Download as ppt, pdf, or txt
Download as ppt, pdf, or txt
You are on page 1of 174

SISTIM PELAYANAN &

PENGENDALIAN FARMASI
RUMAH SAKIT

QUALITY and PROCESS IMPROVEMENT

HARLINA KISDARJONO 2018


PEARLS
 Membahas tentang kualitas umum,
kualitas pelayanan kesehatan
berdasarkan dimensi IOM.
 Quality Assurance, Quality Control,
Quality Assessment, Continuous
Improvement
QUALITY
1. Quality
2. A Short history of quality
3. The Cost of Quality
4. Customer Satisfaction
5. Quality Improvement
6. Continuous Improvement
7. Steps toward Quality Improvement
8. Problem Solving
9. Process view of work
10.Quality Assurance & Quality Control
11.Variation
1. QUALITY
QUALITY, QUALITY
IMPROVEMENT

 What is quality?
 What is quality improvement?
 How can we improve quality?
 Kualitas adalah suatu konsep yang
kompleks dan mempunyai arti yang
berbeda beda untuk orang yang
berbeda. Sebelum kita sampai
membahas quality improvement, kita
harus faham benar konsep ini
QUALITY?
 Dalam sistim kesehatan tidak
ada definisi “quality” yang
diterima secara universal.
 Tetapi definisi dari Institute
of Medicine (IoM) sering
dipakai
Kualitas untuk pelayanan
kesehatan dapat didefinisikan
 Derajad keunggulan dalam pelayanan
kesehatan (‘degree of excellence’ in
healthcare.)
 Derajad pelayanan kesehatan untuk
individu maupun populasi yang
meningkatkan probabilitas tercapainya
kesehatan (outcomes) yang dikehendaki
dan konsisten dengan keilmuan
profesional terkini
QUALITY (IOM)
 Keunggulan memiliki banyak
demensi. Dalam pelayanan kesehatan
telah diterima syarat keunggulan
sebagai berikut:
Institute of Medicine
DIMENTION OF QUALITY (IOM)

1 SAFETY PATIENT SAFETY


2 EFFECTIVENESS LEAN HOSPITAL PHARMACY
3 PATIENT PHARMACEUTICAL CARE, KARS,
CENTERREDNESS JCI (AKREDITASI)
4 TIMELINESS LEAN HOSPITAL PHARMACY
5 EFFICIENCY LEAN HOSPITAL PHARMACY
6 EQUITY ETHICS, ...
PILLARS DONABEDIAN
 Efficacy
 Effectiveness
 Efficiency
 Acceptability Humanity outcomes
 Optimalility
 Equity
 Legitimacy Society outcomes
The 7 Pillars of health care
quality (Donabedian 1990)
1.Efficacy—the ability of care to actually improve health
2.Effectiveness—how well care achieves improvement in health in the
circumstances of “everyday practice”
3.Efficiency—the cost of any given improvement in health
4.Optimality—the point at which incremental increases in care begin to
diminish in their return on investment, such that health may be
improved, but in a less efficient manner
5. Acceptability of care to patients—accessibility, the practitioner-patient
relationship, amenities of care, patient valuation of care outcomes,
patient estimation of care’s economic worth
6.Legitimacy—consideration of the value of care by others than the patient
receiving that care, the aspect of societal valuation as mentioned above
7. Equity—the balance between what individuals and what society consider
appropriate distribution of care and resources
The dimensions of QUALITY
(IOM)
Safe
 Menghindarkan terjadinya cedera pada
pasien dari pelayanan yang sebetulnya
bertujuan untuk menolong mereka
Effective
 Memberikan pelayanan berdasarkan
scientific knowledge dan karenanya
menghasilkan keuntungan yang jelas.
Patient -centred
 Memberikan pelayanan yang
menghargai atau responsif terhadap
kebutuhan dan nilai individu
Timely
 Mengurangi waktu tunggu yang
kadang merupakan penundaan yang
merugikan (harmful)
Efficient
 Menghindarkan waste

Equitable
 Memberikan pelayanan yang tidak
beragam kualitasnya karena
perbedaan karakter manusianya
QUALITY, QUALITY
IMPROVEMENT

 What is quality?
 What is quality improvement?
 How can we improve quality?
2. HISTORY OF
QUALITY
2. SEJARAH
 Akhir abad 13: serikat pekerja
 Awal abad 19 : product inspection Revolusi Industri
 Awal abad 20: pabrik mulai dng quality processes in
quality practices.
 PD II: pabrik senjata: inspeksi satu per satu
sampling (statistical process control techniques)
 Post PD II: Jepang  quality revolution mengikuti
saran Joseph M. Juran and W. Edwards Deming : dari
pada konsentrasi pada inspeksi, fokus pada
peningkatan semua proses dalam organisasi melalui
pekerja. Amerika mengikuti: lahirlah total quality
2.SEJARAH
quality movement mematang 
beyond Total Quality.
Sistem quality baru berkembang dari
Deming, Juran dan praktisi Jepang,
quality juga bergerak diluar pabrik ke
jasa misalnya kesehatan, edukasi,
sektor pemerintah .
2.SEJARAH
beyond Total Quality
Contoh:
 Th 2000: Seri ISO 9000 tentang quality management
standards direvisi untuk meningkatkan penekanan pada
customer satisfaction.
 Awal 1995, Malcolm Baldrige National Quality Award
menambahkan kriteria business results dalam penilaian
keberhasilan
 Six Sigma, suatu metodologi untuk meningkatkan proses
business dengan menekan defect dikembangkan oleh
Motorolla , berkembang menjadi suatu pendekatan
organisasi
 Six Sigma,
2. SEJARAH
.
 Seri ISO 9000 tentang quality management standards
dikembangkan untuk industri seperti otomotif (QS-
9000), aerospace (AS9000) dan telecommunications
(TL 9000 and ISO/TS 16949) dan untuk manajemen
lingkungan (ISO 14000).
 Kualitas bergerak keluar, bukan hanya industri saja
tetapi juga : jasa, kesehatan, edukasi, dan
pemerintahan
 The Malcolm Baldrige National Quality Award Malcolm
dipakai untuk edukasi, kesehatan, organisasi non
profit
 Abad 20: Joseph M, Juran and W.
Edwards Deming: Total Quality Control
 Awal 1995, Malcolm Baldrige National
Quality Award
 Th 2000: Seri ISO 9000
3. THE COST OF
QUALITY
3.THE “COST OF QUALITY.”

