Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 137

Kuliah kontrasepsi

Kontrasepsi alami, kontrasepsi barrier,


spermatisida, hormonal dan laktasi

• Kanadi Sumapraja

Departemen Obstetri dan Ginekologi


FKUI-RS Dr Cipto Mangunkusumo
Kontrasepsi Alami

• Kanadi Sumapraja

• Departemen Obstetri dan Ginekologi


• FKUI/RSCM, Jakarta
Profil dan mekanisme kerja

• Belajar mengetahui kapan masa subur


• Efektif jika tertib
• Tidak ada efek samping

Sanggama dihindari pada masa subur


Masa subur -7 hingga +2
Methods of ovulation detection

• Basal body temperature


• Cervical mucus assessment
• Cervical position assessment
• Ovulation predictor kit (OPK)
BASAL BODY TEMPERATURE
Basal body temperature is the body temperature measured immediately
after awakening and before any physical activity has been undertaken. In
women, ovulation causes an increase of one-half to one degree Fahrenheit
(one-quarter to one-half degree Celsius) in basal body temperature (BBT);
monitoring of BBTs is one way of estimating the day of ovulation. The
tendency of a woman to have lower temperatures before ovulation, and
higher temperatures afterwards, is known as a biphasic pattern.
The higher levels of estrogen present during the pre-ovulatory
(follicular) phase of the menstrual cycle lower BBTs. The higher levels
of progesterone released by the corpus luteum after ovulation raise
BBTs. The rise in temperatures can most commonly be seen the day
after ovulation, but this varies and BBTs can only be used to estimate
ovulation within a three day range
CERVICAL MUCUS

After a menstrual period ends, the external os is blocked by mucus that is thick
and acidic. This "infertile" mucus blocks spermatozoa from entering the uterus.
For several days around the time of ovulation, "fertile" types of mucus are
produced: they have a higher water content, are less acidic, and have a ferning
pattern that helps guide spermatozoa through the cervix
Ferning is a branching pattern seen
in the mucus when observed with
low magnification.

ESTROGEN PROGESTERONE
Metode ovulasi billing
CERVICAL POSITIONS

Patient may use a plastic


speculum, flash light and a mirror
OVULATION PREDICTOR KIT

The presence of increased amounts of LH the urine means that the ovulation may
happen within 12-24 hours LH is not released all at once, but rather it rises and falls for
about 24-48 hours. The LH rise usually begins in the early morning and it takes 4-6
hours for it to appear in the urine after that. For this reason, first morning urine may not
give the best result. Testing mid-day is usually recommended. Luteinizing hormone is
the last hormone to peak before ovulation
         
1st 2nd 3rd 4th 5th

                                                                                         


(-) (-) (+) (+) (X)
Cycle Length Start Test Series Cycle Length Start Test Series
(days) beginning on (days) beginning on

21 Day 6 29 Day 12

22 Day 6 30 Day 13

23 Day 7 31 Day 14

24 Day 7 32 Day 15

25 Day 8 33 Day 16

26 Day 9 34 Day 17

27 Day 10 35 Day 18

28 Day 11 See Note below

Dimulai -3 hari dari perkiraan saat ovulasi


Yang dapat menggunakan
• Semua perempuan
• Paritas berapapun
• Kurus atau gemuk
• Merokok
• Alasan kesehatan tertentu
• Alasan agama atau filosofi
• Tidak dapat menggunakan metode lain
• Ingin pantang sanggama tiap siklus
• Ingin mengobservasi, mencatat dan menilai
Yang tidak menggunakan

• Kehamilan merupakan risiko tinggi


• Belum mendapat haid
• Siklus haid tak teratur
• Pasangan tidak mau bekerja sama
• Tidak suka menyentuh daerah genitalia
Kondom Pria
• Kanadi Sumapraja

• Departemen Obstetri dan Ginekologi


• FKUI/RSCM, Jakarta
Kondom Pria: Definisi

➢ Selubung tipis terbuat dari karet, plastik (polivinil)


atau bahan alamiah, tanpa atau diberi spermisida
untuk menambah efek kontraseptif.

➢ Selubung harus disarungkan pada penis saat penis


telah dalam kondisi ereksi.

➢ Kualitas kondom tergantung bahan dasarnya,


bentuk, warna, lubrikasi/ pelumasan, ketebalan,
tekstur dan ada-tidaknya tambahan spermisida
(biasanya nonoxynol-9).
Jenis-Jenis Kondom Pria

➢Lateks (karet)
➢Plastik (polivinil)
➢Bahan alamiah (bahan hewani)
Kondom Pria : Mekanisme Kerjanya

Mencegah sperma
masuk ke saluran
reproduksi wanita

Sebagai kontrasepsi dan


pelindung terhadap infeksi atau
transmisi mikroorganisme
penyebab PMS (hanya kondom
dari bahan lateks dan polivinil)
Kondom Pria: Manfaat Kontraseptif

➢ Efektif bila digunakan secara benar


➢ Tidak mengganggu produksi ASI
➢ Dapat digunakan sebagai metode pendukung bersamaan
dengan metode lainnya, metode pelindung ataupun metode
sementara
➢ Tidak mengganggu kesehatan
➢ Tidak ada efek samping sistemik
➢ Cukup banyak tersedia diberbagai tempat (farmasi, toko obat
atau petugas KB di masyarakat) dan relatif murah
➢ Tidak perlu resep atau pemeriksaan kesehatan/medik khusus
Kondom Pria:
Keuntungan Non-kontraseptif

➢ Bentuk partisipasi pria dalam program KB


➢ Metode kontrasepsi yang mampu melindungi klien
terhadap PMS (kondom lateks dan polivinil)
➢ Dapat membantu mencegah ejakulasi dini atau
mengurangi sensitifitas kontak penis-vagina
➢ Mengurangi insidensi kanker servik
➢ Mencegah imuno-infertilitas
Kondom Pria: Keterbatasan
➢ Efektifitasnya tidak terlalu tinggi (3-14 kehamilan per 100 wanita
selama tahun pertama penggunaan1)
➢ Tingkat efektifitas kontraseptif sangat tergantung dari ketaatan
dalam menjalankan petunjuk penggunaan
➢ Sangat tergantung motivasi pengguna (menggunakannya secara
benar dan selama kegiatan sanggama)
➢ Bagi yang terganggu dengan pengurangan sensitifitas penis,
akan lebih sulit untuk mempertahankan ereksi
➢ Harus selalu tersedia saat akan digunakan
➢ Tidak semua klien dapat membeli di tempat umum
➢ Ada masalah dalam pembuangan kondom bekas pakai

1Trussell et al 1998.
Kondom Lateks vs. Polyurethane : Angka
Kerusakan dan Terlepas

10 Kerusakan
Keselipan

7.5
Persen

5
(%)

2.5

0
Lateks Polyurethane
Jenis Kondom

Sumber: Frezieres et al 1998.


