Professional Documents
Culture Documents
Prilaku Organisasi Di Lembaga Pemasyarkatan
Prilaku Organisasi Di Lembaga Pemasyarkatan
LEMBAGA PEMASYARKATAN
MATA KULIAH MANAJEMEN PERUBAHAN DAN INOVASI ORGANISASI
OLEH :
MUHAMMAD HASAN
(2110246976)
Pegawai Lembaga Pemasyarakatan atau Petugas Pemasyarakatan
memiliki tugas dalam menangani pengamanan dan pembinaan
terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Lembaga
Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan atau yang dikenal dengan
istilah penjara merupakan tempat untuk melakukan pembinaan dan
pengamanan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan yang masih
dalam proses peradilan maupun sedang menjalani masa tahanan.
Dalam menjalankan tugas organisasi, terdapat struktur organisasi dan
tata kerja Lembaga Pemasyarakatan yang telah diatur Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
M.HH05.OT.01.01 Tahun 2011.
Pelaksanaan tugas dan fungsi di Lembaga Pemasyarakatan
memberikan gambaran tentang berbagai hal yang dilaksanakan dalam
pelaksanaan tugas. Setiap bidang Pemasyarakatan memiliki klasifikasi
berdasarkan kapasitas, tempat kedudukan dan kegiatan kerja. Hal ini
dilakukan dalam menjamin penyelenggaraan organisasi untuk
meningkatkan pelaksanaan tugas di bidang Pemasyarakatan. Prinsip
koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi menjadi kunci penerapan dalam
satuan organisasi di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan
Didalam suatu organisasi termasuk Lembaga Pemasyarakatan pastinya terdapat
seorang pemimpin atau atasan yang akan menjadi panutan dalam berorganisasi.
Upaya pemimpin sebagai role model mendukung pembangunan dalam
mewujudkan visi misi suatu organisasi. Pemimpin memberikan 2 pengaruh besar,
individu yang dapat dijadikan contoh dalam prestasi, bertingkah laku, berpikir lebih
maju dan memberikan penguatan serta memastikan bahwa sesuai dengan harapan
dan tujuan. Keteladanan dari seorang pemimpin menjadi contoh bagi bawahan atau
orang yang dipimpinnya. Pentingnya sikap pemimpin demi mencapai sasaran
rencana aksi yang telah ditetapkan sebelumnya, bagaimana proses dan
mengarahkan pegawai secara efektif untuk kerja keras, kerja cerdas dan kerja
ikhlas yang telah diperintahkan.
Hal ini sesuai dengan penjelasan Dzulkifli (2013), bahwa seorang pemimpin
memiliki kekuasaan untuk merencanakan, mengarahkan, mengkoordinasikan dan
mengawasi perilaku karyawan sesuai dengan fungsi manajemen. Sifat
kepemimpinan dalam mengayomi dan melindungi menjadi kemampuan dari dalam
diri seorang pemimpin dapat memandu untuk mencapai tujuan. Pemimpin mampu
mengubah pola pikir pegawai dengan keterlibatan pegawai langsung dan kebiasaan
sehingga menjadi berakar dalam perilaku seseorang pada budaya organisasi.
Faktanya, dari sebagian pegawai melakukan perintah atasan dengan setengah hati,
tanpa adanya keikhlasan. Kelayakan seorang pemimpin dipertanyakan dari sikap
pemimpin. Hendaknya pemimpin mau menerima kritik dan saran dari pegawai
secara terbuka serta memperhatikan kesejahteraan pegawai untuk mewujudkan
stabilitas organisasi dan peningkatan produktivitas pegawai
Robbins dan Judge (2015:410) menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan memengaruhi
suatu kelompok untuk mencapai suatu visi atau
tujuan. Kemampuan pada seorang pemimpin
berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Tingkat
Kepemimpinan dan Kinerja pegawai memiliki
hubungan yang positif terkait komitmen integrasi
pada organisasi untuk mencapai tujuan. Menurut
Hasibuan dan Bahri (2018) dari hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa ada kepemimpinan berpengaruh
positif signifikan terhadap kinerja. Lingkungan kerja
memiliki pengaruh positif terhadap kinerja. Motivasi
kerja memiliki pengaruh positif terhadap kinerja.
