Download as ppt, pdf, or txt
Download as ppt, pdf, or txt
You are on page 1of 25

Komunikasi Antar

Budaya
What & Why?

 Konflik kebangsaan negara bekas Uni Soviet (Azerbaijan & Armenia)


 Konflik etnis Serbia, Kroasia, dan Muslim di Yugoslavia
 Konflik pengikut neo-Nazi vs imigran di Jerman
 Konflik umat Protestan vs Katolik di Irlandia Utara
 Perebutan wilayah Palestina & Yahudi di Israel
 Pembakaran pabrik PT. Drylocks World Graha oleh 10.000 pekerja (2010)
 Pembunuhan antar suku Dayak vs Madura di Sampit 2015
 Pemusnahan muslim Rohingya-Myanmar akibat sentimen keagamaan
 Masyarakat Ekonomi ASEAN, Desember 2015.
Lingkup Komunikasi Antar Budaya

 Identifikasi strangers
 Reaktif vs proaktif
 Aku – Engkau vs Aku - Itu
Cultural Value : Orientation

1. Manusia dari budaya manapun harus menemukan solusi atas masalah umum.
2. Solusi atas masalah tersebut terbatas, tapi bervariasi (potensi solusinya)
3. Ketika sebuah solusi lebih disukai anggota dari satu budaya, semua potensi solusi
tersebut ada dalam tiap budaya lain.
Cultural Problem
 pencarian kemiripan,
 pengurangan ketidakpastian,
 stereotip,
 prasangka, (Antilokusi, Avoidance, Diskriminasi, Serangan fisik, Pemusnahan)
 etnosentrisme,
 gegar budaya,
 rasisme,
 penggunaan kekuasaan.
.
Common Cultural Differences

Hofstede’s Version :
Perception of Time
 Power distance
Perception of Space  Uncertainty avoidance
Fate and Personal Responsibility  Individualism or collectivism
 Masculinity or feminimity
Importance of Face
 Long or short term orientation
Nonverbal Communication  Indulgence or restraint
Perception of Time and Space

Time

• Monochromic -- linear quantitative time, most


common in the northern and western
hemispheres
• Polychromic -- cyclical time w/ unraveling
and unlimited continuity, most common in
southern and eastern hemispheres

Space -- differences in comfortable


distance between people
Face and Face-Saving

Face is the standing a person has in


the eyes of others

The importance of “face” and


face-saving varies across cultures

• Some cultures value “face” more than their own


well-being

• Other cultures do not care about face all that


much
Nonverbal Communication

Different cultures use different systems of


understanding nonverbal cues

• Low-context cultures -- place relatively less


emphasis on nonverbal cues

• High-context cultures -- place relatively more


emphasis on nonverbal cues
WARNING!

These categories (time, space,


fate, face, context, etc.) are both
oversimplified and non-
exhaustive!

