Management in Neurosurgical Emergency Cases - Papua

You might also like

Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 55

NON-OPERATIVE MANAGEMENT IN

NEUROSURGICAL EMERGENCY CASES

dr. RAHMAT ANDI H, Sp. BS(K)

FK UNCEN
Juli 2016
PENDAHULUAN
Dua kasus yang menjadi perhatian utama:

1. Trauma kepala
Pada 2003, 1,6 juta kasus TBI di AS, 1,2 juta kasus rawat jalan,
300 ribu mondok, dan 50 ribu meninggal. Tidak ada data akurat
di Indonesia, diperkirakan ada 900 kasus per tahun di Sardjito.

2. Cedera spinal

Harus dipertimbangkan pada kasus trauma multipel, 55% di


servikal, 15% di thorakal, 15% pada junctio thoracolumbal, 15
% pada junctio lumbosakral.
SATU
TRAUMA KEPALA
ANATOMI

 Scalp
 Skull
 Meninges
 Duramater
 Arachnoid
 Piamater
 Brain
 Ventrikel
 Tentorium
FISIOLOGI
1. Tekanan intrakranial (TIK)

 Nilai TIK normal 10 – 15 mmHg pada orang dewasa


 ↑ TIK ↓ perfusi cerebral, menyebabkan iskemia
 Kenaikan TIK dapat disebabkan oleh:
 Edema cerebri
 Perdarahan yang memberi efek massa
 Hidrosefalus
 etc

2. Aliran darah otak (Cerebral blood flow / CBF)

 Kebutuhan 50 – 55 cc/ 100 gr jar otak/ menit


 Otak memiliki autoregulasi
 CPP = MAP – ICP (50-70 mmHg)
FISIOLOGI
3. Hukum Monroe-Kellie

 Volume total orang


dewasa konstan, karena
kranium merupakan boks
yang rigid dan non-
ekspansif.
 Ketika batas pelepasan
LCS dan darah intra-
vaskular mencapai akhir,
TIK akan naik dengan
cepat.
GLASGOW COMA SCALE
 Diperkenalkan oleh Teasdale and Jennett pada tahun 1974
 Diperiksa 30 menit setelah trauma, dan pengukuran repetitif
selama periode perawatan
 Seharusnya dilakukan setelah resusitasi yang cukup,
dikarenakan skala sensitif terhadap hipotensi, hipoksia,
intoksikasi dan intervensi farmakologis.
 Terdapat 3 komponen pemeriksaan (Eye, Verbal, Motoric)
GLASGOW COMA SCALE
Glasgow Coma Scale (GCS)
Eye Opens spontaneously 4
Opening Responds to verbal command 3
Responds to pain 2
No eye opening 1
Verbal Oriented 5
Disoriented 4
Inappropriate words 3
Incomprehensible speech 2
No verbal response 1
Motor Obeys commands 6
Localizes to pain 5
Withdraws to pain 4
Flexion to pain (Decorticate 3
posturing)
Extension to pain (Decerebrate 2
posturing)
No motor response 1
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
Cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi beberapa cara.
Untuk kepentingan praktis kami bagi menjadi:

1. Mekanisme

2. Keparahan

3. Morfologi
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
1. Mekanisme

a. Trauma tumpul
 Kecepatan tinggi (kecelakaan kendaraan bermotor)
 Kecepatan rendah (pemukulan, jatuh)

b. Trauma tembus
 Luka tembak
 Luka penetrasi lainnya
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

2. Keparahan

a. Ringan (GCS 14 – 15)


b. Sedang (GCS 9 – 13)
c. Berat (GCS 3 – 8)
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
3. Morfologi

a. Fraktur tulang tengkorak


 Calvaria
 Linear vs stellate
 Depressed / non-depressed
 Terbuka / tertutup
 Basis kranium
 Dengan atau tanpa bocor LCS
 Dengan atau tanpa palsi N. VII
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
3. Morfologi

b. Lesi Intrakranial
 Lokal
 Perdarahan epidural
 Perdarahan subdural
 Perdarahan intracerebral
 Difus
 Concussion
 Contussion multipel
 Cedera hipoksik/iskemik
JENIS PERDARAHAN EKSTRA-AKSIAL
Epidural hematoma (EDH)