Istilah yang banyak dipakai tetapi


banyak disalah artikan
 The "cost of quality" bukanlah biaya
untuk menciptakan produk /jasa yang
berkualitas. Tetapi adalah biaya
akibat tidak menciptakan
produk /jasa yang berkualitas
The Impact of Quality on Profits

Increased Better
reliability prices

Higher
Increased tangible/
quality intangible
profits

Increased
Lower cost
productivity
Biaya
 Setiap kali pekerjaan diulang, biaya
meningkat
 Mengulang produksi.
 Mengulang proses
 Mengulang meracik
 Menyusul pasien
 Memperbaiki proses.
 Membayar claim
3.THE COST OF QUALITY."

Quality Costs—deskripsi umum


 Prevention Costs. Biaya semua aktivitas khusus
untuk pencegahan produk/ jasa mutu rendah
 Appraisal Costs. Biaya berkaitan dengan
pengukuran, evaluasi, atau auditing produk/jasa
untuk menjamin kesesuaian standar dan kinerja
 Failure Costs. Biaya akibat produk mutu rendah,
tidak sesuai persyaratan dan kebutuhan pelanggan.
 Internal Failure Costs Failure costs yang terjadi
sebelum diserahkan kepelanggan
 External Failure Costs Failure costs yang terjadi
sesudah diserahkan ke pelanggan
3.THE COST OF QUALITY."

 Total Quality Costs:


 Jumlah total biaya di atas. Ini
menggambarkan perbedaan antara
biaya aktual suatu produk/jasa dan
selisih penurunan biaya bila tidak ada
kemungkinan kegagalan produk/jasa
3.THE COST OF QUALITY."

 Kualitas tidak membutuhkan biaya.


Produk/jasa dengan kualitas rendah
yang menumpuk biaya extra untuk
organisasi.
4. CUSTOMER
SATISFACTION
4. CUSTOMER SATISFACTION
 Organisasi semua jenis dan ukuran,
akhirnya menyadari bahwa fokus
utama mereka adalah memuaskan
pelanggan.
 2 pertanyaan penting
 Who are the customers?
 What does it take to satisfy them?
4.CUSTOMER SATISFACTION
 Who Are the Customers?
 Customers termasuk semua di dalam
organisasi memberikan barang atau
jasa. (Umumnya sekaligus customers
dan suppliers)
4.CUSTOMER SATISFACTION

 What Does It Take to Satisfy


Customers?
 Jangan menganggap bahwa Anda
memahami keinginan pelanggan. Banyak
produk misalnya “new Coke” dan mobil
yang tidak terjualkan. Banyak organisasi
mengeluarkan biaya untuk survey
 Memuaskan pelanggan termasuk sikap
proaktif.
5. QUALITY
IMPROVEMENT
You can not improve, something that
you can not control, manage

You can not control, manage


something that you can not measure

You can’t measure something that


you can’t describe
 the value of creating a culture of
improvement, which must start at the
top of the organization
5. QUALITY IMPROVEMENT

