Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 49

NDT-Deflection Measurement Devices:

Benkelman Beam (BB)

Emil Adly M.Eng


Sri Atmaja P. Rosyidi, Ph.D., P.E.
02. Benkelman Beam
 Reference:
◦ ASTM D 4695 – 03
◦ AASHTO T 256-01
◦ SNI 2416: 2011
 Introduction: History of Benkelman
Beam
 Concept on Pavement Measurement
 Equipment and Field Procedure
 Data Analysis
Kinerja struktur perkerasan lentur
dapat di tentukan dengan
pemeriksanan nondestructif yaitu
suatu cara pemeriksaan dengan
menggunakan alat yang diletakkan
diatas permukaan jalan sehingga tidak
mengakibatkan rusaknya konstruksi
perkerasan jalan
Fungsi Banklemen Beam
1. Mengukur lendutan balik maksimum
Besarnya lendutan balik pada kedudukan di titik kontak batang benklemen beam
setelah beban berpindah sejauh 6 m

2. Lendutan balik titik belok`


Besarnya lendutan balik pada kedudukan di titik kontak batang BB setelah
beban berpindah sejauh 0,30 m untuk penetrasi, asbuton dan labur atau
sejauh 0,40 m untuk beton aspal

3. Cekung lendutan akibat beban roda tertentu


kurva yang menggambarkan bentuk lendutan

Sehingga dapat digunakan untuk perancangan lapisan tambahan perkerasan jalan


NDT-Deflection Measurement
Devices on Pavement Structure
 NDT measurement of pavement surface deflections
provides information that can be used for the
structural evaluation of new or in-service pavements.
 These deflection measurements may be used to
determine the following pavement characteristics:
◦ Modulus of each layer.
◦ Overall stiffness of the pavement system.
◦ Load transfer efficiency of PCC pavement joints.
◦ Modulus of subgrade reaction.
◦ Effective thickness, structural number, or soil support
value.
◦ Bearing capacity or load carrying capacity of a pavement.
History of Benkelman Beam
 A.C.Benkelman devised the simple
deflection beam in 1953 for measurement
of pavement surface deflection.
 It is widely used all over the world
evaluation of the requirements of
strengthening of flexible pavements.
 This method is done to lay down a uniform
procedure for the design of flexible overlays
or per I R C:81-1981 here a tentative
guideline was published by the Indian road
congress under the title “Tentative
Guidelines for strengthening of flexible road
Alvin Carlton Benkelman, Sr. pavements using Benkelman beam
Deflection technique” .
BB Field Measurement
lingkup
 penekanan dengan beban tertentu yang
diketahui nilainya dengan perantara ban
Pneumatik, terhadap lapisan sistem
perkerasan lentur
Selama pembebanan gerakan vertikal
permukaan diamati dan dicatat (umumnya
perkerasan yang sudah jadi)
Cara pemeriksaan
 Pengukuran lendutan balik statis (rebound
deflection)

Orientasi Pengukuran
• Penilaian struktur perkerasan
• Membandingkan sifat struktur perkerasan
• Meramalkan performance perkerasan
• Perencanaan teknis (overlay, perkerasan baru)
Truk Pemeriksa
ALAT
PERALATAN
1. Truk dengan spesifikasi standar sebagai berikut :
- Berat kosong truk; (5 ± 01) Ton
- Jumlah as 2 buah, dengan roda belakang ganda
- Beban masing-masing roda belakang ban ganda yaitu (4,08 ±
0,045) Ton atau (9000 ± 100) Lbs atau 8,16 ± 0,5 Ton
- Ban dalam kondisi baik dan dari jenis kembang halus (zig- zag)
dengan ukuran 25,4 x 50,8 cm atau 10 x 20 inchi
- Tekanan angin ban (5,5 ± 0,0) kg/cm2 atau (80 ± 1) Psi
- Jarak sisi kedua bidang kontak ban dengan permukaaan jalan
antara 10-15 cm atau 4-6 inchi