Kepemimpinan, lingkungan kerja dan motivasi kerja
memiliki pengaruh positif terhadap kinerja
Tugas Pokok dan Fungsi serta
Struktur Oganisasi
TUGAS POKOK
Lembaga Pemasyarakatan mempunyai tugas melaksanakan
pemasyarakatan narapidana / anak didik
FUNGSI
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Lembaga
Pemasyarakatan menyelenggarakan fungsi:
1. Melakukan pembinaan narapidana / anak didik;
2. Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola
hasil kerja;
3. Melakukan bimbingan sosial / kerohanian narapidana / anak didik;
4. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib Lembaga
Pemasyarakatan; dan
5. Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga.
STRUKTUR ORGANISASI
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A terdiri dari:
Manajemen diri WBP dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan karakteristik minoritas. Pria mempunyai manajemen diri yang
rendah dan lebih menyalahgunakan obat dibanding wanita (Kelly et al., 2015). Pria
mempunyai pola perilaku tertentu dimana pria kurang menggunakan fasilitas dan
bantuan yang tersedia seperti klinik kesehatan dibandingkan perempuan. Kondisi
ini dikarenakan kegagalan untuk mengakses pelayanan kesehatan, penolakan
terhadap situasi WBP, atau ketidakpercayaan dengan pelayanan kesehatan (Biddle,
Gunnell, Sharp, & Donovan, 2004; Howerton et al., 2007; Petersilia, 2001).
Pendidikan yang rendah dihubungkan dengan
manajemen diri yang rendah pula dan
pencapaian tujuan. WBP dengan pendidikan
rendah lebih cenderung mengalami
penyalahgunaan obat dan membutuhkan
komponen literasi kesehatan yang kuat dalam
pemberian intervensi komunitas di Rutan dan
Lapas (Kelly et al., 2015). Meskipun tersedia
materi pendidikan kesehatan yang tertulis
dengan baik, kelompok ini memberikan
perhatian yang minimal untuk memahami
kata, frase dan gambar yang dimaksud
(Hunter & Kelly, 2012).
Dinamika Kelompok pada Warga
Binaan Pemasyarakatan
Lapas perlu membentuk kelompok-kelompok WBP yang
efektif untuk meningkatkan manajemen diri WBP. Karakteristik
dinamika kelompok dapat dilihat melalui berbagai kriteria
yang meliputi partisipasi, komunikasi, kolaborasi, pengaruh,
kepercayaan, keterikatan, pemberdayaan dan kepuasan.
Karakteristik mendasar dari kelompok yang efektif adalah
anggota kelompok berpartisipasi dalam diskusi kelompok.
Setiap anggota menyampaikan opininya yang sejalan maupun
yang tidak sejalan dengan yang lain. Semakin tinggi kualitas
dan frekuensi komunikasi anggota kelompok, semakin baik
pengambilan keputusan dan keterikatan kelompok. Dialog
yang berarti antar anggota kelompok merupakan pusat untuk
meningkatkan kepercayaan dan efektivitas kolaborasi
(Greenlee & Karanxha, 2010).
Partisipasi pada kelompok WBP dipengaruhi oleh
bentuk dukungan, saling ketergantungan,
persepsi masing-masing terhadap setiap anggota
kelompok, untuk memperluas jaringan sosial, dan
membuat kehidupan di Rutan/Lapas menjadi lebih
dapat diingat. Dukungan emosional dapat
membuat proses kelompok berjalan rileks dan
sebaliknya terkadang WBP menolak menghadiri
suatu kegiatan kelompok apabila dihadiri pula
oleh WBP yang dihindarinya. Anggota kelompok
tidak hanya WBP namun juga petugas Rutan/Lapas
termasuk tenaga kesehatan (Brosens, De Donder,
Vanwing, Dury, & Verté, 2014).