describe measure manage improve


standard
WHAT IS
QUALITY IMPROVEMENT?
 Definisi quality improvement tidak
hanya satu, dan tidak ada
pendekatan yang lebih baik dari yang
lain
 Definisi umumnya : suatu pendekatan
sistematik yang menggunakan teknik
khusus untuk meningkatkan kualitas
WHAT IS
QUALITY IMPROVEMENT?
 Yang terpenting untuk mencapai
improvement yang sukses dan
bekesinambungan adalah bagaimana
perubahan diperkenalkan dan
diimplementasikan
Konsep improvement :
 Pengalaman dan outcomes yang
diterima pasien yang lebih baik,
melalui perubahan perilaku
provider dan organisasi dengan
melalui pemakaian metoda
perubahan dan strategi yang
sistematis.
HOW CAN WE IMPROVE
QUALITY?
 Quality improvement dapat
mengambil dari berbagai metodologi ,
pendekatan dan tools.
 Beberapa hal di atas mempunyai
kesamaan prinsip dasar yang
berfokus pada: – understanding the
problem with a particular emphasis
on what the data tell you
 memahami problem dengan data
yang ada
 Memahami proses dan sistem
dalam organisasi terutama alur
pasien, terutama apakah ini dapat
disederhanakan ?
 Analisa demand, kapasitas dan flow
pelayanan
 Memilih tools untuk melakukan
perubahan, termasuk leadership dan
clinical engagement, plus partisipasi
staf dan pasien
 Evaluasi dan mengukur pengaruh
(impact) dari perubahan
What would improve quality?
 The Health Foundation’s Our theory
of change, mengidentifikasi sejumlah
solusi yang mempunyai potensi
terbesar untuk membuat
perubahan bertahan lama dan
tersebar luas
 Dibutuhkan fokus terus menerus pada
continuous improvement dalam kialitas
pelayanan kesehatan *
 Tekankan pentingnya motivator*
internal (cth professionalism,
peningkatan ketrampilan, peningkatan
organisasi dan leadership), bersamaan
dengan eksternal (cth regulasi, insentif
dan manajemen kinerja)
 Selaraskan kualitas pada setiap
level untuk memastikan bahwa
semua level dari sistem berelasi satu
sama lain dalam mendukung
kualitas.*
 Redefinisi sifat dari relasi antara
orang orang yang memakai jasa dan
yang memberikan pelayanan *
 Bangun pengetahuan, ketrampilan,
dan praktek praktek baru, termasuk
mempelajari sektor lain yang sudah
meningkatkan kinerja mereka dan
relaibilitas di area yang sangat
kompleks.
Leaders in quality improvement
approaches :Armand V
Feigenbaum
 penggagas ‘total quality control’, yang
didefinisikan sbb
 Suatu sistem yang efektif untuk
mengintegrasikan pengembangan kualitas
terintegrasi, pemeliharaan kualitas dan upaya
quality improvement dari berbagai kelompok
dalam organisasi, sehingga mampu
memproduksi dan melayani dengan biaya yang
paling ekonomis dan memungkinkan
terciptanya kepuasan pelanggan
Dia melihat sebagai metoda business,
dan mengusulkan tiga langkah
menuju kualitas:
 quality leadership,
 modern quality technology*
 organisational commitment.*
Kaoru Ishikawa
 Memberikan banyak kontribusi di
bidang quality improvement,
termasuk banyak tools dan teknik
Contoh: cause and effect ‘fishbone’
tool.
 Menekankan pada kualitas dari sisi
manusia *
 Konsep dari quality improvement
sebagai dasar tanggung jawab setiap
staf merupakan komponen kunci dari
pendekatan Jepang ke quality
improvement.
 Metoda Ishikawa’s fokus pada ide
kaizen (terjemahan kasar dari kata
Jepang:‘continuous management’).
 Konsep ini dikembangkan oleh
industri Jepang pada tahun 1950 an
dan 1960 an, sebagai prinsip inti dari
quality management saat ini, dan
berpegang bahwa tanggung jawab
setiap staf untuk selalu memperbaiki
apa yang mereka lakukan.
Joseph Juran
 Menerbitan Quality control handbook 1951.
 Filosofinya fokus pada peran tanggung jawab
manajemen untuk kualitas. Aspek penting dari Juran
fokusnya pada pemberdayaan staf
 Juran menengarai bahwa setiap individu di tempat kerja
perlu mengambil tanggung jawab untuk quality
improvement, dan bila staf tidak diberdayakan
melakukan ini, hasilnya akan terbatas. Dalam hal ini,
quality improvement dianggap sebagai suatu proses
yang sedang berjalan dan merupakan bagian dari
pekerjaan sehari hari.
Donald M Berwick President
and Chief Executive
 Ketua dari Institute for Healthcare
Improvement (IHI) Amerika, banyak
mempengaruhi aplikasi quality improvement di
sektor pelayanan kesehatan
 IHI, di Boston, adalah katalisator dari
perubahan , menanam konsep inovatif untuk
perbaikan pelayanan pasien dan
mengimplementasi program untuk menerapkan
ide tadi.
IHI mengadopsi konsep kualitas dari Institute of
Medicine’s six dimensions of quality menjadi
‘no needless’ framework, promote:
 no needless deaths
 no needless pain or suffering
 no helplessness in those served or serving
 no unwanted waiting
 no waste
 no one left out.
 Pemimpin pemimpin untuk pendekatan quality
improvement approaches dan filosofi telah
membangun suatu body knowledge tentang
implementasi dan menjaga perubahan di
industri industri termasuk pelayanan kesehatan
W Edwards Deming
 Mengembangkan 14 butir pendekatan
menuju quality improvement dan
organisational change (1986).
 Deming adalah pencipta siklus Plan,
Do, Study, Act (PDSA) dari continuous
improvement, yang digunakan di
banyak pendekatan quality
improvement diantaranya di NHS
saat ini.
 Pekerjaannya didukung oleh sistem dari
pengetahuan yang memadai, yang menawarkan
insight /pemahaman bagaimana menciptakan
perubahan yang akan menghasilkan
improvements diberbagai setting.
 Dia menekankan bagaimana elemen elemen
yang berbeda saling berinteraksi. Dapat saling
berargumentasi. Organisasi dapat
mengendalikan pengetahuan ini untuk
mendorong improvements.
Pendekatan baru manajemen vs
mutu pelayanan Farmasi
 Issue: biaya membubung, teknologi baru
vs pelayanan kesehatan umumnya,
Pharmaceutical Care pada umumnya.
 Bagaimana bidang kesehatan dapat
memanfaatkan tiap filosofi manajemen
yang ada?
 Melihat kontrasnya pendekatan
tradisional dibanding manajemen
sekarang
Deming

 Inspeksi vs kualitas
 Job description vs kualitas
 Kemampuan karyawan
 Kewenangan, kepercayaan kepada karyawan
 Kebanggan karyawan vs kualitas
 Inspeksi retrospektif
 Proses pengukuran seni
 Kualitas rendah: 85% sistim, 15%
karyawan
 Deming Chain Reaction
The Deming Management
Approach
 Kesungguhan perbaikan produk, service
yang berkesinambungan
 Filsafat baru
 Inspeksi masal no
 Latihan
 Leadership
 Hilangkan rasa takut
 Transformasi
Deming Chain Reaction
 Kualitas meningkat  biaya menurun

 Produktivitas meningkat  pasar
makin luas dengan kualitas baik, biaya
mengecil business exist peluang
kerja
The Impact of Quality on Profits

Increased Better
reliability prices

Higher
Increased tangible/
quality intangible
profits

Increased
Lower cost
productivity
The Impact of Efficiency, Quality Customer responsiveness
& Innovation on Unit Costs and Prices

Efficiency

Lower
Unit costs
Innovation Quality

Higher unit
prices

Customer
responsiveness
6. CONTINUOUS
IMPROVEMENT
6.CONTINUOUS IMPROVEMENT
 Upaya berkesinambungan untuk
memperbaiki produk, jasa, proses.
 Upaya ini dapat untuk mencapai
perbaikan secara bertahap
(incremental) atau sekaligus
6. CONTINUOUS IMPROVEMENT
 Model yang sering dipakai untuk
continuous improvement: model 4
langkah plan-do-check- act (PDCA
cycle), dikenal sebagai Deming Cycle
or Shewhart Cycle:
6.CONTINUOUS IMPROVEMENT
 Plan: Identifikasi kesempatan dan
berencana untuk perubahan.
 Do: Implementasi perubahan dalam skala
kecil.
 Check: Memakai data untuk menganalisa
hasil dari perubahan dan menentukan
apakah telah membawa perbedaan.
 Act: Bila perubahan berhasil, implementasi
untuk skala lebih luas dan dilanjutkan
evaluasi hasil. Bila perubahan tidak
berhasil, mulai dengan siklus lagi
Quality improvement: Deming-
circle
PLAN DO