Negotiators should be aware of


differences and respond
appropriately.
Efektivitas Komunikasi antar Budaya

Efektivitasmengacu pada kesamaan pemahaman antara partisipan


komunikasi (Gudykunst & Kim, 1997:250)
Efektivitaskomunikasi antarbudaya dipengaruhi perbedaan latar belakang
budaya, psikokultural, sosiokultural, dan pengaruh lingkungan (Gudykunts
dan Kim 1997:51)
2. Pengurangan Ketidakpastian
 Pada teori menjelaskan bagaimana individu berusaha untuk mengurangi ketidakpastian
antara satu sama lain selama awal interaksi, berdasarkan pengungkapan diri.
a. Cognitive uncertainty merupakan tingkatan ketidakpastian yang diasosiasikan dengan
keyakinan dan sikap.
b. Behavioral incertainty, di lain pihak berkenaan dengan luasnya perilaku yang dapat
diprediksikan dalam situasi yang diberikan.
B. Tahapan Pengembangan Relasional
 Berger dan Calabrese memisahkan interaksi awal orang asing menjadi tiga tahap, tahap
awal, tahap pribadi, dan tahap keluar.
 Tahap masuknya perkembangan relasional adalah ditandai dengan penggunaan norma-
norma perilaku. Isi dari pertukaran sering demografis dan transaksional. Tahap kedua, atau
fase pribadi, adalah ketika orang asing mulai mengeksporasi sikap dan keyakinan yang lain.
Satu akan menyelidiki indikasi lain untuk mereka nilai-nilai, moral dan masalah pribadi.
Tahap akhir pengembangan interaksional adalah fase penentuan, dimana orang akan
memutuskan jika mereka ingin terus mengembangkan hubungan atau tidak.  
C. Aksioma dan Teorema
1. Aksioma 1: mengingat tingginya tingkat ketidakpastian hadir pada awal fase masuk, sebagai jumlah komunikasi verbal
antara peningkatan asing, tingkat ketidakpastian untuk setiap interactant dalam hubungan akan menurun. Seperti
ketidakpastian lebih jauh berkurang, jumlah komunikasi verbal akan meningkat.
2. Aksioma 2: sebagai non verbal meningkat ekspresi afiliatif, tingkat ketidakpastian akan menurun dalam situasi interaksi
awal. Selain itu, penurunan tingkat ketidakpastian akan menyebabkan peningkatan ekspresi afiliatif non verbal.
3. Aksioma 3: tinggi tingkat ketidakpastian menyebabkan peningkatan perilaku mencari informasi. Seperti penurunan
ketidakpastian, pencarian informasi perilaku berkurang.
4. Aksioma 4: tinggi tingkat ketidakpastian dalam hubungan penyebab penurunan dalam keintiman tingkat isi komunikasi.
Rendahnya tingkat ketidakpastian yang tinggi menghasilkan tingkat keintiman.
5. Aksioma 5: tingkat ketidakpastian yang tinggi menghasilkan tingkat tinggi timbal balik (disambiguasi diperlukan).
Rendahnya tingkat ketidakpastian menghasilkan tingkat keintiman.
6. Aksioma 6: kemiripan antara orang mengurangi ketidakpastian, sementara ketidakmiripan menghasilkan peningkatan
ketidakpastian.
7. Aksioma 7: peningkatan tingkat ketidakpastian penurunan produksi dalam menyukai; penurunan ketidakpastian
menghasilkan peningkatan dalam menyukai.
8. Aksioma 8: bersama jaringan komunikasi, mengurangi ketidakpastian, sementara kurangnya jaringan bersama
meningkatkan ketidakpastian.
 Berger dan Calbrese merumuskan teorema berikut deduktif dari aksioma mereka:
1. Teorema 1: jumlah berbicara dan ekspresi komunikatif nonverbal positif terkait.
2. Teorema 2: jumlah dan tingkat keintiman komunikasi adalah positif terkait.
3. Teorema 3: waktu yang dihabiskan dalam interaksi dan pertanyaan yang diajukan yang berbanding
terbalik terkait.
4. Teorema 4: waktu yang dihabiskan berkomunikasi dan contoh dari pertukaran simetris yang
berbanding terbalik terkait.
5. Teorema 5: jumlah komunikasi dan menyukai berhubungan positif.
6. Teorema 6: jumlah komunikasi dan kesamaan pribadi positif terkait.
7. Teorema 7: ekspresi nonverbal dan tingkat keintiman percakapan berhubungan positif.
8. Teorema 8: ekspresi nonverbal dan mencari informasi yang berbanding terbalik terkait.
9. Teorema 9: ekspresi nonverbal dan contoh simetris pertukaran berbanding terbalik.
10. Teorema 10: ekspresi nonverbal dan menyukai berhubungan positif.
11. Teorema 11: ekspresi nonverbal dan kesamaan secara positif terkait.
12. Teorema 12: tingkat keintiman komunikasi dan mencari informasi yang berbanding terbalik
terkait.
13. Teorema 13: tingkat keintiman komunikasi dan contoh dari simetris pertukaran berbanding
terbalik.
14. Teorema 14: tingkat keintiman komunikasi dan menyukai berhubungan positif.
15. Teorema 15: tingkat keintiman komunikasi dan kesamaan secara positif terkait.
16. Teorema 16: menyamar pertanyaan dan pertukaran simetris positif terkait.
17. Teorema 17: menyamar pertanyaan dan keinginan yang negative terkait.
18. Teorema 18: menyamar pertanyaan dan kesamaan negative terkait.
19. Teorema 19: instance pertukaran simetris dan menyukai negative terkait.
20. Teorema 20: instance pertukaran simetris dan kesamaan negative terkait.
21. Teorema 21: kesamaan dan menyukai berhubungan positif.
 Asumsi :
Teori pengurangan ketidakpastian memiliki beberapa asumsi dasar, yaitu:
1. Orang mengalami ketidakpastian dalam latar interpersonal.Ketika berhadapan dengan orang yang baru
dikenalnya, seseorang cenderung tidak memiliki definisi yang akurat terhadap orang tersebut.
2. Ketidakpastian adalah keadaan yang tidak mengenakkan, menimbulkan stress secara kognitif.Berdasarkan
ketegangan dan ketidaknyamanan yang dialaminya, seseorang akan berusaha mencari informasi untuk
mengurangi ketegangan yang ada.
3. Ketika orang asing bertemu, perhatian utama mereka adalah untuk mengurangi ketidakpastian mereka atau
meningkatkan prediktabilitas. Ketika bertemu dengan orang baru, seseorang akan membuat dugaan awal
berdasar persepsinya.
4. Komunikasi interpersonal adalah sebuah proses perkembangan yang terjadi melalui tahapan-tahapan.
Komunikasi interpersonal melalui komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih dapat terjadi secara
tatap muka maupun melalui media.
5. Komunikasi interpersonal adalah alat yang utama untuk mengurangi ketidakpastian.
6. Kuantitas dan sifat informasi yang dibagi oleh orang lain akan berubah seiring berjalannya waktu.
7. Sangat mungkin untuk menduga perilaku orang dengan mengunakan cara seperti hukum.
3. TEORI NEGOSIASI TATAP MUKA

