Kedaruratan Child Abuse

You might also like

Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 18

KEDARURATAN CHILD ABUSE

DEFINISI
Child abuse atau tindak kekerasan yang terjadi pada anak jarang dilaporkan,
kasus terungkap apabila kekerasan berlangsung untuk waktu lama atau terjadi
korban. Masalah gawat darurat pada kasus child abuse berbeda dengan
penyakit atau masalah anak lainnya. Child abuse adalah semua bentuk
perlakuan menyakitkan, dapat secara fisik, emosi, penyalah gunaan seksual,
pelalaian, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain, yang mengakibatkan
kerugian yang nyata terhadap kesehatan, kelangsungan hidup, tumbuh
kembang, dan martabat anak dan dilakukan dalam konteks hubungan tanggung
jawab, kepercayaan atau kekuasaan
INSIDENSI
Masalah kekerasan pada anak (child abuse) makin sering terjadi, terutama di
Negara berkembang.
United Nations Children’s Fund (UNICEF) -> di Negara berkembang terdapat
3.500 orang anak meninggal setiap tahunnya akibat kekerasan.
Seluruh dunia -> 40.000.000 orang anak di bawah 15 tahun mengalami
penganiayaan dan penelantaran, dan terdapat 2.000.000 orang anak terlibat
dalam pornografi dan prostitusi.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada Januari -Agustus 2012
mencatat terdapat 3.332 kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia.
Tahun 2009 -> 1.552 kasus kekerasan terhadap anak, yang meningkat menjadi
2.335 kasus pada tahun 2010 dan 2.508 kasus pada tahun 2011. Kasus
kekerasan yang terjadi yakni kekerasan seksual, fisik dan psikis. Dari ketiga jenis
itu, proporsi kekerasan seksual semakin meningkat dari tahun ke tahun
The National Child Abuse and Neglect Data System (NCANDS) -> dari
keseluruhan kejadian kekerasan pada anak, 60% di antaranya adalah
penelantaran, 20% merupakan kekerasan fisik, 10% merupakan kekerasan
seksual, dan sisanya merupakan kekerasan psikologis.
The National Clearinghouse on Child Abuse and Neglect Information, U.S
Department of Health and Human Service pada tahun 2002 -> 10% dari
896.000 anak diduga merupakan korban kekerasan seksual, pelakunya 3%
adalah orang tua dan 29% adalah anggota keluarga lainnya.
Pusat Krisis Terpadu - RSCM -> tahun 2000 sampai 2009 terdapat 2330 anak
yang mengalami kekerasan seksual, terdiridari 1206 (51,75%) kasus perkosaan
anak perempuan, 964 (41,37%) kasus kekerasan seksual lain anak perempuan,
dan 160 (6,88%) kasus kekerasan seksual anak laki-laki. Pada tahun 2013 dalam
2 bulan pertama, terdapat 21 kasus child abuse dan seluruhnya merupakan
kasus kekerasan seksual.
JENIS-JENIS CHILD ABUSE

A. Physical abuse atau kekerasan fisik


Perbuatan yang menghasilkan luka/trauma yang tidak terjadi oleh
karena kecelakaan. Kondisi ini dapat terjadi sebagai akibat hukuman
fisik. Penganiayaan fisik tersering dilakukan oleh pengasuh atau
keluarga dan dapat pula oleh orang asing bagi si anak. Manifestasi
yang biasanya ditemukan meliputi memar, luka bakar, patah tulang,
truma kepala, dan cedera pada perut
B. Kekerasan seksual (sexual abuse)
Penganiayaan seksual adalah terdapat hubungan ketergantungan pada kegiatan
seksual antara pelaku terhadap anak yang perkembangannya belum matang
dan belum menyadari betul sehingga anak tidak dapat menyetujui. Tindakan ini
meliputi incest, perkosaan, dan pedofilia, yang meliputi tindakan meraba-raba
(fondling), kontak oral genital, bersetubuh atau penetrasi, eksibisionisme,
voyeurism, eksploitasi atau prostitusi, dan produksi pornografi yang
menggunakan anak.

