Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 32

PRESENTASI KASUS

DIARE KRONIK

Oleh :
Irine Karen Oktaviani 1620221208
Elsy Emmily G G4A017022
Anisah Astirani G4A017023

Pembimbing
dr. Rachmad Aji Saksana, M.Sc, Sp.PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

2018
PENDAHULUAN
Diare : Buang air besar yang tidak berbentuk atau dalam konsistensi
cair dengan frekuensi yang meningkat, umumnya frekuensi >3
kali/hari, atau dengan perkiraan volume tinja >200 gr/hari.

Diare akut : kurang dari 2 minggu, Diare persisten : 2-4minggu,


diare kronik : > 4 minggu.
Statistik populasi untuk kejadian diare kronis belum pasti, tetapi
frekuensinya cukup tinggi.

Diare kronik bukan suatu kesatuan penyakit,


melainkan suatu sindrom yang penyebab dan
patogenesisnya multi kompleks.

Di USA, prevalensinya berkisar antara 2-7%.


Tinjauan
Pustaka
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Usia : 68 tahun
Suku/bangsa : Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Purwokerto
Tanggal/Jam Masuk : 23/03/2018
Tanggal Pemeriksaan : 28/03/2018
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Diare cair 28 hari lalu
Keluhan Tambahan : badan lemas, perut melilit, mual, muntah
Riwayat penyakit sekarang :
Sejak 28 hari SMRS pasien mengeluhkan diare, konsistensi feses
berwarna kuning encer disertai lender tidak ada darah berwarna merah segar
maupun darah kecoklatan. Frekuensi BAB lebih dari 10x/ hari sebanyak ± ½
gelas aqua tiap kali BAB. Awalnya ampas lebih banyak dari cairannya namun
lama-lama cairan lebih banyak dari ampas. Pada saat diare pasien tidak
mengukur suhu tubuh dengan thermometer, namun merasa suhu badan lebih
panas dari biasanya.
Diare disertai sakit perut yang melilit di bagian perut dekat pusar.
Setelah diare pasien yang lemas biasanya hanya dapat minum teh manis
karena makan dapat membuat mual, keluhan membaik ketika minum the
manis. Keluhan memburuk ketika pasien pernah makan pisang, diare tambah
parah jumlah dan frekuensinya. Sebelumnya pasien mengaku memiliki sakit
maag maka dari itu pasien menjaga makanannya dan tidak suka jajan
sembarangan,namun pasien juga tidak pantang dalam makan, pasien dapat
minum susu maupun makanan berlemak tanpa menimbulkan BAB mencret
sebelum sakit
ANAMNESIS
 Tidak pernah riwayat feses berwarna dempul maupun berminyak.
Tidak ada konstipasi sebelum munculnya BAB mencret, maupun rasa
tidak lampias setelah BAB. Tidak ada riwayat jatuh terduduk
sebelumnya. Sebelumnya dalam waktu belakangan pasien mengamati
penurunan berat badan selama beberapa bulan belakangan hingga
sampai kurang lebih 10 kg.
 Keluhan diare kambuh-kambuhan selama 28 hari terakhir, pasien
sudah keluar masuk rumah sakit 3 kali dan diopname 1-3 hari, namun
setelah pulang, diare kambuh kembali disertai perut melilit, diare
ampas cair dan bau amis. Keluhan semakin dimana pasien semakin
merasa lemas dan nafsu makan semakin menurun 3 hari SMRS.
 Pasien tidak memiliki keluhan batuk, sariawan lama tidak sembuh
tidak ada, tattoo di tubuh tidak ada, kebiasaa nminum alkohol tidak
ada. BAK lancar tanpa keluhan, nyeri berkemih tidak ada. Pasien
masihmau minum ±600cc per hari.
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : sejak 10 tahun lalu rutin ikut program
prolanis, minum obat anti hiperglikemia glimepiride dan metformin
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat alergi ` : antibiotik golongan Penicilin
Riwayat sakit lambung : diakui
Riwayat asam urat tinggi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan yang sama : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : Ibu DM
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat alergi ` : disangkal
ANAMNESIS
Riwayat Sosial Ekonomi
Community
Pasien adalah seorang istri yang tinggal bersama suaminya. Hubungan pasien dengan
keluarga dan tetangga baik.
Occupational
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang sehari-harinya hanya mengurus rumah.
Home
Pasien tinggal di sebuah rumah dengan keluarganya. Rumah terdiri dari 2 kamar dan
dihuni oleh 2 orang. Kamar mandi dan jamban di dalam rumah. Kebersihan cukup baik
dengan ventilasi yang cukup.
Personal Habit
Pasien rutin mengikuti kegiatan prolanis dan senam diabetes
Drugs and Diet
Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan anti nyeri, antibiotik dalam jangaka
lama, sering minum jamu yang alami, bukan jamu bungkusan. Makanan sehari-hari
dimasak sendiri dan jarang beli makanan jadi.
Pemeriksaan Kepala

