Professional Documents
Culture Documents
Case Report Tifoid Fever
Case Report Tifoid Fever
TIFOID
Pembimbing :
dr. Fedriyansyah, Sp.A.,M.Kes
dr. Roro Rukmi Windi Perdani, M.Kes.,Sp.A
Kelompok 8 :
Aldo Fatejarum
Salsabila Ardhani
Karimah Khitami Aziz
Betari Ariefa Sari Kinasih
Efry Theresia Sianturi
Status penderita
Identitas Pasien • Tanggal masuk rumah sakit: 26 September
• Nama : An. FF
• JK : Laki-laki 2019 pukul 13.00 WIB
• Umur : 14 tahun 2 bulan • Anamnesis: autoanamnesis dan
• TB : 165 cm
• BB : 49 kg alloanamnesis
• Agama : Islam
• Suku : Jawa
• Alamat : Jl. Ratu Dibalau Gg Cempaka, Kec. Kedaton Riwayat Penyakit
Identitas orang tua • Keluhan Utama: Demam
• Ayah : Tn. S
• Umur : 43 Tahun • Keluhan Tambahan: Mual dan tidak nafsu
• Pend. : D3 makan
• Ibu : Ny. SW
• Umur : 42 Tahun
• Pend. : D3
Riwayat penyakit sekarang
• Pasien datang dengan keluhan utama demam sejak 8 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam terutama
ONLINE DIAGNOSIS
dirasakan pada sore dan malam hari dan turun saat pagi hari. Semakin hari, demam dirasakan semakin
tinggi. Keluhan disertai perasaan tidak nyaman di perut, mual dan penurunan nafsu makan sejak awal
demam.
• Keluhan berupa muntah, nyeri kepala, batuk, pilek, penurunan kesadaran ataupun kejang disangkal.
Demam menggigil, berkeringat malam dan penurunan berat badan disangkal. Nyeri telinga, nyeri
tenggorokan, timbul bintik-bintik merah pada kulit, mimisan atau gusi berdarah disangkal. Buang air besar
dan buang air kecil seperti biasa, tidak ada keluhan. Buang air besar terakhir 1 hari sebelum masuk rumah
sakit dengan konsistensi padat, tidak berlendir, tidak berbau busuk atau amis dan tidak berdarah. Buang air
kecil lancar, tidak nyeri, tidak terputus-putus, urin berwarna kuning kecoklatan, tidak warna kemerahan.
• Pada hari kedua demam (7 hari SMRS), ibu pasien memberikan paracetamol tablet pada pasien, suhu
tubuh turun setelah diberi obat, tetapi naik lagi beberapa jam kemudian. Pasien sudah dibawa ke praktek
dokter umum pada hari keempat demam (5 hari SMRS), diperiksa bahwa suhu pasien mencapai 40.0 oC.
Pasien diberikan obat penurun panas. Demam tetap kembali naik setelah beberapa jam pemberian obat,
tidak ada perbaikan dari sebelumnya sehingga keluarga pasien membawanya ke RS Abdul Moeloek.
• Keluhan seperti ini baru dirasakan pertama kali. Pasien sering mengonsumsi jajanan sembarangan di luar
pagar sekolahnya dan tidak pernah mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. Riwayat bepergian ke
daerah pantai disangkal.
Perkiraan
suhu sebelum
masuk RS
Time Table
• Demam naik sore hari dan • Dibawa ke dokter praktik umum dan
T I M E TA B L E
reda pada pagi hari diberikan obat demam dan mual.
