Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 48

ENTEROHEPATIK

A LBM 3
Lutfi Aulia
012116437
Anatomi Hepar
Anatomi Hepar
Anatomi Hepar
Sistem Aliran
Darah Hepar
Fisiologi hepar
• Metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak
• Detoksifikasi
• Membentuk protein plasma
• Menyimpan glikogen
DEFENISI

 penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya


pembentukan jaringan ikat disertai nodul.

Peradangan Nekrosis Sel Hati Jar. Ikat mluas

Distorsi arsitektur hati Regenerasi nodul

Prbhan sirkulasi mikro & makro


Definisi
• Tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif. Fibrosis dapat bersifat
reversibel jika diterapi dengan adekuat.
• Ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul
regeneratif
• Merupakan dampak tersering dari perjalanan klinis yang panjang dari
semua penyakit hati kronis
Etiologi
Etiologi Asites
Menurut Grace (2007) dalam At a Glance Ilmu Bedah, asites
merupakan cairan yang berakumulasi dalam rongga peritoneal
disebabkan 6 hal, yaitu:
1. Peritonitis kronis (misalnyatuberkulosis, apendisitis yang
tidak terdiagnosis)
2. Karsinomatosis (tumor ganas, khususnya ovarium, lambung)
3. Penyakit hati kronis (sirosis, deposit sekunder, obstruksi
vena porta atau hepatik, infeksi parasit)
4. Gagal jantung kongestif (gagal jantung kanan, RVF)
5. Gagal ginjal kronis (nefrotil sindrom)
6. Kilus (obstruksi duktus limfatikus)
Menurut Khan (2002), asites digolongkan menjadi dua
grade yaitu grade tinggi dan grade rendah, tergantung
pada Serum Asites Albumin Gradient (SAAG)
1. Asites gradient tinggi ditandai dengan peningkatan
tekanan vena porta, sirosis hepatis, nefrotik sindrom,
hipoalbuminemia.
2. Asites gradien rendah ditandai dengan penyakit
gagal jantung, keganasan peritoneum, perforasi kandung
kemih, pankreatitis.
Terdapat 3 teori tentang terbentuknya asites ini,
1. Teori underfiling, menunjukkan bahwa abnormalitas primer berkaitan dengan
sequestrasi cairan pada pembuluh splangnic, yang memicu hipertensi portal dan
konsekuensinya, menurunkan efektifitas volume darah yang bersirkulasi. Kondisi ini
mengaktifasi renin plasma, aldosteron, nervus simpatis yang memicu retensi natrium
dan air di ginjal.
2. Teori Overflow, pada terodi ini abdnormalitas primer disebabkan gangguan
retensi ginjal terhadap natrium dan air akibat tidak adanya deplesi volume. Teori ini
berkembang berdasarkan observvasi pasien sirosis yang terjadi hipervolumia
intravaskuler tibanding hipovolumia.
3. Teori yang sekarang digunakan adalah adanya hipotesa vasodilatasi arteri perifer.
Adanya hipertensi portal memicu vasodilatasi yang menyebabkan penurunan efektifitas
volume darah arteri. Eksitasi neurohormonal meningkat, retensi natrium ginjal
meningkat dan volume plasma terekspansi. Kondisi ini akan memicu overflow cairan ke
cavum peritoneal abdomen. Teori vasodilatasi ini, juga menunjukkan bahwa undefiling
adalah fase awal dan overflo adalah fase akhir pada sirosis.
• • Peningkatan tekanan portal yang diikuti oleh perkembangan aliran kolateral
melaui lower pressure pathways. Hipertensi portal memacu pelepasan nitric
oxide, menyebabkan vasodilatasi dan pembesaran ruang intavaskuler. Tubuh
berusaha mengoreksi hipovolemia yang terdeteksi (perceived hypovolemia) ini
dengan memacu faktor-faktor antinatriuretik dan vasokonstriktor yang memicu
retensi cairan dan garam, dengan demikian mengganggu keseimbangan Starling
forces yang mempertahankan hemostasis cairan. Lalu, cairan itu mengalir
(seperti berkeringat) dari permukaan hati (liver) dan mengumpul di rongga
perut (abdominal cavity).
• • Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises esopahagus, maka kadar
plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotic menurun pula,
kemudian terjadilah asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali
normal, maka asitesnya akan menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada
(Sujono Hadi). Hipertensi portal mengakibatkan penurunan volume
intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan
aktifitas plasma renin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan
dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium, dengan peningkatan
aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan
retensi cairan.
• • Tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam serum.
Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati terganggu
fungsinya, maka pembentukan albumin juga terganggu, dan kadarnya menurun,
sehingga tekanan koloid osmotic juga berkurang. Terdapatnya kadar albumin
kurang dari 3 gr % sudah dapat merupakan tandan kritis untuk timbulnya asites.
• Asites
◦ Teori underfill,
◦ Teori overflow,
◦ hipotesis vasodilatasi arteri
perifer