PX FISIK
Bentuk Kepala : Mesochepal, simetris, venektasi temporal
(-)
Rambut : Warna hitam, mudah rontok (-), distribusi
merata
•PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Pemeriksaan Mata

STATUS GENERALIS
Kesadaran : Palpebra : Edema (-/-), ptosis (-/-)

Vital sign Konjungtiva : Anemis (-/-)

TD : 130/80 mmHG Sklera : Ikterik (+/+)


N : 72x/menit Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor Ø 3 mm
RR : 20x/menit Pemeriksaan :Otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri
T : 36,5 C Telinga tekan (-/-)
Pemeriksaan : Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-
Hidung /-), rinore (-/-)
Pemeriksaan : Bibir sianosis (-), tepi hiperemis (-), bibir
Mulut kering (-), lidah kotor (-), tremor (-),
ikterik (-), sariawan (-)
Pemeriksaan Leher
Trakea : Deviasi trakea (-)
KelenjarTiroid : Tidak membesar
Kel. Limfonodi : Tidak membesar, nyeri tekan (-)
ANAMNESIS
Status Lokalis
Paru-Paru
Inspeksi : Hemithorax dextra = sinistra, ketinggalan
gerak (-)
Palpasi : Vocal fremitus apex dextra = sinistra
STATUS LOKALIS

Vocal fremitus basal dextra = sinistra


Perkusi : Batas paru hepar SIC V LMCD
Auskultasi : SD vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak di SIC VI 2 jari lateral
LMCS
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC VI 2 jari lateral LMCS
Perkusi : Batas Jantung
Kanan atas : SIC II LPSD
Kiri atas : SIC II LPSS
Kanan bawah : SIC IV LPSD
Kiri bawah: SIC VI 2 jari lateral LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler, Murmur (-), Gallop
(-).
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Perkusi : Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Hepar : TidakTeraba pembesaran
Lien : Tidak teraba pembesaran

Extremitas
Atas : Edem -/-, sianosis -/-, akral hangat
Bawah : Edem -/- sianosis -/-, akral hangat
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

PENUNJANG Darah Lengkap


Hemoglobin L 10,1 g/Dl 11,2 – 17,3
Leukosit 10080 /Ul 3800 –10600
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Hematokrit L 32 % 40– 52
Eritrosit L 3.7 ^6/Ul 4,4 – 5,9
Kimia Klinik
Trombosit L 350.000 / 150.000– 440.000
Calsium 7.4 mmol/L 8.5 –10.1 uL
L MCV 93.3 Fl 80 – 100
Clorida 98 mmol/L 98 –100 MCH 30.0 Pg/cell 26– 34
L MCHC 32.4 % 32 – 36
Kalium 1.8 mmol/L 3.4 – 4.5 RDW H 14,0 % 11,5 – 14,5
MPV 10,5 fL 9,4 – 12,4
L
Hitung Jenis Leukosit
Natrium 137 134 – 146 Basofil 0,2 % 0–1
mmol/ML Eosinofil H 7,2 % 2–4
Batang L 0,5 % 3–5
Segmen 59,3 % 50 – 70
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Limfosit 26,4 % 25 – 40
Kimia Klinik Monosit 6,2 % 2–8
Makroskopis Kuning Coklat Pemeriksaan Laboratorium 22 Maret 2018
Kehijauan Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 93 mg/dL ≤ 200
Lendir Positif Negatif
Seroimunologi
Bakteri Positif 2 Negatif
HbsAg Non reaktif Non reaktif