o Ruptur dari a. Meningea media


(36%)
o Cedera kepala dengan LOC +
interval lucid diikuti dengan
deteriorisasi
o Merupakan bentuk
presentasi klasik
o Hanya pada 25 – 47 %
kasus
o Berbentuk bikonveks (lentikular
pada CT- Scan)
JENIS PERDARAHAN EKSTRA-AKSIAL
Subdural hematoma (SDH)

o Cedera terhadap bridging veins


o Akumulasi darah berada
diantara duramater dan pia-
arachnoid mater
o Resiko meningkat pada orang
tua dan alkoholik karena
berkurangnya volume otak
o Membentuk gambaran crescent
shape pada CT Scan
DIAGNOSIS
Pemeriksaan Klinis

o Anamnesis (AMPLE)
o Pemeriksaan fisik
o ABC  clear
o GCS
o Pupil
o Gerakan ekstremitas
o Cari tanda pemeriksaan
fisik (Battle sign, Raccon
eye, rhinorrhea, etc)
DIAGNOSIS
Pemeriksaan Penunjang

o Pemeriksaan darah lengkap, s/d


AGD bila pasien dengan GCS < 8
o Pemeriksaan neuroimaging
o Plain x-ray
o Head CT-scan (modalitas
pencitraan yang dipilih)
 Canadian Head CT Rules
o MRI
PENANGANAN TRAUMA KEPALA
1. Penanganan awal (TKP atau RS)

• Pada semua pasien, lakukan ABCDE terutama dengan


perhatian khusus pada hipoksia dan hipotensi.
• Bertujuan mencegah kerusakan otak sekunder.

2. Penanganan lanjutan (RS rujukan)

Konservatif Kolaborasi medis dan paramedis

Operatif Ahli Bedah Saraf


PENANGANAN TRAUMA KEPALA
1. Penanganan awal (TKP atau RS)

• Pada semua pasien, lakukan ABCDE terutama dengan


perhatian khusus pada hipoksia dan hipotensi.
• Bertujuan mencegah kerusakan otak sekunder.

2. Penanganan lanjutan (RS rujukan)

Konservatif Kolaborasi medis dan paramedis

Operatif Ahli Bedah Saraf


PENANGANAN TRAUMA KEPALA
MANAGEMENT TRAUMA KEPALA
Pada kasus cedera kepala terdapat “gangguan perfusi otak
terkait kenaikan TIK”
Perawatan yang dilakukan memiliki tujuan, a.l.:
a. Menjaga perfusi jaringan otak
b. Menurunkan TIK
c. Menjaga pernapasan yang adekuat
d. Menjaga dari trauma baru
e. Menjaga fungsi tubuh normal
f. Mencegah komplikasi

APA YANG HARUS DILAKUKAN ???


MANAGEMENT TRAUMA KEPALA
1. Observasi status neurologis

a. Awasi kesadaran dengan skala GCS tiap 1 jam


Bila GCS membaik teruskan observasi, bila
memburuk cari causa extra/intrakranial.
b. Awasi perubahan ukuran pupil atau tanda kenaikan
TIK, yang ditandai dengan:
 Pulse pressure melebar
 Perubahan pola napas Fenomena
 Bradikardia CHUSING
 Demam
c. Munculnya perubahan status motorik, ditandai
kelemahan satu sisi
MANAGEMENT TRAUMA KEPALA
2. Monitor tanda kejang

a. Awasi terjadinya kejang, terutama pada pasien


dengan SDH dan contusio
b. Siapkan alat untuk pertolongan kejang
 Spatula lidah diletakkan di samping pasien
c. Pemberian profilaksis anti kejang selama 7 hari

3. Pertahankan posisi pasien

a. Elevasi kepala 300 akan memperbaiki drainase darah


vena dan LCS, tanpa mengganggu aliran darah otak.
b. Perubahan posisi pasien setiap 2 jam secara
periodik, bila memungkinkan.
MANAGEMENT TRAUMA KEPALA
4. Pemberian cairan dan kalori

a. Awasi jumlah pemberian cairan untuk mencegah kenaikan


tekanan intrakranial,
b. Kebutuhan cairan 30 – 50 cc/kgbb/hari, dengan peningkatan
10 – 15% setiap kenaikan 1 ºC
c. Catat dan monitor input dan output cairan
d. Suplementasi nutrisi diberikan dalam 3 hari paska trauma
e. Suplementasi nutrisi dosis maksimal diberikan pada hari
ketujuh
f. Berikan sonde via NGT secara kontinu dibandingkan bolus 
meningkatkan toleransi dan mempercepat tercapainya target
nutrisi.
MANAGEMENT TRAUMA KEPALA
5. Pemberian obat mengontrol TIK

a. Pemberian diuresis, seperti mannitol, saline hipertonik


b. Dosis mannitol 0,25 – 1 g/kgBB setiap pemberian
c. Efek mannitol akan muncul setelah 15 – 30 menit