• Saat cairan mencapai 500mL


 shifting dulness (+),
undulasi (+)
• Jika <500mL  USG
Patofisiologi
Patogenesis
Patogenesis
Klasifikasi
• Secara klinis dan fungsional dibagi menjadi

kompensata
• Gejala klinis belum jelas

dekompensata
• Disertai dengan tanda-tanda kegagalan
hepatoselular dan hipertensi portal
Klasifikasi
• Secara patologianatomi dibagi menjadi

Mikronodular Makronodular Campuran


• <3mm, difus, • >3mm, ireguler, • Mikronodular
disebabkan oleh disebabkan oleh yang mengalami
bahan kimia virus regenerasi seiring
seperti alkohol berjalannya waktu
Klasifikasi
Manifestasi Klinis
Laboratorium
Diagnosis
• Kompensata sulit karena gejala klinis belum jelas
• Dekompensata tidak terlalu sulit karena gejala klinis sudah tampak +
komplikasi
• Gold standard: biopsi hati
• Biopsi hati tidak diperlukan jika gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang menunjukkan kecenderungan SH
Komplikasi
Penatalaksanaan
• Sesuai dengan penyebab
• Tujuan: mengurangi progresifitas penyakit semakin lanjut,
menurunkan terjadinya karsinoma hepatoselular
• Penyebab tersering di Asia Tenggara: HBV dan HCV
• HBV: preparat interferon inj. atau po. + analog nukleosida
jangka panjang (IF α 4.5 juta unit sc atau im 3x seminggu
selama 6 bulan + lamivudin 1x100 mg)
• HCV: preparat interferon (IF α 2b 3.6 juta unit sc 3x seminggu
selama 12 minggu + ribavirin 400 mg pagi hari atau 600 mg pada
sore hari, atu peg IF 1.5 mcg/kgBB selama 12 minggu
dikombinasi dengan ribavirin)
• Preparat interferon tidak direkomendasikan pada SH
Sirosis Hepatis dengan Asites
• e/: hipertensi portal, hipoalbuminemia, disfungsi ginjal
• Th/:
• Tirah baring
• Diit rendah garam: 5.2 g atau 9 mmol/hari, jika tidak berhasil kombinasi dengan
antidiuretik
• Antidiuretik: awali dengan spironolakton 100-200 mg/hari max 400 mg. Jika
respon tidak adekuat kombinasi dengan furosemide 20-40 mg/hari max 160
mg/hari
• Respon diuretik dimonitor dengan penurunan BB: 0.5 kg/hari tanpa edema dan
1 kg/hari dengan edema
• Parasentesis bila asites sangat besar. Pengeluaran asites sampai 4-6 liter 
berikan albumin 8-10 g iv per liter cairan parasentesis (jika >5 L)
• Restriksi cairan: direkomendasikan jika natrium serum < 120-125 mmol/L
Sirosis Hepatis dengan
Varises Gastroesofagus
• Merupakan kolateral portosistemik yang terbentuk karena hipertensi
portal
• 40% SH & 85% SH CTP C  VE
• VE pecah  perdarahan (hematemesis-melena) 
fatal,kegawatdaruratan
• Perlu skrining untuk antisipasi dan pencegahan perdarahan VE
• Pencegahan:
• Propanolol 40-80 mg oral 2x/hari
• Isosorbid mononitrat 20 mg oral 2 kali/hari
• Perdarahan akut:
• Resusitasi dengan cairan kristaloid/koloid/transfusi darah (PRC 230
cc/hari). Pertahankan Hb 7-8 g/dL untuk menghindari overtransfusion
 rebleeding
• Hentikan perdarahan dengan preparat vasokonstriktor splanchnic:
somatostatin atau Octreotide 50-100 μg/jam dengan infus kontinyu
• Kemudian dilakukan endoskopi terapeutik (skleroterapi atau ligasi
varises) untuk menghentikan perdarahan & mencegah rebleeding
Sirosis Hepatis dengan
Peritonitis Bakterial Spontan
• Merupakan komplikasi berat SH; frekuensi SBP 30%, mortalitas
25%
• Sering terjadi pada asites;ditandai dengan infeksi spontan cairan
asites tanpa fokus infeksi intraabdominal
• D/  sel netrofil >250/mm3 pada sampel cairan asites
pencegahan
• Pencegahan:
• profilaksis cefotaxime 2g iv tiap 8 jam
• albumin 1.5 gr/kgBB/6 jam iv, 1gr/kgBB iv hari ke-3
• Th/:
• Norfloksasin: profilaksis1x400mg po; terapi 2x400 mg po;
perdarahan GIT 2x400 mg selama 7 hari po;
Sirosis Hepatis dengan Sindroma
Hepatorenal (HRS)
• Merupakan ggg f/ ginjal tanpa kelainan organik ginjal
• Ditemukan pada SH tahap lanjut; sering pada SH dengan sites refrakter
• HRS tipe 1: penurunan creatinine clearance scr bermaka dlm 1-2 mgg; tipe
2: penurunan GFR dg peningkatan serum kreatinin (prognosis lebih
baik)
• Th/ :
• Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS)  menurunkan hipertensi
portal dan memperbaiki HRS
• terapi definite: transplantasi hati
Prognosis Child-Pugh

