Filariasis, Gastroenteritis & Listeriosis: Yosi Sefrina, SST, M. Keb

You might also like

Download as ppt, pdf, or txt
Download as ppt, pdf, or txt
You are on page 1of 39

FILARIASIS,

GASTROENTERITIS
& LISTERIOSIS

Yosi Sefrina, SST, M. Keb


FILARIASIS
 Filariasis adalah penyakit menular
(Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan
oleh larva cacing Filaria (Wuchereria
Brancrofti, Brugia Malayi dan Brugia
Timori) yang ditularkan oleh berbagai jenis
nyamuk, baik nyamuk jenis culex, aedes,
anopheles, dan jenis nyamuk lainnya.
 Penyakit ini ditularkan melalui gigitan
nyamuk dari orang yang mengandung
larva cacing (mikrofilaria) dari salah satu
cacing filaria di atas kepada orang yang
sehat.
 Penyakit ini jarang fatal namun dampak psikis
dan sosioekonomi yang ditimbulkan cukup
nyata.
 Filariasis disebabkan oleh cacing nematoda golongan
filaria. Tidak seperti Malaria dan Demam berdarah,
Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies nyamuk
dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes &
Armigeres.
 Beberapa spesies filaria yang ternama di Indonesia
adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan
Brugia timori. Cacing Wuchereria bancrofti dapat
menyebabkan penyakit kaki gajah karena sifatnya
yang dapat mengganggu peredaran getah bening.
Sedangkan Brugia malayi dan Brugia timori tidak.
 Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak
mendapatkan pengobatan, dapat menimbulkan cacat
menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat
kelamin baik perempuan maupun laki-laki.
 Penyakit Kaki Gajah bukanlah penyakit yang
mematikan, namun demikian bagi penderita
mungkin menjadi sesuatu yang dirasakan memalukan
bahkan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.
Bentuk Dari Cacing Filarial
Siklus hidup cacing Filaria terjadi
melalui dua tahap, yaitu:
1. Tahap pertama, perkembangan
cacing Filaria dalam tubuh nyamuk
sebagai vector yang masa
pertumbuhannya kurang lebih 2
minggu.
2. Tahap kedua, perkembangan
cacing Filaria dalam tubuh manusia
(hospes) kurang lebih 7 bulan.
Siklus hidup cacing Filaria dalam
tubuh nyamuk
 Siklus hidup pada tubuh nyamuk terjadi apabila nyamuk
tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang
terkena filariasis, sehingga mikrofilaria yang terdapat di
tubuh penderita ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk.
Mikrofilaria yang masuk ke tubuh dilepaskan sarung
pembungkusnya, kemudian mikrofilaria menembus dinding
lambung dan bersarang di antara otot-otot dada (toraks).
 Bentuk cacing Filaria menyerupai sosis yang disebut larva
stadium I. Dalam waktu kurang lebih 1 minggu, larva ini
berganti kulit, tumbuh akan lebih gemuk dan panjang yang
disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan
seterusnya, larva berganti kulit untuk kedua kalinya,
sehingga tumbuh semakin panjang dan lebih kurus, ini
yang sering disebut larva stadium III. Gerak larva stadium
III ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi
(pindah), mula-mula ke rongga perut (abdomen) kemudian
pindah ke kepala dan ke alat tusuk nyamuk.
Perkembangan filaria dalam tubuh
manusia
 Siklus hidup cacing Filaria dalam tubuh manusia
terjadi apabila nyamuk yang mengendung mikrofilaria
ini menggigit manusia. Maka mikrofilaria yang sudah
berbentuk larva infektif (larva stadium III) secara
aktif ikut masuk ke dalam tubuh manusia (hospes).
 Bersama-sama dengan aliran darah pada tubuh
manusia, larva keluar dari pembuluh darah kapiler
dan masuk ke pembuluh limfe. Di dalam pembuluh
limfe, larva mengalami dua kali pergantian kulit dan
tumbuh menjadi cacing dewasa yang sering disebut
larva stadium IV dan stadium V. Cacing Filaria yang
sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga
akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi
pembengkakan, misalnya pada kaki dan disebut kaki
gajah (filariasis).
Masa Inkubasi