Satisfaction

ACT CHECK
6.CONTINUOUS IMPROVEMENT
6.CONTINUOUS IMPROVEMENT
 Metoda lain yang bayak dipakai untuk
continuous improvement:Six Sigma,
Lean, dan Total Quality Management
menekankan pada keterlibatan
pekerja dan teamwork; mengukur
dan mensistimatisir proses;dan
menurunkan variasi, defects, cycle
time.
7. STEPS toward

QUALITY
IMPROVEMENT
DETAILS ?????
1. Data and measurement for
improvement
 Contoh yang mudah dilihat pada kegagalan di ‘yan ‘ kesehatan,
management tidak tahu bahwa organisasinya tidak baik dalam
melakukan aspek vital di pelayanan.
 Data dapat membantu menunjukkan masalah misalnya infection
rate yang tinggi. Data juga dapat menunjukkan management
mengidentifikasi dan fokus area mana yang harus diprioritaskan
untuk kualitas. Memberikan titik awal (starting point/ baseline)
adalah langkah penting menuju quality improvement, sehingga
dapat mengassess imbas dari intervensi.
 Beberapa cara quality improvement memakai pendekatan
‘seluruh organisasi’, tetapi ini sangat sulit, maka lebih baik
memilih untuk konsentrasi dia area dengan kebutuhan
improvement terbesar, atau area khusus di mana kinerjanya
tidak dapat menyaingi kompetitor.
2. Understanding the
process
 Akses pada data adalah vital terutama saat mengasses
menemukan masalah. Tetapi tidak akan menjelaskan
mengapa masalah ada. Inilah mengapa pemahaman
akan proses menjadi penting
 Process mapping adalah alat yang dipakai untuk
memetakan setiap langkah dari proses. Biasa dipakai
untuk memetakan pathway atau perjalanan/alur
sebagian atau seluruh perjalanan pelayanan kesehatan.
Pemetaan proses sangat berguna sebagai alat untuk
menggambarkan pada staf pemahaman bagaimana
berbagai langkah pada perjalanan pasien dapat fit
together – or do not.
PROSES
 Melalui proses pemetaan, staf mampu
mengidentifikasi langkah mana yang
menambah value proses, dan mana yang tidak.
 Pendekatan ini disesuaikan untuk menyertakan
pengalaman pasien sepanjang, hal ini dapat
menunjukkan perubahan yang dibutuhkan
tetapi yang tidak akan muncul pada process
map tradisional.
PROSES
 Dalam bukunya The Agenda (New
York: Crown Business, 2001), Michael
Hammer mendefinisikan process
sebagai “suatu kelompok aktivitas
yang berkaitan yang terorganisir ,
yang bekerja sama
mentransformasikan satu atau lebih
input menjadi outputs yang bernilai
bagi pelanggan”
PROSES
 Definisi Hammer mengkomunikasikan
beberapa ide
 Suatu proses mungkin saja terdiri dari
banyak aktivitas.
 Semua proses harus bekerja sama dengan
tujuan yang sama
 Proses ada untuk menciptakan hasil bagi
pelanggan anda.
PROSES
 Proses dapat dianggap “value
chain,” di mana setiap aktivitas atau
langkah berkontribusi pada hasil akhir
baik langsung maupun tidak langsung
 Semua aktifitas membutuhkan
sumber daya. Tantangan bagi
manajer. Manajer harus dapat
mengeliminasi langkah yang tidak
ada added valuenya.
RANTAI PROSES
1.Pabrik PELAYANAN OBAT 5.Penerimaan
Instruksi Dr
Pemesanan
apotik
6.Penulisan Resep
2.Penerimaan
3.Penyimpanan 7.Status & Data
di gudang Pasien
Distribusi 4.Penyimpanan
di R.Racik 8. Screening Resep

MEDICATION ERROR 10.Penyiapan 9. Etiket


obat

11Pemanggilan pasien Keterangan


12.Penyerahan obat Screening resep :
COUNSELING OBAT 13Inform/Counseling •Administrasi
error
Pemahaman Ketaatan •Pharmaceutical
error
•Clinical error
HK 2002
Monitoring Outcome
Besarnya kekuatan suatu rantai adalah
kekuatan mata rantai terlemah
 Types of processes
 Organizations use different types of
processes to conduct work. Gabriel A.
Pall (The Process Centered
Enterprise: The Power of
Commitments, Boca Raton, FL: St.
Lucie Press, 2000) describes three
important types of process:
Management processes.
 Proses ini memberikan arah dan
governance bagi suatu enterprise.
 Biasanya dipimpin oleh leader senior untuk
menentukan gol, mengembangkan dan
melaksanakan strategi senior leaders,
membangun dan mengelola organisasi,
medesain dan mengelola kinerja.
 Proses management ini juga membentuk
dan mengelola business dan mendukung
proses yang dipakai oeh enterprise.
Business processes.
 Proses yang menunjukkan kompetensi yang unik.
 Cenderung ada pada atau dekat dengan, core value-
creating activities dari enterprise dan proses ini terlihat
dan dirasakan oleh pelanggan external.
 Value-creating business processes dimulai dan berakhir
pada pelanggan, cenderung cakupan skala besar, dan
umumnya meliputi komponen organisasi yang banyak.
 Sementara organisasi memiliki ratusan proses,
diantaranya hanya ada 5-7 business processs.
 Karena kelompok ini mewakili core competencies
organisasi, maka disinilah harusnya peningkatan kinerja
difokuskan
Support processes.
 Proses ini ada untuk memelihara
kesinambungan organisasi.
 Karena kebutuhan business processes
juga sama  kandidat outsourcing
 Pelanggan proses ini adalah internal
dalam organisasi
 Sementara ketiga proses ini memiliki
peran berbeda, ketiganya harus
diselaraskan dan diintegrasikan agar
sistem keseluruhan dapat
menghasilkan kinerja yang efektif.
 Effective and sustained performance
improvement harus dipertimbangkan
untuk ketiga proses.
Types of enterprise processes
3. Improving reliability

