Professional Documents
Culture Documents
Kel. 5 Hijab Dan Busana
Kel. 5 Hijab Dan Busana
M.Fahrurozi (933807918)
Qur’ani Parang Wilwadikta (933806618)
Risma Yuki Pramudia (933805418)
Siti Iswatun Hasanah (933808818)
PRAWACARA
• Budaya manusia tidak selalu sama antara satu tempat dengan
tempat lainnya, bahkan kebudayaan itu senantiasa berubah
dari generasi ke generasi secara turun temurun.Kalau ajaran
islam benar-benar diyakini keuniversalannya, tentu
keberlakuannya tidak terikat oleh tempat dan waktu tertentu dari
generasi ke generasi. Hanya saja, nabi saw yang diutus untuk
membawa ajaran islam ituharus dilihat posisinya yang
multidimensi. Dalam kehidupan muamalah sehari-hari, aspek
perbedaan yang paling menonjol dari sejumlah budaya dan
tradisi masyarakat yang bersifat simbolis antara lain adalah
busana.
• Syariat islam mewajibkan kaum muslimin memakai busana yang
menutup aurat dan sopan, baik laki-laki maupun perempuan. Aurat
laki-laki cukup sederhana, berdasarkan ijma ulama, auratnya sebatas
antara lutut dan di atas pusat (bayn al-surrat wa al-ruqbatayn).
Sedang aurat wanita adalah segenap tubuhnya kecuali muka, telapak
tangan dan telapak kakinya. Bahkan ada pendapat yang mengatakan
bahwa seluruh tubuh wanita tanpa kecuali adalah aurat.
• Walaupun demikian, tampak di kalangan ulama masih berbeda- beda
dalam menginterpretasikan budaya berpakaian secara islami,
khususnya kaidah-kaidah tentang batas aurat itu sendiri. Berdasar
pada latar belakang sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka
sangat menarik apabila persoalan budaya berbusana khususnya
busana wanita tersebut dikaji lebih dalam makalah ini.
Pengertian Umum Tentang Aurat dan Busana
• Pengertian aurat aurat secara bahasa berasal dari kata عارdari kata tersebut muncul
derivasi kata bentukan baru dan makna baru pula. Bentuk ‘awira (menjadikan buta
sebelah mata), ‘awwara (menyimpangkan, membelokkan dan memalingkan), a’wara
(tampak lahir atau auratnya), al-‘awaar (cela atau aib), al-‘wwar (yang lemah, penakut),
al-‘aura’ (kata-kata dan perbuatan buruk, keji dan kotor), sedangkan al-‘aurat adalah
segala perkara yang dirasa malu. Pendapat senada juga dinyatakan bahwa aurat adalah
sesuatu yang terbuka, tidak tertutup, kemaluan, telanjang, aib dan cacat. Artinya aurat
dipahami sebagai sesuatu yang oleh seseorang ditutupi karena merasa malu atau
rendah diri jika sesuatu itu kelihatan atau diketahui orang lain.
• Pengertian terakhir ini sering dijadikan sebagai pengertian literer
dari aurat, sehingga aurat dapat dipahami sebagai sesuatu yang dapat
menjadikan malu, aib atau cacat bagi seseorang baik dari perkataan
atau perbuatannya. Terbukanya aurat dapat juga membuat orang jauh
martabatnya dimata masyarakat umum. Secara maknawi kata aurat
adalah yang berarti segala sesuatu yang dapat menjadikan seseorang
malu atau mendapatkan aib (cacat), entah perkataan, sikap ataupun
tindakan, aurat sebagai bentuk dari suatu kekurangan maka sudah
seharusnya ditutupi dan tidak untuk dibuka atau dipertontonkan di
muka umum.