2
Prognosis Konsensus Boveno IV
Komplikasi
Perdarahan Gastrointestinal
Koma hepatikum
Ulkus peptikum
Infeksi
Edema dan ascites
Hepatic encephalopathy
Hepatorenal syndrome
Hepatopulmonary syndrome
Hypersplenism
Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)
SAAG (serum Albumin to ascitic fluids albumin
gradient)
Daftar pustaka
• Nurdjanah S. Sirosis Hati. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata
M, Setiyohadi B, Syam AF. editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6 th
ed. Jakarta: Interna Publishing;2014.1978-83
• Longmore M, Wilkinson IB, Baldwin A, Wallin E. Cirrhosis. In: Oxford
Handbook of Clinical Medicine. 9th ed. New York: Oxford University
Press. 2014; 260-1
• Wolf DC, Katz J, Anand BS. Cirrhosis. Available at:
emedicine.medscape.com/article/185856-overview. Accessed on: October
1st,2014
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 1996. Textbook of Medical-Surgical Nursing. 8th ed.
Philadephia. Lippincott-Raven Publishers
Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 2002. Pathophysiology: Clinical
Concepts of Disease Process. 6th Ed. Mosby
Sudoyo, Aru W.dkk. 2006. Buku Ajar: ILMU PENYAKIT DALAM jilid II
Ed.IV. Jakarta: FK-UI
Sujono, Hadi. 2002. Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Ed ke-7.
Bandung
Tarigan, P., Zain LH., Saragih DJ., Marpaung B. 1981. Tinjauan Penyakit
Hati di Rumah Sakit Pringadi Medan. Semarang: FK UNDIP.

You might also like