 Begitu proses difahami, fokus kunci adalah


meningkatkan reliabilitas sistim dan proses klinis.
Memastikan reliabilitas menurunkan waste dan defects
dalam sistem, dan mengurangi error dan cedera
 Pendekatan sistematis quality improvement seperti
Lean, mencoba meredesign sistem dan pathways klinis,
berdasarkan tools seperti ‘care bundles’, menciptakan
proses error-free yang memberikan pelayanan dengan
mutu tinggi, konsisten dan memakai sumberdaya
dengan efisien
4.Demand, capacity and
flow
 Bila ada penumpukan, waiting lists dan penundaan
pada suatu pelayanan, respon yang terjadi
biasanya adalah ada masalah kapasitas.– dengan
kata lain tidak cukup staf, mesin, untuk mengatasi
volume pasien.
 Bagaimanapun, kecuali telah ada pengukuran
demand (jumlah pasien yang meminta akses ke
pelayanan) dan alur (kapan pelayanan dibutuhkan),
tidak mungkin mengatakan bahwa ada kekurangan
kapasitas. Kemungkinan sederhana adalah
kapasitas ada di tempat yang salah atau diberikan
pada waktu yang salah.
 Untuk process improvement dibutuhkan
pemahaman detil dari demand, kapasitas dan
alur. Sering demand relatif stabil, alur dapat
diprediksi polanya, kapasitas yang tersedia
yang bermasalah (staf sakit, cuti tanpa
rencana)
5. Enthusing, involving and
engaging staff
 Terbukti suksesnya quality improvement
menunjukkan bahwa tidak selalu
metoda pendekatan yang membuat
sukses, tetapi bagaimana perubahan ini
diperkenalkan. Faktor yang
berkontribusi termasuk leadership,
melibatkan staf (terutama klinisi) dan
partisipasi pasien
 Perlu diketahui jangan menganggap enteng staf non
dokter. Biasanya merupakan orang pertama yang kontak
dengan pasien.
 Bagaimanapun, yang terjadi pada keterlibatanan staf
untuk aktivitas lebih tentang keterlibatan dokter.
Melibatkan staf klinis untuk di line depan (terutama
dokter) adalah penting untuk program quality
improvement apapun, tetapi ini sangat menantang..
Banyak klinisi berniat meningkatkan kualitas pelayanan
mereka, sudah melakukan ini melalui metoda seperti
clinical audit, peer review adopsi dari best practice.
Bagaimanapun juga mereka mungkin tidak familiar
dengan pendekatan quality improvement
Karena itu , kemampuan membangun dan memfasilitasi
adalah elemen kunci membangun komitmen klinis pada
improvement.Hal penting lain :
 Melibatkan tim klinis sedini mungkin, dalam menentukan
aspirasi dan gol
 Memastikan keterlibatan klinis senior dan pengaruh peer.
 Melibatkan jaringan klinis di luar organisasi dengan
membuktikan bahwa perubahan sudah berhasil dilakukan
di tempat lain.
 Klinis akan lebih suka terlibat dalam proses kalau tujuan
utama kelihatan menekankan quality improvement
katimbang upaya menekan biaya
6. Involving patients and
co-design
 Pasien, pemberi pelayanan, masyarakat luas,
mempunyai peran penting, bukan hanya merancang
improvement, tetapi juga memantau apakah mereka
memilki pengaruh –sebab hanyalah mereka yang
mengalami sebenarnya perjalanan pasien dari awal
sampai akhir..
 Pasien dapat mendefinisikan kualitas berbeda dengan
klinisi dan manajer. Apa yang mereka lihat sebagai
masalah atau nilai dalam sistim mungkin
mencengangkan.
8. PROBLEM
SOLVING
8. PROBLEM SOLVING

 Suatu organisasi harus menetapkan


standard untuk problem solving,
sehingga leadership dapat dengan
efektif mengarahkan anggauta
organisasi.
 Dalam problem solving, ada 4
langkah dasar.
8.PROBLEM SOLVING

 1. Define the problem

 Diagnosa situasi sehingga fokus ada di masalah


, bukan hanya pada simtom. Tools:
 Flowcharts untuk mengidentifikasi langkah
suatu proses yang diharapkan dan
 Cause and effect diagram untuk
mendefinisikan dan menganalisa root
causes.
8.PROBLEM SOLVING

 2. Generate alternative solutions


 Menunda seleksi sampai mendapat
beberapa alternatif..
 Dengan beberapa alternatif dapat
meningkatkan nilai keputusan akhir.
 Begitu tim atau perorangan memutuskan
model apa yang harus dilakukan, tujuan
akan menjadi dasar mengembangkan road
map.
 Brainstorming dan team problem-solving
techniques, keduanya berguna untuk fase
ini dari problem solving.
8.PROBLEM SOLVING

 Kumpulkan beberapa alternatif


pemecahan masalah.
 Kalau kita terpaku pada apa yang kita
inginkan maka kita tidak belajar. If
we focus on trying to get the results
we want, we miss the potential for
learning something new that will
allow for real improvement
8.PROBLEM SOLVING

3. Evaluate and select an alternative


 Problem solvers yang trampil
memanfaatkan satu seri dari pertimbangan
bila memilih keputusan terbaik yaitu
alternatif yang
 Tidak menimbulkan permasalahan lain tak
terduga.
 Semua pihak dapat menerima alternatif tersebut
 Dapat diimplementasikan
 Dapat sesuai dengan keterbatasan
8.PROBLEM SOLVING

4. Implement and follow up on


the solution
 Leaders membuat keputusan dapat
diimplementasikan, menjual solusi ke yang lain
dengan bijak agar tidak ditolak.
 Feedback channels dibangun dalam
implementasi pemecahan masalah.
9. QUALITY CONTROL
and
QUALITY ASSURANCE
9. QUALITY ASSURANCE AND
QUALITY CONTROL
 Istilah “quality assurance” and
“quality control” sering dirancukan
sebagai acuan untuk menjamin
kualitas suatu produk/jasa
 Istilah-istilah ini berbeda.
9. QUALITY ASSURANCE AND
QUALITY CONTROL
 Assurance: Jaminan