6. Kontrol gula darah

a. Kadar gula darah > 170 paska trauma akan memperlama


waktu perawatan dan resiko kematian
b. Pemberian insulin dapat dilakukan  konsul UPD
c. Pemberian Insulin intravena lebih aman dan efektif dibanding
secara subkutan.
MANAGEMENT TRAUMA KEPALA
7. Perawatan kulit dan mata

a. Untuk mencegah decubitus


b. Perubahan posisi secara periodik (tiap 2 jam)
c. Berikan bantuan untuk ADL (Activity Daily Living)
d. Perawatan dengan topikal salep, tutup mata dengan kasa
steril atau tarsoraphy
e. Mencegah keratitis ekposure

8. Pengawasan nilai TIK, MAP, dan CPP

a. Target CPP > 60 mmHg, TIK < 20 mmHg, MAP > 90 mmHg
b. Monitor secara berkala, dan catat dalam flowchart
c. Pemberian vasopressor bila diperlukan (NE > dopamine)
MANAGEMENT TRAUMA KEPALA
9. Pencegahan DVT (Deep vein thrombosis)

a. Trauma memicu inflamasi  mengganggu proses fibrinolitik


b. Pasien CKB 1,28 kali lebih rentan terkena DVT, pasien on
ventilator > 3 hari resiko meningkat 8 kali lipat.
c. Pemberian obat profilaksis DVT (LMWH dan LDH)
d. Gunakan stoking pada setinggi lutut sama efektif dengan
setinggi paha
DUA
CEDERA SPINAL
ANATOMI
 33 tulang, terdiri dari:
• 7 cervical
• 12 thoracic
• 5 lumbal
• 5 sacral
• 4 coccygeal
• Vertebra servikal paling rentan
trauma dikarenakan mobilitas dan
paparannya.
• Lokasi kedua tersering adalah
peralihan antara regio thorakal dan
lumbal.
FISIOLOGI

Saraf
Fungsi
Spinal
C1 – C4 Pernapasan
Gerakan leher dan kepala
C4 – T1 Kontrol irama jantung
Gerakan ekstremitas superior
T1 – T12 Mengatur dada (irama jantung,
postural)
Regulasi suhu (simpatis)
Gerakan otot abdomen
L1 – S2 Gerakan ekstremitas inferior
S2 – S4/5 Fungsi miksi, defekasi, dan
seksual
PATOFISIOLOGI

Perdarahan
mikro di gray
matter  edema
KAPAN KITA DUGA SPINAL CORD
INJURY ?
1. Semua pasien dengan trauma yang siginifikan (multipel
trauma)
2. Pasien trauma dengan riwayat hilang kesadaran
3. Pasien trauma minor dengan keluhan
 Tulang belakang (nyeri punggung, pegal)
 Medulla spinalis (kebas, kesemutan, kelemahan)
4. Temuan lain yang terkait
 Pernapasan abdominal
 Priapismus
 Inkontinensia alvi et urin
MANAGEMENT YANG HARUS
DILAKUKAN...
TUJUAN
1. Menyelamatkan kehidupan korban
2. Mencegah kerusakan medulla spinalis lebih lanjut
dengan penanganan yang hati – hati,
3. Memperbaiki kerusakan medulla spinalis semaksimal
mungkin
4. Menetapkan perawatan rutin yang akan menjaga dan
meningkatkan status kesehatan pasien, sehingga
dapat dilakukan rehabilitas fisik, sosial, dan mental
MANAGEMENT YANG HARUS
DILAKUKAN...
PRE-HOSPITAL (INITIAL)

