Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 49

BAHAN PERKERASAN JALAN

1. Perkerasan Lentur
2. Perkerasan kaku/rigid pavemcnt, memerlukan bahan-bahan:
• Agregat, sebagai tulangan
• Semen (portland cement), sebagai bahan pengikat
• Bahan-bahan perkerasan jalan, baik yang digunakan sebagai
perkerasan lentur maupun perkerasan kaku, sebelum
digunakan harus melalui berbagai pemeriksaan terlebih
dahulu di laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang
dimaksud meliputi beberapa hal antara lan:
o Jenis bahan
o Keadaan fisik bahan
o Kualitas bahan

Dengan melalui berbagai pemeriksaan laboratorium tersebut


diharapkan dukungan terhadap kestabilan konstruksi perkerasan
dapat terpenuhi, disamping hal lainnya yang menyangkut
pelaksanaan di lapangan.
ASPAL
• Definisi dan Komposisi Aspal
Aspal merupakan material yang termoplastis yaitu
melunak dan menjadi cair jika dipanaskan dan kental
kembali menjadi padat jika didinginkan kembali.
• Aspal menjadi sangat berguna untuk para ahli jalan,
mengingat aspal merupakan bahan pengikat yang kuat,
kedap air dan sangat tahan terhadap keawetan.
Walaupun secara fisik aspal merupakan bahan yang
setengah padat, namun aspal dapat dibuat menjadi cair
seketika dengan cara dipanaskan ataupun dicampur
kembali dengan solvent ataupun air, menjadi aspal cair
(cut-back asphalt) dan aspal emulsi (emulsion asphalt).
• Aspal merupakan campuran yang terdiri dan bitumen
dan mineral.
• Bitumen adalah bahan yang berwama cokiat hingga kehitaman,
mempunyai sifat fisik keras hingga cair, mempunyai sifat larut
dalam CS2 ataupun COH dengan sempurna, dan mempunyai sifat
berlemak serta tidak larut dalam air.
• Sedangkan Ter merupakan bahan cair berwama hitam, tidak
larut dalam air, larut sempurna dalam CS2 atau COH,
mengandung zatzat organik yang terdiri dan gugusan aromat dan
mempunyai sifat lekat.
• Bitumen secara kimia terdiri dan gugusan aromat, naphten dan
alkan sebagai komponen terpenting dan secara kimia fisika
merupakan campuran koloid, dimana butir-butir yang merupakan
komponen yang padat (asphaltene) berada dalam fasa cairan
yang disebut malten.
• Asphaltene terdiri dan campuran gugusan-
gugusan aromat, naphten dan alkan dengan berat
molekul yang tinggi antara 1.800 sampai dengan
140.000.
• Sedangkan Malten terdiri dan campuran gugusan
anomat, naphten dan alkan dengan berat molekul
yang lebih rendah yaitu antara 370 hingga 710.
• Sedangkan Ter terdiri dari campuran gugusan-
gugusan aromat dengan berat moiekul yang
rendah juga yaitu antara 150 - 300.
• Jenis-Jenis Aspal dan Ter
Aspal yang sering digunakan untuk bahan
konstruksi jalan dapat terdiri dari aspal alam
maupun aspal buatan.
1. Aspal Alam
a. Aspal alam diketemukan di Pulau Buton (Sulawesi Tenggara
- Indonesia), Perancis, Swiss dan Amerika Latin. Menurut
sifat kekerasannya aspal tersebut di atas dapat diperingkat
sebagai berikut:
1. Batuan (Rock Asphalt)
2. Plastis (Trinidad Lake Asphalt = TLA)
3. Cair (Bermuda Lake Asphalt = BLA)
b. Sedangkan menurut tingkat kemurniannya dapat
diperingkat sebagai berikut:
1. Murni dan hampir murni (Bermuda Lake Asphalt)
2. Tercampur dengan mineral (Rock Asphalt) Pulau Buton,
Trinidad, Perancis dan Swiss
c. Berhubung aspal alam tidak mempunyai mutu yang tetap
dan seragam, penggunaan aspal alam tersebut
memerlukan perhatian tersendiri.
2. Aspal Buatan
Jenis aspal ini dibuat dari minyak bumi sebagai bahan baku,
dimana minyak bumi yang baik untuk pembuatan aspal adalah
minyak bumi yang banyak mengandung aspal (asphaltene) dan
hanya sedikit mengandung parafin.
Parafin dengan berat molekul tinggi, membentuk hablin-hablin
yang dapat mempengaruhi tingkat kelekatan aspal terhadap
batuan. Oleh karena itu untuk memperoleh aspal dengan mutu
yang baik dipilih bahan baku minyak dengan kadar parafin yang
rendah.
Minyak bumi dapat digolongkan ke dalam :
• paraffin base crude oil ialah minyak bumi berkadar parafin
tinggi
• asphaltene atau naphten base crude oil ialah minyak bumi
dengan kadar parafin rendah
• mixed-base crude oil yang merupakan campuran dari
keduanya.
• Asphaltene-base crude oil mengandung banyak gugusan
aromat dan siklis sehingga kadar aspalnya rendah
sedangkan kadar parafinnya tinggi.
• Minyak bumi tersebut kemudian disuling, untuk
memisahkan bagian-bagian yang mudah menguap dan
bagian-bagian yang sukar menguap.
• Residu atau sisa dan destilasi ini disuling sekali lagi pada
suhu yang sama akan tetapi pada tekanan rendah
(hampa udara) dan menghasilkan fraksi-fraksi seperti
gas, oil, minyak pelumas, sebagai sisa dihasilkan straight
run bitumen.
• Pada umumnya straight run bitumen tersebut
mempunyai penetrasi yang tinggi sehingga untuk
menghasilkan bitumen dengan penetrasi yang
dibutuhkan, bitumen tersebut masih harus diproses
dengan cara blowing menjadi semi blown asphalt.
Tabel Fraksi-fraksi Dalam Minyak Mentah
• Dalam proses destilasi, beberapa fraksi yang berbeda
dipisahkan dan minyak bumi seperti terlihat pada Tabel
dibawah ini.
• Jika proses destilasi dikontrol sehingga pemanasan
berlebih dan perubahan susunan kimia dapat dijaga,
residu aspal tersisa dinamakan straightrun asphalt.