Kondom Lateks
Angka Kerusakan dan Terlepas
1

0.75
Persen

0.5
(%)

0.25

0
Kerusakan Terlepas
Jenis Kegagalan

Sumber: Rosenberg and Waugh 1997.


Angka Kegagalan
Alat Kontrasepsi Kondom Pria

14

11
Persen per tahun

0
British Family US Couples (Typical)
Planning A...

Sumber: Glass, Vessey and Wiggins 1974; Hatcher et al 1994.


Perbandingan Ukuran
Spermatozoa 3000 nm

Bakteri:
N. gonorrhea 1000 nm
C. trachomatis 300 nm
U. urealyticum 200 nm

Virus:
CMV 150-300 nm
HSV 100-150 nm
HIV 120 nm
HPV 45-55 nm
HBV 42 nm
HBSAg 22 nm

Udara/air < 0.1 nm


Frekuensi Serokonversi HIV dengan Penggunaan Kondom
diantara
Para Pekerja Seks
100
Kenya, 1985-1986
Persen HIV Sero-konversi

75

50

25

0
Tidak ada < 50% < 50% 1
>
Penggunaan Kondom

Sumber: Ngugi et al 1988.


Kondom Pria sesuai untuk:
➢ Pria yang menyukai metode ini dan ingin berpartisipasi aktif KB
➢ Pasangan yang butuh alat kontrasepsi siap pakai
➢ Pasangan yang membutuhkan alat kontrasepsi sementara
menunggu kontrasepsi terpilih lainnya (misalnya: implant, IUD
atau sterilisaasi atas kehendak sendiri)
➢ Pasangan yang butuh metode pendukung selain metode lain
atau sementara belum segera efektif
➢ Pasangan yang menggunakan kontrasepsi hanya saat
sanggama
➢ Pasangan dengan risiko tinggi tertular PMS (termasuk HBV dan
HIV/ AIDS), dimana kontrasepsi lain (yang sedang digunakan)
tidak memiliki kemampuan untuk itu
Kondom Pria :
Informasi Tambahan yang Diperlukan

▪ Gunakan metode efektif lain apabila tidak dapat memenuhi syarat


penggunaan yang benar
▪ Bila kehamilan mempunyai risiko tinggi atau sangat serius terhadap
kesehatan pasangan perempuan
▪ Klien alergi terhadap bahan pembuat kondom
▪ Pertimbangkan kembali penggunaan kondom bila klien ingin
kontrasepsi jangka panjang
▪ Pasangan yang tak ingin repot setiap saat akan melakukan
sanggama
▪ Kondom tidak sesuai untuk mereka yang tidak mau tahu dengan
aturan atau cara penggunaan yang benar
Kondom Pria:
Penanganan Efek Samping Umum
Reaksi alergi, meskipun tidak biasa, dapat membuat rasa
tak nyaman dan menimbulkan gangguan serius

▪ Reaksi alergi terhadap kondom atau iritasi lokal pada penis


:
• Pastikan bahwa kondom tidak bahan-bahan tambahan
• Jika timbul reaksi di setiap penggunaan, gunakan kondom
alamiah (lambskin atau gut) atau metode lain.1
• Bantu klien memilih metode lainnya.

▪ Reaksi alergi terhadap spermisida:


• Jika timbul gejala setelah sanggama dan bukan akibat PMS,
sediakan spermisida jenis lainnya atau kondom tanpa bahan
spermisida atau bantu klien memilih metode yang lain.

1 Kondom alamiah tidak mencegah PMS (misalnya: HBV, HIV/AIDS), tidak dianjurkan untuk klien dengan risiko tinggi PMS.
Kondom Pria :
Penanganan Masalah-Masalah Lainnya
➢ Mengurangi kenikmatan seksual :
▪ Jika masalah sensitifitas tetap mengganggu walaupun telah
diganti kondom yang lebih tipis, gunakan metode yang lain.

➢ Kondom dicurigai rusak atau ditemukan rusak (sebelum


hubungan seksual):
▪ Periksa apakah terdapat lubang atau terjadi kebocoran
▪ Buang kondom yang cacat, gunakan kondom baru terutama
yang mengandung spermasida

➢ Kondom rusak atau terlepas selama hubungan intim:


▪ Lindungi dengan kontrasepsi darurat yang tersedia
Kondom Pria : Petunjuk Bagi Klien

➢ Gunakan kondom baru setiap akan bersanggama


dan jangan dioles dengan minyak pelumas
➢ Sebaiknya gunakan kondom yang mengandung
spermasida untuk perlindungan maksimum.
➢ Jangan gunakan gigi, pisau, gunting atau benda-
benda tajam lainnya untuk membuka kemasan
kondom.
➢ Kondom harus dipasang/disarungkan ke penis yang
telah ereksi sebelum penetrasi ke dalam vagina,
karena tumpahan air mani sebelum ejakulasi juga
mengandung sperma aktif.
Kondom Pria
Petunjuk ...................
➢ Bila kondom tidak mempunyai penampung di
bagian ujung, sisakan 1-2 cm dari bagian ujung
kondom untuk tempat penampung ejakulat
➢ Cabut penis sebelum ereksi hilang, pegang
gelang kondom (di bagian pangkal), agar
sperma tidak tumpah
➢ Setiap kondom harus digunakan sekali pakai
➢ Buang kondom bekas pakai secara benar di
tempat sampah khusus, jamban atau ditanam.
Kondom Pria
Petunjuk ................................

▪ Sediakan kondom ekstra. Jangan simpan di tempat


panas karena dapat merusak kondom dan menimbulkan
kebocoran atau robekan saat digunakan.
▪ Periksa pada kemasannya bahwa kondom tersebut tidak
kedaluarsa.
▪ Jangan gunakan kondom jika kemasannya robek atau
kondom terlihat rusak atau rapuh.
▪ Minyak mineral, minyak sayur, baby oil atau petrolatum
dapat merusak kondom (jangan gunakan sebagai
pelumas). Jika butuh pelumas, gunakan air liur atau
sekret vagina.
Bagaimana Memasang Kondom Pria

Buka kemasan kondom


secara hati-hati agar
kondom tidak robek.