1. Immobilisasi pasien sebelum dan selama transport dari


tempat kejadian
• Berikan back board  hindari pemakaian terlalu lama
• Pasang kantong pasir di dua sisi kepala dan pasang
plester 3 inch mengelilingi kepala melalui dahi
• Philadelphia collar neck
2. Pertahankan tekanan darah
• Identifikasi tanda syok dan penyebab
• Berikan vasopressor, DOC dopamine
• Berikan terapi cairan untuk mengganti cairan hilang
MANAGEMENT YANG HARUS
DILAKUKAN...
PRE-HOSPITAL (INITIAL)
3. Pertahankan oksigenasi
• Gunakan nasal kanul atau
masker oksigen bila tidak ada
indikasi intubasi,
• Berikan intubasi, syarat:
 Gangguan jalan napas
 Hipopneu
 Paralisis otot intercostal
 Paralisis otot diafragma
 Gangguan kesadaran
4. Pemeriksaan motorik ringkas
 gerakkan lengan, jari tangan, kaki
dan ibu jari kaki
MANAGEMENT YANG HARUS
DILAKUKAN...
HOSPITAL
Ada 3 fase penanganan :
1. Stabilisasi (medikal dan spinal), evaluasi pendahuluan, dan
terapi
2. Evaluasi stabilitas spinal
3. Terapi definitif
PERBEDAAN SYOK SPINAL DAN
NEUROGENIK ?
SYOK NEUROGENIK SYOK SPINAL

 Hipotensi terkait cedera  Fenomena neurologis, bukan


regio servikal atau thorakal hemodinamik
tinggi  Terjadi sesaat setelah cidera
 Bradikardia medulla spinalis
 Terapi: Cairan, atropine dan  Ditandai dengan :
vasopressor  Hilang tonus (flasid)
 Hilang semua refleks,
termasuk BCR (-)
EVALUASI STABILITAS
IMAGING

 X- RAY  Dengan posisi lateral cross table,


 Statik mendeteksi 85 % fraktur
 Dinamik  Tambahan posisi AP memperkuat
 CT – Scan diagnosis, pada servikal diperlukan
 MRI open mouth bila memungkinkan.
 Pada kasus servikal, harus
didapatkan foto dari C1 – C7, bila
perlu dengan swimmer position.
PANDUAN X – RAY
Thoracolumbar spine X-ray

 Adequacy
 Alignment
 Bones
 Cartilage
 Contours
 Disc space
 Soft tissue
MANAGEMENT MEDIS...
STEROID
 Pemberian Methylprednisolone
 Berikan dosis bolus (30 mg/kgBB) dalam 8 jam pertama,
berikan dalam 15-30 menit
 Lalu berikan dosis rumatan 5,4 mg/kgbb selama 23 jam
selanjutnya
 Berikan dosis tersebut dengan penuh pertimbangan
MANAGEMENT......
1. Menyelamatkan kehidupan
korban
2. Mencegah kerusakan medulla
spinalis lebih lanjut dengan
penanganan yang hati – hati,
3. Memperbaiki kerusakan medulla
spinalis semaksimal mungkin
4. Menetapkan perawatan rutin
yang akan menjaga dan
meningkatkan status kesehatan
pasien, sehingga dapat dilakukan
rehabilitas fisik, sosial, dan
mental
MANAGEMENT..

