FIMOSIS

You might also like

Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 26

KELAINAN BAWAAN BAYI BARU

LAHIR DENGAN FIMOSIS

Nama : 1. Umy Fadhillah (PO.71.24.1.16.037)

2. Witri Aprilia (PO.71.24.1.16.038)

Kelas : II Reguler A
DEFINISI
Fimosis merupakan salah satu gangguan
yang timbul pada organ kelamin pria, yang
dimaksud dengan fimosis adalah keadan dimana
kulit kepala penis (preputium) melekat pada
bagian kepala (glans) dan mengakibatkan
tersumbatnya lubang dibagian air seni, sehingga
bayi dan anak kesulitan dan kesakitan saat
kencing, kondisi ini memicu timbulnya infeksi
kepala penis (balantis).
MACAM-MACAM
FIMOSIS
1. Fimosis kongenital (fimosis fisiologis)

Timbul sejak lahir merupakan kondisi normal


pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja.
Kulit preputium selalu melekat erat pada glans
penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada
saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta
diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan,
terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan
deskuamasi antara glans penis dan lapisan bagian
dalam preputium sehingga akhirnya kulit
preputium terpisah dari glans penis.
2. Fimosis didapat (fimosis patologik)

Fimosis ini timbul kemudian setelah lahir. Hal ini


berkaitan dengan kebersihan alat kelamin yang buruk,
peradangan kronik glans penis dan kulit preputium atau
penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retration)
pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan
pembentukan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit
preputium yang membuka. Fimosis patologik seringkali
menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit
preputium mengembang saat berkemih karena desakan
pancaran air seni tidak diimbangi besarnya lubang di
ujung preputium.
ETIOLOGI
1. Fimosis terjadi karena ruang diantara
preputium dan glans penis tidak berkembang
dengan baik. Kondisi ini menyebabkan
preputium melekat pada glans penis.

2. Akibat dari infeksi menahun.

3. Adanya peradangan pada kulit glans penis.

4. Infeksi bakteri didaerah preputium.

5. Bakteri.

6. Malformasi.
PATOFISIOLOGIS
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir
karena terdapat adesi alamiah antara prepusium dengan
glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan
berkembang dan debris yang dihasilkan oleh epitel
prepusium (smegma) menggumpal pada prepusium dari
glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala
membuat prepusium terdilatasi perlahan-lahan sehingga
prepusium menjadi retraksi dan dapat ditarik ke proksimal.
Pada usia 3 tahun, 90% prepusium sudah dapat diretraksi.
Tapi pada sebagian anak, prepusium tetap lengket pada
glans penis, sehingga ujung prepusium mengalami
penyempitan dan akhirnya dapat mengganggu fungsi miksi
atau berkemih.
TANDA & GEJALA
1. Bayi sukar buang air kecil.

2. Kulit prepusium menggembung seperti balon.

3. Bayi menangis keras sebelum berkemih.

4. Penis mengejang pada saat buang air kecil.

5. Kulit penis tidak bisa ditarik kearah pangkal.

6. Timbul infeksi.
Gejala Khusus
Fimosis Kongenital
dan Patologik
 Seringkali menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit
preputium mengembang saat berkemih karena desakan air
seni tidak diimbang besarnya lubang di ujung preputium.

 tanpa adanya fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan


adanya hambatan air seni. Selama tidak terdapat
hambatan aliran air seni, buang air kecil berdarah
(hematuria), atau nyeri preputium, fimosis bukan
merupakan kasus gawat darurat.

 Jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni,


diperlukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau
seluruh bagian kulit preputium) pada anak-anak adalah
fimosis patologik.
Gangguan yang
disebabkan oleh
Fimosis
Aliran urine berupa sulit kencing, pancaran urine mengecil,

menggelembungnya ujung prepusium penis pada saat miksi dan

menimbulkan retensi urine. Kadangkala pasien dibawa berobat oleh

orang tuanya karena adanya benjolan lunak di ujung penis yang tak

lain adalah korpus smegma. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa

prepusium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri

yang ada didalamnya. Tindakan tidak dianjurkan melakukan dilatasi

atau retraksi yang dipaksakan pada fimosis karena menimbulkan

luka dan terbentuk sikatriks pada ujung prepusium sebagai fimosis

sekunder. Dapat diberikan salep dexametasone 0,1% yang dioleskan

3 atau 4 kali. Diharapkan setelah pemberian selama 6 minggu

prepusium dapat diretraksi spontan kemudian dilakukan sirkumsisi.