Jangan lepas gulungan


kondom sebelum
memasangnya.

Pasang kondom pada


saat penis telah ereksi

Sumber: WHO 1997.


Bagaimana Memasang Kondom Pria
lanjutan

Jika klien tidak bersunat,


tarik preputium ke
belakang.

Tekan ujung kondom


(tempat penampung
ejakulat) dan tempelkan
di ujung penis.

Sumber: WHO 1997.


Bagaimana Memasang Kondom Pria
lanjutan

Sambil menahan
ujungnya, gelincirkan
gulungan kondom ke
arah pangkal penis
untuk menyarungkan
seluruh bagian penis

Sumber: WHO 1997.


Bagaimana Cara Mengeluarkan Kondom Pria

Setelah ejakulasi dan


ereksi penis masih
bertahan, pegang
cincin kondom dan
bersamaan dengan itu
keluarkan penis dari
vagina

Lepaskan kondom dari


penis dan pastikan
tidak terjadi tumpahan
air mani

Sumber: WHO 1997.


Kondom Pria:
Kapan Kontrasepsi Darurat Diperlukan?

Jika klien tidak ingin hamil, dan pasangannya:


➢ Tidak menggunakan kondom secara benar
➢ Lupa menggunakan kondom pada saat dia berhubungan
seksual
➢ Ragu bahwa kondom yang digunakan tidak berfungsi
baik atau telah rusak
➢ Melihat bahwa kondom bocor atau robek
Diafragma
• Kanadi Sumapraja

• Departemen Obstetri dan Ginekologi


• FKUI/RSCM, Jakarta
Diafragma: Definisi
Lateks (karet) yang berbentuk kubah yang
dimasukkan ke dalam vagina untuk menutupi
serviks sebelum sanggama
Jenis-Jenis Diafragma

✓ Flat spring (pegas


logam pipih)

✓ Coil spring (pegas


cincin)

✓ Arching spring
(kombinasi pegas logam
dan cincin)
Diafragma : Mekanisme Kerja

Mencegah masuknya sperma


melalui kanalis servikalis ke uterus
dan saluran telur (tuba fallopi) dan
lengkung dalam kubahnya dipakai
untuk menempatkan spermisida
Diafragma
Manfaat Kontraseptif

✓ Segera efektif
✓ Tidak mempengaruhi produksi ASI
✓ Tidak mengganggu proses sanggama karena dapat disiapkan
beberapa saat sebelumnya
✓ Tak ada risiko terhadap kesehatan klien
✓ Tidak ada efek samping yang sistemik
Diafragma
Manfaat Non Kontraseptif

✓ Beberapa jenis diafragma (terutama bila digunakan


bersamaan dengan spermasida) dapat memberi
perlindungan terhadap PMS (misalnya: HBV,
HIV/AIDS)
✓ Dapat menampung sementara darah menstruasi bila
sanggama dilakukan saat menstruasi
Diafragma: Keterbatasan
✓ Tidak terlalu efektif (6-201 kehamilan per 100 wanita selama
tahun pertama pemakaian jika diafragma dikombinasikan
dengan spermisida)
✓ Efektivitas kontraseptif sangat tergantung pada motivasi klien
dan cara penggunaan yang benar, ketersediaan pasokan,
dan waktu pemasangan yang sesuai
✓ Kesinambungan penggunaan diafragma sangat tergantung
dari kepuasan pengguna selama menggunakan metode ini
✓ Perlu pemeriksaan pelvik atau pasca-aplikasi oleh tenaga
pelaksana terlatih untuk menjamin ketepatan pemasangan
✓ Dapat terjadi infeksi saluran kemih bila proses pemasangan
tidak tepat/salah
✓ Harus tetap terpasang hingga 6 jam pasca-sanggama

1 Trussell et al 1998.
Diafragma Sesuai Untuk:
Wanita yang :
✓ Tidak mau atau tak boleh mengunakan kontrasepsi hormonal
(misalnya: perokok yang berusia > 35 tahun)
✓ Tidak menyukai metode yang dipasangkan oleh orang lain
(misalnya: AKDR)
✓ Sedang menyusui dan butuh kontrasepsi pendukung
✓ Jarang melakukan sanggama dengan pasangannya
✓ Ingin menggunakan metode yang dapat melindungi klien dari
PMS tetapi pasangannya tidak mau menggunakan kondom
✓ Ingin metode antara sebelum menentukan metode terpilih
Diafragma:
Langkah Pencegahan Penyulit / Komplikasi (WHO Kelas 3)

Diafragma tidak direkomendasikan untuk wanita


dengan kondisi dibawah ini, kecuali jika metode lain
tidak tersedia atau tidak cocok:
• Riwayat Toxic Shock Syndrome (TSS)
• Alergi terhadap karet atau spermisida
• Infeksi saluran kemih (Urinary Tract Infection)
berulang
• Stenosis vaginal
• Kelainan pada organ genitalia
Diafragma
Informasi Tambahan dalam Konseling untuk Wanita dengan kondisi berikut:

▪ Wanita dengan faktor usia, paritas atau masalah kesehatannya tidak


boleh hamil atau kehamilan berisiko tinggi terhadap keselamatannya
▪ Wanita dengan cacat fisik atau tidak suka menyentuh organ genitalia
▪ Tidak ingin terganggu kenyamanannya dalam proses sanggama
▪ Pasangan yang ingin menggunakan kontrasepsi efektif
▪ Pasangan yang tak ingin repot sebelum melakukan sanggama
▪ Pasangan yang hanya menyukai metode yang mudah dan tidak harus
selalu benar dalam cara penggunaannya
▪ Pasangan yang malas mencuci tangan atau membersihkan diri atau
tidak mempunyai cukup sabun dan air bersih
Diafragma
Penanganan Efek Samping (TSS)

Toxic Shock Syndrome (TSS):


▪ Periksa tanda/gejala TSS (misalnya: demam,
bintik-bintik merah pada kulit, mual, muntah,
diare, konjungtivitis, lemah, hipotensi dan syok).
▪ Jika ditemukan hal tersebut di atas, rujuk klien
ke fasilitas kesehatan yang menyediakan cairan
infus dan antibiotik.
▪ Bila perlu, berikan rehidrasi oral bila dan
analgesik non-narkotik (NSAID atau aspirin) jika
demam tinggi (> 38°C).
Diafragma
Penanganan Efek Samping ISK