• Tabel Fraksi-fraksi Dalam Minyak Mentah

Fraksi Hasil Kisaran Titik Didih °F

Ringan Bensin 100 - 400

Medium Minyak Tanah 350 - 575

Berat Solar 425 - 700

Sangat Berat Oh >650

Residu Aspal
• Blowing adalah proses tambahan, dimana residu dan
penyulingan hampa udara dicampur dengan udara pada
suhu 400° - 550° F. Biasanya proses blowing dilakukan
apabila dibutuhkan bitumen dengan penetrasi yang lebih
rendah dari pada straight run bitumen.
• Dengan blowing tidak hanya penetrasi dan bitumen
diturunkan akan tetapi juga kadar asphaltene
ditingkatkan.
• Beberapa sifat dari bitumen diperbaiki dengan blowing
ialah sifat kelekatan, sifat kepekaan terhadap perubahan
suhu. Pada proses blowing juga terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan, misalnya seperti terjadi cracking yaitu suatu
proses kimia dimana molekul-molekul yang besar dan
panjang dipecahkan menjadi molekul-molekul yang
lebih kecil bahkan juga dapat terjadi pengarbonan
(karbon = arang).
• Kejadian ini perlu dihindarkan atau dikurangi,
oleh karena dengan adanya cracking hasil
bitumen bukan hanya menurun mutunya
namun kemungkinan juga dapat menjadi tidak
homogen. Sehingga butir-butir koloid arang
yang seharusnya berukuran kecil menjadi lebih
besar dan karenanya tidak dapat larut secara
baik dalam malten bahkan mengendap dan
pelarutnya dan membentuk endapan yang
terdiri dan butir-butir arang yang lebih besar,
yang tidak terdispersi dalam pelarutnya.
• Endapan ini berakibat mengurangi pembentukan lapisan
tipis sekali diatas batuan sehingga pelekatan butir-butir
batuan menjadi kurang baik. Selain dan ini pengendapan
tersebut mengurangi homogenitas dan benang aspal
yang terbentuk dalam pengetesan dengan
menggunakan alat daktilitas sehingga nilai daktilitas
menjadi rendah.
• Selagi kinerja bitumen menjadi kurang baik, blowing
adalah proses yang lebih mahal, karena efisiensi
produksi Bagian Perkerasan Jalan berkurang dan
menimbulkan polusi udara. Proses blowing untuk
pembuatan aspal untuk konstruksi jalan, biasanya
dilakukan dengan sangat hati-hati dan teliti dan aspal
yang dihasilkan dinamakan semi blown asphalt.
• Bitumen yang telah dibuat dengan proses tersebut di
atas disimpan menurut jenis penetrasi dalam berbagai
tangki sebagai penyimpan aspal keras.
• Aspal sejenis kemudian dapat langsung
diangkut dalam bentuk bulk dengan kapal-
kapal tangki atau ditampung dalam drum-
drum.
• Untuk pembuatan aspal cair, aspal keras di
atas dicampur dengan pelarut-pelarut dalam
tangki pencampur (blender). Misalnya untuk
aspal cair jenis RC, aspal keras dicampur
dengan bensin. Untuk aspal cair jenis MC,
aspal keras dengan penetrasi lebih tinggi
dicampur dengan kerosene. Llntuk aspal
cairjenis SC, aspal keras dicampur dengan
minyak diesel.
• Aspal cair adalah aspal keras yang diencerkan
dengan 10 sampai 20% kerosin, white spirit, gas
oil dll. untuk mencapai viskositas tertentu dan
memenuhi fraksi-fraksi destilasi tertentu.
• Viskositas tetentu ini dibutuhkan agar aspal cair
tersebut dapat membasahkan agregat dalam
waktu yang singkat, kemudian setelah beberapa
waktu meningkat hingga pekerjaan pemadatan
dapat dilaksanakan. Viskositas untuk pekerjaan
penyampuran adalah kira-kira 200 CSt dan untuk
pekerjaan pemadatan 20.000 CSt. Fraksi destilasi
ditentukan tmtuk aspal cair jenis RC antara 140 -
200° C dan untuk jenis MC antara 210 - 260° C.
3. Aspal Emulsi
• Untuk beberapa jenis pekerjaan permintan jalan
dibutuhkan aspal cair bahkan lebih cair dari pada
aspal cair. Aspal emulsi adalah aspal yang lebih
cair daripada aspal cair dan mempunyai sifat
dapat menembus pori-pori halus dalam batuan
yang tidak dapat dilalui oleh aspal cair biasa
oleh karena sifat pelarut yang membawa aspal
dalam emulsi mempunyai daya tarik terhadap
batuan yang lebih baik daripada pelarut dalam
aspal cair, terutama apabila batuan tersebut agak
lembab.
• Aspal emulsi terdiri dan butir-butir aspal halus, dalam air
umumnya butir-butir yang sama mempunyai daya tarik
yang besar pula terhadap sesamanya dan daya tarik
tersebut menjadi lebih besar jika makin dekat jaraknya.
• Untuk menghindarkan butir-butir tersebut tertarik
menjadi satu butir yang besar, maka pada butir-butir
tersebut diberikan suatu muatan listrik tertentu dan sama
sehingga jarak antara butir-butir aspal tidak menjadi
terlalu kecil.
• Untuk maksud tersebut diberikan di dalam pelarut (air)
suatu emulgator sehingga butir-butir kecil tersebut selalu
melayang-layang dalarn pelarutnya dan dihindarkan
menggumpal. Tergantung dari muatan listrik induksi
tersebut, maka aspal emulsi dibagi dalam aspal emulsi
kationik bila muatan listrik butir-butir aspal adalah positif
dan anionik bila muatan listrik dan butir-butir aspal
tersebut adalah negatif.
• Secara visual tidak nampak perbedaannya, dan kedua
aspal emulsi dapat digunakan untuk pekerjaan yang sama
pula.
• Pada umumnya batuan netral dan asam dapat dilapisi
dengan aspal emulsi kationik sedangkan batuan yang basa
dan netral dapat dilapisi dengan aspal emulsi anionik.
• Batuan yang biasa digunakan seperti andesit, basal, pada
umumnya batuan berwarana hitam keabu-abuan dilapis
dengan aspal emulsi dengan muatan listrik neggatif
Sehingga mudah mengikat aspal dengan muatan listrik
positif seperti dalam aspal emulsi kationik. Sifat lekat dari
aspal emulsi anionik pada batuan ini tidak berdasarkan
muatan listrik akan tetapi selain pengelompokan menurut
apa yang disebut di atas, aspal emulsi dibagi juga menurut
viskositasnya. Berdasarkan sifat geologi ini maka
pembagian aspal emulsi akan menyangkut kadar bitumen
atau kadar air yang dikandungnya karena kadar air
mempengaruhi viskositas.
• Cara penggunaan aspal emulsi berbeda dengan
cara penggunaan aspal biasa oleh karena aspal
emulsi mengandung air.
• Cara melekatkan butir-butir aspal dalam aspal
emulsi juga berbeda dengan aspal biasa karena
butir-butir aspal dalam emulsi bermuatan listrik
dan karenanya bergantung dari muatan listrik
permukaan agregat yang akan dilapis.
• Sebelum aspal dalam aspal emulsi menempel
pada permukaan agregat terjadi hal-hal sebagai
berikut:
a. Proses ini dipengaruhi oleh suhu udara, kelembaban,
angin dan cara pencampuran.
Proses ini dipercepat oleh suhu udara dan menjadi lebih
cepat pada suhu yang lebih tinggi, kelembaban yang
rendah dan banyak angin. Pekerjaan dengan sprayer
mempercepat proses penguapan ini apabila kadar aspal
mecapai lebih dan 80, terbentuklah lapisan aspal yang tipis
diatas permukaan agregat, dan setelah ini tercapai
keadaan menjadi stabil untuk pekerjaan pemadatan.
Apabila keadaan ini belum tercapai, maka proses dispersi
aspal-aspal daiam air masih dapat membaik. Dan apabila
pada saat ini turun hujan, maka butir-butir aspal yang
telah bersatu dapat memisah kembali dan menjadi aspal
emulsi yang dibawa oleh air hujan. Apabila lebih dan 80%
aspal telah mengendap dan cairan emulsi semula maka
keadaan sudah stabil dan apabila turun hujan, tidak akan
terjadi dispersi kembali dan butir-butir aspal.
b. Pelapisan permukaan agregat dan pemindahan air
dari permukaan agregat oleh gaya tarik kapiler.
Setelah kadar aspal dalam aspal emulsi naik hingga
lebih dan 80%, maka butir-butir aspal kecil ditarik
oleh agregat dengan kekuatan elektromotoris oleh
karena jenis muatan listrik dan butir-butir aspal dan
agregat bertentangan. Emulsifier yang tadinya
memberikan muatan listrik pada butir-butir aspal,
sekarang tidak bermuatan listrik lagi dan oleh
karenanya butir-butir aspal dapat bergabung dan
mengendap diatas permukaan agregat. Oleh karena
itu maka air diantara agregat dan butir-butir aspal
didesak dan ikatan kedua ialah tekanan permukaan
menambah sifat lekat aspal tersebut terhadap
agregat. Sebagian air juga dihisap oleh gaya kapiler
dan pori-pori agregat.
c. Pelekatan yang Bergantung dan Sifat Kimia dan
Fisik Agregat
Sifat melekat pertama disebabkan karena gaya
tarik muatan bertentangan, dan makin tinggi,
potensial ini makin tinggi pula daya tank
tersebut.

d.Pengaruh mekanis yang terjadi pada sistem


emulsi dan agregat selama pekerjaan
pemadatan dan setelah dibuka untuk lalu lintas
Ter
• Ter adalah istilah umum untuk cairan yang
diperoleh dan material organis seperti kayu atau
batu-bara melalui proses pemijaran atau destilasi
dengan suhu tinggi tanpa zat asam.
• Untuk mengetahui asalnya, maka pada ter tersebut
diberikan sumber asalnya misalnya ter batu bara
atau ter kayu, yaitu ter yang masing-masing
berasal dan batu bara atau kayu.
• Untuk jalan hanya digunakan ter berasal dan batu
bara, oleh karena hasil produksi ter dari kayu
sedikit dan mutunya tidak seragam.
Susunan Kimia dan Sifat-Sifat Teknik Bitumen
• Secara kimiawi bitumen terdiri dari zat-zat
hydrocarbon ditambah unsur-unsur lain seperti
belerang, zat asam, nitrogen, logam-logam dan
lain-lain dengan kadar dan susunan yang lain-lain
tergantung dari tempat dan cara pengolahannya.
• Bitumen secara kimia terdini dan:

jenuh = paraffinis 1
rantai hydrocarbon alifatis
tidak jenuh = olefinis

jenuh = naphtenis
lingkaran hydrocarbon cycloparafin
tidakjenuh = aromatis
• Parafin mempunyai sifat tidak bereaksi dengan
gugusan yang sama atau dengan gugusan lain oleh
karena itu maka gugusan ini tidak mempunyai sifat
lekat yang baik. Gugusan olefinis biasanya tidak
terdapat dalam aspal yang diproduksi secara disuling
biasa, akan tetapi dari hasil cracking.
• Gugusan aromatis mempunyai bau yang khas sifat
lekat dari aspal emulsi tersebut berdasarkan
penguapan air. Jadi berdasarkan sifat tekanan
permukaan dari batuan ini terhadap aspalnya sendiri
setelah air menguap.
• Aspal emulsi digolongkan menurut muatan listriknya.
Dalam aspal emulsi kationik dan anionik, kedua
golongan tersebut masih dipecahkan lagi menurut sifat
labil sebagai berikut :
Anionik

• (MC) Labil :
Memisah dengan cepat, tidak dapat dipergunakan
untuk dicampur dengan batuan sebelum dihampar.
• (MS) Agak stabil :
Mempunyai kestabilan sehingga dapat dipergunakan
untuk dicampur dengan jenis-jenis batuan dan gradasi
tertentu sebelum dihampar.
• (ML) Stabil :
Dapat dicampur dengan semua jenis batuan yang biasa
digunakan dan dengan segala macam gradasi termasuk
gradasi filler seperti semen portland.
Kationik
• (MCK) Bekerja cepat
Cepat bereaksi dengan batuan pada saat teijadi kontak
dengan permukaan jalan maupun batuan, sehingga
tidak dapat digunakan untuk pekerjaan mencampur
dengan batuan sebelum diampar.
• (MSK) Bekerja Kurang Cepat
Reaksi kurang cepat dengan batuan, menyebabkan
jenis ini dapat digunakan untuk pekerjaan mencampur
dengan batuan bergradasi kasar dan bersih.
• (MLK) Bekerja Lamban
Karena reaksi yang lamban sekali maka jenis ini dapat
dipergunakan untuk mencampur dengan batuan
bergradasi halus misalnya slurry seal dan tidak bersih.
• Gugusan-gugusan tersebut di atas merupakjn
campuran dari bitumen baik dalam asphalten maupun
juga dalam malten.
• Seperti telah dijelaskan, bitumen adalah suatu
campuran koloid dimana terdapat fasa yang pekat larut
dalam fasa cairan, dan fasa yang pekat ini adalah
asphalten sedangkan fasa yang cair adalah malten.
Keadaan koloid ini dapat menjadi stabil karena adanya
zat-zat resin yang berfungsi sebagai stabilisator.
Tergantung dari susunan asphalten maka sistem koloid
ini dapat disebut gel atau sol.
• Di dalam jenis gel molekul-molekul asphalten saling
mengikat, sedangkan dalam jenis sol molekul-molekul
asphalten bergerak bebas. Jenis sol ini dihasilkan
dengan proses destilasi, sedangkan jenis gel dihasilkan
dengan proses blowing.
• Jenis gel mempunyai bentuk sedangkan jenis sol tidak
mempunyai bentuk tertentu karena bitumen dengan
bentuk yang tertentu terdiri dari molekul-molekul yang
tidak dapat bergerak dan pada suhu tertentu, karena
ikatan menjadi lemah, sehingga baru dapat bergerak.
• Maka bitumen dengan jenis ini tidak peka terhadap
perubahan suhu, sedangkan bitumen yang terdiri dan
molekul-molekul yang mudah bergerak, sudah mulai
bergerak pada suhu jauh di bawah titik lembeknya,
sehingga bitumen jenis ini lebih peka terhadap
perubahan suhu.
• Ter yang dimaksud adalah yang diperoleh dari batu bara. Secara
umum ter mempunyai bau tertentu yang disebabkan karena adanya
gugusan aromat dan banyaknya jenis gugusan aromat ini
tergantung dari cara pembuatannya. Pemanasan pada suhu tinggi
seperti terjadi pada destilasi ter dalam tungku horizontal
menghasilkan banyak jenis aromat dengan gugusan OH seperti
phenol, aerosol. Umumnya dalam ter tidak terdapat gugusan
parafin.

• Sifat-sifat Aspal yang dibutuhkan untuk bahan jalan : Kelekatan


terhadap batuan
Bitumen dan ter biasanya mempunyai daya ikat yang baik terhadap
batuan yang biasanya digunakan untuk jalan, asal batuan tersebut
kering dan cukup bersih.
Untuk mencapai daya ikat yang baik, syarat pertama yang
dibutuhkan ialah zat pelekat membasahi permukaan batu.
Untuk itu viskositas zat tersebut harus cukup rendah,
makin tinggi viskositas zat tersebuit makin lama dan makin
sukar zat tersebut membasahi permukaan batu. Terutama
apabila permukaan batu tertutup dengan debu sehingga
zat tersebut dengan viskositas yang agak tinggi lekat lebih
dulu pada debunya sebelum mencapai permukaan batu.
• Apabila suatu zat pelekat telah melekat dengan baik pada
permukaan batu biasanya perekat tersebut tidak akan
melepaskan batu tersebut kecuali apabila air dapat masuk
antara kedua permukaan. Air dapat masuk antara kedua
permukaan apabila tekanan air menjadi cukup tinggi untuk
memindahkan bitumen tersebut.
• Biasanya hal tersebut dapat terjadi apabila hujan turun
sebelum bitumen menjadi keras dan jalan sudah dilalui
lalu lintas kendaraan.
Percobaan-Percobaan Aspal
1. Penetrasi
• Pemeriksaan Penetrasi adalah dengan suatu jarum yang
dimasukkan ke dalam aspal pada suhu tertentu yang
dibebani dengan beban tertentu (100 gr atau 50 gr)
selama waktu tertentu (5 detik).
• Untuk mengadakan pemeriksaan tersebut digunakan alat
penetrometer, dilengkapi dengan pengukur waktu yang
berskala 0,1 detik dan merupakan alat pengukur yang
berada didalam penetrometer atau terpisah. Waktu
berlangsungnya penetrasi harus dapat diatur dan teliti
hingga 0,1 detik.
2. Titik Lembek
• Pemeriksaan Titik Lembek adalah pemeriksaan
suhu aspal menjadi lembek karena pembebanan
tertentu. Biasanya beban tersebut terdiri dari
bola baja dengan ukuran dan berat tertentu.
• Contoh aspal yang diperiksa dipanaskan secara
tidak langsung dengan kecepatan pemanasan
5°C/menit. Suhu titik lembek dibaca pada saat
aspal berikut bola menyentuh plat dasar yang
berjarak lebih kurang 1 inchi dibawah cetakan
cincin.
3. Daktilitas
• Pemeriksaan Daktilitas adalah mengukur panjangnya
(dalam satuan cm) benang yang dapat ditarik hingga putus
dari suatu contoh aspal dengan bentuk tertentu.
• Pemeriksaan daktilitas dilakukan dengan alat daktilitas
yang terdiri dari cetakan, bak air dan alat penarik contoh.
• Syarat pemeriksaan ialah bahwa pemeriksaan harus
dilakukan pada suhu tertentu (yaitu 25°C) dan dengan
kecepatan tarik tertentu (5 cm/menit). Untuk memenuhi
persyaratan tersebut alat daktilitas diisi dengan air atau
dicampurkan dengan air dan glycerin dimana campuran
keduanya mempunyai berat jenis yang sama dengan berat
jenis aspal yang diperiksa.
• Seperti halnya dengan viskositas, titik lembek dan
penetrasi, sifat daktilitas pun termasuk dalam sifat
reologis.
• Untuk mengetahui apakah suatu aspal dalam
penggunaan akan mengalami cracking (retak-retak)
dilakukan tes daktilitas dimana aspal tersebut ditarik
dengan kecepatan tertentu, 5 cm/menit dan pada suhu
tertentu.
• Aspal dengan daktilitas rendah akan mengalami cracking
dalam pengunaannya karena lapisan perkerasan tersebut
mengalami perubahan suhu yang agak tinggi. Oleh karena itu
suatu aspal perlu memiliki daktilitas yang cukup tinggi. Sifat
daktilitas mempunyai hubungan erat dengan komposisi
kimianya. Umumnya aspal yang dihasilkan dengan blowing
terdiri dan molekul-molekul yang besar dengan
perbandingan antara molekul-molekul besar dan kecil yang
tidak seimbang sehingga koefisien-koefisien pemuaian/
penyusutan menjadi tidak seimbang pula.
• Sifat daktilitas juga tergantung dari gugusan-gugusan
yang terdapat dalarn aspal.
• Misalnya aspal yang mengandung banyak parafin
mempunyai daktilitas lebih rendah dari pada aspal
yang terdiri dari gugusan-gugusan lain, disebabkan
karena gugusan parafin umumnya terdiri dari rangkaian
C dan H yang lurus sehingga tidak terstruktur yang
kokoh seperti pada gugsan-gugusan yang lain.
• Jadi menurunnya daktilitas karena proses blowing
disebabkan karena perbedaan sifat menyusut
komponen-komponen dalam aspal, sedangkan
turunnya daktilitas yang disebabkan karena
bertambahnya parafin disebabkan karena perbedaan
kekuatan struktur aspal.
4. Hilang dalam Pemanasan
• Yang dimaksud dengan pemeriksaan ini adalah hilangnya
zat-zat dalam aspal yang dipanaskan pada suhu 163°C
selama 5 jam menurut cara yang telah ditentukan.
• Dalam cara tersebut juga ditentukan alat-alat yang
tertentu yang antara lain terdiri dan oven listrik yang
dapat menahan suhu dalamnya pada 163 °C dengan
ketelitian 0,1 °C.
• Contoh aspal yang diperiksa mempunyai luas permukaan
tertentu dan tidak dicampur dengan contoh-contoh aspal
lain yang mempunyai kadar hilang yang berbeda banyak.
Oven yang dilengkapi dengan meja yang berputar dengan
putaran tertentu dan dilengkapi dengan lubang-lubang
ventilasi untuk memungkinkan uap zat-zat tersebut
dibawa udara yang berputar bebas.
5. Titik Nyala
• Maksud dari pemeriksaan ini ialah menentukan suhu
dimana aspal mulai menyala.
• Untuk pemeriksaan ini aspal yang diperiksa
dimasukkan dalam bejana yang terbuka (cleveland
open cup). Aspal dalam bejana tersebut mempunyai
luas permukaan tertentu.
• Pemanasan bejana dapat dilakukan dengan listrik atau
gas asal kenaikkan suhu mengikuti kecepatan tertentu.
• Hasil pemeriksaan dipengaruhi oleh tiupan angin,
kecepatan kenaikan suhu dan untuk membedakan titik
nyala dengan titik bakar, perlu pemeriksaan dilakukan
dalam ruang gelap.
6. Berat Jenis
• Dengan berat jenis dimaksud perbandingan berat aspal dengan
volume (isi) tertentu terhadap berat air dengan isi yang sama
pada suhu tertentu. Untuk maksud tersebut dilakukan
pemeriksaan dengan 2 cara :
– Cara Piknometer
– Cara Areometer
• Cara piknometer adalah cara yang lebih tepat dan lebih teliti,
sedangkan cara areometer adalah cara yang kurang teliti akan
tetapi cepat.
• Cara piknometer dilakukan untuk menetapkan berat jenis dari
aspal keras, sedangkan cara areometer digunakan untuk
pemeriksaan aspal cair.
• Sifat ini dibutuhkan untuk perhitungan lapangan.
Sifat berat jenis aspal berkisar antara 1,04 dan
1,02 pada 15 °C. Angka tertinggi dicapai untuk
bitumen keras dan yang terendah untuk bitumen
yang lunak.
• Sifat ini dipengaruhi oleh suhu menurut
• V,= V0 [1+ β (t1 - t0)]
• dimana :
• β adalah koefisien pemuaian bitumen yang
tergantung dan suhu.
• Dalam range suhu 15-200°C koefisien ini
adalah 0,0006 per °C.
7. Penyulingan Aspal Cair

• Pemeriksaan ini dilakukan untuk memisahkan zat-


zat dengan titik didih berlainan yang terdapat
dalam aspal cair atau ter. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan cara memanaskan aspal cair
atau ter dengan kecepatan pemanasan tertentu
dan menampung zat-zat yang menguap setelah
diembunkan kembali ke dalam gelas ukur.
8. Kadar Air dalam Minyak Bumi dan
Bahan yang Mengandung Bitumen

• Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan


kadar air dalam minyak mentah, ter dan hasil-
hasil lainnya dengan cara disuling. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan cara memanaskan aspal cair
setelah dicampur dengan zat-zat toluene dan
xylene dengan campuran tertentu. Kemudian zat-
zat yang menguap ditampung dalam tempat yang
berskala sehingga jumlah air dapat langsung
dibaca.
9. Kelekatan Aspal dalam Batuan
• Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menetapkan kelekatan
aspal pada batuan tertentu dalam air. Batuan kwarsa dilapisi
dengan aspal cair pada suhu tertentu dan kemudian
direndam dalam air pada suhu tertentu selama waktu
tertentu. Kemudian permukaan batuan yang masih tertutup
dengan aspal diamati secara visual.
• Endapan ini berakibat rnengurangi pembentukan lapisan tipis
sekali di atas batuan sehingga pelekatan butir-butir batuan
menjadi kurang baik.
• Selain dari pengendapan tersebut mengurangi homogenitas
dari benang aspal yang terbentuk dalam alat daktilitas,
sehingga kadar daktilitas menjadi rendah.
• Selain performansi bitumen menjadi kurang baik, blowing
adalah proses yang mahal karena efisiensi reduksi berkurang
dan menimbulkun po!usi udara.
Proses Pengerasan yang Terjadi dalam Aspal
• Bitumen panas adalah suatu larutan koloid dimana terdapat
molekul-molekul yang besar (asphalten) larut dalam campuran
hydrocarbon (malten) dan distabilkan oleh zat-zat aromat yang
bermuatan listrik dan dinamakan resin.
• Apabila batuan selanjutnya menjadi dingin maka jarak antara
molekul-molekul menjadi kecil dan viskositasnya meningkat.
• Proses ini dinamakan proses mengeras fisis dan bersifat bolak-
balik. Proses selanjutnya adalah proses mengeras yang
disebabkan karena kristalisasi zat-zat parafin.
• Dalam proses ini kristal berfungsi sebagai kerangka tambahan
dalam bitumen dan proses ini juga masih tergolong dalam
proses fisis karena sifatnya masih bolak-balik. Proses mengeras
selanjutnya yang membutuhkan waktu lama ialah proses
mengeras yang disebabkan oleh menguapnya molekul-molekul
yang lebih ringan dan malten, dan proses ini tergolong dalam
proses kimia dan tidak bersifat bolakbalik.
• Proses ini tidak memberikan kekerasan tambahan
yang berarti. Proses mengeras selanjutnya ialah yang
disebabkan karena oksidasi. Proses kimia ini terjadi
dengan sinar ultraviolet dari matahari sebagai
katalisator. Zat asam dan udara bereaiksi dalam
proses ini dan menimbulkan molekul-molekul
sehingga teijadi polimerisasi. Zat asam bereaksi juga
dengan C dan S dan menghasilkan CO dan SO yang
juga bertindak sebagai katalisator. Sebagian dar zat
asam bereaksi dengan pengaruh matahari dan
menghasilkan SO dan CO, yang keliuar sebagai gas.
• Proses kimia ini juga terjadi waktu malam (tanpa
matahari) dan proses ini menghasilkan efek mengeras
yang cukup.
• Sesungguhrya roses mengeras dengan sinar
ultraviolet tenjadi pada lapisan permukaan
setebal 10. Zat asam selanjutnya masuk lebih
dalam lagi karena difusi dan terjadi reaksi kimia
dengan molekul-molekul aspal seperti di atas.
• Pada waktu ini bagian teratas sudah menjadi
terlampau keras dan rapuh sehingga timbul retak-
retak dan melalui retak-retak tersebut ultraviolet
dapat masuk lebih dalam lagi sehingga bagian
dalam menjadi lebih keras dan seterusnya. Dari
penelitian nyata bahwa zat asam dapat
menembus suatu lapisan perkerasan aspal beton
sampai dengan 5 mm dalamnya.
• Untuk memilih jeis aspal atau pen tertinggi perlu diketahui :
1. suhu permukaan tinggi
2. waktu pembebanan

• Dari kedua data dapat diperkirakan Penetrasi yang dibutuhkan.


Umumnya Penetrasi harus lebih besar dari nol, sebingga
dengan demikian jenis aspal sudah dapat ditentukan. Dalam
mixing dibutuhkan suhu tertentu.
• Batas suhu tersebut adalah suhu yang mengeringkan aggregat
akan tetapi suhu tersebut tidak boleh melebihi 163°C, karena
pada suhu tersebut terjadi pengerasan atau perubahan dan
jenis aspal. Umumnya suhu tersebut di sesuaikan dengan
viskositas 200 Cst.
• Pada pekerjaan pemadatan viskositas tidak boleh terlalu tinggi
dan juga tidak terlalu rendah seperti pada waktu pengamparan.
• Pada pekerjaan pengamparan suhu masih tinggi sehingga
viskositas terlalu rendah untuk dapat menahan beban
penggilas. Umumnya suhu perlu disesuaikan dengan viskositas
20.000 Cst.
• Tabel 1.2. Spesifikasi Bitumen (Japan Road Association)

Penetration Grade 60-80 80-100 100-120 120-150


Penetration (25 oC, 100 g, 5 sec) 60-80 80-100 100-1200 120-150
o
Softening Point ( C) 44,0-52,0 42,0-50,0 40,0-50,0 38,0-48,0
Ductility (15 oC) min, (cm) 100 100 100 100
Loss on Heating maks (%) (1) 0,3 0,3 0,5 0,5
Retained Penetration After Heating min (%) 80 80 75 (3) 70
Penetration Ratio After Heating maks (%) (2) 110 110 - -
Loss of Wight After Thin Film Oven Test min (%) 0,6 0,6 - -
Retained Penetration After Thin Film Oven Test min (%) 55 50 - -
Solubility in Carbon Tetracloride min (%) 99,5 99,5 99,5 99,5
Flash Point (Cleaveland) min (%) 260 260 210 210
o o
Specific Gravity (25 C/25 C) min 1.000 1.000 - -
Sifat Kimiawi
Yang dimaksud ialah mengukur kadar asphalten, kadar parafin dan kadar arben atau karbon bebas. Asphalten menentukan sifat reologi dari aspal
Kadar asphalten tertinggi dibatasi oleh homogenitas aspal. Kepekaan suatu aspal terhadap suhu juga ditentukan oleh kadar asphalten. Sifat lekat a

Sifat Kimiawi
Karbon dalam keadaan koloid selalu terdapat dalam asphalten dan malten akan tetapi karbon bebas tidak dikehendaki. Bila kadar karbon bebas m

• Yang dimaksud ialah mengukur kadar asphalten, kadar parafin


dan kadar arben atau karbon bebas. Asphalten menentukan
sifat reologi dari aspal oleh karena itu kadar asphalten harus
cukup tinggi. Dengan meningkatnya kekerasan aspal,
meningkat pula kadar asphalten akan tetapi daktilitasnya
menurun.
• Kadar asphalten tertinggi dibatasi oleh homogenitas aspal.
Kepekaan suatu aspal terhadap suhu juga ditentukan oleh
kadar asphalten. Sifat lekat aspal juga dipengaruhi oleh kadar
asphalten terutarna sifat kohesi daripada aspal.
• Karbon dalam keadaan koloid selalu terdapat dalam asphalten
dan malten akan tetapi karbon bebas tidak dikehendaki. Bila
kadar karbon bebas meningkat maka aspal tersebut menjadi
tidak homogen. Karbon bebas atau carbene dapat dipisahkan
dengan cara melarutkan aspal dalam carbon tetrachioride.
• Carbene tersebut tidak akan larut dalam pelarut
tersebut, sehingga atau dapat dipisahkan dengan cara
menyaring. Kadar parafin dalam aspal harus serendah
mungkin oleh karena zat-zat tersebut mempengaruhi
sifat kepekaan aspal terhadap perubahan suhu dan
mengurangi daya lekat aspal oleh karena sifat kohesi
dan adhesi.
• Oleh karena kohesi aspal berkurang maka sifat
daktilitas juga berkurang dan kepekaan terhadap
perubahan suhu meningkat dan ini berarti P1 dan aspal
juga menurun.
• Parafin dapat dipisahkan dan aspal dengan cara
melarutkan zat-zat tersebut dalam propan pada suhu
yang rendah, dimana aspal tersebut tidak akan larut,
kemudian larutan propan itu dibekukan hingga 40° C.
Sehingga parafin yang menjadi keras dapat dipisahkan
kembali dan propan.

You might also like