi serangkaian masalah dan
kondisi yang sama, dan tugas kita adalah membuat
generalisasi tentang proses bagaimana mereka
menghadapi situasi itu. Dalam hal ini negara-bangsa
tertentu dipelajari terutama sebagai sample tentang
negara-negara lain.
 Bahwa negara-bangsa merupakan unit analisis
fundamental dalam studi politik internasional
d. Karena memungkinkan kita menelaah tentang proses
bagaimana keputusan dibuat dalam suatu masyarakat
dan menggambarkan dengan rinci perilaku pembuat
keputusan politik luar negeri.
Hasilnya antara lain pemahaman yang lebih mendalam
dan rinci tentang fenomena hubungan internasional.
Makna Negara-Bangsa
Dalam tindakan ini terkandung suatu komitmen legal
yang ditanggung oleh negara:
 Negara tidak memiliki eksistensi konkrit; ia adalah
suatu abstraksi; merupakan unit legal yang mewakili
orang-orang yang mendiami suatu wilayah tertentu
dan yang memiliki lembaga-lembaga untuk
mengendalikan penduduk dan wilayah itu dengan
proses tertentu (memiliki kewenangan dan kekuasaan
untuk memaksa); negara adalah analog dengan
perusahaan.
 Negara adalah unit legal-formal tetapi tidak punya
eksistensi konkrit. Dalam HI status legal negara (atau
kedaulatannya) tergantung pada pengakuan oleh
negara-negara lain ( pengakuan de jure)
 Peranan negara dalam HI ditentukan oleh Pemerintah,
yang digambarkan sebagai suatu jaringan berbagai
lembaga yang di dalamnya terdiri dari orang-orang
yang mengelola berbagai organisasi.
Konsep Negara, Pemerintah, Bangsa dan
Negara-Bangsa
 Negara adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu
penduduk dalam suatu wilayah tertentu yang mempunyai
kekuasaan. Dalam HI, negara merupakan aktor yang
terlibat dalam jaringan hubungan diplomatic legal-formal
 Pemerintah adalah badan yang membuat dan menerapkan
kebijaksanaan atas nama negara.
 Bangsa merujuk pada sekelompok orang yang diikat oleh
kesamaan identitas etnik, cultural dan mungkin histories.
 Nation-state merujuk pada sekelompok masyarakat yang
homogen secara sosial dan cultural serta memiliki
organisasi resmi untuk berpartisipasi di dalam hubungan
internasional.
 Bangsa dapat menjadi aktor penting karena 2 (dua) hal, yaitu :
 aspirasi dan antipati kelompok etnik dapat mempengaruhi perilaku
pemerintahnya.
 Hubungan antar bangsa dapat melintasi batas
wilayah negara. Dalam hal ini, menegaskan perbedaan antara
konsep “negara” dengan konsep “bangsa” :
 konsep “negara” mewakili “wilayah politik”
 konsep ‘bangsa” mewakili “wilayah cultural”
 Misalnya : bangsa Arab tersebar luas dalam berbagai negara di Timur
Tengah (di wilayah Timur Tengah “wilayah cultural” lebih luas
daripada “wilayah politik”.
 Uni Sovyet (Rusia, sekarang) meliputi berbagai bangsa (“wilayah
cultural” lebih sempit daripada “wilayah politik”)
 Konsep negara-bangsa menggambarkan suatu ideal
bahwa orang-orang yang tinggal dalam satu negara,
berketetapan hati untuk menciptakan identitas yang
sama. Ilmuwan politik menggunakan istilah negara-
bangsa untuk menunjukkan suatu unit yang timbul
akibat proses fusi atau peleburan secara gradual antara
wilayah politik dan wilayah cultural setelah adanya
penyatuan dan pengendalian oleh wewenang terpusat
atas suatu wilayah dan penduduk tertentu. Aktor-
aktor HI seperti Amerika Serikat dan Uni Sovyet
(dulu), walaupun terdiri dari berbagai bangsa dapat
dianggap sebagai “unit yang utuh”.
Perspektif /Pendekatan Strategi dalam Studi
Politik Luar Negeri
 Model Rasionalitas Strategis
Asumsi :
 bahwa perilaku para pembuat suatu keputusan luar negeri adalah rasional,
yaitu bahwa pemilihan suatu strategi sungguh-sungguh didasarkan pada
pertimbangan untung-rugi dalam pencapaian suatu tujuan yang jelas.
 Bahwa umumnya perancangan strategi politik luar negeri tidak didasarkan
pada pertimbangan moral, keyakinan atau hal-hal emosional. Perancangan
strategi adalah tindakan yang penuh perhitungan; bukan tindakan untung-
untungan.
 Bahwa para pembuat keputusan adalah aktor otonom dan bernalar dalam
menghadapi persoalan politik internasional
 Memandang sifat khas individu, kelompok dan organisasi umumnya akan
hilang dalam proses mempertimbangkan apa yang harus dilakukan demi
negara bangsa.
 Kita akan dapat meramalkan apa yang akan dilakukan oleh setiap negara