Infeksi Saluran Kemih (UTI):


▪ Beri antibiotika yang sesuai dan adekuat
▪ Bila diafragma jadi metode pilihan pertama klien dan
ternyata klien sering mengalami UTI berulang maka
nasehatkan untuk segera berkemih pasca-sanggama
▪ Bila selalu ISK berulang, tawarkan antibiotika
profilaksis pasca-sanggama atau bantu klien untuk
memilih metode lain yang lebih sesuai untuknya.
Diafragma
Penanganan Efek Samping Alergi & Nyeri

▪ Reaksi alergi akibat diafragma atau spermisida:


✓ Jika alergi, beri antidotumnya kemudian bantu klien untuk
memilih metode lain yang lebih sesuai
✓ Walau jarang terjadi, reaksi alergi membuat rasa tidak
nyaman dan dapat mengganggu kesehatan
▪ Keluhan nyeri dapat disebabkan oleh penekanan pada
kandung kemih atau rektum. Nilai kesesuaian ukuran forniks
dan diafragma. Jika terlalu besar, ganti dengan yang sesuai.
Pantau dan evaluasi keluhan dapat teratasi
Diafragma
Penanganan Efek Samping Lainnya

▪ Cairan kotor dan berbau dari vagina (tidak boleh tertampung lebih dari 24
jam) :
• Periksa ada tidaknya PMS atau benda asing. Jika tidak ada, ingatkan
klien untuk segera melepas diafragma pasca-sanggama (setelah 6
jam)
• Jika berulang, nasehatkan untuk menjaga kebersihan vagina.
▪ Luka dinding vagina yang disebabkan oleh tekanan pegas diafragma:
• Untuk sementara waktu hentikan penggunaan dan gunakan metode
pendukung. Jika lukanya telah sembuh, periksa kesesuaian ukuran
forniks-diafragma untuk memperoleh diameter yang lebih tepat
Diafragma
Petunjuk Bagi Klien

➢ Untuk kontrasepsi, gunakan diafragma setiap kali bersanggama


➢ Kosongkan kandung kemih (kemih) kemudian cuci tangan
➢ Periksa ada-tidaknya lubang pada diafragma dengan cara
menekan karetnya dan lihat dibawah sinar lampu atau
mengisinya dengan air.
➢ Ambil spermisida atau jelly dan masukkan ke kubah diafragma.
▪ Untuk memudahkan insersi, oleskan sedikit krim/jelly di
lingkar luar diafragma atau introitus vagina. Tekan lingkaran
tengah pegas hingga sisi satu dan yang lainnya menyatu.
Diafragma
Petunjuk Bagi Klien …………….
▪ Posisi-posisi di bawah ini dapat
digunakan untuk memasukkan
diafragma:
• Satu kaki dinaikkan ke atas kursi
atau toilet
• Berbaring
• Berjongkok
▪ Buka bibir vagina seluas mungkin
▪ Masukkan diafragma (dengan
spermasida) ke dalam vagina dan
letakkan ujung lipatan depan ke
forniks anterior dan lipatan belakang
ke forniks posterior
Diafragma
Petunjuk Bagi Klien …………………
▪ Masukkan jari tangan untuk meraba
servik (teraba seperti ujung hidung)
untuk memastikan bahwa servik telah
tertutup.
▪ Diafragma dapat diletakkan di dalam
vagina maksimal 6 jam sebelum
sanggama
• Jika sanggama baru terjadi lebih
dari 6 jam, pemberian spermisida
dan pemasangan diafragma
harus diulangi kembali
• Jika perlu krim atau jelly
tambahan dapat ditambahkan
untuk menambah lubrikasi
(sanggama berulang-kali)
Diafragma
Petunjuk Bagi Klien ................................
▪ Biarkan diafragma di dalam vagina sedikitnya 6
jam pasca-sanggama (tidak boleh lebih dari 6 jam
atau hingga 24 jam pasca-sanggama)
▪ Tidak dianjurkan untuk melakukan penyemprotan
ke dalam vagina. Bila ingin melakukan bilasan
atau penyemprotan, harus setelah diafragma
dikeluarkan (setelah 6 jam pasca-sanggama)
▪ Lepaskan diafragma dengan jalan memasukkan
jari diantara pegas dan forniks anterior (keluarkan
tekanan negatif yang mungkin timbul), kemudian
tarik diafragma keluar
▪ Cucilah diafragma dengan sabun dan air bersih
serta keringkan secara penuh sebelum disimpan
pada tempatnya.
Perlu menggunakan Kontrasepsi Darurat jika ....

Jika tidak ingin hamil tetapi klien:


➢ Lupa / tak sempat memasang diafragma pada
saat bersanggama
➢ Diafragma tidak terpasang baik dan benar
➢ Melakukan sanggama lebih dari 6 jam pasca-
insersi diafragma tetapi tidak mengganti
spermisida yang telah terpasang
➢ Tidak membiarkan diafragma dalam vagina 6
jam pasca-sanggama
Spermisida
• Kanadi Sumapraja

• Departemen Obstetri dan Ginekologi


• FKUI/RSCM, Jakarta
Spermisida
Definisi:
➢ Bahan kimia (biasanya
nonixynol-9) yang dapat
menonaktifkan atau
membunuh sperma
Jenis-Jenis:
➢ Aerosol (busa)
➢ Tablet Vaginal,
suppositoria atau lapisan
tipis (film) yang mudah
larut (dissolvable film)
➢ Krim
Spermisida: Mekanisme Kerja

Menyebabkan selaput sel


sperma pecah sehingga
motilitas dan aktifitas
dalam transportasi dan
fertilisasi menjadi
terganggu
Spermisida: Pilihan

➢ Aerosols (busa) akan segera efektif setelah dimasukkan.


