Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 23

Bronchopneumoni

What are the differences of pneumonia and


bronchopneumonia
• Pneumonia is a category of lung infections. It occurs when viruses,
bacteria, or fungi cause inflammation and infection in the alveoli (tiny
air sacs) in the lung.
• Bronchopneumonia, or lobular pneumonia, is a type of pneumonia
that also causes inflammation in the bronchi. These are the air
passages that feed air into the lungs.
Pneumonia
Pneumonia : defined as inflammation of the lung parenchyma.
Epidemiology
• cause of death globally among children younger than age 5 yr  1.2
million (18% total) deaths annually
• The incidence of pneumonia is more than 10-fold higher (0.29
episodes vs 0.03 episodes).
• the number of childhood-related deaths from pneumonia ≈2,000
fold higher, in developing than in developed countries.
Etiology
• Although most cases of pneumonia are caused by microorganisms, noninfectious
causes include aspiration (of food or gastric acid, foreign bodies, hydrocarbons, and lipoid
substances), hypersensitivity reactions, and drug- or radiation-induced pneumonitis.
• Streptococcus pneumoniae(pneumococcus) is the most common bacterial pathogen in
children 3 wk to 4 yr of age, whereas
• Mycoplasma pneumonia and Chlamydophila pneumonia are the most frequent bacterial
pathogens in children age 5 yr and older.
• A streptococcus (Streptococcus pyogenes)and Staphylococcus aureus
• S. pneumoniae, H. influenzae,and S. aureus are the major causes of hospitalization and
death from bacterial pneumonia among children in developing countries.
• The incidence of pneumonia caused by H. influenzae or S. pneumoniae has been
significantly reduced in areas where routine immunization has been implemented.
KLASIFIKASI
Berdasarkan klinis dan epideologis :
• Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
• Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
• Pneumonia aspirasi
• Pneumonia pada penderita Immunocompromised
pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.
Berdasarkan bakteri penyebab
• Pneumonia bakterial  / tipikal
Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi
menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita
alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
• Pneumonia atipikal
disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia.
• Pneumonia virus
• Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised
Berdasarkan predileksi infeksi
• Pneumonia lobaris
Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia
yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan
oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses
keganasan
• Bronkopneumonia
Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan
oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan
dengan obstruksi bronkus.
• Pneumonia interstisial
Penyebaran
Aspirasi organisme yg mendiami orofaring
• Alkoholisme, diabetes, usia lanjut, aktivitas poteolitik air liur  merusak
fibronektin(reseptor flora normal gram positif orofaring)  terpajan oleh gram
negatif yg brsl dr lambung akibat tingginya ph lambung,alat respirasi y tercemar,
makanan dan air yg terkontaminasi.
Inhalasi Aeorosol infeksiosa
Penyebaran hematogen dr focus infeksi ekstrapulmonal
Penyalahgunaan obat mll intravena, penderita endocarditis, kateter intravena.
Patogenesis
• Viral pneumonia usually results from spread of infection along the airway
accompanied by direct injury of the respiratory epithelium, which results in
airway obstruction from swelling, abnormal secretions, and cellular debris.
Viral infection of the respiratory tract can also predispose to secondary
bacterial infection by disturbing normal host defense mechanisms, altering
secretions, and modifying the bacterial flora.
• Bacterial pneumonia most often occurs when respiratory tract organisms
colonize the trachea and subsequently gain access to the lungs, but
pneumonia may also result from direct seeding of lung tissue after bacteremia.
Clinical Manifestation
• everal days of symptoms of an upper respiratory tract infection, typically rhinitis and cough.
• viral pneumonia, fever is usually present but temperatures are generally lower than in bacterial
pneumonia.
• Tachypnea
o Children younger than 2 months - Greater than or equal to 60 breaths/min
o Children aged 2-11 months - Greater than or equal to 50 breaths/min
o Children aged 12-59 month - Greater than or equal to 40 breaths/min

• Increased work of breathing accompanied by intercostal, subcostal, and suprasternal retractions, nasal
flaring, and use of accessory muscles is common.
• Auscultation of the chest may reveal crackles and wheezing, but it is often difficult to localize the source
of these adventitious sounds in very young children with hyperresonant chests.
• In children  poor feeding and irritability
• Bacterial pneumonia in adults and older children typically begins suddenly with high fever, cough, and
chest pain. Other symptoms that may be seen include drowsiness with intermittent periods of
restlessness; rapid respirations; anxiety; and, occasionally, delirium.
Diagnosa
Diagnosa
Viral pneumonia Confluent lobar consolidation is typically seen with
is usually characterized by hyperinflation with bilateral pneumococcal pneumonia
interstitial infiltrates and peribronchial cuffing
• Bronchopneumonia is characterised by multiple small
nodular or reticulonodular opacities which tend to be patchy
and/or confluent. This represents areas of the lung where
there are patches of inflammation separated by normal lung
parenchyma. 
• The distribution is often bilateral and asymmetric and
predominantly involves the lung bases
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada bronkopneumonia untuk menegakkan diagnosis
diantaranya :
• Rontgen dada: Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan
abses luas/ infiltrat, empiema (staphylococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau
penyebaran/ perluasan infiltrat nodul (virus). Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak
infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada
satu atau beberapa lobus.
• Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test
resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sulit.
• Pemeriksaan fungsi paru. Pada pemeriksaan ini akan didapatkan volume paru mungkin menurun
(kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan compliance paru menurun,
terjadi hipoksemia.
• Analisa gas darah. Pada pemeriksaan darah ini biasanya akan didapatkan hasil yang tidak normal
mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
• Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000 / mm3.
Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau
mycoplasma.
• Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
• Peningkatan LED.
• Kultur  dahak dapat positif pada 20 – 50 % penderita yang tidak diobati. Selain
kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat
swab).
• Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
Talak
• Terapi oksigen. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali
untuk kasus yang berat.
• Hidrasi cairan. Bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat dehidrasi
dilakukan secara parenteral. (menggunakan infus)
• Simptomatik terhadap batuk.
• Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris,
diberikan bronkodilator
Terapi Antibiotik
• Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama
72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan
di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.
• Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau
minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat)
maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
• Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi ampilisin-
kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
• Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
• Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto dada.
• Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan
kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari –3 kali pemberian). Bila
keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan
mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.
Terapi Oksigen
• Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat
• Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen (berikan pada anak
dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa
oksigen setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil
> 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna
• Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal. Penggunaan nasal prongs adalah
metode terbaik untuk menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala
tidak direkomendasikan. Oksigen harus tersedia secara terus-menerus setiap waktu.
• Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam yang berat atau napas > 70/menit) tidak ditemukan lagi.
• Perawat sebaiknya memeriksa sedikitnya setiap 3 jam bahwa kateter atau prong tidak tersumbat
oleh mukus dan berada di tempat yang benar serta memastikan semua sambungan baik.
Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah :
• Kolaps alveoli
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi.
• Fibrosis
Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang
berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema ( tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru )
adalah tindak lanjut dari pembedahan.
• Atelektasis
adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya
mobilisasi. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada
klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas.
• Abses paru
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
• Sepsis

You might also like