2. Alat timbang muatan praktis yang dapat dibawa kemana-mana (PortableWeight


Bridge) kapasitas 10 Ton.
Rol meter, payung, peemberi tanda
PERALATAN
3. Alat Benkelman Beam terdiri
dari dua batang yang
mempunyai panjang total
standar (366 ± 0,16) cm yang
terbagi menjadi 3 bagian
dengan perbandingan 1 : 2
sumbu 0 dengan perlengkapan
sebagai berikut :
- Arloji pengukur (dial Bouge) berskala mm
dengan ketelitian 0,01mm
- Alat penggetar (Buzzar)
- Alat pendatar (Waterpass)
4. Pengukur tekanan yang dapat mengukur tekanan
angin ban minimum 5 kg/cm2 atau 80 Psi.
5. Termometer (5oC-70oC) dengan perbandingan skala
10C atau (40F-140F) dengan pembagian skala 1oF.
6. Rol meter 30 m dan 3 m (100ft dan 10ft).
7. Formulir lapangan dan hardboard).
8. Minyak arloji pengukur dan alkohol murni untuk
membersihkan batang arloji pengukur.
PELAKSANAAN
1. Memasang batang pengukur Benkelman
Beam sehingga menjadi sambungan kaku.

2. Dalam keadaan batang pengukur terkunci,


menempatkan Benkelman Beam pada bidang
datar, kokoh dan rata misalnya pada lantai.

3. Mengatur kaki sehingga Benkelman Beam


dalam keadaan datar.
PELAKSANAAN
4. Menempatkan alat penyetel pada alat yang
sama dan mengatursehingga alat berada
dibawah Tumit Batang (TB) dari batang
pengukur,kemudian mengatur landasan
sehingga batang menjadi datar dan mantap.

5. Melepaskan pengunci (P) atau batang


pengukur atau menurunkan ujung batang
perlahan-lahan hingga TB terletak pada
penyetel.
PELAKSANAAN
6. Mengatur arloji pengukur (AP2) Benkelman Beam
pada kedudukannyahingga ujung arloji pengukur
bersinggungan dengan batang pengukur,kemudian
dikunci dengan kuat.

7. Mengatur arloji pengukur alat penyetel (AP1) pada


dudukannya hinggaujung batang arloji bersinggungan
dengan batang pengukur tepat diatas TB kemudian
dikunci dengan erat.

8. Mengatur kedudukan batang arloji pengukur


Benkelman Beam danbatang arloji alat penyetel,
sehingga batang arloji dapat bergerak ± 5mm
PELAKSANAAN
9. Dalam kedudukan seperti h diatur kedua jarum
arloji pengukur padaangka nol.

10. Menghidupkan alat penggetar, kemudian


menurunkan plat penyeteldengan memutar skrup
pengatur, sehingga arloji pengukur pada formulir
yang sudah tersedia dapat dibaca.

11. Melakukan seperti j berturut-turut pada setiap


penurunan batang arloji pengukur 0,25 mm sampai
mencapai penurunan, mencatat pembacaan arloji
pada setiap penurunan tersebut.
PELAKSANAAN
12. Dalam keadaan kedudukan seperti k, menaikkan
penyetel berturutturutpada setiap kenaikan batang arloji
pengukur 0,25 mm sampaimencapai kenaikan 2,5 mm
(tumit batang kembali pada kedudukannormal).

13. Hasil pembacaan arloji Benkelman Beam dikalikan


dengan faktor skalabatang Benkelman Beam
(perbandingan jarak antara tumit batang sampai sumbu
nol terhadap jarak antar sumbu nol sampai belakang
ujung belakang batang pengukur) untuk alat Benkelman
Beam yang umum digunakan dengan faktor perbandingan
1 : 2 maka pembacaanarloji tersebut dikalikan dengan 2.
PELAKSANAAN
14. Jika pembacaan arloji Benkelman Beam
berbeda dengan hasilpembacaan pada arloji
alat penyetel berarti ada kemungkinan
kesalahan pada alat seperti gesekan pada
sumbu yang terlalu besar atau peluru-peluru
sumbu yang terlalu longgar.
- Pembacaan yang dilakukan
a. Pembacaan awal
Pembacaan dial Benkelman Beam pada saat posisi beban tepat
berada pada tumit belakang (sering kali di nolkan)
b. Pembacaan kedua (d 2)
Pembacaan dial Benkelman Beam pada posisi beban berada pada
jarak 12 kali dari titik awal.
X12 = 30 cm (jenis permukaan penetrasi)
X12 = 40 cm (jenis permukaan aspal beton)
c. Pembacaan ketiga (d 3) – 6 meter
Pembacaan dial Benkelman Beam pada posisi beban berada pada
jarak “C” dari titik awal.
1. Lalu lintas
a) Jumlah Lajur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C).
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan,
yang menampung lalu-lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas
lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel 1.
b) Ekivalen beban sumbu kendaraan (E).