• Mual • Demam kembali naik setelah beberapa jam
• Penurunan nafsu makan diberikan obat
• RR : 22 x/menit
• SpO2 : 99%
• BB awal : 49 kg
• BB aktual : 49 kg
• TB : 165 cm
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis Kepala
Kelainan mukosa • Muka : simetris
kulit/subkutan yang • Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
menyeluruh • UUB : menutup, datar
• Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, cekung (-)
• Pucat: tidak ada • Telinga : hiperemis (-), sekret (-),
• Sianosis: tidak ada • Hidung : sekret (-), napas cuping hidung (-)
• Ikterus: tidak ada • Mulut : typhoid tongue (+), sianosis (-), faring hiperemis (-),
• Oedem: tidak ada
tonsil hiperemis (-)
• Turgor: baik
• KBG: tidak ada Leher
perbesaran • Bentuk : simetris
• Trakea : ditengah, tidak ada deviasi
• KGB : tidak ada perbesaran
• JVP : tidak ada peningkatan
Jantung
• Inspeksi: ictus cordis tidak tampak thrill
PEMERIKSAAN FISIK
• Palpasi: iktus kordis teraba di ICS V linea
midclaviculasinistra
PEMERIKSAAN FISIK • Perkusi: batas jantung dalam batas normal
• Auskultasi: bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),
Thoraks gallop(-)
• Bentuk: normochest, simetris
• Retraksi suprasternal: tidak ada Abdomen
• Retraksi substernal: tidak ada • Inspeksi: datar, bekas luka (-)
• Retraksi intercostal: tidak ada • Auskultasi: BU (+)
• Retraksi subcostal: tidak ada • Perkusi: timpani
• Palpasi: nyeri tekan (-)
Anterior Posterior
Sinistra Dextra Sinistra Dextra
Pergerakan dan Pergerakan dan
Genitalia Eksterna
pengembangan dada pengembangan dada • Tidak ada kelainan genitalia
sinistra = dextra sinistra = dextra
I Retraksi (-) Retraksi (-)
Ekstermitas
P Nyeri (-), Nyeri (-), Nyeri (-), Nyeri (-),
fremitus taktil fremitus taktil fremitus taktil fremitus taktil • Superior: akral dingin, sianosis -/-, edema -/-, CRT <2
sama dengan sama dengan sama dengan sama dengan detik, pucat -/-
dextra sinistra dextra sinistra
• Inferior: akral dingin, sianosis -/-, edema -/-, CRT <2
P Sonor Sonor Sonor Sonor
detik, pucat -/-
Vesikuler + Vesikuler + Vesikuler + Vesikuler +
Wheezing - Wheezing - Wheezing - Wheezing -
A Ronkhi - Ronkhi - Ronkhi - Ronkhi - Status Neurologis
• Dalam batas normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin (26 September 2019) Urin Rutin Feces Rutin
Hemoglobin: 14.5 gr/dl (10.8-12.8 gr/dl) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Hematokrit: 42 % (37-47 %)
Leukosit: 6.300/ul (4.800-10.800/ul)
Eritrosit: 5.0 juta/ul (4.2-5.4 juta/ul)
Trombosit: 248 ribu/ul (150-450 ribu/ul)
MCV: 83 fl (79-99 fl)
MCHC: 35 gr/dl (26-34 gr/dl)
MCH: 29 pg (27-31 pg)
Diff count
Basofil: 0% (0-1%)
Eosinofil: 0% (0-8%)
Batang: 0% (0-8%)
Segmen: 76% (17-60%)
Limfosit: 17% (20-70%)
Monosit: 7% (1-11%)
LED: 30 mm/jam (0-10 mm/jam)
Ureum: 18 mg/dl (13-41 mg/dl)
Creatinin = 0.78 mg/dl (0.72-1.18 mg/dl)
Pemeriksaan penunjang
Serologi dengue
Widal
Hasil
Kesan: Uji widal positif Typhi H antigen 1/320
Typhi O antigen 1/320
Paratyphi A-O antigen 1/160
Paratyphi B-O antigen 1/320
Diagnosis dan treatment
IGD Alamanda
• IVFD RL 20 tpm 1.440 • IVFD RL 20 tetes per menit
cc/hari (makro) 1.440 cc/hari
• Ranitidin amp (2-4 • Ceftriakson amp (50-75
mg/kgBB/hari) 50 mg/kgBB/hari) 1 gr/12 jam (IV)
mg/hari (IV) • Paracetamol tab (10-15
• Paracetamol tab 500 mg mg/kgBB/kali) 500 mg/8 jam
3 x 1 tab sehari (p.o) (p.o) Demam tifoid
Diagnosis: demam tifoid
Tanggal dan Catatan Instruksi
waktu
27/09/19 S/ Demam (+) nafsu makan masih kurang. IVFD RL XX tetes per menit
O/ Keadaan umum: Tampak sakit sedang, lemah Inj. ceftriakson 1 gram/12
Kesadaran: Compos mentis jam
FOLLOW UP
Suhu: 37.8 ̊C Paracetamol tab 3x500 mg
RR: 18 x/menit
HR: 62 x/menit
SpO2: 99%
Kepala: Konjungtiva anemis (-), sekret hidung (-),
napas cuping hidung (-), sianosis (-), typhoid
tongue (+).