➢ Aerosols dianjurkan jika spermisida dipakai sebagai pilihan
pertama atau metode kontrasepsi lain tidak sesuai dengan
kondisi klien
➢ Tablet busa vagina dan suppositoria sangat mudah dibawa-
bawa dan disimpan tetapi perlu waktu 10-15 menit (pasca-
insersi) untuk bekerja aktif sebelum sanggama.
➢ Suppositoria vaginal yang dapat meleleh juga memerlukan
waktu 10-15 menit pasca-insersi sebelum sanggama
➢ Jelly spermisida umumnya dipakai bersamaan dengan
diafragma.
Spermisida
Manfaat Kontraseptif
➢ Dapat segera efektif (busa dan krim)
➢ Tidak mempengaruhi produksi ASI
➢ Bisa dipakai sebagai pendukung bagi metoda lain
➢ Tak ada risiko terhadap kesehatan dan efek samping sistemik
➢ Mudah digunakan
➢ Menambah lubrikasi/pelumasan selama sanggama
➢ Tidak perlu resep atau pemeriksaan medik
Spermisida
Manfaat non-kontraseptif

Bisa memberi perlindungan terhadap


beberapa penyakit kelamin (mis: HBV,
HIV/ AIDS)*

*Kondom adalah satu-satunya metoda kontraseptif yg terbukti memberi proteksi terhadap PKM
Spermisida: Keterbatasan

➢ Tidak terlalu efektif (6-261 kehamilan per 100 wanita selama


tahun pertama pemakaian)
➢ Efektifitas kontraseptif sangat tergantung dari kemauan klien
untuk menggunakannya secara benar dan konsisten
➢ Tergantung pada motivasi pengguna dan harus selalu dipakai
dalam setiap kali bersanggama
➢ Pengguna harus menunggu 10-15 menit pasca-insersi sebelum
sanggama dapat dilangsungkan
➢ Hanya efektif selama 1-2 jam dalam 1 kali aplikasi
➢ Ketersediaan pasokan menjadi syarat untuk kesiapan metode
sebelum sanggama dilakukan

1 Trussell et al 1998.
Spermisida Sesuai Untuk:

➢ Wanita tidak suka atau tidak boleh menggunakan kontrasepsi


hormonal (mis: perokok berusia > 35 tahun)
➢ Wanita yang lebih suka memasang sendiri alat kontrasepsinya
atau tidak sesuai dengan kontrasepsi berupa alat (mis: AKDR)
➢ Wanita menyusui dan memerlukan kontrasepsi pendukung
➢ Wanita yang tak ingin hamil dan terlindung dari PMS tetapi
pasangannya tidak mau memakai kondom
➢ Pasangan yg memerlukan metoda sementara sambil menunggu
metoda lainnya
➢ Pasangan yang jarang melakukan hubungan seks
Spermisida tidak sesuai untuk pasangan
yang ....

• Memerlukan metoda kontrasepsi yang sangat


efektif
• Ingin suatu metode yang tidak harus ada
persiapan sebelum melakukan sanggama
• Tidak mau repot untuk mengikuti berbagai
petunjuk penggunaan dan siap pakai setiap akan
bersanggama
Spermisida
Penanganan Efek Samping
Iritasi vagina atau iritasi penis dan rasa tidak nyaman
• Jika disebabkan oleh spermisida tertentu, coba jenis
spermisida yang lain atau jika masih tak menolong, bantu
klien memilih metode lain.

Perasaan panas dan sangat mengganggu di dalam vagina


• Yakinkan bahwa sensasi hangat adalah normal. Kalau
masih tetap mengeluh, ganti dengan spermisida lain atau
bantu klien memilih metoda lain

Tablet busa vaginal tidak larut dengan baik:


• Pilih dari jenis spermisida yang mudah larut atau bila ragu
bahwa tidak bekerja efektif, tawarkan metode lain
Spermisida: Informasi Umum
➢ Sebagai kontrasepsi, spermisida harus
diaplikasikan secara benar sebelum setiap
kali melakukan sanggama
➢ Harus menunggu 10-15 menit pasca-insersi
spermisida sebelum melakukan sanggama.
Spermisida bentuk busa (aerosol), tidak
membutuhkan waktu tunggu (karena
langsung terlarut dan bekerja aktif) setelah
disemprotkan.
➢ Perhatikan anjuran penggunaan, cara
aplikasi, dan penyimpanan dari pabrik
pembuatnya (Misalnya: Kocok dahulu
sebelum diaplikasikan ke dalam vagina)
➢ Ulangi pemberian spermisida bila dalam 1-2
jam pasca-insersi belum terjadi sanggama
atau perlu spermisida tambahan bila
sanggama dilanjutkan berulang-kali
➢ Penting sekali untuk menempatkan
spermisida jauh di dalam vagina agar
kanalis servikalis tertutup secara
keseluruhan
Spermisida:
Petunjuk Penggunaan Aerosol (Busa)
➢ Kocok tabungnya 20-30 kali sebelum digunakan
➢ Simpan botolnya dalam posisi tegak dan letakkan aplikator pada
mulut katup, kemudian tekan aplikator untuk mengisi busa.
➢ Dalam posisi berbaring, masukkan ujung aplikator ke dalam
vagina hingga ujungnya berada di atau dekat dengan serviks.
Tekan pendorong dan depositkan busanya pada muara serviks
➢ Cuci aplikator dengan sabun dan air bersih hangat, bilas dan
dikeringkan. Bagian tersebut dapat diuraikan untuk dibersihkan.
Aplikator hanya untuk dipakai sendiri, jangan berbagi pakai
dengan orang lain
➢ Simpanlah tabung busa yang ada, tempatkan pada daerah
aman, mudah diingat dan terjangkau
Spermisida
Petunjuk Penggunaan Tablet, Supositoria, Film Spermasida

➢ Keluarkan tablet vaginal,


suppositoria atau selaput tipis
(film) dari kemasannya.
➢ Sementara anda berbaring,
masukkan tablet vaginal,
supositoria atau film ke dalam
vagina hingga mencapai
muara serviks (gunakan
aplikator bila tersedia)
➢ Tunggu 10-15 menit agar
spermasida larut dan aktif
sebelum melakukan
sanggama
Spermisida
Petunjuk Penggunaan ……………………….

➢ Cuci aplikator dengan sabun dan air bersih hangat, bilas dan
keringkan. Uraikan untuk dibersihkan lebih mudah. Jangan berbagi
pakai dengan orang lain.

➢ Simpanlah pasokan tambahan tablets, suppositoria dan film di


tempat yang sesuai.