Pada manusia antara 3-15 bulan


sedangkan pada hewan bervariasi sampai
beberapa bulan. Masa inkubasi mungkin
sesingkat 2 bulan. Periode pra paten
(dari saat infeksi sampai tampaknya
microfilaria di dalam darah) sekurang-
kurangnya 8 bulan.
Diagnosis
 Diagnosis Klinik
Ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik.
Diagnosis klinik penting dalam menentukan angka
kesakitan akut dan menahun (Acute and Chronic Disease
Rate).
Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang
mendukung dalam diagnosis filariasis adalah gejala dan
pengalaman limfadenitis retrograd, limfadenitis berulang
dan gejala menahun.

 Diagnosis Parasitologik
Ditemukan mikrofilaria pada pemeriksaan darah jari pada
malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan slang hari, 30
menit setelah diberi dietilkarbamasin 100 mg. Dari
mikrofilaria secara morfologis dapat ditentukan species cacing
filaria.
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan
prepaten, inkubasi, amikrofilaremia dengan gejala menahun,
occult filariasis, maka deteksi antibodi dan/atau antigen
dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang
diagnosis.
Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan
mikrofilaremi, tidak membedakan infeksi dini dan infeksi
lama.

 Diagnosis Epidemiologik
Endemisitas filariasis suatu daerah ditentukan dengan
menentukan microfilarial rate (mf rate), Acute Disease
Rate (ADR) dan Chronic Disease Rate (CDR) dengan
memeriksa sedikitnya 10% dari jumlah penduduk.
Pendekatan praktis untuk menentukan daerah endemis
filariasis dapat melalui penemuan penderita elefantiasis.
Dengan ditemukannya satu penderita elefantiasis di
antara 1000 penduduk, dapat diperkirakan ada 10
penderita klinis akut dan 100 yang mikrofilaremik
Patogenesis
 Fase Sub Klinis
 Fase ini disebut juga dengan pre-symtomatic, dimana
perubahan faali atau system dalam tubuh manusia (proses
terjadinya sakit) telah terjadi
 Belum menimbulkan keluhan sakit dan pada umumnya
pengobatan belum dilakukan.
 Jika dilakukan pemeriksaan denganmenggunakan alat-
alat kesehatan seperti pemeriksaan mikroskopis darah
pada waktu malam hari, maka akan ditemukan
mikrofilaria dalam tubuh
 Jika meminum obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC)
yang sedang digalakkan oleh pemerintah dalam program
eliminasi penyakit kaki gajah, akan timbul efek samping
seperti sakit kepala, sakit tulang atau otot, pusing,
anoreksia, muntah, demam, dan alergi yang menandakan
terdapat microfilaria dalam tubuh
 Fase Klinis
Pada fase ini perubahan-perubahan yang terjadi pada
jaringan tubuh telah memunculkan dan tanda-tanda
penyakit. Adapun gejala akut yang dapat terjadi antara lain :
 Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat
hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat
 Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka)
didaerah lipatan paha,ketiak (lymphadenitis) yang tampak
kemerahan, panas dan sakit
 Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan
sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan
kearah ujung (retrograde lymphangitis)
 Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan
kelenjar getah bening,dapat pecah dan mengeluarkan nanah
serta darah
 Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang
terlihat agak kemerahandan terasa panas (early
lymphodema)
 Fase Konvalesens
Merupakan tahap akhir dari fase klinis yang dapat berupa
fase konvalesens (penyembuhan) dan meninggal. Fase
konvalesens dapat berkembang menjadi :
• Sembuh total
• Sembuh dengan cacat atau gejala sisa (disabilitas atau
sekuele). Filariasis dapat disembuhkan jika diobati sedini
mungkin, namun jika tidak mendapatkan pengobatan
dapat mengakibatkan Disabilitas
(kecacatan/ketidakmampuan) karena terjadi penurunan
fungsi sebagian struktur/organ tubuh, yaitu berupa
pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin baik
perempuan maupun laki-laki sehingga menurunkan fungsi
aktivitas seseorang secara keseluruhan
Pengaruh Terhadap Kehamilan
 Tidak memiliki pengaruh langsung, namun memperberat
kondisi kehamilan
Occult filariasis merupakan infeksi filariasis yang tidak
memperlihatkan gejala klasik filariasis serta tidak
ditemukannya mikrofilaria dalam darah, tetapi ditemukan
dalam organ dalam. Occult filariasis terjadi akibat reaksi