Paru-paru: Vesikuler (+)/(+)
Jantung: Normal
Abdomen: Datar, bising usus (+), timpani, nyeri (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 detik
Kulit: Turgor baik, bintik merah (-)
Tanggal dan waktu Catatan Instruksi
28/09/2019 Kesadaran: Compos mentis • IVFD RL XX tetes per menit
TD: 120/70 mmHg • Inj. ceftriakson 1 gram/12 jam
Suhu: 37.6 ̊C • Paracetamol tab 3x500 mg
RR: 19 x/menit
HR: 60 x/menit
SpO2: 99%
FOLLOW UP
Suhu: 37.6 ̊C
RR: 18 x/menit
HR: 60 x/menit
SpO2: 99%
SLIDE
tidak pernah mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.
Your Picture Here
Analisis
diagnosis pada
anamnesis
• Demam tifoid merupakan penyakit
infeksi sistemik akut yang mengenai
• Demam merupakan gejala utama
tifoid.
Pada kasus ini
RES, kelenjar limfe saluran cerna dan • Pada awal sakit, demam kebanyakan
kandung empedu. samar-samar selanjutnya turun-naik. • Usia pasien sesuai dengan usia
• Disebabkan oleh (S. typhi) dan menular Pagi lebih rendah, sore dan malam predileksi.
melalui jalur fekal-oral (Sidabutar, lebih tinggi (demam intermitten)
Satari, 2010). disertai diare, mialgia, insomnia, • Keluhan utama demam
• Demam tifoid cukup sering semakin anoreksia, mual dan muntah. intermiten dan keluhan
mendekati usia pubertas (Menkes RI, • Pada minggu kedua, intensitas demam tambahan sesuai dengan teori.
2006). semakin tinggi dan terus-menerus Perasaan tidak nyaman pada
• Pada anak, periode inkubasi rata-rata (demam kontinyu). perut dan mual mengakibatkan
antara 7-14 hari. • Bila keadaan pasien membaik, minggu
• Saat bakteremia ditandai dengan ketiga suhu badan berangsur turun dan
penurunan nafsu makan.
demam dan malaise, gejala mirip normal sampai akhir minggu ketiga. • Kebiasaan pasien mengonsumsi
influenza, nyeri kepala, anoreksia, • Tipe demam dapat menjadi tidak
jajanan sembarangan di sekolah
nausea, nyeri perut, batuk kering dan beraturan karena intervensi antibiotik
mialgia (Karyanti, 2012). dan antipiretik atau komplikasi yang dan tidak mencuci tangan yang
• Pasien umumnya berobat saat dapat terjadi lebih awal (Menkes RI, merupakan sumber penularan
menjelang akhir minggu pertama. 2006). penyakit.