− STRT : Sumbu Tunggal Roda Tunggal


− STRG : Sumbu Tunggal Roda Ganda
− SDRG : Sumbu Dual Roda Ganda
− STrRG : Sumbu Triple Roda Ganda
c) Faktor umur rencana dan perkembangan lalu lintas
d. Akumulasi ekivalen beban sumbu standar (CESA)
a. Lendutan dengan Falling Weight Deflectometr (FWD)
Lendutan yang digunakan adalah lendutan pada pusat beban (df1). Nilai lendutan ini harus
dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim) dan koreksi temperatur serta faktor
koreksi beban uji (bila beban uji tidak tepat sebesar 4,08 ton). Besarnya lendutan langsung
adalah sesuai Rumus 7.
dL = df1 x Ft x Ca x FKB-FWD ................................................................................ (7)
pengertian :
dL = lendutan langsung (mm)
df1 = lendutan langsung pada pusat beban (mm)
Ft = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 350C, yaitu sesuai Rumus 8, untuk tebal
lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm atau Rumus 9, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama
dengan 10 cm atau menggunakan Tabel 5 atau pada Gambar 1 (Kurva A untuk HL < 10 cm dan Kurva B
untuk HL > 10 cm).
= 4,184 x TL- 0,4025 , untuk HL < 10 cm ............................................................ (8)
= 14,785 x TL- 0,7573 , untuk HL > 10 cm ......................................................... (9)
TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung dilapangan atau dapat diprediksi
dari temperatur udara,yaitu:
TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb) .............................................................................. (10)
Tp = temperatur permukaan lapis beraspal
Tt = temperatur tengah lapis beraspal atau dari Tabel 6
Tb = temperatur bawah lapis beraspal atau dari Tabel 6
Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim) = 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim
kemarau atau muka air tanah rendah = 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka air
tanah tinggi
FKB-FWD = faktor koreksi beban uji Falling Weight Deflectometer (FWD)
= 4,08 x (Beban Uji dalam ton)(-1) ................................................................... (11)
b. Menghitung Lendutan BB

 Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil


pengujian dengan alat Falling Weight Deflectometer (FWD) atau
Benkelman Beam (BB)

 Nilai lendutan tersebut harus dikoreksi dengan, faktor muka air tanah (faktor
musim) dan koreksi temperatur serta faktor koreksi beban uji (bila beban uji
tidak tepat sebesar 8,16 ton).

dB = 2 x (d3 – d1) x Ft x Ca x FKB-BB .......................................................... (12)


dengan pengertian :
dB = lendutan balik (mm)
d1 = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran
d3 = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik pengukuran
Ft = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 350C,
sesuai Rumus 8, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm atau Rumus 9,
untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama dengan 10 cm atau
menggunakan Tabel 5 atau pada Gambar 1 (Kurva A untuk HL < 10 cm dan Kurva
B untuk HL > 10 cm).
TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung
dilapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara,yaitu:

TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb) ................................................................................ (13)

Tp = temperatur permukaan lapis beraspal


Tt = temperatur tengah lapis beraspal atau dari Tabel 6
Tb = temperatur bawah lapis beraspal atau dari Tabel 6
Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim)
= 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau muka air tanah rendah
= 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka air tanah tinggi

FKB-BB = faktor koreksi beban uji Benkelman Beam (BB)


= 77,343 x (Beban Uji dalam ton)^(-2,0715) .......................................................... (14)
Catatan :
− Kurva A adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL) kurang dari 10 cm.
− Kurva B adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL) minimum 10 cm
• Menentukan panjang seksi (segmen) yang memiliki
keseragaman (FK) sesuai dengan tingkat keseragaman ijin
yang diinginkan sesuai pedoman.

Perhitungan tebal lapis tambah dapat dilakukan pada setiap titik pengujian atau
berdasarkan panjang segmen (seksi). Apabila berdasarkan panjang seksi maka cara
menentukan panjang seksi jalan harus dipertimbangkan terhadap keseragaman lendutan.
Keseragaman yang dipandang sangat baik mempunyai rentang faktor keseragaman antara
0 sampai dengan 10, antara 11 sampai dengan 20 keseragaman baik dan antara 21 sampai
dengan 30 keseragaman cukup baik
• Menentukan lendutan wakil (Dwakil) untuk masing-masing seksi
(segmen) jalan yang tergantung dari kelas jalan.