➢ Catatan: Beberapa jenis spermisida vagina dapat menimbulkan


sensasi hangat di dalam vagina dan hal ini tergolong masih normal.
Spermisida
Petunjuk Penggunaan Krim
➢ Masukkkan krim spermisida ke dalam
aplikator hingga penuh. Masukkan
aplikator ke dalam vagina hingga
ujungnya berada di atau dekat dengan
serviks. Dorong krim hingga memenuhi
area serviks. Krim akan langsung larut
dan bekerja aktif.
➢ Cuci aplikator dengan sabun dan air
bersih hangat, bilas dan keringkan.
Uraikan agar mudah dibersihkan.
Jangan berbagi pakai dengan orang
lain.
➢ Simpan tabung krim pada tempat yang
aman, mudah diingat dan terjangkau
Spermisida
Hambatan Medis dari Penyedia Pelayanan
➢ Tidak ada pasokan spermisida dan alatnya
➢ Tidak tersedia berbagai pilihan (klien tidak
diberi pilihan antara jenis-jenis spermisida)
➢ Terbatasnya pengetahuan petugas kesehatan
• Tak tahu cara utilisasi atau memperoleh spermisida
atau
• Tak mau repot/berbagi pengetahuan dengan klien
Hormonal Contraception

• Kanadi Sumapradja

• Departemen Obstetri dan Ginekologi


• FKUI/RSCM, Jakarta
Hormonal contraception

• Hormones
– Endogenous substance which produced primarily at the
endocrine glands
– They serve to transfer information between cells or between the
compartments
– Their activities was mediated by enzymes
– Acts only on particular target cells

• Contraception
– To prevent conception
Hormonal contraception
Combined preparations Mono preparations
Consist of Estrogens + Progestogens Progestogens
Administration Oral Oral
Injection Injection
Implant
IUD
Hormonal contraception
COMBINATION
MONO
Mechanism of actions (the role of E and P)

GnRH
Estrogen
Progesteron
FSH e
LH
Ethynil estradiol 30 ug Levonorgestrel 150 ug
19-nortestosterone derivatives

7 placebo pills 21 active (E+P) pills

Ethynil estradiol 35 ug Cyproterone acetate 2 mg


17-OH progesterone derivatives

0 placebo pills 21 active (E+P) pills

Ethynil estradiol 30 ug Drospirenone 3 mg


Spironolactone derivatives

0 placebo pills 21 active (E+P) pills


Ethynil estradiol 20 ug Drospirenone 3 mg
Spironolactone derivatives

24 active (E+P) 4 placebo pills


pills

Ethynil estradiol 20 ug Desogestrel 150 ug


19-nortestosterone derivatives

7 placebo pills 21 active (E+P) pills


Estradiol cypionate 5 mg Medroxy progesterone acetate 25 mg

17-OH progesterone derivatives

Must be administered every 28 to 30 days (and must not exceed 33


days following the date of the previous injection)
Levonorgestrel 30 ug Levonorgestrel 52 mg

19-nortestosterone derivatives Desogestrel 75 ug 19-nortestosterone derivatives

19-nortestosterone derivatives

Medroxy progesterone acetate 150 mg Etonogestrel 68 mg


17-OH progesterone derivatives 19-nortestosterone derivatives
Synthetic hormones vs. Natural hormones ?

Natural sex hormones are quickly broken down in the liver  biologically
inactive
Synthetic  modifying the structure of endogenous sex hormones will
influence the duration and strength of action
Estrogen metabolism and excretion

Sex hormones undergo metabolism process mainly in the liver. Metabolism means hormone
inactivation. Steroid hormones are barely soluble in water. Therefore, they are converted
primarily with glucuronic and sulfuric acids to become water soluble and could be excreted
through the kidney or intestine. Variability between each individuals.
The estrogen component

Ethinyl estradiol is a very potent oral estrogen and is one of the two forms of estrogen in every
oral contraceptive. The other estrogen is the 3-methyl ether of ethinyl estradiol, mestranol.

Unconjugated ethinyl estradiol is the active estrogen in the blood for both mestranol and
ethinyl estradiol.

The metabolism of ethinyl estradiol varies significantly from individual to individual, and from
one population to another. This side effect is related to estrogen, and it is dose related.
Therefore, the dose of estrogen is a critical issue in selecting an oral contraceptive.
The progestin component

Removal of the 19-carbon from ethisterone to form norethindrone did not destroy the oral
activity, and most importantly, it changed the major hormonal effect from that of an
androgen to that of a progestational agent.
The progestin component

A second group of progestins created by acetylation of the 17-hydroxy group of 17-


hydroxyprogesterone produced an orally active but weak progestin.
Progestin Progesto Anti- Anti- EstrogenicAndrogeni Anti- Glucocortico Anti-
genic gonado- estrogenic c androgenic d mineralo-
tropic corticoid
19-Nortestosterone
derivatives
Norethisterone + + + + + - - -
Lynestrenol + + + + + - -
Norethinodrel + + + + + - -
Levonorgestrel + + + - + - - -
Norgestimate + + + - + - - -
3-Keto-Desogestrel + + + - + - - -
Gestoden + + + - + - + +

The androgenic properties of these compounds, however, were not totally eliminated
Most of the progestins closely related to norethindrone are converted to the parent compound first
Norethindrone can be converted to ethinyl estradiol – shows estrogenic activity
However, estrogen activity is very slight due to weak binding to the estrogen receptor

Progestin PR AR ER GR MR
Norethisterone 75 15 0 0 0
Levonorgestrel 150 45 0 1 75
Norgestimate 15 0 0 1 0
3-Keto-desogestrel 150 20 0 14 0
Gestodene 90 85 0 27 290
Progestin Progesto Anti- Anti- Estrogenic Androgenic Anti- Glucocorticod Anti-
genic gonado- estrogenic androgenic mineralo-
tropic corticoid

17- hydroxy progesterone


Chlormadinone acetate + + + - - + + -
Cyproterone acetate + + + - - ++ + -
Megestrol acetate + + + - ± + + -
Medroxy-progesterone- + + + - ± - + -
acetate
Progestin PR AR ER GR MR
Chlormadinone acetate 67 5 0 8 0
Cyproterone acetate 90 6 0 6 8
Medroxyprogesterone acetate 115 5 0 29 160
Megestrol acetate 65 5 0 30 0

The androgenic and estrogenic activity is


more less compared to 19 nortestosterone
derivatives, instead some of them are
showing anti-androgenic activity
The progestin component

Drospirenone is a progestin that is an analogue of spironolactone. Its biochemical profile


is very similar to progesterone, including a high affinity for the mineralocorticoid
receptor that produces an antimineralocorticoid effect.
Progestin Progesto Anti- Anti- Estrogenic Androgenic Anti- Glucocorticod Anti-
genic gonado- estrogenic androgenic mineralo-
tropic corticoid