1. Pola pernapasan inefektif 7. Perasaan situasional


rendah diri
2. Resiko trauma
8. Konstipasi
3. Gangguan mobilitas fisik
9. Gangguan eliminasi urin
4. Gangguan persepsi
sensori 10. Resiko autonomic
dysreflexia
5. Nyeri akut
11. Gangguan integritas kulit
6. Antisipasi kesedihan 12. Pengetahuan defisit
MANAGEMENT
POLA PERNAPASAN INEFEKTIF
 Latih pasien untuk napas dalam, sekaligus amati
kualitas napas
 Nilai kekuatan atau efektivitas batuk
 Awasi warna kulit, apakah ada sianosis
 Awasi distensi abdomen  mengganggu respirasi
 Monitor dan batasi jumlah pengunjung
 Pertahankan jalan napas
 Lakukan suction jika diperlukan
MANAGEMENT
RESIKO TRAUMA
 Pertahankan bedrest dan alat immobilisasi (kantung
pasir, soft collar, dll)
 Periksa alat stabilisasi eksternal (traksi)
 Cek berat traksi sesuai instruksi
 Persiapan untuk stabilisasi
 Reposisi dalam interval tertentu dengan bantuan alat
dan 3 penolong.
MANAGEMENT
GANGGUAN MOBILITAS FISIK
 Periksa kekuatan motorik secara kontinu
 Lakukan dan bantu latihan dengan ROM maksimal
 Posisikan lengan pada sudut 90º dengan interval tertentu
 Posisikan ankle pada sudut 90º dengan papan kayu,
sepatu dengan ankle tinggi atau yang lain.
 Tinggikan kaki pada rentang tertentu  menurunkan
edema
 Inspeksi kulit setiap hari
 Berikan mekanik stoking  cegah DVT
MANAGEMENT
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
 Nilai dan catat hasil penilaian sensori
 Proteksi tubuh pasien dari bahan membahayakan
 Jelaskan prosedur sebelum dan selama perawatan,
sekaligus identifikasi bagian tubuh selama prosedur
 Berikan stimulasi taktil
 Berikan aktivitas untuk mengalihkan perhatian
 Berikan waktu tidur dan istirahat tanpa ada gangguan
MANAGEMENT
NYERI AKUT
 Nilai keberadaan nyeri (lokasi, skala, dan tipe nyeri)
 Bantu pasien untuk identifikasi pemicu nyeri
 Memotivasi pasien untuk menggunakan teknik
relaksasi
 Berikan medikasi sesuai instruksi
MANAGEMENT
KONSTIPASI
 Observasi distensi abdomen, disertai penurunan
peristaltik
 Observasi bila terjadi muntah atau BAB hitam
 Catat frekuensi, karakteristik dari feses
 Observasi bila terjadi impaksi
 Pertahankan program defekasi harian secara rutin
 Memotivasi pasien untuk menyeimbangkan diet harian,
termasuk cukupi cairan setidaknya 1500 cc/hari
 Bantu dan motivasi pasien untuk mobilisasi
MANAGEMENT
GANGGUAN ELIMINASI URIN
 Nilai pola miksi (frekuensi dan jumlah)
 Berikan semangat pasien untuk minum
 Mulai protokol untuk kandung kencing bila mungkin
 Awasi kualitas urin
 Bersihkan area perianal dan jaga tetap kering
 Latih pasien untuk kateter intermiten ketika sudah
melewati fase akut
MANAGEMENT
RESIKO AUTONOMIC DYSREFLEXIA
 Identifikasi dan monitor faktor pemicu AD
 Manipulasi atau distensi VU dan abdomen
 Spasme VU
 Posisi duduk terlalu lama
 Suhu ekstrem
 Observasi tanda dan gejala dari AD
 Hipertensi, takikardia, bradikardia
 Berkeringat atau memerah di atas lokasi lesi
 Pucat pada lokasi di bawah lesi
 Nyeri kepala yang memberat
 Hidung terasa tersumbat
MANAGEMENT
RESIKO AUTONOMIC DYSREFLEXIA
 Tetap dampingi pasien selama kejadian
 Monitor TD setiap 3- 5 menit (pasang monitor)
 Tinggikan kepala 30º - 45º
 Hilangkan stimulus penyebab AD
 Berikan medikasi sesuai instruksi
MANAGEMENT
GANGGUAN INTEGRITAS KULIT
 Inspeksi seluruh area kulit setiap hari, terutama daerah
penekanan
 Motivasi pasien untuk menjalankan program aktivitas
reguler
 Tinggikan ekstremitas inferior secara periodik
 Lindungi titik tekanan dengan pad siku atau ankle
 Gunakan decubitor bed
 Jaga sprei tetap kering dan bebas lipatan
REFERENCES
• ATLS for Doctor 8th edition.2008.
• Greenberg. Handbook of Neurosurgery 6 th ed. 2006. Thieme
• Lindsay., Kenneth. Neurology and Neurosurgery Illustrated 3 rd ed.
1997. Churchill
• deWit Susan, O’Neill Patricia. Evolve Resources for Fundamental
Concepts and Skill for Nursing 4th ed. 2013
• Hillary, Thompson et al. Care of The Patient with Mild Traumatic Brain
Injury, AANN and ARN Clinical Practice Guidelines Series. 2011.
• Hillary, Thompson et al. Nursing Management on Adults with Severe
Traumatic Brain Injury, AANN Clinical Practice Guidelines Series.
2008.
IMAGES REFERENCES
• http://www.dme-direct.com/ossur-philadelphia-tracheotomy-
collar
• deWit Susan, O’Neill Patricia. Evolve Resources for
Fundamental Concepts and Skill for Nursing 4th ed. 2013
• Hillary, Thompson et al. Nursing Management on Adults with
Severe Traumatic Brain Injury, AANN Clinical Practice
Guidelines Series. 2008.

You might also like