hipersensitivitas tubuh penderita terhadap antigen
mikrofilaria. Contoh yang paling jelas adalah Tropical
Pulmonary Eosinophilia (TPE) : suatu sindrom yang terdiri dari
gangguan fungsi paru, hipereosinofilia, peningkatan antibodi
antifilaria, peningkatan IgE antifilaria dan respon terhadap
terapi DEC. Manifestasi klinis berupa gejala yang menyerupai
asma bronkhial ( batuk, sesak nafas, dan
wheezing),penurunan berat badan, demam, limfadenopati
lokal, hepatosplenomegali. Pada foto torak tampak
peningkatan corakan bronkovaskular terutama didasar paru,
dan pemeriksaan fungsi paru tampak defek obstruktif. Jika
tidak diobati, maka penyakit akan berkembang menjadi
penyakit paru restriktif kronik dengan fibrosis interstisial.
 Memudahkan terjadinya infeksi sekunder
Riwayat sensitisasi prenatal dan toleransi imunologik
terhadap antigen filarial mempengaruhi respon patologi
infeksi dan tendensi terjadinya manifestasi subklinis pada
masa kanak-kanak.
Di daerah endemik, terjadi kenaikan titer IgG4 yang lebih
tinggi dibanding IgG1, IgG2 dan IgG3 pada individu yang
amikrofilaremia, mikrofilaremia dan elefantiasis
Terdapat perbedaan umum sifat subklas IgG terkait dengan
proteksi dan progresifitas patologi.
Adapun TPE tampaknya terkait dengan IgE (dominan) dan
IgG4 yang telah diketahui kemampuannya menembus
jaringan lebih tinggi dibanding subklas IgG lainnya. Hal
tersebut digeneralisir dari sifat IgG4 dan IgG2 yang mampu
menembus plasenta sedang IgG3 dan IgG1 tidak mampu
menembus plasenta. Reaksi inflamasi jaringan dan persisten
hipereosinofilia yang menyertai TPE merupakan penghubung
keterkaitan gejala tersebut dengan keberadaan IgE maupun
IgG4 yang mampu mengaktivasi komplemen melalui jalur
alternatif.
Pencegahan
 Bagi penderita penyakit gajah diharapkan kesadarannya untuk
memeriksakan kedokter dan mendapatkan penanganan obat-
obtan sehingga tidak menyebarkan penularan kepada
masyarakat lainnya. Untuk itulah perlu adanya pendidikan dan
pengenalan penyakit kepada penderita dan warga sekitarnya.
 Pemberantasan nyamuk diwilayah masing-masing sangatlah
penting untuk memutus mata rantai penularan penyakit ini.
Menjaga kebersihan lingkungan merupakan hal terpenting
untuk mencegah terjadinya perkembangan nyamuk diwilayah
tersebut.
 Berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk dengan
cara :
-Tidur memakai kelambu
-Lubang-lubang/ ventilasi rumah ditutup dengan kawat kasa
halus
-Tidak membiarkan nyamuk-nyamuk bersarang didalam atau
disekitar rumah
-Membunuh nyamuk dengan obat semprot nyamuk
-Membersihan tanaman air atau selokan untuk menghilangkan
tempat bersarangnya nyamuk.
Penanggulangan
 Untuk memberantas penyakit filariasis ini sampai tuntas
WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global, yaitu The
Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a
Public Health problem by The Year 2020
 Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan masal
dengandengan kombinasi diethyl carbamazine (DEC) dan
albendazole (Alb) yang direkomendasikan setahun sekali
selama lima tahun.
 Untuk melaksanakan Eliminasi ini WHO menetapkan 2
strategi utama yaitu:
1. Pemutusan rantai penularan dengan cara pengobatan
massal (Program Minum Obat Massal Pencegahan : POMP)
kepada penduduk di Kecamatan Endemis, dengan
menggunakan DEC dan Albendazole setahun sekali, selama
5 – 10 tahun.
2. Penatalaksanaan kasus klinis untuk mencegah kecacatan
GASTROENTERITIS
Pengertian
 Gastroenteritis adalah perangan akut lapisan
lambung dan usus yang ditandai dengan
anoreksia, rasa mual, diare, nyeri abdomen dan
kelemahan
 Diare pada gastroenteritis ialah keadaan
frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali
dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna
hijau atau dapat bercampur lendir dan darah
 Banyak wanita hamil mungkin mengeluh diare
jika mengalami perubahan dalam kebiasaan BAB
dengan feses yang lembut/lunak, sering dan
kurang berbentuk
Klasifikasi
Diare akut
 Diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari)
 Penyebab dominan infeksi
 Pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa
darah, mungkin disertai muntah dan panas.
 Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi
merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.