Anti HCV Non reaktif Non reaktif


DIAGNOSIS
Diare Kronis

TERAPI EDUKASI
IVFD RL:klimix 20 tpm
•Edukasi pasien dan keluarga
Inj. Ciprofloxacin 2x1 ampul
mengenai definisi, penyebab,
Inj. Ranitidin 2x1 ampiv
Domperidon 3x10 mg komplikasi, serta prognosis penyakit.
Curcuma 3x1 tab •Edukasi untuk meminum obat
Diaform 3x1 secara teratur.
Diet 1300 Klaorai •Edukasi pasien untuk makan
KSR 3x1
makanan tinggi kalori tinggi protein,
Kalium 2 flash drip

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Follow up Pasien
Tanggal S-O A P
23/03/18 Subyektif: ● Diare Kronis a. IVFD RL klimix 20
tpm
Perutnyeri kanan dan kiri
b. Inj ranitidin 2x1
bawah, mual (+), muntah
c. Dommperidon 2x10
(-) BAB diare
mg
Obyektif : d. Curcuma 3x1 tab
e. Sukralfat syr 3x1
TD :140/90 mmHg f. Plan colonoscopy
N : 84 x/menit 27/3/18
g. Feses rutin
RR : 20 x/menit
S : 36 oC
24/03/18 Subyektif: ● Diare Kronis a. IVFD RL klimix 20
tpm
BAB lembek kehitaman
b. Inj ranitidin 2x1
cenderung hijau 6x
c. Dommperidon 2x10
Obyektif : mg
d. Curcuma 3x1 tab
TD :130/80 mmHg e. Sukralfat syr 3x1
N : 84 x/menit f. Plan colonoscopy
27/3/18
RR : 20 x/menit
S : 36 oC
25/03/18 Subyektif: ● Diare Kronik a. IVFD RL klimix 20
tpm
BAB mencret, mual (+),
b. Inj ranitidin 2x1
muntah (-) perut mules
c. Dommperidon
muler
2x10 mg
Obyektif : d. Curcuma 3x1 tab
e. Sukralfat syr 3x1
TD :140/90 mmHg
f. Plan colonoscopy
N : 89 x/menit 27/3/18
RR : 20 x/menit
S : 38.0 oC
25/03/18 Subyektif: ● Diare Kronik a. IVFD RL klimix 20
tpm
Perut mules-mules, pagi
b. Inj ranitidin 2x1
ini BAB 3 kali mencret
c. Dommperidon
Obyektif : 2x10 mg
d. Curcuma 3x1 tab
TD :110/70 mmHg
e. Sukralfat syr 3x1
N : 84 x/menit f. KSR 3x1
g. Plan colonoscopy
RR : 20 x/menit 27/3/18
S : 36 oC
26/03/18 Subyektif: ● Diare Kronik a. IVFD RL klimix 20
tpm
Perut masih mules, BAB b. Koreksi KCl
pagi ini 2 kali c. Inj ranitidin 2x1
d. Domperidon 2x10
mg
Obyektif : e. Inj. Ciprofloxacin
TD :130/80 mmHg 2x1
f. Diaform 3x1
N : 84 x/menit g. Curcuma 3x1 tab
h. Sukralfat syr 3x1
RR : 20 x/menit
i. Plan colonoscopy
S : 36 oC tunda, ganti colon
in loop
Kesimpulan
Ny. A usia 68 tahun didiagnosis diare kronik
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan penunjang
Prognosis :
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Tinjauan
Pustaka
Definisi
Diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada
sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran
pencernaan (Ngastiyah, 2003). Diare adalah buang air
besar yang frekuensinya lebih dari 3 kali sehari dengan
konsistensi tinja yang encer. Menurut Suharyono, diare
kronik adalah diare yang bersifat menahun atau persisten
