This document discusses the use of biotechnology techniques for diagnosis, specifically the use of polymerase chain reaction (PCR) for diagnosing filariasis. PCR allows for the amplification of specific DNA sequences, which can then be used to identify filarial larvae in body fluids and mosquitos to distinguish between those that infect humans and animals. The key benefits of PCR for diagnosis are that it does not require large blood samples and does not need to be done at night. Other emerging biotechnologies like nanotechnology and proteomics also show promise for improving diagnostic abilities.
This document discusses the use of biotechnology techniques for diagnosis, specifically the use of polymerase chain reaction (PCR) for diagnosing filariasis. PCR allows for the amplification of specific DNA sequences, which can then be used to identify filarial larvae in body fluids and mosquitos to distinguish between those that infect humans and animals. The key benefits of PCR for diagnosis are that it does not require large blood samples and does not need to be done at night. Other emerging biotechnologies like nanotechnology and proteomics also show promise for improving diagnostic abilities.
This document discusses the use of biotechnology techniques for diagnosis, specifically the use of polymerase chain reaction (PCR) for diagnosing filariasis. PCR allows for the amplification of specific DNA sequences, which can then be used to identify filarial larvae in body fluids and mosquitos to distinguish between those that infect humans and animals. The key benefits of PCR for diagnosis are that it does not require large blood samples and does not need to be done at night. Other emerging biotechnologies like nanotechnology and proteomics also show promise for improving diagnostic abilities.
This document discusses the use of biotechnology techniques for diagnosis, specifically the use of polymerase chain reaction (PCR) for diagnosing filariasis. PCR allows for the amplification of specific DNA sequences, which can then be used to identify filarial larvae in body fluids and mosquitos to distinguish between those that infect humans and animals. The key benefits of PCR for diagnosis are that it does not require large blood samples and does not need to be done at night. Other emerging biotechnologies like nanotechnology and proteomics also show promise for improving diagnostic abilities.
Qisthi Nur Haqqin A 142 001 Risa Rosdiana A 142 010 Rostika Dewi Trilestari A 142 011 Pendahuluan Bioteknologi merupakan teknologi yang dikembangkan dengan memanfaatkan organisme, baik secara utuh maupun bagian - bagiannya saja untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi manusia. Pengembangan bioteknologi pada periode pertama abad ini di mana manusia oleh kesadarannya menggunakan teknik untuk fermentasi dan penanaman mikroorganisme di lingkungan yang sesuai. Selanjutnya, fermentor yang digunakan manusia dalam produksi antibiotik, enzim, komponen nutrisi, bahan kimia organik dan bahan lainnya menyebabkan perkembangan ilmu ini. Pada periode ini, ilmu ini disebut industri mikrobiologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang biologi molekuler dan bioteknologi membawa pengaruh besar dalam penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi manusia dalam berbagai bidang yang nantinya dapat dimanfaatkan manusia dalam berbagai bidang kehidupan termasuk kesehatan. Salah satu masalah kesehatan di indonesia adalah filariasis, yaitu yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Diagnosis Filariasis Pemeriksaan darah tebal
Filariasis nokturna (wuchereria bancrofti)
Mikrofilaria berada dalam darah tepi pada malam hari pengambilan sample pada malam hari Metode baru Menggunakan pelacak DNA spesifik spesies dan antibodi monoklonal.
Untuk identifikasi larva filaria di cairan tubuh
& dalam tubuh nyamuk vektor, sehingga dapat membedakan antara larva filaria yang menginfeksi manusia dengan yang menginfeksi hewan. Definisi PCR adalah suatu metode in vitro untuk memperbanyak DNA spesifik secara enzimatik pada suatu sekuen DNA yang telah diketahui dengan menggunakan enzim DNA polimerase yang stabil pada suhu tinggi dan sepasang primer oligonukleotida yang melakukan hibridisasi pada bagian cetakan dari dua arah yang berlawanan. Komponen PCR 1. Cetakan DNA 2. Primer olgonukleotida 3. Enzim DNA polymerase 4. Deoksi nukleotida trifosfat (dNTP) 5. Larutan dapar Tahapan dalam siklus PCR 1. Tahap denaturasi 1. pemisahan untai ganda cetakan DNA untai tunggal 2. Inkubasi suhu tinggi selama 1 menit 2. Tahap penempelan primer Penempelan oligonukleotidaprimer DNA 3. Tahap pemanjangan primer 1. Sintesis urutan pasangan cetaka DNA untai ganda baru 2. Suhu 72˚C selama 30 detik sampai 1 menit Keuntungan metode baru 1. PCR tidak memerlukan sampel darah dalam jumlah banyak 2. Tidak perlu dilakukan pada malam hari 3. Sekali pengerjaan bisa untuk banyak sampel Berbagai bentuk PCR telah menjadi alat diagnostik rutin untuk mengembangkan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian dan juga untuk membuat penentuan mengetik khusus untuk tujuan penelitian. Teknologi lain kemungkinan akan diadopsi secara luas di masa depan karena mereka menunjukkan kemampuan untuk meningkatkan kemampuan diagnostik sambil mengurangi waktu dan biaya. Proteomik memiliki potensi untuk melihat gambaran yang lebih luas dari ekspresi protein untuk patogen yang menarik. Nanotechnologies memegang janji untuk menyaring banyak patogen dalam satu tes. Nanoteknologi telah menjadi pilihan untuk pengujian penyakit pada hewan peliharaan. Selain metode PCR, nanoteknologi, dan proteomik adapun metode bioteknologi yang banyak digunakan yaitu rekaya gen, dimana memungkinkan dilakukannya manipulasi gen-gensehingga ekspresi gen dapat dikontrol dan produknya dapat dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Dalam bidang kesehatan, rekayasa genetika juga dapat dimanfaatkan untuk terapi penyakit-penyakit dengan cara terapi gen. Penggunaan terapi gen harus disesuaikan dengan jenis penyakit yang akan diterapi. Tipe terapi gen 1. Gen selembrional Sel kelamin yang dimodifikasi dengan adanya penyisipan gen fungsional yang terintegrasi dengan genomnya. 2. Gen sel tubuh transfer gen fungsional ke dalam sel tubuh pasien sehingga malfungsi pada organ dapat diperbaiki. Terapi Gen secara ex vivo Bioteknologi