4 tahap demam tifoid
Pada minggu pertama ditemukan: Selama minggu kedua:
• Kenaikan suhu secara gradual, selama 2-3 • Penampilan yang apatis
hari pertama biasanya mencapai 40°C • Demam tinggi yang terus-menerus,
disertai batuk kering, bradikardia relatif, demam tinggi sekitar 40°C (104° F),
sakit kepala dan sakit perut. bradikardi relative dan malaise.
• Pada pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan fisik didapatkan:
ditemukan leukopenia dengan limfositosis • Rose spot: makula berdiameter 2-4 mm
relatif. yang memudar jika ditekan.
• Kultur darah positif untuk S. typhi (atau S. • Dapat terjadi ronki, distensi abdomen
paratyphi). kuadran kanan bawah, diare berwarna
• Tes Widal biasanya negatif. hijau dengan bau busuk khas atau
• Dalam fase bakteriologis dapat ditemukan konstipasi.
bakteri di jaringan retikuloendotelial hati, • Timbulnya hepatosplenomegali,
limpa, sumsum tulang belakang dan peningkatan transaminase hati
kantong empedu dan patch peyer di ileum • Tes widal positif.
terminal.
4 tahap demam tifoid
Pada minggu ketiga terjadi: Pada pasien yang tidak diobati pada minggu
keempat:
• Penurunan berat badan
• Demam
• Demam sampai delirium. • Keadaan mental dan distensi abdomen
perlahan membaik selama beberapa hari,
• Pada pemeriksaan fisik; lemah, HR namun komplikasi usus mungkin masih
menurun dan RR meningkat. terjadi.
• Komplikasi yang paling mungkin • Konvalesens berkepanjangan dan
berkembang pada tahap ini meliputi: kebanyakan akan terjadi relaps
Perdarahan usus akibat perdarahan dari
patch peyer, perforasi ileum distal dan
peritonitis, radang otak, abses metastatik Berdasarkan tahapan tersebut, pasien berada pada tahap
kolesistitis atau endokarditis. 1. Pasien langsung mendapat pengobatan pada awal
• Trombositopenia minggu kedua sehingga peyakit tidak berlanjut pada
tahap selanjutnya.
Klasifikasi diagnosis tifoid
Klasifikasi diagnosis
Demam tifoid klinis
Demam tifoid
Demam tifoid berat
Ensefalopati tifoid/tifoid
toksik Ensefalopati tifoid/tifoid toksik
Demam tifoid atau demam tifoid klinis
disertai satu atau lebih gejala:
Demam tifoid berat
Demam tifoid ditambah • Kejang
keadaan • Kesadaran menurun: soporus sampai
Demam tifoid • Sakit lebih dari 2 minggu
koma
• Toksik
Demam tifoid klinis ditambah • Kesadaran berubah/kontak psikis tidak
• Dehidrasi
Demam tifoid klinis ada
• Salmonella typhi positif pada • Delurium jelas
Demam >7 hari didukung gejala biakan darah, urine atau feses • Hepatomegali dan/atau
dan atau splenomegaly
• Gangguan GIT: anoreksia, • Leukopenia <2.000/uL
rhagaden, konstipasi atau diare • Serologis yang mendukung • Aneosinofilia
• Typhoid tongue • SGOT/SGPT meningkat
• Hepatomegali
• Tidak ditemukan penyebab
demam yang lain
Apakah
diagnosis pada
pasien ini
sudah tepat?
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
ditemukan:
• Peningkatan suhu
• Lidah kotor (coated tongue)
• Nyeri perut khususnya pada regio epigastrium,
hepatomegali dan splenomegali dapat ditemukan.
• Bradikardi relatif (peningkatan suhu tubuh 1oC tidak
diikuti peningkatan frekuensi nadi sebanyak 8 denyut
dalam satu menit)
• Pemeriksaan fisik khas lainnya yang dapat ditemukan
adalah rose spot, yaitu lesi makulopapular berukuran
2-4 mm ditemukan pada 5-30% kasus anak, terutama
pada thoraks dan abdomen (Menkes, 2006; Karyanti,
2012).