Spironolactone derivative
Drospirenone + + + - - + - +

Progestin PR AR ER GR MR
Drospirenone 35 65 0 6 230
Antimineralocorticoid effect
Angiotensin I

Estrogen
Renin substrat
(angiotensinogen)

Angiotensin II
Renin
Na+/ fluid retention Progestin
Elimination of K+

Aldosteron

Halbreich and Monacelli 2004


Health concerns and side effects
Side Effects

Are defined as reactions that are injurious and unintentional and that
occur at doses which are normally used in humans for the prophylaxis,
diagnosis or therapy of diseases or for altering physiologic functions. (GCP
guidelines of the European Community)
Classification of undesirable effect

General Common adverse events: Headache, breast tension, breast


enlargement, nervousness, nausea, weight gain, irritability
Rare adverse events: migraine, dizziness, impaired vision,
changes in libido, various skin disorders, mood changes, emotional
lability, vomiting, hypersensitivity reactions, ocular irritation due to
contact lenses
Very rare adverse events: venous thromboembolic events, arterial
thromboembolic events, hypertension, coronary disease, hepatic
adenoma, cholestatic jaundice

Intermenstrual bleeding
Cycle- Polymenorrhea
specific Oligomenorrhea
Hypomenorrhea
Amenorrhea
Risk of ovarian cancer in hormonal contraception users
Cases RR 95%CI P
Duration of hormonal contraception user (years)
<1 19 1.2 0.7-2.0
1-4 21 0.5 0.3-0.8
5-9 19 0.6 0.3-0.9
10-14 5 0.3 0.1-0.8
> 15 1 0.1 0.02-0.8 0.0001
Age at first use (years)
< 20 21 0.5 0.3-1.0
20-24 25 0.4 0.3-0.7
> 25 25 0.7 0.5-1.1

Decrease of high gonadotrophins in the mid cycle


Cessation of ovulation – avoid micro trauma
Inducing of apoptosis of ovarian epithelial cells by steroids
The risk of cancer
Malignancy Ever users Never users RR 95%CI
Breast 891 448 0.98 0.87-1.10
Invasive cervix 118 36 1.33 0.92-1.94
Uterine body 81 75 0.58 0.42-0.79
Ovary 96 93 0.54 0.40-0.71
Risk of endometrial cancer in hormonal contraception users
Cases/Controls OR
Never 981/910 1.0
Ever 223/302 0.75
Duration of use (years)
<6 73/59 0.94
6-23 58-70 0.74
24-72 65-93 0.75
> 72 27/80 0.50
Age at first use (years)
< 30 118/166 0.65
> 30 105/136 0.90
Years since last use (years)
1-24 981/910 0.96
> 25 95/144 0.57

Decrease risk of endometrial cancer – associated with duration of use


21/7 REGIMEN

21 tablet

7 tablet

Seven consecutive pills are enough ‘to shut the door’ on the ovaries (therefore
pills 8–21, or longer during tricycling, simply ‘keep the door shut’)

Seven pills can be omitted without ovulation, as indeed is regularly the case in the
PFI. More than seven pills missed (in total) risks ovulation.
7 DAYS
HORMONE
FREE INTERVAL

Dummy reminder tablet

‘I must never be a “late-restarter” ’


CLINICAL IMPLICATIONS
Missed a pill
A ‘missed pill’ as one that is 24
hours late (not 12 hours, as
hitherto)
Progestin only pill (POP)
Missed a pill
Clinically, after missing a POP for
more than 3 hours (or more than
12 hours for Cerazette) the
woman should:

take that day’s pill immediately


and the next one on time

use added precautions for the next


2 days
Discontinuation
Rosenberg MJ, Waugh MS. Am J Obstet Gynecol. 1998;179:577-582.

1,657 women
initiating or switching
to a new OC, 18%
discontinued by 6
months

Reasons:
•Side effects (46%)
•No need for contraception (23%)
•Method-related problems (14%)
•Other, unspecified (17%)
Rates of discontinuation due to
dissatisfaction
Ever users of reversible Rate of discontinuation
contraception (%) of method due to
dissatisfaction (%)
Diaphragm 8.9 51.6
Injectable 17.1 42.3
Implant 2.1 42.0
IUD 6.0 36.4
Pill 84.5 29.2
Patch 0.9 19.8
Condom 90.1 11.9
All reversible methods 100 46.3

Moreau C., et al. Contraception. 2007;76:267


Development
Developments in hormonal contraception have focused on improving
tolerability and acceptability while maintaining efficacy

Strategies have generally included reduction in the dose of the estrogen


component and introduction of new progestins with more acceptable
clinical profiles.

Other developmental strategies have included hormone phasing and


improving delivery system.
E2 dosage development

Estrogen component tend to be reduced all the time


Kaunitz AM. 2004. Am. J. Obstet. Gynecol. ;190:S23-9
21/7
Ethynil Estradiol 30 mg

Progestin

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28

Pill Free Interval

24/4
Ethynil Estradiol 20 mg
Progestin

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28

Pill Free Interval


Hormone phasing
Improved existing methods

Lunelle® Monthly 25 mg MPA + More rapid return of


IM 5 mg estradiol fertility
injection cypionate Improved bleeding
patterns
Mirena® LNG-IUS 20 ug per day Reduced menstrual
levonorgestrel blood loss
Diminished menstrual
pain
Implanon® One rod 60 ug per day Effective dose of
implant etonogestrel steroids delivery with
fewer implant

Johansson EDB. Am J Obstet Gynecol. 2004;190:S69-71


Novel delivery system

Nuva Ring® Vaginal 15 ug ethinyl (1) absorption through the


vaginal epithelium is efficient
ring estradiol + 120 and rapid;
delivery ug etonogestrel (2) the ring is user controlled
with easy insertion and
system removal;
2 inches of (3) it does not require daily
flexible plastic , attention;
inserted for 3 (4) it provides sustained release
weeks and of a steroid or combination
removed for 1
of steroids, thus steady
week
blood levels of hormone(s)
are maintained;
(5) it does not interfere with
intercourse

Ortho Patch 20 ug ethinyl User controlled and


Evra® delivery estradiol + 150 effective steroid serum
system ug concentration
(4.5cmx4.5cm)
Once a week
norelgestromin