Ayat-ayat terkait aurat dan busana
• Qs. Al-ahzab ayat 53:
ُوت ٱلنَّبِ ِّى ِإٓاَّل َأن يُْؤ َذ َن لَ ُك ْم ِإلَ ٰى طَ َع ٍام َغ ْي َر وا اَل تَ ْد ُخلُ ۟ ين َءامنُ ۟ َّ َأ ٓ
وا بُي َ • ٰيَ َ ِ َ َ ذ ل ٱ ا ه ُّ ي
ين س ن
َ ُ ِ ِ َ ْٔ
ـ َ ت ْ
س م اَل و ۟
ُوا ر ش َ ت ٱنَ ف م ُ ت مع َ ط ا َ
ذ َ ف ۟
وا ُ لخ ُ ْ
د ٱَ ف م ُ ت ي ع ُ
د ا َ
ذ نْ ك َ ٰ
ل و ُ هىٰ َ ن ين ر ظ َ ٰ
ن
ِ ِْ ْ ِإ ِ ْ ِ ِ َ ِإ َ ِ ِإ
اَل هَّلل
ى فيَ ْستَحْ ِىۦ ِمنك ْم ۖ َوٱ ُ يَ ْستَحْ ِىۦ ِم َن ُ َ َّ
ان يُ ِذى ٱلنبِ َّ ْؤ ُ َ
ث ۚ ِإ َّن ذلِك ْم ك َ
َ ٰ لِ َح ِدي ٍ
ْ َأ
ب ۚ ذلِك ْم طهَ ُر ُ َ ٰ ق ۚ َوِإ َذا َسَأ ْلتُ ُموهُ َّن َم ٰتَ ًعا فَ ْسـَٔلُوهُ َّن ِمن َو َرٓا ِء ِح َجا ٍ ْٱل َح ِّ
وا َرسُو َل ٱهَّلل ِ َوٓاَل َأن تَن ِكح ُٓو ۟ا ان لَ ُك ْم َأن تُْؤ ُذ ۟ لِقُلُوبِ ُك ْم َوقُلُوبِ ِه َّن ۚ َو َما َك َ
ان ِعن َد ٱهَّلل ِ َع ِظي ًما َأ ْز ٰ َو َجهۥُ ِم ۢن بَ ْع ِد ِٓهۦ َأبَ ًدا ۚ ِإ َّن ٰ َذلِ ُك ْم َك َ
• Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah nabi kecuali
bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak
(makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan,
keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian
itu akan mengganggu nabi lalu nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan
allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan)
kepada mereka (isteri-isteri nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang
demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti
(hati) rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia
wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi allah.” (Qs. Al-
ahzab: 53)
• Tafsirannya:
Tafsir Ibnu Katsir: Ini adalah ayat hijab yang di dalamnya mengandung
beberapa hukum dan adab syar’i, dimana sebab turunnya adalah
menyetujui perkataan ‘Umar ra. Sebagaimana yang tercantum di
dalam shahihain, bahwa ‘Umar ra. berkata: “Rabb-ku menyetujui aku
dalam tiga masalah; aku berkata: ‘Ya Rasulullah, seandainya engkau
menjadikan sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat, lalu Allah
menurunkan: (“Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat
shalat.”) (al-Baqarah: 12)
• Dan aku berkata: ‘‘Ya Rasulallah, sesungguhnya orang yang baik
dan orang yang buruk terkadang masuk kepada istri-istrimu, maka
kiranya engkau memberikan hijab, lalu Allah menurunkan ayat hijab.
Dan aku berkata kepada istri-istri Nabi saw. tatkala dipenuhi rasa
cemburu terhadap beliau: (“Jika Nabi menceraikanmu, boleh jadi
Rabb-nya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih
baik daripadamu.”) (at-Tahriim:5) maka turunlah ayat ini. Sedangkan
di dalam riwayat Muslim mengandung cerita tentang tawanan perang
Badar dalam hal tersebut sebagai masalah keempat. wallaahu a’lam.
• Al-Bukhari meriwayatkan, bahwa Anas bin Malik ra. berkata: “Ketika Rasulullah
saw. menikahi Zainab binti Jahsy, beliau mengundang shahabatnya makan-
makan. Setelah selesai makan, mereka pun duduk berbincang-bincang, sehingga
Rasulullah saw. siap akan berdiri, tetapi mereka tidak juga ikut berdiri.
• Tatkala beliau melihat seperti itu, Rasulullah pun berdiri, dan diikuti oleh sebagian
yang hadir, tetapi tiga orang lainnya masih bercakap-cakap. Lalu Nabi
berkehendak untuk masuk [kamar] sedangkan orang-orang itu masih tetap
duduk, lalu merekapun berdiri dan pergi. Maka aku mengabarkan kepada Nabi
bahwa mereka telah pergi [pulang]. Maka datanglah Nabi sampai beliau masuk
kembali. Aku pun masuk, dan Rasulullah memasang hijab antara aku dan beliau.