sebagai aktor yang rasional.
 John Lovell, strategi adalah serangkaian langkah-
langkah (moves) atau keputusan-keputusan yang
dirancang sebelumnya dalam situasi kompetitif
dimana hasil akhirnya tidak semata-mata bersifat
untung-untungan.
 Analisis politik luar negeri yang menerapkan
perspektif strategis menafsirkan fenomena politik
terutama dalam pengertian suatu rancangan yang
dibuat secara sadar oleh para pembuat keputusan
untuk mencapai tujuan-tujuan yang diperebutkan
oleh berbagai negara lain.
Patrick Morgan, menggambarkan kegiatan analisis politik luar negeri
tidak berbeda dengan perilaku kibitzer, dimana analisis strategis politik
luar negeri sama dengan praktek kibitzing, yaitu si analis berrpikir dan
bertindak seolah-olah sebagai salah satu pemain dalam permainan
politik luar negeri, ia mulai dengan asumsi-asumsi :
 perilaku politik luar negeri suatu negara-bangsa diarahkan untuk
mencapai satu atau beberapa tujuan internasional dan setiap
tindakan yang diambil dimaksudkan sebagai langkah ke arah
tercapainya tujuan itu
 para pengambil keputusan berusaha memaksimalkan perolehan
bagi negaranya dengan cara menelaah berbagai alternatif tindakan
yang masing-masing dinilai berdasarkan analisis biaya dan hasil.
Alternatif tindakan yang diambil adalah yang memenuhi criteria
efesiensi.
 dalam dunia yang saling tergantung, para pembuat keputusan
harus juga memperhitungkan tujuan dan strategi berbagai negara
lain.
Sering terjadi perbedaan pendapat tentang apa atau
mana yang logis atau rasional. Menurut Patrick
Morgan; adanya perbedaan itu adalah karena adanya
dua cara berbeda dalam analisis strategi, yaitu :
 Analisis bersifat Induktif ; analisis ini dimulai dengan
menelaah kasus-kasus tunggal atau khusus secara
seksama sampai ia menemukan suatu pola dalam
banyak kasus-kasus tunggal itu kemudian
mengembangkan suatu prinsip hubungan kausal.
Dalam strategi induktif, ilmuwan mulai dengan fakta
untuk kemudian membangun teori.
 Analisis bersifat Deduktif; yaitu kita mulai menelaah
fenomena dari suatu prinsip umum (teori) kemudian
menggunakannya untuk kasus-kasus khusus.
 Contoh kasus : kalau kita ingin mengetahui reaksi
Thailand jika terjadi konflik dengan Vietnam; apakah
akan mundur, berperang, berbicara keras tapi
berusaha menghindari perang ? Untuk menjawabnya,
kita dapat menggunakan kedua strategi di atas.
Penerapan perspektif Induktif
 Dalam kasus ini analis akan melakukan langkah-langkah :
 mengamati pengalaman Thailand dalam konfrontasi di masa lalu
dengan Vietnam
 Mencari asumsi dasar, tujuan dan pandangan ideologis serta hal-
hal serupa yang diperkirakan menjadi sumber perilaku
internasional Thailand
 Mengajukan pertanyaan : berhubung dengan cara pandang
Thailand tentang Vietnam itu, strategi mana yang paling masuk
akal untuk diterapkan oleh Thailand dalam Konflik dengan
Vietnam.
 Dalam perspektif induktif ini, kita mulai dengan kasus-kasus khusus
tentang hubungan Thialand-Vietnam di masa lalu untuk diterapkan
secara umum.
Penerapan perspektif Deduktif
 Analis akan mulai dengan argumen bahwa dalam
situasi konflik, hanya jenis-jenis perilaku tertentu
yaitu strategi dan taktik tertentu yang rasional yang
dipakai untuk menjelaskan. (mulai dengan sebuah
proposisi atau teori, sesuatu hal yang umum)
 Pertanyaan yang muncul adalah logika apa yang ada
dalam situasi konflik?
 Jika logika itu diketahui, dan Thailand diasumsikan
berperilaku rasional maka perilaku Thailand dalam
konflik dengan Vietnam dapat dideduksikan.
Induksi dan Studi Strategi
 Analisis tentang politik luar negeri banyak dilakukan
oleh berbagai kalangan dan akademisi dengan teknik
Introspeksi
 Introspeksi berarti pengamatan dan analisis
terhadap diri sendiri. Kalau seseorang
menganggap dirinya sama dengan orang lain,
maka dengan menganalisis pemikirannya sendiri
ia bisa memahami orang lain.
 Proses ini bisa berjalan dengan dua cara :
 cara pertama adalah merumuskan kondisi-kondisi yang melingkupi
orang lain itu (bersifat Induktif).
 Cara ini banyak dipergunakan oleh para ahli sejarah dan
diplomasi serta spesialis studi wilayah.
 Walter Jones memakai teknik ini untuk menyusun buku “Logika
HI”
 Dephan AS menggunakan “game” untuk mensimulasikan perang
kepada para pejabat di Dephan.