Your Picture Here
Pada pemeriksaan
penunjang
didapatkan • Pada pasien tidak ditemukan leukositosis
dan trombositopenia
• Menunjukkan bahwa kasus ini bukan
Hasil pemeriksaan penunjang
merupakan penyakit berat.
• Pasien tidak memiliki riwayat vaksinasi
• Peningkatan neutrofil segmen tanpa
untuk demam tifoid dan tidak memiliki
peningkatan jumlah leukosit riwayat penyakit tifoid sebelumnya
• Peningkatan LED pada pemeriksaan darah sehingga pemeriksaan widal disimpulkan
lengkap.
• Pemeriksaan widal menunjukkan kenaikan memiliki kesan positif.
titer O 1/320. • Pada pasien ini tidak dilakukan
• Pemeriksaan IgM/IgG dengue negatif.
pemeriksaan kultur darah.
Hematologi Serologi
• Pemeriksaan widal digunakan untuk mengukur kadar
Pemeriksaan hematologi untuk antibodi terhadap antigen O dan H dari S. typhi.
demam tifoid tidak spesifik. • Memiliki sensitivitas 40%, spesifisitas 91.4% dan nilai
• Hitung leukosit yang rendah prediksi positif 80%.
sering berhubungan dengan • Antibodi O meningkat pada hari ke 6-8 dan antibodi H
demam dan toksisitas meningkat pada hari ke 10-12 sejak awal penyakit.
penyakit. Pada anak lebih Analisis pemeriksaan • Pemeriksaan widal dilakukan 1-2 minggu kemudian
muda, dapat terjadi serologi sehingga ditemukan kenaikan titer 4 kali, terutama
leukositosis mencapai 20.000- aglutinin O yang memiliki nilai diagnostik demam tifoid.
25.000/uL. • Titer nilai aglutinin O yang positif dapat berbeda dari
• Trombositopenia dapat >1/80 sampai >1/320 tergantung endemisitas demam
menandakan penyakit berat tifoid pada komunitas dengan catatan 8 bulan terakhir
dan disertai dengan koagulasi tidak mendapat vaksinasi atau baru sembuh dari
intravaskular diseminata. demam tifoid (Olopenia, King, 2007; Bakr, Long, NcNilln,
2006).
Analisis pemeriksaan • Pemeriksaan penunjang yang menjadi standar baku
hematologi untuk diagnosis demam tifoid adalah biakan/kultur
darah, urin dan feses (Bhutta, 2006).
• Pemeriksaan penunjang lain mencakup PCR, serologis
rapid test, yaitu TUBEX, Typhidot (IDAI, 2016).
Your Picture Here
Pada pemeriksaan
penunjang
didapatkan • Pada pasien tidak ditemukan leukositosis
dan trombositopenia
• Menunjukkan bahwa kasus ini bukan
Hasil pemeriksaan penunjang
merupakan penyakit berat.
• Pasien tidak memiliki riwayat vaksinasi
• Peningkatan neutrofil segmen tanpa
untuk demam tifoid dan tidak memiliki
peningkatan jumlah leukosit riwayat penyakit tifoid sebelumnya
• Peningkatan LED pada pemeriksaan darah sehingga pemeriksaan widal disimpulkan
lengkap.
• Pemeriksaan widal menunjukkan kenaikan memiliki kesan positif.
titer O 1/320. • Pada pasien ini tidak dilakukan
• Pemeriksaan IgM/IgG dengue negatif.
pemeriksaan kultur darah.
Apakah penatalaksanaan dari
kasus ini sudah tepat?