dan berlangsung 2 minggu lebih (Suharyono, 2008).
Etiologi
 Diare cair (watery diarrhea)
Diare cair mencakup : diare osmotik, diare sekretorik, dan fungsional. Diare
osmotik bila fecal osmotic gap > 125 mOsm/kg, termasuk osmotik laksatif dan
antasid, malabsorpsi karbohidrat, penyakit celiac, dan akibat sugar alcohol seperti
mannitol, sorbitol, dan xylitol (Juckett, 2011).
 Diare inflamasi
Ditandai dengan peningkatan sel darah putih pada pemeriksaan darah atau feses
(Juckett, 2011). Contohnya adalah Inflamatory bowel disease: colitis ulserative,
penyakit Chron’s, diverticulitis, ulcerative jejunoileitis. Penyakit infeksi: Kolitis
pseudomembranosa, infeksi bakteri invasive seperti TBC, yersinosis, infeksi viral
ulceratif: citomegalo, herpes simplek, infeksi parasit invasif: amebiasis,
strongiloides, kolitis iskemik, kolitis radiasi, keganasan (karsinoma kolon,
limfoma) (Wiryani, 2007).
 Diare berlemak (fatty diarrhea) Sindrom malabsorpsi, penyakit
mukosa (celiac sprue, whipple disease), sindrom usus pendek, pertumbuhan bakteri
berlebih diusus halus (SIBO), iskemik mesenterik. Maldigesti: insufisiensi
eksokrin pankreas, konsentrasi asam empedu liminal inadequat (Wiryani, 2007).
Patogenesis
 Diare Kronik Inflamatorik
 Inflamasi dapat menyebabkan diare kronik dengan proses
eksudatif, sekretorik, atau malabsorbsi. Respon usus terhadap
bakteri dan antigen lain di lumen dihasilkan oleh interaksi antara
host, kondisi genetik, asupan makan, dan antigen bakteri. Proses
inflamasi menyebabkan diare kronik dapat pula disertai dengan
malabsorpsi atau perdarahan rektum. Asal dari malabsorpsi
tergantung pada area yang terkena (misalnya usus halus bagian
proksimal vs distal), dan perdarahan rektum biasanya sebagai
manifestasi dari ulserasi kolon atau rektum (Camilleri, 2004).
Patogenesis
 Diare Kronik Osmotik dan Sekretorik
Diare osmotik terjadi apabila substansi di lumen berperan pada induksi sekresi cairan,
dann disebut diare sekretorik apabila substansi endogen (sering disebut sebagai
secretagogues) menginduksi sekresi cairan yang tetap ada bahkan saat pasien sedang
berpuasa. Pada diare sekretorik, secretagogues menyebabkan perubahan transport ion di
usus dengan stimulasi sekresi klorida melalui aktivasi regulator transmembrane fibrosis
kistik dan dengan cara menghambat absorpsi natrium dan klorida.
Patogenesis
Diare Kronik dengan Penyebab Lainnya :
 Intoleransi laktosa baik akibat defisiensi laktase primer atau
nonperistensi laktase
 defisiensi sukrase-isomaltase
 pasca pembedahan abdomen
Diagnosis
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum pasien

