Lapsus Tef Eko Nofiyanto

You might also like

Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 55

LAPORAN KASUS

TRACHEO ESOPHAGEAL FISTULA


dr. Eko Nofiyanto
Pembimbing dr. Rudy Vitraludyono,Sp.An
LAPORAN KASUS
Identitas :
By Ny Dian/L/16hari (20 juni 2019) / R.11/11443333
BB 2600gr
PB 48cm

Diagnosis :
TEF type C Water stone B + Polidactyl manus D + PJB

Tindakan :
Pro ligasi fistula + EEA esofagus
PEMERIKSAAN PREOPERATIF
Subyektif :
 A. -
 M. Ampicillin, gentamisin, fluconazole, furosemide, beraprost, captopril.
 P.
- Pre natal : hamil pertama, ANC di bidan, riwayat penyakit selama
kehamilan (-), riwayat mengkonsumsi obat/jamu selama kehamilan (-)
- Natal : lahir pervaginam, kurang bulan, usia 8bln, BBL 2600gr, saat lahir
langsung menangis, sesak (-) biru (-) kejang (-) muntah (-).
- Post natal : mengeluarkan lendir terus menerus, muntah jika diberikan
ASI.
 L. Pasien direncanakan puasa makanan padat dan susu formula 6 jam, ASI 4
jam, air putih dan clear water 2 jam preoperasi.
 E. Pro ligasi fistula + EEA esofagus
PEMERIKSAAN PREOPERATIF
Obyektif :
 B1. Nafas Spontan, airway paten, RR 42x/mnt, SpO2 93-95% on cpap,
peep 7cmh2o, fio2 21%, Vesiculer +/+, Rh -/-, Wh -/-, gerak leher flexi
(+), extensi (+)
 B2. AHKM (+), CRT < 2 detik, N 156bpm, S1S2 tunggal, reguler,
murmur (-), gallops (-), CVC femoralis S paten
 B3. Alert, gerak aktif
 B4. BAK spontan on pampers
 B5. Distended abdomen BU (+), on gastrostomi
 B6. Edema (-), Sianosis (-), Temp 36.7C.
VACTERL
 Vertebral anomaly (-)
 Anal atresia (-)
 Cardiovascular anomaly (+)
 Tracheoesophageal fistul (+)
 Esophageal atresia (+)
 Renal anomaly (-)
 Limb anomaly (+)
Pemeriksaan Penunjang
Lab 30/6/2019

DL 11.70/3.12jt/29.14rb/31.60%/251rb
PT/kontrol PT 9.60/10.5
INR 0.94
APTT/kontrol 28.50/25.4
SGOT/SGPT 35/18
Bilt/d/i 1.79/1.53/0.26
Alb 3.27
Ur/Cr 53.60/0.46
Na/K/Cl 137/3.16/100
Procal 6.02
Baby gram 22/6/2019
 Susp dextrocardia
 Neonatal pneumoniae
 TEF tipe C
EKG 2/7/2019
 Sinus rhytm, HR 115x/mnt.
Chest XRay 4/7/2019
 Lusensi paratrachea kiri masih
mungkin suatu esofagus yang
mengembang disertai absensi
udara gaster mengesankan TEF
tipe B,
 Pneumoniae,
 Hiperaerasi paru bil.
Echocardiografi 6/7/2019
Mesokardia, PDA kecil,
insufisiensi ringan katup
trikuspid, PH ringan, left to right
shunt, fungsi jantung normal, EF
68%, efusi perikard
ASSESMENT
 ASA 4
 Neonatus
 Sepsis, neonatal pneumoniae
 Multiple kongenital anomaly (TEF tipe c, atresia esofagus, polidactyl
manus dex, kelainan jantung PDA kecil, insufisiensi ringan katup
trikuspid, PH ringan, EF 68%, efusi perikard)
 Hiperbilirubinemia (Bil T/D/I 1.79/1.53/0.26)
Premedikasi OK LT 5
INDUKSI pkl 08. 30 9/7/2019
Pemeriksaan Pre induksi Obat-obatan untuk induksi

TTV preinduksi  Midazolam 0.4 mg


Hr :150x/Mnt  Fentanyl 5 mcg
Spo2 : 99-100% dengan 8 Lpm  Dexamethasone 0. 5 mg
NRBM  Metamizole 5 mg
 Atracurium 1 mg

Intubasi asleep nonapneu, ETT


no. 3.0 dengan kedalaman 10cm.
Durante Operasi
Obat-obat Anestesi Cairan
 Sevoflurane 1 MAC (dial 2) Cairan Masuk
 Syringe Fentanyl 5 mcg/jam  D1% 100ml
 Syringe Atracurium 1mg/jam
Cairan Keluar
 Darah 20ml
 M+O 124.8ml
Durante Operasi
Durante Operasi
Durante Operasi
Monitor Mesin Anestesi
Durante Operasi saat mulai Hecting
Postoperasi
 Diberikan analgetik postoperasi dengan intercostalis block di 3 lokasi:
di tempat insisi, di bawah tempat insisi, dan di atas tempat insisi
dengan regimen: Bupivacaine 0.125%, TV 1.5ml, masing masing
0.5ml.

