Professional Documents
Culture Documents
Dr. Ucok Martin, SPP
Dr. Ucok Martin, SPP
Dr. Ucok Martin, SPP
INFLAMASI
MEKANISME
MEKANISME
PERLINDUNG
KERUSAKAN PERBAIKAN
AN
JARINGAN
PARU
PENYEMPITAN
SALURAN
NAPAS DAN DESTRUKSI HIPESEKRESI
FIBROSIS PARENKIM MUKUS`
Ada dua mekanisme lainnya yang
berkontribusi pada patogenesis PPOK
yaitu ketidakseimbangan proteinases dan
antiproteinases di paru-paru dan stres
oksidatif.
KETIDAKSEIMBANGAN
PROTEINASE-ANTIPROTEINASE
Normalnya semua enzim proteolitik berinteraksi
dengan antiproteinase,proteinase yang jadi
perhatian utama: neutrofil elastase (NE) dan
poteinase3
Inhibitor utama proteinase: α1-At (seum prot yang
menghambat berbagai enzim proteolitik). anti
proteinase lain SLPI dam TIMP.
Emfisemapeningkatan MMP1 dan MMP2 pada
parenkim paru. Matriks metaloproteinase akan
meningkatnkan peptida kemotaktik yang
merangsang migrasi makrofag menuju paenkim
dan sal napas.
Merokokmenginduksi inflamasi dan
meningkatkan keluarnya proteinase yang
akan dihambat oleh antiproteinase untuk
mencegah cedera parenkim.
Pada PPOK prod antiproteinase tidak kuat
menetralisasi efek prot tsb.
STRES OKSIDATIF
peningkatan pajanan oksidan disertai
menurunnya kapsiti antioksidan sehingga
ketidakseimbangan antioksidan.
Normalnya sel parenkim paru dilindungi oleh
antioksidan intraselule dan memban penyapu
radikal (radical scavenger), pelapis permukaan
epitel yang mengandung antioksidan.
Stres oksidatifeksaserbasi akut PPOK denagn
berbagaimekanisme seperti aktivasi faktor
transkripsi NF-Κb, yang mengendalikan gen inflm:
TNF-α, IL-8dan prot infl lain.
Stresoksidatif akan merusak antiprotease
α1-At dan SLPI serta meningkatkan
pajanan jumlah oksidan terhadap
antioksidan.
Berbagai kondisi sebagai pencetus PPOK :
1. Bronkitis kronik: keadaan infl dengan limfosit CD8,
netrofl, CD68 monosit/makrofag dominanklinis:
batuk kronik, peningkatan sekesi bronkus,
pembesaran kelenjar yang mensekresi mukus dan
hiperplasia sel goblet.
2. Bronkiolitis kronik dewasa: keadaan infl bronkus
kecil, bronkiolus dengan dominan CD8 dan
,makrofag berpigmen. Terdapat metaplasia
mukus, pembesaran masa otot polos bronkus dan
hilangnya ikatan antar alveolar.
3. Emfisema : keadaan infl pada alveoli
dengan terdapat Limfosit T, netrofil dan
makrofag alveolar bepigmenkelainan
anatomi permanen disertai kerusakan
rongga alveoli distal bronkus teminal.
DIAGNOSIS
Gejala PPOK meliputi :
Batuk
Terjadi batuk kronis
Awalnya intermiten (biasanya pagi hari) tetapi
kemudian setiap hari
Memburuk secara progresif
Batuk kronik pada PPOK bisa tidak produktif
Sputum
Awalnya produksi sputum pagi hari
Kemudian produksi sputum bisa datang sepanjang
hari
Sputum biasanya lengket, mukoid dan jumlahnya
sedikit
Perubahan warna sputum (purulen) dan
pertambahan volume mengindikasikan infeksi
eksaserbasi.
Sesak Napas
Biasanya progresif dan cenderung
menjadi persisten
Awalnya sesak napas terjadi selama
beraktivitas (naik tangga)
Seiring dengan progresivitas penyakit,
aktivitas ringan memicu sesak napas dan
pada akhirnya pada keadaan istirahat
pasien juga mengalami sesak napas.
Diagnosis PPOK di tegakkan
berdasarkan :
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisis
B. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan rutin
Pemeriksaan khusus
a. Anamnesis
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau
tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di
tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak,
mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi
saluran napas berulang, lingkungan asap rokok
dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup
mencucu)
Barrel chest (diameter antero - posterior dan
transversal sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat
denyut vena jugularis i leher dan edema
tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga
melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung
mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah
Auskultasi
suara napas vesikuler normal, atau melemah
terdapat ronki dan atau mengi pada waktu
bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
ekspirasi memanjang
bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita
kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed –
lips Breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita
gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki
basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan
mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang.
Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2
yang terjadi pada gagal napas kronik.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rutin
Faal paru
Spirometri
diperlukan untuk menegakkan diagnosis
dalam hal ini jika hasil spirometri VEP1 / KVP < 70%
setelah pemberian bronkodilator menyatakan
adanya hambatan aliran udara yang persisten
(PPOK)
Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
Faal paru
•Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti
Paru Total (KPT), VR/KRF,
•VR/KPT meningkat
•DLCO menurun pada emfisema
•Raw meningkat pada bronkitis kronik
•Sgaw meningkat
•Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye
drop appearance)
Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg
per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1
pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK
umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah
pemberian kortikosteroid
Radiologi
CT - Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat
emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks
polos
Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh
Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan
kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman
dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran
napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi
akut pada penderita PPOK di Indonesia.
Derajat I Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat VEP1 / KVP < 70%
PPOK Ringan ini pasien sering tidak menyadari bahwa fungsi paru mulai menurun VEP1 ≥ 80% prediksi
Derajat II Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala VEP1 / KVP < 70%
PPOK Sedang batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai 50% < VEP1 <80% prediksi
memeriksakan kesehatannya
Derajat III Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan VEP1 / KVP < 70%
PPOK berat eksaserbasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien 30% < VEP1 <50% prediksi
Derajat IV Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan VEP1 / KVP < 70%
PPOK dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien VEP1 < 30% prediksi atau
Sangat Berat memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa. VEP1 < 50% prediksi
Disertai gagal napas kronik
•DIAGNOSIS BANDING
Tabel 3.
Diagnosis Gambaran Klinis
PPOK 1. Onset usia pertengahan
2. Gejala progresif lambat
3. Riwayat merokok (lama & jumlah)
4. Sesak saat aktivitas
5. Hambatan aliran udara umumnya ireversibel
Derajat I VEP1 / KVP < 70% - Bronkodilator kerja singkat (SABA Antikolinergik kerja cepat, xantin) bila perlu
PPOK Ringan VEP1 ≥ 80% prediksi
Dengan atau tanpa gejala
Derajat III VEP1 / KVP < 70% 1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator :
PPOK berat 30% < VEP1 <50% prediksi a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
Dengan atau tanpa gejala b. LABA
c. Simptomatik
d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis atau eksaserbasi berulang
1. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi)