Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 34

Tumor Ganas

Yowendru
405100111
L.O. 1: Pengertian euthanasia dari
berbagai aspek
• Definisi secara etimologis:
Kata euthanasia terdiri dari dua kata dari
bahasa Yunani eu (baik) dan thánatos
(kematian). Jadi secara harafiah euthanasia
berarti mati yang layak atau mati yang baik
(good death) atau kematian yang lembut.
• Definisi secara terminologis:
- Sejak abad 19 terminologi euthanasia
dipakai untuk penghindaran rasa sakit
dan peringanan pada umumnya bagi
yang sedang menghadapi kematian
dengan pertolongan dokter.
Macam-Macam Euthanasia:
Dari sudut cara/bentuk:

a. Euthanasia aktif, artinya:


mengambil keputusan untuk melaksanakan dengan tujuan
menghentikan kehidupan.
Tindakan ini secara sengaja dilakukan oleh dokter atau tenaga
kesehatan lainnya untuk memperpendek atau mengakhiri hidup si
pasien. Misalnya, melakukan injeksi dengan obat tertentu agar
pasien terminal meninggal.
b. Euthanasia pasif, artinya:
memutuskan untuk tidak mengambil tindakan atau tidak
melakukan
terapi.
Dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi)
memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup
kepada pasien. Misalnya, terapi dihentikan atau tidak dilanjutkan
karena tidak ada biaya, tidak ada alat ataupun terapi tidak berguna
lagi. Pokoknya menghentikan terapi yang telah dimulai dan sedang
berlangsung.
c. Auto-euthanasia, artinya:
seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar
untuk
menerima perawatan medis dan ia mengetahui
bahwa hal ini akan
memperpendek atau mengakhiri hidupnya.
Dari penolakan tersebut ia membuat sebuah codicil
(pernyataan
tertulis tangan). Auto-euthanasia pada dasarnya
adalah euthanasia
pasif atas permintaan.
Dari sudut maksud

a.Euthanasia langsung (direct), artinya


tujuan tindakan diarahkan langsung pada
kematian.
b.Euthanasia tidak langsung (indirect), artinya
tujuan tindakan diarahkan tidak langsung
untuk kematian tetapi untuk maksud lain
misalnya meringankan penderitaan.
Dari sudut otonomi penderita

a. Penderita sadar dan dapat menyatakan


kehendak atau tak sadar dan tidak dapat
menyatakan kehendak (incompetent).
b. Penderita tidak sadar tetapi pernah
menyatakan kehendak dan diwakili oleh orang
lain (transmitted judgement).
c. Penderita tidak sadar tetapi kehendaknya
diduga oleh orang lain (substituted
judgement).
Dari sudut motif dan prakarsa

a. Prakarsa dari penderita sendiri, artinya


penderita sendiri yang meminta agar hidupnya
dihentikan karena penyakit yang tak tersembuhkan atau
karena sebab lain.
b. Prakarsa dari pihak luar, artinya
orang lain yang meminta agar seorang pasien dihentikan
kehidupannya karena berbagai sebab.
Pihak lain itu misalnya keluarganya dengan motivasi
untuk menghentikan beban atau belas kasih. Bisa juga,
prakarsa itu datang dari pemerintah karena ideologi
tertentu atau kepentingan yang lain.
Dari sudut pemberian izin
1. Euthanasia diluar kemauan pasien:
suatu tindakan euthanasia yang bertentangan dengan keinginan si
pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat
disamakan dengan pembunuhan.
2. Euthanasia secara tidak sukarela:
Euthanasia semacam ini seringkali menjadi bahan perdebatan dan
dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga.
Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau
tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya
statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada kasus
Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab
beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil
keputusan bagi si pasien.
3. Euthanasia secara sukarela:
dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga
masih merupakan hal kontroversial.
Euthanasia ditinjau dari sudut tujuan
Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya
euthanasia antara lain yaitu :
• Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy
killing)
• Eutanasia hewan
• Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah
bentuk lain daripada eutanasia agresif secara
sukarela
Syarat dilakukannya euthanasia
Enam syarat untuk melakukan Euthanasia (berdasarkan
yurispudensi pengadilan tinggi di Nagoya,Jepang), yaitu:
1) Pasien atau calon korban harus masih dapat membuat
keputusan dan mengajukan permintaan tersebut dengan
serius.
2) Ia harus menderita suatu penyakit yang terobati pada
stadium terakhir atau dekat dengan kematiannya.
3) Tujuannya adalah sekedar untuk melepaskan diri dari
rasa nyeri.
4) Ia harus menderita rasa nyeri yang tak tertahankan.
5) Dilakukan oleh dokter yang berwenang atau atas
petunjuknya.
6) Kematian harus melalui cara kedokteran dan secara
manusiawi.
Pelaksanaan Euthanasia di Indonesia dapat dilakukan
dengan syarat-syarat tertentu, antara lain:

• Orang yang ingin diakhiri hidupnya adalah orang yang


benar-benar sedang sakit & tidak dapat diobati, misalnya
kanker.
• Pasien berada dalam keadaan terminal, kemungkinan
hidupnya kecil & tinggal menunggu kematian.
• Pasien harus menderita sakit yang amat sangat, sehingga
penderitaannya hanya dapat dikurangi dengan
pemberian morfin.
• Yang boleh melaksanakan bantuan pengakhiran hidup
pasien, hanyalah dokter keluarga yang merawat pasien &
ada dasar penilaian dari dua orang dokter spesialis yang
menentukan dapat tidaknya dilaksanakan euthanasia
Aspek Hukum
• Belum ada UU yang mengatur euthanasia
secara khusus.
• Namun pasal-pasal yang dapat diterapkan
berkaitan dengan euthanasia adalah pasal
mengenai pembunuhan, yakni pasal 338
KUHP, 340 KUHP, 344 KUHP,345 KUHP, dan 359
KUHP
‐ Pasal 344 KUHP
Barangsiapa memnghilangkan jiwa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan
nyata dan dengan sungguh2, dihukum penjara selama-
lamanya dua belas tahun
‐ Pasal 338 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang
lain, dihukum karena makar mati, dengan penjara selama-
lamanya lima belas tahun
- Pasal 359 KUHP
Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang,
dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau
kurungan selama-lamanya satu tahun.
- Pasal 340 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja dan direncanakan lebih
dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena
pembunuhan direncanakan (moord) dengan hukuman
mati atau penjara selama-lamanya seumur hidup atau
penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun
‐ Pasal 345 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk
membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau
memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum
penjara selama-lamanya empat tahun.
Aspek Hak Asasi
• Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup,
damai dan sebagainya. Tapi tidak tercantum dengan
jelas adanya hak seseorang untuk mati.
• Mati sepertinya justru dihubungkan dengan
pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini terbukti dari
aspek hukum euthanasia, yang cenderung
menyalahkan tenaga medis dalam euthanasia
Aspek Ilmu Pengetahuan
• Pengetahuan kedokteran dapat memperkirakan
kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis
untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan
penderitaan pasien.
• Apabila secara ilmu kedokteran hampir tidak ada
kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan
ataupun pengurangan penderitaan, apakah
seseorang tidak boleh mengajukan haknya untuk
tidak diperpanjang lagi hidupnya?
• Segala upaya yang dilakukan akan sia-sia, bahkan
sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan,
karena di samping tidak membawa kepada
kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam
pengurasan dana.
Aspek Medis

• Sumpah Hippocrates berbunyi: "Saya


tidak akan memberikan racun kepada
siapapun yang menghendakinya, pun
saya tidak akan menasihati untuk
mempergunakannya.
Aspek agama secara umum
• Dipandang dari sudut kemanusiaan, euthanasia tampaknya
merupakan perbuatan yang harus dipuji yaitu menolong
sesama manusia mengakhiri kesengsaraannya dan ini
diaanggap sebagai satu bentuk rasa kasih.Tetapi keputusan
euthanasia tidak boleh hanya berdasarkan rasa kemanusiaan
saja sekalipun dimasukkan kedalamnya pengertian yang tinggi
seperti menolong sesama lepas dari penderitaannya
,kasih,tindakan sepatutnya dan wajar.
• Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga
tidak ada seorang pun di dunia ini yang mempunyai hak untuk
memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri.
• Pernyataan ahli-ahli agama secara tegas melarang tindakan
euthanasia, apapun alasannya.
• Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besar dan
melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek
umur.
• Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun
dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang
dalam keadaan sekarat, dapat dikategorikan putus
asa, dan putus asa tidak berkenan dihadapan Tuhan.
• Yang jelas semua agama di Indonesia melarang
tindakan euthanasia karena ajaran setiap agama
tentang hidup dan mati adalah sama yaitu bahwa
Tuhan Yang Maha Esa-lah yang menciptakan
seseoran dan menentukan hidup dan matinya
seseorang.
L.O. 2: Tinjauan beberapa contoh
euthanasia yang pernah terjadi
L.O. 3: Pandangan agama tentang jiwa
• Ajaran agama pada umumnya sangat menghargai jiwa,lebih-lebih
terhadap jiwa manusia. Jiwa meskipun merupakan hak asasi manusia,
tetapi ia adalah karunia Tuhan. Karena itu, setiap diri manusia sama
sekali tidak berwenang dan tidak boleh melenyapkan jiwa tanpa
kehendak Tuhan yang maha esa

• Agar supaya manusia tidak memandang remeh jiwa seseorang, maka


Tuhan memberikan ancaman bagi mereka yang
meremahkannya.tindakan merusak ataupun menghilangkan jiwa, milik
orang lain maupunjiwa miliknya sendiri adalah perbuatan melawan
hukum Tuhan. Tindakan menghilangkan jiwa hanya diberikan pada
Lembaga Peradilan sesuai dengan aturan hukum, inipun dilakukan
dalam rangka memelihara jiwa umat manusia secara keseluruhan.

• Manusia yang menghilangkan nyawa orang lain tanpa alasan yang


dibenarkan agama, dianggap sama dengan merusak tatanan
kehidupan dan melakukan pembunuhan sesama manusia
Pandangan Agama Tentang Jiwa
• Di dalam teologi, jiwa dipercaya hidup terus setelah
seseorang meninggal, dan sebagian agama
mengajarkan bahwa Tuhan adalah pencipta jiwa. Di
beberapa budaya, benda-benda mati dikatakan
memiliki jiwa, kepercayaan ini disebut animisme.[2]
• Penggunaan istilah jiwa dan roh seringkali sama,
meskipun kata yang pertama lebih sering
berhubungan dengan keduniaan dibandingkan kata
yang kedua.[3] Jiwa dan psyche bisa juga digunakan
secara sinonimous, meskipun psyche lebih
berkonotasi fisik, sedangkan jiwa berhubungan dekat
dengan metafisik dan agama.
L.O. 4: Tinjauan agama tentang
euthanasia
Pandangan Agama Hindu

• Pandangan agama Hindu terhadap euthanasia didasarkan


pada ajaran tentang karma, moksa dan ahimsa. Karma adalah
suatu konsekuensi murni dari semua jenis kehendak dan
maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau
batin dengan pikiran kata-kata atau tindakan. Akumulasi terus
menerus dari “karma” yang buruk adalah penghalang
“moksa” yaitu suatu kebebasan dari siklus reinkarnasi. Ahimsa
adalah prinsip “anti kekerasan” atau pantang menyakiti siapa
pun juga.
• Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang di dalam
ajaran Hindu sebab perbuatan tersebut dapat menjadi faktor
yang mengganggu karena menghasilkan “karma” buruk.
Kehidupan manusia adalah kesempatan yang sangat berharga
untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kelahiran kembali.
• Berdasarkan kepercayaan umat Hindu, apabila
seseorang melakukan bunuh diri, maka rohnya tidak
akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap
berada di dunia fana sebagai roh jahat dan berkelana
tanpa tujuan hingga ia mencapai masa waktu di
mana seharusnya ia menjalani kehidupan. Misalnya,
seseorang bunuh diri pada usia 17 tahun padahal dia
ditakdirkan hidup hingga 60 tahun. Maka selama 43
tahun rohnya berkelana tanpa arah tujuan. Setelah
itu, rohnya masuk ke neraka untuk menerima
hukuman lebih berat; kemudian kembali ke dunia
(reinkarnasi) untuk menyelesaikan “karma”-nya
terdahulu yang belum selesai dijalaninya.
Pandangan Agama Budha
• Euthanasia baik yang aktif atau pasif tidak
dibenarkan dalam agama Buddha karena
perbuatan membunuh atau mengakhiri
kehidupan seseorang ini, walaupun dengan
alasan kasih sayang, tetap melanggar sila
pertama dari Pancasila Buddhis.(Agama
Buddha sangat menekankan larangan untuk
membunuh makhluk hidup).
• Perbuatan membunuh atau mengakhiri hidup seseorang
ini sesungguhnya tidak mungkin dapat dilakukan dengan
welas asih (karuna). Orang yang memiliki kasih sayang
tidak mungkin akan melakukan perbuatan mengakhiri
hidup seseorang karena ia menyadari bahwa
sesungguhnya hidup merupakan milik yang paling
berharga bagi setiap makhluk.
• Mempercepat kematian seseorang secara tidak alamiah
merupakan pelanggaran terhadap perintah utama ajaran
Budha. Tindakan jahat itu akan mendatangkan “karma”
buruk kepada siapa pun yang terlibat dalam tindakan
euthanasia tersebut.
Pandangan Agama Islam
• Syariah Islam mengharamkan euthanasia,
karena termasuk dalam kategori
pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad),
walaupun niatnya baik yaitu untuk
meringankan penderitaan pasien. Hukumnya
tetap haram, walaupun atas permintaan
pasien sendiri atau keluarganya.
• Hanya Allah yang dapat menentukan kapan
seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66;
2: 243).
Firman Allah SWT :

• “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk


membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-
An’aam : 151)

• “Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang
lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)...” (QS An-Nisaa` : 92)

• “Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha


Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29).

• Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-maut
(eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang dengan
sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan
meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.

• Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981,


dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya
eutanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
dalam alasan apapun juga .[26]
Islam membedakan dua macam euthanasia,
yaitu:
a. Euthanasia positif
Yang dimaksud taisir al-maut al-fa’al (euthanasia positif)
ialah tindakan memudahkan kematian si sakit –karena kasih
sayang– yang dilakukan oleh dokter dengan
mempergunakan instrumen (alat). Euthanasia positif
dilarang sebab tujuan tindakan adalah pembunuhan atau
mempercepat kematian. Tindakan ini dikategorikan sebagai
pembunuhan dan dosa besar.
b. Euthanasia negatif
Euthanasia negatif disebut taisir al-maut al-munfa’il. Pada
euthanasia negatif tidak dipergunakan alat-alat atau
langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit,
tetapi ia hanya dibiarkan tanpa diberi pengobatan. Pasien
dibiarkan begitu saja karena pengobatan tidak berguna lagi
dan tidak memberikan harapan apa-apa kepada pasien.
Pasien dibiarkan mengikuti saja hukum sunnatullah (hukum
Allah terhadap alam semesta) dan hukum sebab-akibat.
Pandangan Agama Katolik
• Berdasarkan gereja Katolik: euthanasia sebagai
sebuah tindakan atau tidak bertindak yang menurut
hakikatnya atau dengan maksud sengaja
mendatangkan kematian, untuk dengan demikian
menghentikan rasa sakit.
• Pada tanggal 5 Mei tahun 1980 , kongregasi untuk
ajaran iman telah menerbitkan Dekalarasi tentang
eutanasia ("Declaratio de euthanasia") yang
menguraikan pedoman ini lebih lanjut, khususnya
dengan semakin meningkatnya kompleksitas sistem-
sistem penunjang hidup dan gencarnya promosi
eutanasia sebagai sarana yang sah untuk mengakhiri
hidup.
• Paus Yohanes Paulus II, yang prihatin dengan
semakin meningkatnya praktek eutanasia, dalam
ensiklik Injil Kehidupan (Evangelium Vitae) nomor
64 yang memperingatkan kita agar melawan “gejala
yang paling mengkhawatirkan dari `budaya
kematian' dimana jumlah orang-orang lanjut usia
dan lemah yang meningkat dianggap sebagai beban
yang mengganggu.” Paus Yohanes Paulus II juga
menegaskan bahwa eutanasia merupakan tindakan
belas kasihan yang keliru, belas kasihan yang semu:
“Belas kasihan yang sejati mendorong untuk ikut
menanggung penderitaan sesama. Belas kasihan itu
tidak membunuh orang, yang penderitaannya tidak
dapat kita tanggung”
L.O. 5: Solusi yang perlu ditindaklanjuti
oleh dokter

You might also like