 Quality assurance: Aktivitas yang


sistematis diterapkan di sistim
quality, sehingga persyaratan kualitas
suatu produk/jasa terpenuhi
9. QUALITY ASSURANCE AND
QUALITY CONTROL
Control: Suatu evaluasi untuk
mengidentifikasi kebutuhan koreksi
 Aktifitas memandu proses untuk
mencegah variabilitas.
Quality control: Teknik observasi
dan aktivitasnya untuk memenuhi
persaratan kualitas.
Quality Assurance mempunyai 2 sistim
yang tak terpisahkan (Donabedian)

 Sistim perancangan
 Penyesuaian secara kasar dari kinerja

 Sistim pemantauan
 Penyesuaian yang lebih halus (fine
tuning)
 Standard sebagai alat ukur
Sist. quality Standar
control Cara mencapai
Quality standar
Engineering Sist. quality Prosedur quality
assesment audit & quality
assesment

Pencatatan
Quality Quality
P’ndalian Evaluasi
Assurance Control
Improvement

Periodik audit
Quality
pelaksanaan vs
Assesment
standard
Quality Engineering
 Melakukan perancangan sistim Quality
Control maupun sistim Quality Audit
 Parameter kualitas: rentang nilai bahan
baku produk
 Petunjuk cara mencapai kualitas
 Merancang prosedur quality audit dan
quality system assessment
Quality Control
 Setelah proses perancangan selesai
maka bagian Quality Control melakukan:
 Pengendalian kualitas secara terstruktur
 Pencatatan
 Evaluasi
 Hasil: terkendali/tidak
 Bila tidak terkendali umpan balik untuk
Quality Engineering
You get what you measure

You can not control what you


can not measure

 Kendali
 Mengukur
 Informasi
 Pencatatan data
QUALITY CONTROL,
Pencatatan
data

Informasi

Pengukuran

Mutu

Pengendalian
Program Quality Assurance
 Prosedur resmi, terstruktur
 Siklus proses yang berkesinambungan

 Penulisan standard ,kriteria aktivitas, target


 Ciptakan sistim pengukuran dan pemantauan
 Penilaian aktivitas
 Dibandingkan dengan standard, target
 Pendidikan/pengkoreksian
 Bila perlu
 Penilaian apakah tahap 3 berhasil
 Peninjauan berkala apakah standard dan
kriteria masih sesuai
Quality Audit & Assessment

 Fungsi yang bertugas secara periodik


melakukan audit atas kesesuaian
pelaksanaan terhadap spesifikasi
petunjuk yang telah disusun
Quality Assurance

Untuk menstimulir manajer :


 Apa yang ingin kita capai sebagai
organisasi/individual?  standard
 Bagaimana menentukan bahwa kita
mencapai semua tujuan?  evaluasi
 Bila tidak, apa yang harus dilakukan
untuk meningkatkan kinerja?  koreksi
10. VARIATION
10. VARIATION
 Secara sederhana : variasi mewakili
perbedaan antara ideal dan kenyataan.
 Yang ideal mewakili suatu standard
kesempurnaan-standard tertinggi dari
excellence—yang ditentukan oleh
stakeholder, termasuk pelanggan langsung,
pelanggan internal, suppliers, masyarakat
dan pemegang saham. Excellence adalah
sinonim dari kualitas, dan excellent quality
dihasilkan dari melakukan hal yang benar
dengan benar.
VARIATION
 Stakeholder masih saja mungkin
mengalami variasi produk/jasa dari setiap
situasi yang dianggap sempurna.
 Menekan variasi ini adalah kunci dari
kualitas dan continuous improvement.
 According to the law of variation as defined
in the Statistical Quality Control Handbook:
VARIATION
 Cenderung dapat diprediksi. Semua
bervariasi. “ dengan kata lain , tidak ada
2 hal yang sama
 Penyebab yang ada dalam sistem yang
konstan cenderung dapat dipredikisi.
 ” Kita tidak dapat memprediksi perilaku
atau karakter apapun. Prediksi hanya
mungkin untuk hal di mana pola dapat
diamati
VARIATION
 Bila outcome dari sistim dapat diprediksi,
maka akan dapat diantisipasi dan dikelola
Managing Variation
 In 1924, Dr Walter Shewhart of Bell
Telephone Laboratories mengembangkan
paradigma baru untuk mengelola variasi.
Sebagai bagian dari paradigma ini dia
mengidentifikasi 2 hal:
VARIATION
 Penyebab umum atau noise, variasi adalah
inherent di dalam proses. Akan
mempengaruhi setiap outcome dari proses
dan setiap orang dalam proses tersebut.
Mengelola penyebab variasi umum
membutuhkan perbaikan proses tersebut
 Penyebab khusus, atau signal, variasi
terjadi karena kondisi khusus dan bukan
bagian inherent dari proses. Pengelolaan
variasi ini adalah melokalisir dan
menghilangkan penyebab khusus tadi.
VARIATION
 Shewhart selanjutnya membedakan 2 tipe
kesalahan yang mungkin terjadi pada
pengelolaan variasi:
 Memperlakukan common cause sebagai
special dan memperlakukan special cause
sebagai common. Kemudian , W.Edwards
Deming mengestimasi bahwa kurangnya
pemahaman tentang variasi
menyebabkan situasi dimana 95%
tindakan managemen tidak menghasilkan
perbaikan.
SIX SIGMA
SIGMA DEFECTS PER
MILLION
OPPORTUNITIES
2 308.537 69.1% GOOD
3 66.807 93.3% GOOD
4 6.210 99.4% GOOD
5 233 99.98% GOOD
6 3,4 99.99966%
GOOD

3 TO 6 20.000 TIMES
Structure of Quality
Basisstructuur System
: piramide

Level 1 Policy

Level 2 SOP

Level 3 Work instructions

Level 4 Documents
Structure of Quality System
 Level 1 : quality manual
 Mission and policy of the pharmacy
 Covers all the chapters of the ISO standard
 Level 2 : SOP
 General procedures applicable for the whole
department, e.g. staff, internal audits,
purchase
 Level 3 : Work instructions
 Short procedures, typical for one unit e.g. how
to work with a steam sterilisator
 Level 4 : Documentation
 forms, manuals of equipment, books,
SOP
= standard operating procedure

 Describes the process (scope, method,


responsibilities)