C. Kekerasan psikis atau emosi


Perilaku yang menimbulkan trauma psikologis pada anak (menghina,
merendahkan, mengancam, dan sebagainya). Sebagian besar kasus kekerasan
psikis atau emosi menyertai kejadian tindak kekerasan fisik atau kekerasan
seksual pada anak
FAKTOR RESIKO

1. Faktor masyarakat di antaranya adalah tingkat kriminalitas, kemiskinan, dan


pengangguran yang tinggi, perumahan yang padat dan kumuh, adat-istiadat
mengenai pola asuh anak, pengaruh media massa.
2. Faktor orang tua atau keluarga di antaranya adalah riwayat orang tua dengan
kekerasan fisik atau seksual pada masa kecil, orang tua remaja, orang tua
dengan imaturitas emosi, adanya kekerasan dalam rumah tangga, riwayat
depresi atau masalah kesehatan mental lainnya, kehamilan yang tidak
diinginkan, riwayat penggunaan zat dan obat-obatan terlarang atau alkohol.
3. Faktor anak adalah adanya “vulnerable children,” yakni anak dengan cacat
fisik, cacat mental, anak yang tidak diinginkan, anak yang memiliki riwayat
kekerasan sebelumnya, anak dari orang tua tunggal, anak dari orang tua
pecandu obat-obatan terlarang, anak kandung sendiri, dan anak dengan
kepercayaan diri serta prestasi yang rendah. Anak dengan kondisi di atas
memiliki risiko lebih besar untuk memperoleh kekerasan seksual.
Untuk deteksi dini kejadian child abuse harus dilakukan segera mungkin pada
saat kasus datang, bila waktu tersebut tidak digunakan dengan baik, akan
banyak bukti-bukti yang hilang. Pada kasus kekerasan fisik pada anak, beberapa
cedera yang harus dicurigai adanya child abuse adalah:
1.memar pada bayi
2.fraktur multipel
3.cedera kepala berat pada bayi dan balita
4.fraktur iga
5.hematom subdural dan perdarahan retina
6.patah tulang pada anak
7.luka bakar multipel atau memiliki bentuk tertentu.
Penyebab kematian terbanyak pada kasus kekerasan fisik adalah trauma kepala
berulang, atau sufokasi. 29% kasus child abuse mengalami trauma pada kepala,
muka atau bagian lain dari kepala.
Pada trauma kepala yang berulang terjadi dalam 1 tahun pertama, 95% akan
mengalami trauma intrakranial yang serius. Gejala yang dapat menyertai adalah
kesadaran menurun, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, bahkan apnea.
Pada mata dapat terjadi perdarahan retina.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
laboratorium lengkap termasuk pemeriksaan masa perdarahan dan
pembekuan, radiologi termasuk bone survey pada kecurigaan kekerasan fisik
pada anak di bawah usia 2 tahun, pemeriksaan lain sesuai indikasi.
Contoh Luka Bakar yg dapat terjadi pd Child Abuse

A B C
A dan B luka bakar karena air panas, C luka akibat siraman
cairan yg bersifat asam
Kasus Patah Tulang Multipel