 Syringe Morphine 0.2mg+Ketamine 2.6mg, TV 48ml, kecepatan


1ml/jam.
Postoperasi

• Hemodinamik stabil
• Undulasi WSD (+)
CXR postoperasi 9/7/2019
Abdomen postoperasi 9/7/2019
Hemodinamik saat tiba di NICU
NICU
 Pkl 19.00 9/7/2019 pasien
sempat mengalami desaturasi
 ETT ditarik sedikit  SpO2
kembali normal.
 Dilakukan CXR ulang
Hemodinamik saat di NICU 9/7/2019 pkl 21.00
Hemodinamik saat di NICU 10/7/2019 pkl 00.00
NICU
Laboratorium 9/7/2019
 DL 9.5/13260/25.3/494.000  IVFD CN 15% 12 cc/jam
 GDS 91  Aminosteril 3 gr/kgbb/hari
 Ur/Cr 49/0.41
 IV Ampicillin sulbactam 2x200
 FH 9.7/10.9 0.93/ 30.3/26.4
mg (H14)
 BGA 7.33/39.2/192.3/21/-
5.1/99.9%/10.7/37.0°C  IV Gentamicin 1x5 mg (H14)
 SE 130/4.69/100  IV Fluconazole 1x15 mg (H13)
 Alb 2.57  Rencana transfusi PRC 10
 OT/PT 38/12 cc/kgbb
Hemodinamik saat di NICU 10/7/2019 pkl 06.00
Trend SpO2 dan Heart Rate 10/7/2019
Trend SpO2 dan Heart Rate 10/7/2019
NICU 10/7/2019
 Pasien dinyatakan meninggal
pkl 10.10 10/7/2019
ETIOLOGI
 perkembangan terjadinya atresia esofagus tidak berhubungan
dengan genetik
 1984 (O’Rahily)  bahwa terdapat fix cephalad point dari
pemisahan trakeoesofageal, dengan elemen dari trakeobronkial
dan esofageal memanjang menuju kaudal.
 1987 (Kluth)  septal trakeoesofageal memegang peranan
penting dalam perkembangan atresia esofagus dan gangguan
vaskularisasi juga dapat berperan dalam terjadinya atresia
esofagus ataupun fistula
 2001 Oxford dan lainnya  kesalahan posisi ventral ektopik dari
notochord pada embrio berusia 21 hari gestasi  menyebabkan
gangguan lokus gen, gangguan apoptosis pada foregut dan jenis
jenis atresia esofagus. Kondisi ini  karena variasi pengaruh
teratogen pada masa gestasi awal (ex kembar, paparan racun,
atau kemungkinan aborsi).
Anomali Penyerta
Lebih dari 50% bayi dengan atresia
esofagus memiliki 1 atau lebih
variasi dalam atresia esofagus berdasar klasifikasi
anatomi.
Diagnosis
 Prenatal
 pemeriksaan USG pada minggu ke 18 kehamilan gelembung perut
janin sedikit atau tidak ada (42%), bila dikombinasikan
polihidramnion (56%).