Diare kronis
• Berlangsung lebih dari 2 minggu berturut-turut
• Penyebab : infeksi, pengobatan, penyakit kronis, sindrom
malabsorpsi, stress dan sindrom iritasi usus
Etiologi
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu
1. Faktor infeksi
• Infeksi enteral : infeksi bakteri, infeksi virus, infeksi parasit,
protozoa, jamur
• Infeksi parenteral : infeksi diluar alat pencernaan makanan
seperti otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits,
bronkopeneumonia, ensefalitis
2. Faktor malabsorpsi
• Malabsorpsi karbohidrat : Disakarida (intoleransi laktosa,
maltosa dan sukrosa), Monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa, dan galaktosa)
 Malabsorpsi lemak
 Malabsorpsi protein
3. Faktor makanan
Makanan yang menyebabkan diare adalah makanan yang
tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (misal,
sayuran), dan kurang matang.
Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan
timbulnya diare:
1. Gangguan osmotik
Makanan/zat yang tidak dapat diserap  tekanan osmotik
dalam rongga usus   pergeseran air dan elektrolit ke dalam
rongga usus.
Isi rongga usus yang berlebihan  merangsang usus untuk
mengeluarkannya  diare osmotik
2. Gangguan sekresi
Rangsangan tertentu (toksin) pada dinding usus 
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus 
diare sekretorik timbul karena terdapat peningkatan isi
rongga usus
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik  berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan  diare.
Bila peristaltik usus menurun  bakteri tumbuh berlebihan 
diare
Masuknya jasad renik yang masih hidup kedalam usus halus setelah
berhasil melewati rintangan asam lambung

Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus


halus

Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)

Diare akut

Bila diare melanjut sampai 2 minggu/lebih, kehilangan BB atau


tidak bertambah selama masa tersebut

Diare kronik

Bila diarenya menetap dalam 2 minggu/lebih dan disertai gangguan


pertumbuhan

Melanjutnya Perbaikan
Kerusakan Diare persisten Mukosa yang
Mukosa terlambat
Gejala
 Mual, muntah, dan/atau diare
 Demam
 Malaise (dalam 2-3 hari setelah terinfeksi)
 Nyeri tekan abdomen, tidak ada tahanan muskular
(guarding)
 Bising usus meningkat
 Kehilangan banyak cairan dan elektrolit  dehidrasi (berat
badan , turgor kulit berkurang, mata cekung, selaput
lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering,
peningkatan frekuensi nadi dan pernafasan
Pengaruh terhadap kehamilan
 Dehidrasi (Ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau
hipertonik)
 Renjatan hipovolemik
 Hipokalemia (meteorismus, hipotoni, bradikardia,
perubahan EKG)
 Hipoglikemia
 Asidosis
 Alkalosis
Penanganan