A B C
A : fraktur humerus kanan, B: fraktur spiral femur kiri, 3:
fraktur ujung bawah tibia kiri
Pada kasus kekerasan seksual pada anak, beberapa hal yang perlu dilakukan
dalam kedaruratan dalam deteksi dini, yaitu:
1.mendapatkan informasi selengkap mungkin baik dari anak maupun orangtua,
perhatikan cara mendapatkan informasi tersebut jangan sampai menyebabkan
anak mengalami trauma kembali
2.catat semua gejala yang ada pada saat pemeriksaan (perdarahan vagina,
adanya sekret, luka atau memar di sekitar genetalia)
3.lakukan pemeriksaan pediatrik secara umum
4.identifikasi juga adanya masalah perilaku pada anak
5.masalah kesehatan lainnya yang dikeluhkan oleh anak
Kasus kekerasan seksual disertai adanya gambaran ekimosis,
laserasi di daerah fourchette, robekan dinding vagina,
adanya cairan semen dan sperma.
Cara pengambilan sampel dengan baik, hindari kontaminasi, sedapat mungkin
diambil pada saat awal pemeriksaan (< 72 jam), berikan label dengan baik,
setelah sampel terkumpul, taruh di tempat yang baik, dan segera kirim ke
laboratorium forensik.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi :
Pemeriksaan serologi untuk deteksi dini adanya penyakit menular seksual
(Gonorrhea, Sifilis, Chlamydia, Trichomonas vaginalis) termasuk skrining
terhadap HIV. Pada kasus anak yang sudah mengalami menstruasi dilakukan
pemeriksaan kehamilan.
Pemeriksaan duh vagina sangat penting dilakukan untuk menentukan ada
tidaknya sperma, semen dan kuman yang menyebabkan penyakit menular
seksual seperti gonorrhea, syphilis, human immunodeficiency virus (HIV),
klamidia, dan trikomonas vaginalis
TATALAKSANA

Bertujuan menyelamatkan nyawa anak dan diharapkan mampu mendeteksi adanya tanda dan gejala
yang mengarah pada kekerasan seksual serta mengetahui kondisi gawat darurat medis akibat
kekerasan, dan selanjutnya dapat merujuk kasus tersebut pada lembaga perlindungan anak. Anak
korban kekerasan seksual juga dapat mengalami kekerasan emosi yang ditandai dengan adanya
perubahan perilaku, dan mental emosional seperti Ketakutan, cemas, mimpi buruk, gangguan stres
pasca trauma.
Korban kekerasan dengan gangguan mental yang berat, penanganannya dapat dirujuk ke ahli
psikiatrik.
Pendekatan psikologis pada pasien secara individu dan pendekatan psikososial terhadap keluarga.
Pendekatan psikologis pada pasien dilakukan agar pasien dapat tumbuh kembang secara normal,3
sedangkan pendekatan psikososial keluarga dilakukan untuk pembenahan terhadap aspek
sosiokultural keluarga dan menghindarkan terulangnya kembali kejadian kekerasan.Sebagian besar
kekerasan terhadap anak terjadi di dalam keluarga dan melibatkan salah satu atau kedua orang tua
sebagai pelakunya. Anak korban kekerasan seringkali berasal dari keluarga yang memiliki hubungan
antara anggota keluarga khususnya antara kedua orang tua yang tidak baik.
Secara garis besar, tanda dan gejala kasus child abuse dapat diidentifikasi
melalui temuan-temuan tertentu yang dapat mencerminkan kecurigaan adanya
kasus child abuse (suspected child abuse cases). Kedaruratan dalam kasus child
abuse dapat diidentifikasi melalui tanda dan gejala yang terdapat pada anak,
serta mengklasifikasikan ke dalam jenis-jenis kekerasan terhadap anak.

Kekerasan Fisik
1. Luka (memar, luka bakar, fraktur,
2. cedera abdomen atau kepala) yang tidak dapat dijelaskan.
3. Luka dengan bentuk dan konfirgurasi tertentu
Kekerasan psikis
1. Perubahan percaya diri yang tiba-tiba.
2. Sakit kepala atau nyeri perut tanpa penyebab medis yang jelas.
3. Ketakutan yang abnormal, mimpi buruk.
4. Cenderung melarikan diri. Kegagalan di sekolah (prestasi menurun, sering
bolos, tidak konsentrasi belajar)
Kekerasan seksual
1. Ketakutan (mimpi buruk, depresi, ketakutan yang berlebihan).
2. Nyeri perut, mengompol (terutama jika anak sudah diajarkan toilet training),
nyeri atau perdarahan pada genitalia, penyakit menular seksual.
3. Cenderung melarikan diri.
4. Perilaku seksual ekstrem yang tidak sesuai untuk usia anak.

You might also like