 Kelemahan teknik introspeksi adalah dalam hal kesulitan untuk
menjadi orang lain.
 cara kedua adalah dengan menetapkan bahwa orang lain itu memang
sama dengan dirinya (bersifat deduktif).
 Retrospeksi merupakan teknik studi sejarah
diplomasi untuk menjelaskan tindakan para pembuat
keputusan dengan mengungkapkan penalaran
mereka.
 Argumennya adalah bahwa kalau perilaku negara-
bangsa itu memang rasional dan berorientasi pada
tujuan, maka logika dibalik perilaku itu akan bisa
ditemukan kalau kita mempelajari perilaku mereka
selama jangka waktu yang lama dan tidak sepotong-
potong.
 Norman Graebner memakai pendekatan ini untuk
menjelaskan dan membagi perilaku politik luar negeri
AS dalam dua periode, yaitu :
 periode sebelum 1898 : yang lebih menekankan pada pengejaran
kepentingan nasional yang dirumuskan berdasarkan faktor-faktor
posisi geografisnya dan kebutuhan akan keamanan;
 periode sesudah 1898 : politik luar negeri lebih diarahkan pada
pengejaran kepentingan nasional yaitu pengejaran kepentingan
ideology. Dalam hal ini tujuan diplomasi dirumuskan berdasarkan
nilai-nilai dominan masyarakatnya, seperti demokrasi, liberalisme dan
kapitalisme.
 Cara lain menggunakan sejarah dengan pendekatan
induktif adalah dengan menelaah kasus-kasus tentang
suatu fenomena (misalnya Konsep ”deterrens”), dan
mencoba mengembangkan proposisi teoritik tentang
fenomena yang berdasarkan temuan dalam studi
kasus tsb.
 Alexander George : Hasil dari pendekatan ini adalah
Teori “Policy Relevant”, yaitu teori untuk membantu
pembuat keputusan mengetahui situasi apa yang
dihadapinya dan bagaimana menangani situasi itu.
Deduksi dan Studi Strategi
 Introspeksi : dalam teori realis dari Morgenthau,
bahwa politik adalah perjuangan untuk memperoleh
kekuasaan.
 Bagaimana cara kita menganalisis ? kata Morgenthau,
“kita menempatkan diri kita dalam posisi sebagai
negarawan yang harus menangani masalah politik
luar negeri tertentu dalam keadaan tertentu, dan
tanyakan kepada diri kita sendiri alternatif-alternatif
rasional apa yang akan dipilih oleh seorang negarawan
yang harus menangani masalah itu (dengan selalu
menganggap bahwa negarawan itu beertindak dengan
cara rasional).
 Pendekatan ini bersifat deskriptif dan juga preskriptif.
Studi Perilaku Rasional dalam Konflik
Alasan mempelajari perilaku rasional dalam konflik :
 bertindak rasional dalam suatu konflik akan bisa
memaksimalkan kemungkinan kita untuk menang,
untuk kita harus merancang strategi yang rasional
sebelumnya
 mempelajari perilaku rasional dalam studi konflik
berkaitan dengan kemungkinan malapetaka nuklir.
Teori yang dihasilkan adalah Teori "Game”
Ciri-ciri politik Internasional yang sama dengan ciri
permainan:
 para pemainnya memiliki kepentingan yang berbeda
atau bertentangan
 langkah dan tindakan dalam politik internasional
maupun dalam permainan saling berkaitan dalam
suatu rangkaian, tidak terpisah
 strategi mengharuskan masing-masing pemain untuk
memperhitungkan kepentingan dan tindakan lawan.
STRUKTUR SOSIAL DAN
PERILAKU
1. Orientasi-orientasi nilai utama
2. Pola-pola pengembangan utama
3. Ciri-ciri utama organisasi sosial
4. Diferensiasi dan Spesialisasi
Peranan
5. Jenis-jenis Fungsi Kelompok
6. Proses Sosial yg relevan :
a. Pembentukan opini
b. Sosialisasi org dewasa
c. Proses Politik
From Theory to Practice

 Tabel 1. Spektrum Perilaku dan Sumber Power
oleh Joseph S. Nye
Spektrum Perilaku dan Sumber
Power oleh Joseph S. Nye
Sumber, Rujukan dan Target Soft Power
Sumber: Nye, J.S. (2008), ‘Public Diplomacy and Soft Power’, THE ANNALS of the American Academy of Political and Social Science; 616; 94-109, hlm. 107

Sumber Soft Power Referees/rujukan untuk kredibilitas dan legitimasi Soft Power Recievers/Penerima Soft Power

Kebijakan luar negeri Pemerintah, media, organisasi non-pemerintah, (Nongovernmental Pemerintah dan publik/masyarakat
Organizations/NGOs), organisasi antar-pemerintah (Intergovernmental negara lain
Organizations/IGOs)

Nilai-nilai dan kebijakan Media, NGOs, IGOs Pemerintah dan publik/masyarakat


domestik negara lain

High culture Pemerintah, NGOs, IGOs Pemerintah dan publik/masyarakat


negara lain

Pop culture Media, pasar (markets) Publik/masyarakat negara lain

You might also like