 Bidan harus segera merujuk wanita hamil yang mengalami


diare berair kronis untuk dievaluasi lebih lanjut
 Gastroenteritis viral umumnya dapat sembuh sendiri dalam
satu sampai empat hari istirahat dan pemberian cairan oral
 Dehidrasi berat : rehidrasi intravena dengan elektrolit
 Pengobatan seperti kaolin/pektin, difenoksilat atau
loperamid dapat diberikan untuk menurunkan frekuensi
feses, jika gejala tidak sembuh atau pasien menjadi
dehidrasi, maka perlu evaluasi lebih lanjut : pemeriksaan
laboratorium sampel feses
 Tindakan simtomatik biasanya tepat bila penyebabnya
adalah virus dan bakteri
 Penggunaan antibiotik dalam pengobatan sebaiknya
didahului dengan kultur
LISTERIOSIS
 Listeriosis merupakan suatu penyakit
yang disebabkan oleh Listeria
monocytogenes, dengan gejala yang
bervariasi tergantung kepada daerah
tubuh yang terinfeksi dan usia
penderitanya.
 Pengertian dari Listeriosis sendiri
mengacu kepada banyaknya jenis gejala
penyakit yang ditimbulkan pada hewan
dan manusia.
 Listeria monocytogenes dapat menginfeksi
manusia dan hewan.
Etiologi
 Listeria monocytogenes diketahui sebagai bakteri yang dapat
menyebabkan penyakit Listeriosis
 Penyakit ini disebabkan karena mengonsumsi makanan yang
tercemar bakteri tersebut,
 Listeriosis merupakan penyakit yang sangat serius bagi manusia,
dengan mortality rate 25%
 Habitat Listeria umumnya di tanah, air mengalir, saluran
pembuangan kotoran, tumbuhan dan makanan. Bakteri Listeria
monocytogenes ditemukan di seluruh dunia dan di dalam usus
burung, laba-laba, binatang air yang berkulit keras (krustasea)
serta mamalia selain manusia.
 Pada manusia, listeriosis bisa menyerang hampir setiap organ
tubuh. L. monocytogenes yang bersifat pathogen terhadap
manusia apabila mencemari makanan atau minuman yang
dikonsumsi oleh individu tersebut.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 1-10% manusia
mungkin memiliki L. monocytogenes di dalam ususnya.
Gejala Klinik
 Gejala yang umum ditemukan akibat Listeriosis adalah sepsis dan
meningitis Pada 20% kasus terjadi abses otak. Meningitis
menyebabkan demam dan kaku kuduk, jika tidak diobati bisa
menyebabkan penurunan kesadaran, koma dan kematian).
 Pada orang dewasa sehat biasanya gejala yang muncul mirip
dengan gejala influenza ringan yang kemudian dapat berkembang
menjadi meningitis dan/atau meningoencephalitis.
 Gejala yang lebih berat umumnya timbul pada wanita hamil, bayi
baru lahir, lansia dan individu dengan imunitas rendah. Pada
kasus infeksi yang berat, meningitis biasanya disertai dengan
septikemia
 Listeria kadang bisa menginfeksi mata, sehingga mata menjadi
merah dan nyeri. Selanjutnya infeksi bisa menyebar ke kelenjar
getah bening, darah dan meningens. Kadang infeksi sampai ke
katup jantung dan menyebabkan gagal jantung.
Secara umum gejala listeriosis adalah sebagai berikut:
 Septicemia (infeksi pada aliran darah),
 Meningitis (radang selaput otak) atau meningoencephalitis
(radang pada otak dan selaputnya),
 Encephalitis (radang otak),
 Infeksi pada kandungan atau pada leher rahim pada wanita
hamil, yang dapat berakibat keguguran spontan (trimester
kedua/ketiga) atau bayi lahir dalam keadaan meninggal.