Status dehidrasi

Pemeriksaan abdomen

Ekskoriasi pada bokong

Manifestasi kulit

Lingkar kepala

Perbandingan berat badan terhadap tinggi badan

Gejala kehilangan berat badan

Menilai kurva pertumbuhan


Diagnosis
 Waktu dan frekuensi diare: Diare pada malam hari atau sepanjang hari, tidak

intermiten, atau diare timbul mendadak, menunjukkan adanya penyakit organik.


Lama diare kronik kurang dari 3 bulan juga mengarahkan kita pada penyakit
organik. Perasaan ingin buang air besar yang tidak bisa ditahan mengarah ke
penyakit

 Bentuk tinja: Bila terdapat minyak dalam tinja, tinja pucat (steatorea)
menunjukkan insufisiensi pankreas dan kelainan proksimal ileosekal. Diare seperti air
dapat terjadi akibat kelainan pada semua tingkat sistem pencernaan, tapi terutama
dari usus halus.

 Keluhan lain yang menyertai diare: Deskripsi dan lama keluhan harus
diperinci karena diperlukan dalam menegakkan diagnosis kausa diare.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Feses
 Makroskopis: warna, konsistensi, adanya darah, lendir
 Mikroskopis: Darah samar dan leukosit yang positif (> l0/lpb)
menunjukkan kemungkinan adanya peradangan pada kolon bagian
bawah. PH tinja yang rendah menunjukkan adanya maldigesti dan
malabsorbsi karbohidrat di dalam usus kecil yang diikuti fermentasi oleh
bakteri yang ada di dalam kolon.
2. Pemeriksaan darah: darah rutin, elektrolit (Na, K; Cl) dan
bicarbonate, albumin, kadang diperlukan pemeriksaan kadar serum.
3. Kolonoskopi dan ileoskopi: Pemeriksaan ini tidak dilakukan
rutin pada setiap diare kronik, tetapi membantu dalam menegakkan
diagnosis terutama dalam mendapatkan diagnosis patologi anatomi
dengan biopsi mukosa usus
Tatalaksana
 Pengobatan diare kronik ditujukan terhadap penyakit yang
mendasari. Sejumlah agen anti diare dapat digunakan pada diare
kronik.
 Loperamid : 4 mg dosis awal, kemudian 2 mg setiap mencret.
Dosis maksimum 16 mg/hari.
 Dhypenoxylat dengan atropin : diberikan 3-4 kali per hari.
 Kodein, paregoric : Disebabkan memiliki potensi additif, obat ini
sebaiknya dihindari. Kecuali pada keadaan diare yang intractable.
Kodein dapat diberikan dengan dosis 15-60 mg setiap 4 jam.
Paregoric diberikan 4-8 ml.
 Klonidin : ∝ 2 adrenergic agonis yang menghambat sekresi elektrolit
intestinal. Diberikan 0,1-0,2 mg/hariselama 7 hari. Bermanfaat
pada pasien dengan diare sekretori, kriptospdidiosis dan diabetes.
 Octreotide : Suatu analog somatostatin yang menstimulasi cairan
instestinal dan absorbsi elektrolit dan menghambat sekresi melalui
pelepasan peptida gastrointestinal. Berguna pada pengobatan diare
sekretori yang disebabkan oleh tumor carcinoid dan pada beberapa
kasus diare kronik yang berkaitan dengan AIDS. Dosis efektif
50mg –250mg sub kutan tiga kali sehari.
 Cholestiramin : Garam empedu yang mengikat resin, berguna
pada pasien diare sekunder karena garam empedu akibat reseksi
intestinal atau penyakit ileum. Dosis 4 gr 1 s/d 3 kali sehari.
Daftar Pustaka
Ahlquist DA, Camilleri M. Diarrhea and constipation. In: Kasper DL, Fauci A.S, Braunwald E, Hauser SL,
Jameson JL, editors. 2005. Harrison’s principles internal medicine. 16 th ed. New York: McGraw-Hill
Ahmad H. Dignostic problem and treatment of chronic diarrhoea. 2005. In: Proceding Update in Gastroentero-
Hepatology SUDEMA I. Surabaya
Binder, HJ. 2006. Causes of Chronic Diarrhea. N Engl J Med. 355 (3) : 236-238.
Camilleri, M. 2004. Chronic diarrhea: a review on pathophysiology and management for the clinical
gastroenterologist. American Gastroenterological Association. 2 (3) : 198-206.
Fan X, Sellin JH. 2009. Review article: small intestinal bacterial overgrowth, bile acid malabsorption and gluten
intolerance as possible causes of chronic watery diarrhoea. Aliment Pharmacol Ther. 29:1069–77..
Ghishan RE. Chronic Diarrhea. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th Edition. WB Saunders, Philadelphia. 2007.
Juckett, G. Rupal T. 2011. Evaluation of Chronic Diarrhea. Am Fam Physician. 84 (10) : 1119-1126
Schiller LR, Sellin JH. 2010. Diarrhea. In: Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ, edis. Feldman: Sleisenger and
Fordtran’s gastrointestinal and liver disease. 9th edition. Philadelphia: Saunders Elvesier.
Simadibrata M. 2011. Pendekatan dan penatalaksanaan diare kronis. In: Rani A, Simadibrata M, Syam AF, eds. Buku
ajar gastroenterologi. 1st edition. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
Wiryani, NGP C., I Dewa NW. 2007. Pendekatan Diagnostik dan Terapi Diare Kronis. J Peny Dalam. 8 (1) : 66-
78.
TERIMAKASIH

You might also like