 MRI pada leher janin untuk melihat buntunya kantung atas esofagus
 Pada bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion  diperiksa
dengan nasogastric tube
 kateter tidak dapat masuk lebih dari 8 - 10 cm
 Foto polos dada dan abdomen  memperlihatkan ujung kateter
terhenti di mediastinum posterior (T2 – T4), juga keberadaan
udara pada traktus gastrointestinal menandakan keberadaan
FTE distal.
Gambaran Klinis
 Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut)
 Sianosis
 Batuk dan sesak napas
 Pneumonia (regurgitasi air ludah  esophagus yang buntu &
regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke dalam jalan napas)
 Perut kembung, karena udara melalui fistel masuk ke dalam
lambung dan usus
 Oligouria  tidak ada cairan yang masuk
 Biasanya disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti
kelainan jantung, atresia rectum atau anus
 Pembedahan pada kondisi bayi sehat Golden period 24-72 jam
setelah diagnosis TEF tegak
 Pembedahan dapat  satu tahap atau dua tahap tergantung
pada tipe atresia dan penyulit yang ada.
 Biasanya  membuat stoma pada esophagus proksimal dari
gastrostomi.
 Penutupan fistel, anastomosis esophagus, atau interposisi kolon
dilakukan kemudian hari setelah janin berusia satu tahun
Resiko Pembedahan dan Komplikasi
 Dismotilitas esophagus  akibat kelemahan otot-otot dinding
esophagus.
 Hampir 50% dari pasien  gastroesophageal refluks disease
(GERD) pada masa kanak-kanak atau dewasa.
 Trakeoesofageal fistula yang berulang.
 Kesulitan menelan (disfagia) disebabkan oleh tersangkutnya
makanan pada bekas pembedahan.
 Kesulitan bernafas dan batuk  Hal ini berhubungan dengan
lambatnya pengosongan makanan di esophagus oleh karena
tersangkutnya makanan oleh bekas pembedahan atau aspirasi
makanan ke dalam trakea
 stricture
 tracheomalacia
Prognosis
 buruk  diagnosis terlambat akibat penyulit pada paru.
 Keberhasilan pembedahan tergantung  berat badan lahir bayi,
ada atau tidaknya komplikasi pneumonia dan kelainan
congenital lainnya yang menyertai.
 Prognosis jangka panjang tergantung ada tidaknya kelainan
bawaan lain yang mungkin multiple
Penatalaksanaan Anastesi
 Preop Visit
 Anamnesa proses Prenatal dan natal
 Polyhydramnion bisa menjadi tanda anomali dari renal atau abnormal
kromosom (Down syndrome or Edward Syndrome)
 Bayi dengan Atresia esofagus merupakan anomali kongenital dan ini
berkolerasi dengan anomali, kebanyakan berkaitan dengan VACTERL  sering
muncul defect Cardiac 20% *
 Disarankan untuk dilakukan echocardiografi
Breathing
 RESIKO ASPIRASI
 Posisi tidur anak tergantung kepada ada tidaknya fistula 
aspirasi cairan lambung lebih berbahaya dari saliva
 Anak dengan fistula trakeo-esofagus ditidurkan setengah duduk.
 Anak tanpa fistel diletakkan dengan kepala lebih rendah (posisi
Trendelenberg)
 Tanda2nya ada episode cyanosis atau tersedak  tanda aspirasi
 aspirasi pnemoni
 Suction 10F double lumen  untuk mengeluarkan sekret dan
mencegah aspirasi

 Fisioterapi dada dan antibiotika (aspirasi pnemoni)

 Bilaanak mengalami pnemonia, harus diterapi sebelum


pembedahan

 Diperlukan parameter Blood gas analysis

 Bayi dengan distress pernafasan memerlukan perhatian khusus


 intubasi dan ventilator
 Neonatus (Anatomi bayi premature)
 Pilihan Intubasi dengan tehknik Awake
 Dapat di induksi dengan intravena dengan midazolam 25-50
mcg/kg ditambah fentanyl 0,5-1 mcg/kg dalam dosis titrasi,
dibantu dengan semprot lignokain topikal tidak lebih dari 5
mg/kg ( pilihan ketamin, fentanyl)
 Alternative inhalasi induksi
 Saat insersi ETT, posisi ETT  harus pelan2 dan hati2 ( 1 – 2
mm panjang ETT) pastikan kedua lapang paru mengembang
 Hipoksemia dapat terjadi bila ETT tercabut atau masuk ke dalam
fistula
 Aukultasi sangat PENTING (identifikasi)
 Rigid Bronchoscopi  identifikasi fistel
 Bila fistel besar dekat dengan carina disarankan menutup fistel
dengan ETT (ETT di insersi ke lobus kanan paru sementara)
 Setelah Fistel di tutup  Muscle relaxant bisa dimasukkan dan
ventilasi positif bisa di berikan
Ventilasi

Low pressure – high frequency.


Hand ventilation
Blood
 Pemberian cairan preoperatif sangat penting  pasien cenderung
Dehidrasi atau hipoglikemi
 Pilihan cairan  isotonic (normal saline) dilanjutkan maintenance
(D5% 1/4NS) 4cc/kgjam*

*Al-Rawi O, Booker PD. Oesophageal atresia and tracheo-oesophageal fistula.Continuing Educ Anaesth Crit Care Pain. 2007;7(1):15-19.
 Waspadai ahli/asisten bedah yang menarik paru dan jantung serta
pembuluh darah yang besar yang di bawahnya karena hal ini dapat
menyebabkan hipotensi dan bradikardi yang berat
Bowel
 Gastrostomi bisa dilakukan dengan anastesi lokal untuk dekompresi
lambung dan memberikan nutrisi bila pembedahan ditunda.
Pembedahan darurat tidak perlu dan stabilisasi selama 24 – 48 jam
 Post operative dibutuhkan perawatan Intensif baik intubasi
maupun ekstubasi
 Dibutuhkan ventilator postop berdasarkan derajat gagal nafas
karena aspirasi, fungsi paru karena usia premature,
 Reintubasi pada pasien ini sangat beresiko tinggi walaupun
dengan berat < 2 kg masih kontroversi Dan resiko abrasi di
daerah fistula

You might also like