• Berkenaan dengan peristiwa itu maka turunlah ayat ini: “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila
kamu diizinkan untuk Makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak
(makanannya), tetapi jika kamu diundang Maka masuklah dan bila kamu
selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan.
• Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu
kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu
(menerangkan) yang benar. apabila kamu meminta sesuatu (keperluan)
kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara
yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.
• Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula)
mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat.
Sesungguhnya perbuatan itu adalah Amat besar (dosanya) di sisi Allah.”
Beliau meriwayatkan pula di tempat yang lain. Demikian pula Muslim dan
an-Nasa’i meriwayatkan dari beberapa jalan dari Mu’amir bin Sulaiman.
• Imam Ahmad, al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari hadits Hisyam bin
‘Urwah dari ayahnya, bahwa ‘Aisyah ra. berkata: “Saudah keluar rumah
untuk suatu keperluan setelah turunnya ayat hijab. Ia seorang wanita yang
badannya tinggi sehingga mudah dikenal orang. Pada waktu itu, ‘Umar
melihatnya dan ia berkata:
• Hai Saudah, demi Allah, bagaimanapun kami akan dapat
mengenalmu. Karenanya cobalah pikir, mengapa engkau keluar?”
dengan tergesa-gesa ia pulang dan di saat itu Rasulullah saw. berada
di rumahku sedang makan malam. Ketika masuk ia berkata: “Ya
Rasulallah, aku keluar untuk suatu keperluan dan ‘Umar menegurku
begini dan begitu.” ‘Aisyah berkata: “Lalu Allah menurunkan wahyu
kepada beliau di saat susu masih berada di tangannya. Maka
bersabdalah Rasulullah saw.: “Sesungguhnya Allah telah mengizinkan
engkau keluar rumah untuk suatu keperluan.” (lafadz al-Bukhari)
• Firman Allah: ُوتٱ لنَّبِ ِّى ْ ُ“( اَل تَ ۡد ُخلJanganlah kamu memasuki rumah-
َ وا بُ ي
rumah Nabi.”) mengharamkan kaum Mukminin untuk masuk ke
rumah Rasulullah saw. tanpa izin, sebagaimana yang dahulu mereka
lakukan di masa jahiliyyah dan di saat permulaan Islam. Sehingga
Allah swt. merasa cemburu dengan umat ini dengan memerintahkan
mereka untuk melakukan hal tersebut. Masalah ini merupakan
pemuliaan Allah Ta’ala kepada umat ini. Untuk itu Rasulullah saw.
bersabda: “Jauhkanlah [perbuatan] memasuki tempat kaum wanita.”
• QS. Al-Ahzab ayat 59 :
Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H 59. Ayat
ini disebut ayat hijab. Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk memerintah kaum wanita
secara umum, dan dimulai dari istri-istrinya dan putri-putrinya, karena mereka lebih
ditekankan (menjalankan perintah) daripada selain mereka, dan karena pemberi perintah
untuk orang lain semestinya memulainya dari keluarganya sebab Allah memerintahkan
Nabi-Nya untuk memerintah kaum wanita secara umum, dan dimulai dari istri-istrinya dan
putri-putrinya, karena mereka lebih ditekankan (menjalankan perintah) daripada selain
mereka, dan karena pemberi perintah untuk orang lain semestinya memulainya dari
keluarganya sebelum memerintah orang lain, sebagaimana Firman Allah, "Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka" (At-Tahrim:6)
• “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Jilbab ini
kain yang melapisi pakaian, berupa selimut, khimar (kerudung), kain sorban
atau yang serupa dengannya. Maksudnya, hendaklah mereka menutup
wajahnya dan dadanya dengannya. Kemudian Allah menyebutkan hikmahnya,
“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu
mereka tidak diganggu.” Ini menunjukkan adanya gangguan apabila mereka
kaum wanita beriman) tidak mengenakan jilbab, maka mereka akan mudah
diduga bukan wanita-wanita suci (terhormat), sehingga mudah didatangi oleh
orang yang hatinya sakit lalu mengganggu mereka, dan bisa saja mereka
dilecehkan, dan mereka diduga sebagai perempuan-perempuan budah sahaya.