 Kondisi di atas biasanya diawali dengan gejala-gejala seperti:
◦ Influenza, antara lain demam berkepanjangan.
◦ Nyeri perut
◦ Sindroma (gejala gangguan pernafasan), radang tenggorokan
◦ Demam menggigil
◦ Pegal-pegal
◦ Sering kencing dan nyeri
 Mual, muntah, dan diare dapat merupakan bentuk awal dari
listeriosis yang lebih parah
Diagnosis
 Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.
 Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pembiakan contoh
jaringan atau cairan tubuh di laboratorium. Antibodi terhadap
Listeria juga bisa diukur di dalam darah.
L.monocytogenes diisolasi dari darah, cairan cerebrospinal (cairan
otak dan sumsum tulang belakang), atau dari tempat lain yang
seharusnya steril (misalnya plasenta, janin).
 Pada pengamatan di bawah mikroskop, Listeria akan tampak
sebagai bakteri Gram-positif, berbentuk batang, seringkali
berkoloni berbentuk rantai, tidak membentuk spora, dan katalase
positif. Flagella pada Listeria akan diproduksi pada suhu ruang,
tidak pada suhu 37°C. Aktivitas hemolitik pada media Blood Agar
sering digunakan untuk membedakan L. monocytogenes dari
spesies Listeria lainnya. Namun, sifat tersebut bukan ciri yang
pasti untuk identifikasi L. monocytogenes. Identifikasi lanjutan
dengan melihat karakter biokimia diperlukan untuk membedakan
antar spesies Listeria.
Pengaruh Terhadap Kehamilan
 Apabila wanita hamil terinfeksi bakteri Listeria monocytogenes,
kemungkinan besar janin yang dikandung akan terinfeksi juga
dan dapat menyebabkan :
- lahir prematur dengan tanda-tanda gawat nafas dan terdapat
ruam
- bayi lahir cacat/sakit.
- septikemia dalam 2 hari setelah lahir
- meningoensefalitis (setelah hari kelima)
- lahir mati
- infeksi SSP
 Infeksi pada kandungan atau pada leher rahim pada wanita
hamil, yang dapat berakibat keguguran spontan (trimester
kedua/ketiga) atau bayi lahir dalam keadaan meninggal
Pencegahan
 Pencegahan secara total mungkin tidak dapat dilakukan,
namun makanan yang dimasak, dipanaskan dan disimpan
dengan benar umumnya aman dikonsumsi karena bakteri
ini terbunuh pada temperatur 75°C. Resiko paling besar
adalah kontaminasi silang, yakni apabila makanan yang
sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau
peralatan (misalnya alas pemotong) yang terkontaminasi.
 Mencuci tangan dan setiap permukaan yang kontak dengan
makanan dengan air panas dan sabun.
 Perhatikan pula masa kadaluarsa bahan makanan mentah.
 Hindari meminum susu yang tidak dipasteurisasi.
 Pemeriksaan bakteri Listeria monocytogenes pada produk
yang berasal dari hewan sangat dianjurkan untuk
dilakukan oleh produsen makanan dan minuman.
Pengobatan
 Listeria monocytogenes rentan terhadap penisilin,
makrolida, tetrasiklin dan ampisilin
 Ampisilin adalah terapi pilihan
 Jika infeksi telah sampai ke katup jantung, maka diberikan
juga antibiotik kedua, misalnya tobramisin. Infeksi mata
bisa diatasi dengan eritromisin per-oral.

• Tanpa ditegakkannya diagnosis, mortalitas akibat listeriosis


infantil sebesar 90%
• Prognosis memburuk pada bayi yang prematur
• Diagnosis dan terapi yang tepat mengurangi resiko sebesar
50%
Terima Kasih

You might also like