(Ting Toomey)
PENGERTIAN TEORI NEGOSIASI TATAP MUKA

 Teori yang eksplisit mengakui, orang dari budaya berbeda memiliki bermacam pikiran atas “muka“ orang
lain. Pemikiran ini menyebabkan mereka menghadapi konflik dengan cara yang berbeda.

 Face adalah perpanjangan dari konsep diri seseorang.

 Menurut David Ho, face dapat menjadi lebih penting di bandingkan kehidupan itu sendiri.

 Erving Goffman mendeskripsikan face sebagai sesuatu yang di pertahankan, hilang, atau di perkuat.

 Toomey dan koleganya mengamati, face berkaitan dengan nilai diri positif dan memproyeksikan nilai
dalam situasi interpersonal.

 Facework berkaitan dengan bagaimana orang membuat apa pun yang mereka lakukan konsisten dengan
face mereka. Facework berorientasi pada self-face atau other-face.

 Te – Stop Lim dan John Bowers mengidentifikasi tiga jenis facework : kepekaan, solidaritas, pujian.
 ASUMSI TEORI NEGOSIASI TATAP MUKA :
(1) Keyakinan bahwa individu di dalam semua budaya memiliki citra diri berbeda dan menegosiasikan citra terus menerus.
(2) Terkait dengan konflik, akan dipandang sebagai penghinaan terhadap muka. Spesifikasi konflik terkait dengan budaya
dan orientasi face.. (3) Facework sebagai reaksi atas konflik juga selalu memberi sebuah dampak pada face seseorang.

Manajemen Face dan Budaya

Dalam budaya individualistik, manajemen muka di lakukan secara terbuka, bahkan


jika harus melakukan tawar - menawar.

Budaya kolektivistik berkaitan dengan “kemampuan adaptasi dari citra presentasi


diri“.

Teori negosiasi tatap muka mempertimbangkan pula pengaruh budaya terhadap


bagaimana konflik di kelola.
MENGELOLA KONFLIK MELINTASI BUDAYA

 Dimensi budaya individualistik –


kolektivistik memengaruhi
pemilihan gaya konflik.

 Gaya – gaya ini merujuk pada


cara khas untuk mengatasi
konflik melintasi berbagai
perjumpaan komunikasi.
 Ting – Toomey menyatakan terdapat beberapa hubungan antara gaya konflik dan persoalan muka /
kebutuhan akan muka, yaitu :

1. Baik gaya manajemen AV maupun OB mencerminkan pendekatan pasif dalam menghadapi konflik.

2. Gaya CO menunjukkan kebutuhan muka bersama dengan menemukan jalan tengah dari sebuah
konflik.

3. Gaya DO menunjukkan kebutuhan muka diri yang tinggi serta kebutuhan akan kontrol terhadap
konflik, sementara gaya konflik IN mengindikasikan tingkat kebutuhan muka diri / muka lain dalam
resolusi konflik.

You might also like