• Dan akibatnya orang-orang yang menginginkan keburukan
meremehkan mereka. Jadi, hijab itu memutus hasrat busuk
orang-orang yang berhasrat buruk terhadap mereka. “Dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” di mana Dia
mengampuni kesalahan-kesalahan kalian yang telah lalu dan
bebelas kasih kepada kalian dengan menjelaskan hukum-
hukumNya kepada kalian dan menjelaskan sesuatu yang halal
dan haram. Ini adalah menutup pintu dari arah mereka.
• Tafsir jalalin :
ين ِزينَتَه َُّن ِإاَّل َما • ظ َن فُرُو َجه َُّن َواَل يُ ْب ِد َ ص ِر ِه َّن َويَحْ فَ ْ
ضضْ َن ِم ْن َأ ْب َٰ ت يَ ْغ ُ َ ٰ
َوقُل لِّ ْل ُمْؤ ِم ِ
ن
ين ِزينَتَه َُّن ِإاَّل لِبُعُولَتِ ِه َّن َأ ْو ظَهَ َر ِم ْنهَا ۖ َو ْليَ ْ
ض ِر ْب َن بِ ُخ ُم ِر ِه َّن َعلَ ٰى ُجيُوبِ ِه َّن ۖ َواَل يُ ْب ِد َ
َءابَٓاِئ ِه َّن َأ ْو َءابَٓا ِء بُعُولَتِ ِه َّن َأ ْو َأ ْبنَٓاِئ ِه َّن َأ ْو َأ ْبنَٓا ِء بُعُولَتِ ِه َّن َأ ْو ِإ ْخ ٰ َونِ ِه َّن َأ ْو بَنِ ٓى ِإ ْخ ٰ َونِ ِه َّن َأ ْو
ال َأ ِو ُأ ت َأ ْي ٰمنُه َُّن َأو ٱل ٰ
َ ِ ج ر ِّ ٱل ن َ م ةب رْ
ِ ِ ِإْل َ ِ ِٱ ى ل و۟ ر ْ
ي َ
غ ين
َ ع ب
ِ َِِّ ت بَنِ ٓى َأ َخ ٰ َوتِ ِه َّن َأ ْو نِ َسٓاِئ ِه َّن َأ ْو َما َملَ َك ْ َ
ين ِمن ض ِر ْب َن بَِأ ْر ُجلِ ِه َّن لِيُ ْعلَ َم َما ي ُْخفِ َ ت ٱلنِّ َسٓا ِء ۖ َواَل يَ ْ ُوا َعلَ ٰى َع ْو ٰ َر ِ ظهَر ۟ ين لَ ْم يَ ْط ْف ِل ٱلَّ ِذ َ
ٱل ِّ
ِزينَتِ ِه َّن ۚ َوتُوب ُٓو ۟ا ِإلَى ٱهَّلل ِ َج ِمي ًعا َأيُّهَ ْٱل ُمْؤ ِمنُ َ
ون لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِح َ
ُون
• “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak
yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur : 31)
• Tafsir (Ibnu Katsir)
kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra
suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka,
atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-
budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita
• Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang
musyrik.
• Disebutkan bahwa latar belakang turunnya ayat ini seperti yang
4. Perintah atau larangan Allah dan Rasul-Nya tidak selalu harus diartikan
wajib atau haram, tetapi bisa juga perintah itu dalam arti anjuran, sedang
larangan-Nya dapat berarti sebaiknya ditinggalkan. Sebagai contoh, salah
seorang ulama kontemporer, Muhammad Fuad al-Barazi yang sangat
kukuh menegaskan tentang kewajiban menutup seluruh tubuh wanita –
termasuk wajah dan telapak tangan- menilai bahwa perintah Allah dalam
surah al-Ahzab bukanlah perintah wajib’’.