Johansson EDB. Am J Obstet Gynecol. 2004;190:S69-71


Metode Laktasi Amenorea
(Lactational Amenorrhea Method )
Metode Laktasi Amenore

• MLA merupakan metode kontrasepsi alamiah yang mengandalkan


pemberian ASI pada bayinya
• Akan tetap mempunyai efek kontrasepstif apabila
• Menyusukan secara penuh (eksklusif)
• Belum haid
• Usia bayi kurang dari 6 bulan
• Efektif hingga 6 bulan
• Bila ingin tetap belum ingin hamil, kombinasikan dengan metode
kontrasepsi lain setelah bayi berusia 6 bulan
bursts of prolactin secretion are stimulated so
as to maintain milk production during lactation.
Suckling by the infant stimulates nipple
mechanoreceptors that are connected by
neural circuits to neurosecretory cells in the
hypothalamus. One type of neurosecretory cell
releases the hormone oxytocin from the
posterior pituitary. Oxytocin causes milk
ejection, in which smooth muscle-like cells
called myoepithelial cells contract and push
the milk from the glands into the breast ducts
so that the infant can easily suck it out. The
other neurosecretory cell that is affected
releases dopamine at the median eminence.
Dopamine acts as a hormone, traveling to the
anterior pituitary via the hypophyseal portal
vessels to inhibit prolactin secretion by
anterior pituitary cells. Suckling, via neural
connections inhibits dopamine secretion,
increasing prolactin secretion and stimulating
milk production in the breast.
MLA: Mekanisme Kerja
Sekresi GnRH yang tidak teratur
menganggu pelepasan hormon FSH
(follicle stimulating hormone) dan LH
(leutinizing hormone) untuk
menghasilkan sel telur dan menyiapkan
endometrium

Penghisapan ASI yang intensif


secara berulangkali akan menekan
sekresi hormon GnRH
(gonadotrophin releasing hormone)
yang mengatur kesuburan

Rendahnya kadar hormon FSH dan


LH menekan perkembangan folikel
di ovarium dan menekan ovulasi
MLA: Keuntungan Kontraseptif

▪ Cukup efektif dalam mencegah kehamilan (1-2 kehamilan per 100


wanita di 6 bulan pertama penggunaan)
▪ Bila segera menyusukan secara eksklusif maka efek kontraseptif
akan segera pula bekerja efektif
▪ Tidak mengganggu proses sanggama
▪ Tidak ada efek samping sistemik
▪ Tidak perlu dilakukan pengawasan medis
▪ Tidak perlu pasokan ulangan, cukup dengan selalu memberikan ASI
secara eksklusif bagi bayinya
▪ Tidak membutuhkan biaya apapun
MLA: Keuntungan Non Kontraseptif

❖ Bagi anak:
• Imunisasi pasif dan perlindungan terhadap berbagai
penyakit infeksi lainnya
• Sumber nutrisi terbaik bagi bayi
• Mengurangi terkenanya kontaminasi dalam air, susu atau
formula lain, atau pada peralatan
❖ Bagi Ibu:
• Mengurangi perdarahan postpartum
• Mengeratkan hubungan psikologis ibu-anak
• Mengurangi risiko anemia
MLA: Keterbatasan

▪ Sangat tergantung dengan motivasi pengguna bila


memang ingin menggunakan MLA sebagai
metode kontrasepsi (pemberian ASI Eksklusif)
▪ Untuk kondisi atau alasan tertentu mungkin sulit
untuk dilaksanakan
▪ Tingkat efektivitasnya sangat tergantung tingkat
eksklusifitas menyusukan bayi (hingga usia 6 bulan
atau mulai mendapat menstruasi)
▪ Tidak melindungi pengguna dari PMS (misalnya:
HBV, HIV/ AIDS)
MLA sesuai untuk:
Wanita yang:
▪ Menyusukan bayinya secara eksklusif
(memberikan ASI secara penuh tanpa
suplementasi lainnya)
▪ Belum mendapat haid sejak melahirkan bayinya
▪ Menyusukan secara eksklusif sejak bayi lahir
hingga bayi berusia 6 bulan 1

1WHO merekomendasikan suplementasi mulai usia 6 bulan. Jika lebih cepat, MLA jadi kurang efektif.
MLA:
Tidak Sesuai untuk Dilanjutkan bila:

▪ Setelah beberapa bulan amenorea, klien mulai mendapat


haid
▪ Tidak menyusukan secara eksklusif
▪ Bayi telah berusia diatas 6 bulan
▪ Ibu bekerja dan terpisah dari bayinya lebih dari 6 jam
dalam sehari
MLA: Instruksi Bagi Klien Mengenai
Pemberian ASI
▪ Memberikan ASI (secara penuh) dari kedua payudara sesuai kebutuhan
(sekitar 6-10 kali per hari)
▪ Memberikan ASI paling sedikit satu kali pada malam hari (tidak boleh
lebih dari 4-6 jam diantara 2 pemberian)
▪ Jangan gantikan jadwal pemberian ASI dengan makanan/cairan lain
▪ Jika frekuensi menyusukan kurang dari 6-10 kali per hari atau atau bayi
tidur semalaman tanpa menyusu (mendapat ASI), maka MLA kurang
dapat diandalkan untuk metode kontrasepsi
▪ Menggantikan jadwal pemberian ASI dengan makanan atau suplemen
lainnya maka daya hisap bayi akan berkurang sehingga mengurangi
efektifitas mekanisme kerja kontraseptif MLA
MLA:
Efektifitas Kontraseptif dan Cara Menyusui

▪ Cara Menyusukan bayi


▪ Frekuensi Menyusukan bayi
▪ Lamanya bayi menyusu
▪ Jarak antara menyusui
▪ Mutu (kesungguhan) bayi menyusu pada ibunya
MLA: Instruksi bagi Klien untuk
Kontrasepsi
▪ Selalu gunakan metode kontrasepsi pendukung, misalnya
kondom, yang siap digunakan. Gunakan jika:
• Menstruasi Anda kembali
• Anda memulai memberikan suplemen diet kepada bayi
Anda
• Bayi Anda mencapai umur 6 bulan
▪ Konsultasi kepada petugas kesehatan atau klinik sebelum
menggunakan kontrasepsi lain
▪ Jika klien atau pasangannya berisiko tinggi terhadap PMS,
selain MLA, gunakan juga kondom untuk tindakan pencegahan
tertular PMS
Efektivitas dari jenis-jenis kontrasepsi

You might also like