 Signed for agreement by the responsible

 Validation of the procedure by the quality


manager
Continuing Quality Improvement Plan?
 Hendaknya semua aspek direview
walaupun dirasa sudah memadai
kualitasnya
 Apa yang sudah memenuhi standard masa
lalu, belum tentu saat ini masih memenuhi
standard
 Belum tentu standard masa lalu yang
mencukupi, mungkin saat ini kita harus
meningkatkan standard
Plan
Issues Efisiensi SDM Catatan

Kondisi skrg

Kondisi yang
ingin dicapai
Data yang
dibutuhkan
Strategi dll
Standardisasi

 Input
 SDM: recruitment sangat hati-hati,pelatihan
 Conversion activities
 Program aktivitas  outputnya sama setiap
saat
 Standardisasi peraturan dan prosedur
 Output
 Spesifikasi karakter kinerja jasa, contohnya
: toleransinya dsb
 Dilakukan Qality Control untuk meyakinkan
 jasa terstandardisasi.
 Menjaga kualitas produk jasa
merupakan masalah besar
 Tergantung tingkat kemampuan SDM,
shift yang beragam, tingkat kesulitan
pelayanan yang berbeda dll

 Untuk mengendalikan mutu


pelayanan:
 Peraturan, prosedur, SOP, budaya
 Training
 Standardisasi
 Superior customer responsiveness
11. TOOLS
Ishikawa also introduced “the 7 basic
tools of quality”
 Pareto analysis – what are the big
problems?
 Cause and effect diagrams – what
causes the problems?
 Stratification – how is the data made
up?
 Check sheets – how often it occurs or
is done?
 Histograms – what do overall variations look
like?
 Scatter charts – what are the relationships
between factors?
 Process control charts – which variations to
control and how?
 He believed these seven tools should be known
widely in an organisation, if not indeed by
everyone, and used to analyse problems and
develop improvements. Used together they form
a powerful tool kit.
Cause and Effect Diagram?  
 What is a Cause and Effect Diagram?
 It is a tool that is used alongside
brainstorming and helps to identify, sort
and display possible causes of a specific
problem. Can otherwise be known as a
Fishbone or Ishikawa Diagram. It
illustrates the relationship between the
outcome and the factors that influence
it.   
Checksheet?

 Checksheets What is a Checksheet?


  A simple and effective method of gathering information.
Ensures consistency of data collected. Can be completed
whilst doing the normal job. Simplifies data collection and
analysis. Highlights trends. Spots problems.  
 How to use Checksheets  Decide on the format required
e.g table, tally chart etc. Decide on the factors that need
to be measured. Create a format that makes it simple to
collect data on all the factors. Allow space for comments –
often gives a valuable insight Prepare instructions for use
and train the data collectors. Test the checksheet before
full usage – allows problems to be eradicated. Audit the
process and validate the results. 
Control Chart?
 What is a Control Chart? is It a statistical tool used to
distinguish between variation in a process resulting
from common causes, and variation resulting from
special causes It is a graphic display of the process
stability or instability over time It displays data in the
time sequence in which it occurred
 Why use a Control Chart? Can be used to make
judgements of the process performance over a certain
period of time It provides a common language for
discussing process performance To assess the
effectiveness of changes to improve a process    
Histogram?
  What is a Histogram? It has much in common
with the Pareto Diagram – can be vertical or
horizontal Is a visual way of representing data
– easier to display and interpret large amounts
of data than using tables It is a picture of the
process behaviour at a given process of time
 Why use a Histogram? Allows us to make
sense of data It allows us to see patterns that
are difficult to see in tables of numbers It is a
simple way of communicating data    
Pareto Chart?
 What is a Pareto Chart?  Commonly known as
“ABC analysis” or “the 80:20 rule” For example:
80% of problems are attributed to 20% of the
causes Data categories are arranged in order
of frequency - starting with the most frequent
It is one of the most effective yet simple tools
available
 It identifies the most significant problem to
be worked first It is an effective on-going
improvement tool This tool distinguishes
between the vital few and the trivial many 
many
Scatter Diagram?
 What is a Scatter Diagram?  A
graphical tool allowing the identification
of possible relationships between two
different sets of variables A display of
what happens to one variable when
another changes A method of testing
possible cause / effect relationships
Flowcharts?

 What are Flowcharts?


  They show the steps in a process (eg flow of
materials, sequence of operations) They can be
used to compare intended changes with the
actual situation They can be used to initiate
process improvement activities
 Why use Flowcharts?  They provide a process
overview at a glance They relate one step in
the process to the others They provide insight
for data collection and control points They
assist in identifying the process customers 
The 7 Quality Tools
 The 7 Quality Tools are used as the
basis for Problem Solving.
 However, it is NOT important just to
use any tool, it is important to know
HOW and WHEN to use them!
 
MEASURING QUALITY
 Model dari quality assessment Donabedian
(1980): structure, process, outcomes
(SPO) model of quality assessment.
 Outcomes adalah yang terpenting dalam
pengukuran kualitas, tetapi selain outcomes,
structure dan proses juga harus diukur.
 Struktur adalah sistem dan fasilitas yang
sangat penting dan esensial untuk menjaga
kualitas.
 Proses adalah tindakan untuk menghasilkan
outcomes
PENGUKURAN KUALITAS
Pengukuran outcomes dengan
keterbatasannya
 Outcome dari suatu intervensi harusnya
merupakan cara mengukur kualitas yang
paling dapat dipercaya. Namun demikian
di bidang kesehatan lebih mudah
mengases struktur dan proses.
Contohnya,
 peran pencegahan seperti keluarga
berencana, vaksinasi dan edukasi
kesehatan. Lebih tepat mengukur kualitas
dengan mengecek struktur dan proses dari
pada menunggu menemukan apakah
intervensi berhasil atau tidak.
Pengukuran outcomes dengan
keterbatasannya
 Pengukuran outcome mempunyai keterbatasan
lain. Sulit untuk menunjukkan kaitan penyebab
antara intervensi kesehatan dan outcomes nya,
karena banyak pengaruh lingkungan yang ada
yang sulit dikendalikan. Outcomes yang berarti
membutuhkan sampel yang banyak untuk
membuktikan validitas outcomes.
 Contoh : studi quality of life .