5. Adat mempunyai peranan yang sangat besar dalam ketetapan hukum.
Karena itu dinyatakan bahwa, “Adat dapat berfungsi sebagai syarat, dan
apa yang ditetapkan oleh adat kebiasaan, dapat dinilai telah ditetapkan
oleh agama”. Perbedaan adat kebiasaan, sebagaimana perbedaan
tempat dan waktu, dapat melahirkan perbedaan fatwa/ ketetapan
hukum. Ini telah berlaku sejak zaman Rasul SAW dan sahabat-sahabat
beliau. Dari sini lahirlah pandangan sementara ulama dan cendekiawan
tentang adanya ketentuan-ketentuan agama yang sifatnya universal dan
ada juga yang local serta kontemporer
• Demikianlah beberapa prinsip yang seringkali dikemukakan oleh
cendekiawan dan ulama kontemporer, dan yang memang diakui
juga oleh para ulama masa lampau, namun sebagian mereka
baru meberapkannya jika memenuhi beberapa syarat, sedang
sebagian dari pendapat-pendapat baru yang muncul, tidak jarang
dinilai oleh ulama lainnya tidak memenuhi persyaratan yang
semestinya
• Berikut beberapa contoh ulama dan cendekiawan kontemporer
dengan pendapatnya mengenai aurat dan busana wanita, antara
lain: Syekh Muhammad ‘Ali as Sais, salah seorang Dosen Fakultas
Syariah danHukum Universitasal-Azhar, menulis bahwa,” Dalam
satu riwayat dari Imam abu Hanifah dinyatakan bahwa kedua kaki
pun bukan aurat.” Alasannya yaitu karena kaki lebih menyulitkan-
bila harus ditutup- dibandingkan tangan, khususnya bagi wanita-
wanita miskin di pedesaan yang ketika iitu seringkali berjalan
tanpa alas kaki untuk memenuhi kebutuhan mereka.
• Syekh Muhammad Suad Jalal, salah seorang ulama al-Azhar berpendapat bahwa
yang menjadi dasar dalam menetapkan apa yang boleh dinampakkan dari hiasan
wanita, adalah apa yang berlaku dalam adat kebiasaan satu masyarakat,
sehingga dalam masyarakat yang tidak membolehkan penampakan lebih dari
wajah dan kedua telapak tangan, maka itulah yang berlaku untuk mereka,
sementara dalam masyarakat yang membolehkan membuka setengah dari betis
atau tangan dan mereka menilai hal tersebut tidak mengandung fitnah atau
rangsangan, maka bagian–bagian badan itu termasuk dari hiasan lahiriah yang
dapat dinampakkan. Seperti wanita-wanita yang bekerja di perkebunan yang
terpaksa menyingsingkan lengan bajunya atau mengangkat pakaiannya hingga
mencapai betisnya
KESIMPULAN
• Aurat adalah yang berarti segala sesuatu yang dapat menjadikan seseorang malu atau
mendapatkan aib (cacat), dan aurat sebagai bentuk dari suatu kekurangan maka
sudah seharusnya ditutupi dan tidak untuk dibuka atau dipertontonkan di muka umum.
• Jumhur Ulama berpendapat bahwa hukum menutup aurat adalah wajib. Namun
mereka berebda tentang batasan aurat. Salah seorang ulama menyimpulkan ulama
sepakat bahwa kemaluan dan dubur adalah aurat, sedang pusar laki-laki bukan aurat.
Aurat laki-laki adalah antara pusar dan lututnya sedangkan aurat perempuan dalam
shalat adalah selain wajah dan kedua telapak tangannya (ditambah kedua kakinya
dalam Mazhab Hanafi)
• Mengenai pandangan ulama dan cendekiawan kontemporer
mengenai aurat dan busana, Prof Quraish Shihab mengklasifikan
ke dalam dua golongan; mereka yang berpendapat sampai
menolak hijab, namun golongan ini hanya menggunakan
subjektifitas mereka, dan golongan dari cendekiawan yang bahkan
ulama kontemporer mengemukakan pendapat – pendapat mereka
atas dasar kaidah- kaidah yang juga diakui oleh ulama terdahulu,
tetapi ketika mereka sampai pada penerapannya mereka mendapat
sorotan dari ulama- ulama yang menganut paham ulama terdahulu.
‘’ Sometimes people are beautiful,
Not in looks, Not in what they say. Just in what they are.”