Nonfarmakologis berupa:
Pasien mendapatkan
• Tirah baring
terapi • Minum air mineral cukup
• Diet lunak 3 kali sehari rendah serat
A N A L I S I S TATA L A K S A N A
Tatalaksana demam tifoid pada anak
dibagi dua: • Berdasarkan tiga faktor tadi,
• Tatalaksana suportif berupa kloramfenikol merupakan lini
pertama.
pemberian rehidrasi oral atau
parenteral, penggunaan antipiretik • Namun, masalah seperti adanya
resistensi terhadap beberapa
dan pemberian nutrisi adekuat, antibiotic/Multi Drug Resistance
dapat memperbaiki kualitas hidup (MDR) S. typhi resisten terhadap
penderita demam tifoid. kloramfenikol pertama kali
• Pemberian antibiotik sebagai terapi ditemukan pada 1970 dan saat ini
kausal. berkembang menjadi resisten
terhadap ampisilin, amoksisilin,
Pemilihan terapi antibiotik di negara trimetoprim-sulfametoksazol dan
berkembang didasarkan pada faktor bahkan fluorokuinolon.
efikasi, ketersediaan obat dan biaya.
• WHO memberikan rekomendasi
berikut untuk pengobatan
demam tifoid
Rekomendasi WHO untuk pengobatan demam tifoid tanpa komplikasi
Terapi optimal Obat alternatif
Dosis harian Lama pemberian Dosis harian Lama pemberian
Kepekaan Antibiotik Antibiotik
(mg/kgBB) (hari) (mg/kgBB) (hari)
Kloramfenikol 50-75 14-21
Sensitif Fluoro-kuinolon 15 5-7 Amoksisilin 75-100 14
TMP-SMX 8-40 14
Fluoro-kuinolon 15 5-7
MDR atau Azitromisin 8-10 7
Sefiksim 15-20 7-14
Azitromisin 8-10 7 Sefiksim 15-20 7-14
Resisten
atau
Kuinolon Seftriaksom 75 10-14 Sefiksim 20 7-14
Rekomendasi WHO untuk pengobatan demam tifoid berat
Terapi optimal Obat alternatif
Dosis harian Lama pemberian Dosis harian Lama pemberian
Kepekaan Antibiotik Antibiotik
(mg/kgBB) (hari) (mg/kgBB) (hari)
Kloramfenikol 100 14-21
Sensitif Fluoro-kuinolon 15 10-14 Amoksisilin 100 14
TMP-SMX 8-40 14
Seftriaxon 60
MDR Fluoro-kuinolon 15 10-14 atau 10-14
Sefotaksim 80
Seftriaksom 60 10-14
Resisten
atau Fluorokuinolon 20 7-14
Kuinolon Sefotaksim 80 10-14
• Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama demam tifoid Klorampenikol
pada anak walaupun menurut WHO obat ini dimasukkan sebagai
obat alternatif.
• Dosis yang diberikan 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali Kelebihan:
pemberian selama 10-14 hari. • Efikasinya yang baik (demam turun
rata-rata hari ke 4-5 setelah
pengobatan dimulai)
• Mudah didapat dan harganya murah
Kekurangan:
• Menyebabkan efek samping berupa
anemia aplastik akibat supresi sumsum
tulang
• Menyebabkan agranulositosis
• Menginduksi terjadinya leukemia
• Mengakibatkan terjadinya gray baby
syndrome
• Memiliki angka relaps yang tinggi bila
diberikan sebagai terapi demam tifoid
• Tidak bisa digunakan untuk mengobati
karier S. Typhi (hadinegoro, 2001)
Amoksisilin dan Ampisilin
Seftriakson
Pemberian antibiotik
Apakah • Pengobatan yang digunakan pada kasus ini sesuai dengan teori.
penatalaksaan • Pasien diberi terapi suportif dan kausatif.
pemberian
• Pemilihan antibiotik ceftriakson didasarkan pada pertimbangan seperti yang
antibiotic pada
kasus ini sudah sudah dijelaskan sebelumnya.
tepat? • Pasien mengalami bebas demam setelah 3 hari perawatan.
Prognosis