 Kesimpulan, setiap pengukuran kualitas harus


mempertimbangkan indikator struktur, proses
dan outcomes yang tepat.
Pengukuran struktur, proses dan
keterbatasannya

 Indikator struktur dan proses lebih mudah


diukur dibandingkan outcomes dan alasan
kedua hal ini dipilih sebelum indikator outcome.
 Sulit untuk menilai apakah patient outcomes
sudah tercapai, bila pasien telah diedukasi
dengan tepat, atau kalau drug related problems
disebabkan oleh edukasi pasien yang tidak
memadai. Bagaimanapun mempunyai ruang
konsultasi yang tepat atau protokol
penyerahan obat bukan sebagai indikator
bahwa outcome yang tepat telah tercapai.
INDIKATOR KUALITAS dan
PELAYANAN PHARMACEUTICAL
CARE
 The United States Office of Technology
Assessment mendefinisikan kualitas bidang
kesehatan sebagai “ tingkat di mana proses
pelayanan kesehatan meningkatkan probibilitas
outcomes yang diinginkan pasien dan
mengurangi probibilitas outcomes yang tidak
diinginkan pasien dengan pengetahuan yang
ada (Holdford and Smith: 1997). Karena
menekankan outcomes, sangat terkait dengan
proses..
INDIKATOR KUALITAS dan PELAYANAN
PHARMACEUTICAL CARE (PCS
=PharmaceuticalCare Services)

 Apakah mungkin menyatakan bahwa pelaksanaan PCS


sebagai indikator kualitas? Contoh: makin luas cakupan
pelayanan , makin tinggi kualitas PCS? Tidak. Hal di
bawah ini sebagai panduan untuk mengembangkan
indikator kualitas PCS:
1. Existensi pelayanan kesehatan sendiri tidak
memberikan indikator kualitas yang diandalkan
kecuali ada indikator proses yang tepat yang
berkaitan dengan pelayanan
2. Indikator proses sendiri bukan pengukuran
kualitas yang dapat diterima kecuali ada kaitan
yang jelas antara proses dan outcomes dan
telah divalidasi 
Quality and quality indicators
Dalam menilai kualitas pharmaceutical care,
Farris and Kirking (1993) memakai sebagai
panduan dasar adalah , the seven pillars
dari kualitas yang diidentifikasi oleh
Donabedian (1980). Hal ini menjelaskan
banyak isu praktek PC dan memberikan
panduan tentang indikator yang diukur
ketika memeriksa lingkungan yang berbeda
di mana pelayanan farmasi beroperasi.
Sepeda pelayanan farmasi yang berjalan “Acrobatic”
HASIL PENGUKURAN
 Levels of pharmacist performance (structural and process
indicators) were reported by Jannsen et al (1996). An
ambulatory care course was offered to US Navy and VA
pharmacists. Prior to the course, candidates revealed that:
 77% spent less than 4 hours per week counselling patients
 74% spent less than two hours per week reviewing medical
records
 74% spent less than four hours per week reviewing
medication profiles
 88% spent less than two hours per week consulting with
physicians (24 minutes per day average)
 81% spent no time documenting their activities
 81% spent 4 - 16 hours per week checking technicians work
 80% spent 12 - 34 hours per week filling prescriptions
HASIL PENGUKURAN
 83% having a pharmacist available to talk to on the
telephone
 78% having an opportunity to talk with a pharmacist
about all medications
 76% cholesterol testing
 73% blood pressure testing
 66% having a pharmacist available to talk to in the
clinic
 62% diet information
 57% advice about disease prevention
 53% having educational tapes playing in the waiting
area
 38% seeing a pharmacist in the clinic instead of a
doctor for drug related problems
HASIL PENGUKURAN
 70% no refill reminders
 69% follow-up calls to find out if the
prescribed drug is working
 24% no information on what to do if a dose
is missed
 24% discussing how to properly store the
medication
 21% drug to avoid while taking the
medication
 21% food to avoid while taking the
medication
HASIL PENGUKURAN
 82% knew how to take the medication
 78% knew what the medication was for
 55% knew what medications they were
discharged on
 25% knew what to expect from the
medication eg. side effects
 24% knew what to avoid eg. sunlight,
certain foods
 19% knew of lifestyles changes that were
required eg. diet
Pustaka
 American Society of Hospital Pharmacists, Model Quality
Assurance Program for Hospital Pharmacies, 4630
Montgomery Avenue, Wahington DC 20014, 1980
 Brown TR, Handbook of Institutional Pharmacy Practice,
American Society of Hospital Pharmacists, 4630
Montgomery Avenue, Wahington DC 20014,1992
 Practice Standards of ASHP 1994-1995
 Masaaki Imai, Kaizen, McGraw-Hill International Editions,
1991
 Instrumen Self Assessment ,Akreditasi Rumah Sakit,
Pelayanan farmasi
 Tobin Daniel R., Transformational Learning, John Wiley &
Sons, Inc, 1996
 Hill C.W.L. , Jones,G.R., Strategic Management an
integrated Approach, Houghton Mifflin Company, 1995
PUSTAKA
 Excerpted from Nancy R. Tague’s The Quality Toolbox, Second
Edition, ASQ Quality Press, 2004, page 15.
 Excerpted from the ASQ Quality Costs Committee, Principles of
Quality Costs: Principles, Implementation, and Use, Third Edition, ed.
Jack Campanella, ASQ Quality Press, 1999, pages 3-5.
 Excerpted from Donald W. Benbow, Ahmad K. Elshennawy and H.
Fred Walker, The Certified Quality Technician Handbook, ASQ Quality
Press, 2003, pages 1-2.
 Excerpted from Robert A. Gardner’s The Process-Focused
Organization: A Transition Strategy for Success, ASQ Quality Press,
2004, pages 28-31
 Excerpted from Duke Okes and Russell T. Westcott, editors, Certified
Quality Manager Handbook: Second Edition, ASQ Quality Press, 2001,
pages 245-246.
 The Health Foundation Inspiring Movement, Quality Improvement
Made Simple, Health Foundation 2010

You might also like