Untuk menentukan besarnya lendutan yang mewakili suatu sub ruas/seksi jalan,
digunakan Rumus 18, 19 dan 20 yang disesuaikan dengan fungsi/kelas jalan,
yaitu:
− D wakil = dR + 2 s ; untuk jalan arteri / tol (tingkat kepercayaan 98%) ............ (18)
− D wakil = dR + 1,64 s ; untuk jalan kolektor (tingkat kepercayaan 95%) ............. (19)
− D wakil = dR +1,28 s ; untuk jalan lokal (tingkat kepercayaan 90%) ...................... (20)

dengan pengertian :
Dwakil = lendutan yang mewakili suatu seksi jalan
dR = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan sesuai Rumus 16
s = deviasi standar sesuai Rumus 17
• Menentukan lendutan rencana/ijin (Drencanal)

dengan menggunakan persamaan berikut ni untuk lenduran FWD (rumus 23)


dan lendutan BB (rumus 24):

Drencana = 17,004 x CESA^ (-0,2307) ............................................................. (23)


Drencana = 22,208 x CESA^ (-0,2307) ............................................................. (24)

dengan pengertian :

Drencana = lendutan rencana, dalam satuan milimeter.


CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar, dalam satuan ESA
atau dengan memplot data lalu-lintas rencana (CESA) pada Gambar 4 Kurva C
Gambar 4 Kurva D untuk lendutan balik dengan alat BB
• Menghitung tebal lapis tambah (overlay) (Ho) dengan
menggunakan persamaan berikut ini:

dengan pengertian :
Ho = tebal lapis tambah sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan
daerah tertentu, dalam satuan centimeter.
Dsbl ov = lendutan sebelum lapis tambah/Dwakil, dalam satuan milimeter.
Dstl ov = lendutan setelah lapis tambah atau lendutan rencana, dalam satuan
milimeter.
• Menghitung tebal lapis tambah (overlay 0 (Ht) dengan cara
mengkalikan Ho dengan faktor koreksi overlay (Fo):

hitung tebal lapis tambah/overlay terkoreksi (Ht) dengan mengkalikan Ho dengan


faktor koreksi overlay (Fo), yaitu sesuai dengan Rumus 26;
Ht = Ho x Fo ......................................................................................................... (26)

dengan pengertian :
Ht = tebal lapis tambah/overlay Laston setelah dikoreksi dengan temperatur rata-
rata tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter.
Ho = tebal lapis tambah Laston sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan
daerah tertentu, dalam satuan centimeter.
Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay (sesuai Rumus 21 atau Gambar 2 di
bawah)
• Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Overlay)
Tebal lapis tambah/overlay yang diperoleh adalah berdasarkan temperatur standar 35oC,
maka untuk masing-masing daerah perlu dikoreksi karena memiliki temperatur perkerasan
rata-rata tahunan (TPRT) yang berbeda. Data temperatur perkerasan rata-rata tahunan
untuk setiap daerah atau kota ditunjukkan pada Lampiran A, sedangkan faktor koreksi
tebal lapis tambah/overlay (Fo) dapat diperoleh dengan Rumus 21 atau menggunakan
Gambar 2.

dengan pengertian :
Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay
TPRT = temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah/kota tertentu (Tabel
A1 pada Lampirn A)
• JIka jenis atau sifat campuran (bahan perkerasan jalan) yang
digunakan tidak sesuai dengan ketentuan, maka tebal lapis
tambahan harus dikoreksi dengan faktor koreksi tebal lapis
tambahn penyesuaian (FKTBL).

Pedoman ini berlaku untuk lapis tambah dengan Laston, yaitu modulus resilien
(MR) sebesar 2000 MPa dan Stabilitas Marshall minimum 800 kg. Nilai modulus
resilien (MR) diperoleh berdasarkan pengujian UMATTA atau alat lain dengan
temperatur pengujian 25oC. Apabila jenis campuran beraspal untuk lapis tambah
menggunakan Laston Modifikasi dan Lataston atau campuran beraspal yang
mempunyai sifat berbeda (termasuk untuk Laston) dapat menggunakan faktor
koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL) sesuai Rumus 22 atau Gambar
3 dan Tabel 7

dengan pengertian :
FKTBL = faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian
MR = Modulus Resilien (Mpa)
BB Field Measurement
We will see next week

You might also like