Diagnosis Fimosis
Terutama berdasarkan pemeriksaan klinis dan
tidak ada tes laboratorium atau pencitraan yang
diperlukan. Pemeriksaan penunjang mungkin
diperlukan pada kasus infeksi saluran kemih atau
infeksi kulit pada genital. Dokter harus mampu
membedakan fimosis fisiologis dan phimosis
patologis. Penilaian derajat keparahan phimosis
harus dilakukan. Penentuan etiologi phimosis, jika
mungkin, harus dilakukan.
Komplikasi
1. Ketidaknyamanan / nyeri saat berkemih.

2. Akumulasi sekret dan smegma di bawah prepusium yang kemudian


terkena

3. Infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.

4. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.

5. Penarikan prepusium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan


rasa nyeri dan pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.

6. Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut balinitis.

7. Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan,
kemudian menimbulkan kerusakan pada ginjal.

8. Fimosis merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kanker penis


Penatalaksanaan
 Dilakukan dilatasi dengan melebarkan lubang
preputium dengan cara mendorong kebelakang kulit
preputium dan biasanya akan terjadi luka. Untuk
mencegah infeksi dan agar luka tidak merapat lagi
maka luka tersebut dioleskan salep antibiotic.
 Adanya smegma pada ujung preputium juga
menyulitkan bayi berkemih maka setiap
membandingkan bayi hendaknya preputium didorong
kebelakang kemudian ujungnya dibersihkan dengan
kapas dtt.
 Dilakukan sirkumsisi
 Untuk mengetahui adanya kelainan saluran saluran kemih pada

bayi, tiap bayi baru lahir harus diperhatikan apakah bayi telah

berkemih, setelah lahir atau paling lambat 24 jam setelah lahir.

 Perhatikan apakah urin banyak atau sedikit sekali. Bila terjadi

kelainan atau gangguan pada ekskresi bayi akan terlihat sembab

mukanya. Jika terjadi kelainan tersebut maka bayi sebaiknya

dirujuk. Sampai bayi berumur 3 hari pengeluaran urin tidak

terpengaruhi oleh pemberian cairan, baru setelah 5 hari akan

berpengaruh. Kondisi ini harus segera dikonsultasikan ke dokter

akan memeriksa ujung penis secara teliti dan bila memungkinkan

akan berupaya melepas lengketan tersebut dan membersihkanya.Jika

upaya ini belum berhasil, maka penderita terpaksa harus dikhitan


Angka Kejadian
Beberapa penelitian mengatakan kejadian fimiosi saat hanya 4% bayi

yang preputiumnya sudah bisa ditarik mundur sepenuhnya sehingga kepala

penis terlihat utuh.Selanjutnya secara perlahan terjadi desquamasi perlekatan

itu berkurang.Sampai umur satu tahun, masih 50% yang belum bisa ditarik

penuh. Berturut-turut 30% pada usia 2 tahun, 10% pada usia4-5 tahun , 5%

pada umur 10 tahun, dan masih ada 1% bertahan hingga umur 16-17 tahun.

Dari kelompok terakhir ini ada sebagian kecil yang bertahan secara presisten

sampai dewasa bila tidak ditangani. Berdasarkan data tahun 1980-an

dilaporkan bahwa anak yang tidak disirkumsisi memiliki resiko menderita 10-

20 kali lebih tinggi. Tahun 1993, dituliskan review resiko terjadi sebesar 12

kali lipat. Tahun 1999 dalam salah satu bagian dari pernyataan AAP tentang

sirkumsisi disebutkan bahwa dari 100 anak pada usia 1 tahun. 7-14 anak yang

tidak disirkumsisi menderita sedang hanya 1-2 anak pada kelompok yang di

sirkumsisi.Dua laporan jurnal tahin 2001 dan 2005 mendukung bahwa

sirkumsisi dibawah resiko.


TERIMA KASIH
“SEMOGA BERMANFAAT BAGI
KITA SEMUA”

You might also like