Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 53

PROPOSAL SKRIPSI

PELAKSANAAN PERCERAIAN
PADA MASYARAKAT ISLAM
DI DAERAH TERLUAR
(STUDY KASUS DESA PULAU KAMPAI
KECAMATAN PANGKALAN SUSU)
MUHAMMAD HASBI

No Pokok : 467.2.18
NIRM : 018.06.2.1.1.I.1477
ALUR PEMBAHASAN PROPOSAL SKRIPSI
BAB I PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR PUSTAKA

- LAMPIRAN
- DOKUMENTASI
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Definisi Operasional
Alur Penulisan Proposal Skripsi ini merujuk pada buku pedoman skripsi
STAI Jama’iyah Mahmudiyah Tanjung Pura 2021
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Kajian Teoritis

Dasar Konseptual Dan Hipotesis

Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan

Alur Penulisan Proposal Skripsi ini merujuk pada buku pedoman skripsi
STAI Jama’iyah Mahmudiyah Tanjung Pura 2021
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis dan Metode Penelitian
Lokasi Penelitian
Subjek Penelitian
Tujuan Khusus Penelitian
Pendekatan Metode Yang Di Gunakan Dan Alasannya
Sumber Data
Prosedur Pengumpulan Dan Perekaman Data
Tekhnik Pengumpul Data
Keabsahan Penelitian
Tekhnik Analisis Data
Daftar Pustaka

Al- Qur’an

Referensi Buku Sebanyak 35 Judul


Kajian Jenis Kajian
Hukum
Hukum
Islam Buku Positif
Indonesia

Referensi Jurnal Sebanyak 3 Judul


Keluarga
dan
Masyarakat
Islam
Latar Belakang Masalah
 Talak adalah terputusnya ikatan pernikahan
dengan keinginan dari pihak suami. Talak termasuk
hal-hal yang di benci Islam. Bahkan perkara halal
yang amat di benci Allah SWT terkadang Islam
justru mensyariatkan seseorang untuk bercerai jika
maksud dari pernikahan itu tidak memperoleh
tujuan syar'i. Misalnya terjadi konflik antara suami
istri dan tidak ada lagi solusi untuk melanjutkan
ikatan rumah tangga.
Latar Belakang Masalah
 Perceraian yang di lakukan oleh suami atau istri
dengan cara talak atau khulu' secara jelas dan
lengkap telah di atur oleh agama. Namun
walaupun begitu, agar segala sesuatunya tercatat
dengan baik dan tidak menimbulkan perselisihan
di kemudian hari di karenakan tidak ada nya bukti
administrasi yang konkret. Maka pemerintah
dalam hal ini negara Indonesia membuat suatu
aturan terkait dengan perkawinan dan perceraian.
Latar Belakang Masalah
Di dalam pasal 39 Undang-undang No. 1 tahun 1974
menyatakan bahwa :
• (1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang
Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha
dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
• (2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan,
bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun
sebagai suami isteri.
• (3) Tatacara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur
dalam peraturan perundangan tersendiri
Latar Belakang Masalah
 Dengan ada nya aturan terkait perceraian yang
terdapat pada undang-undang tersebut, maka setiap
warga negara Indonesia wajib menyelesaikan segala
urusan perkara perceraiannya secara administratif
lewat instansi yang telah di tunjuk oleh pemerintah.
Regulasi peraturan tersebut bukan hanya berdampak
atas tertibnya administrasi kependudukan, namun juga
menghindarkan tindakan kesewenang-wenangan
dalam pengambilan keputusan cerai baik dari suami
maupun istri.
Latar Belakang Masalah
 Namun walaupun begitu, tetap saja ada sebagian
masyarakat yang menganggap bahwa segala
ketetapan ataupun aturan yang di buat oleh
pemerintah dalam hal perceraian malah semakin
mempersulit keadaan mereka. Sebagai contoh,
dengan berbagai alasan masih banyak masyarakat
yang tinggal di daerah terluar yang melakukan
perceraian tanpa melalui proses jalur persidangan
Latar Belakang Masalah
 Sebagai contoh daerah terluar desa Pulau Kampai
Kec. Pangkalan Susu Kab. Langkat Sumatera Utara.
Karena akses transportasi yang terbatas serta
berbagai kendala lainnya, sehingga menyebabkan
banyak masyarakat di desa tersebut lebih memilih
perceraian hanya secara agama tanpa mengikuti
prosedur yang telah di tetapkan oleh pemerintah.
Latar Belakang Masalah
 Maka dari itu, untuk membahas lebih mendalam
tentang pelaksanaan perceraian di daerah terluar,
disini penulis mencoba mengangkat permasalahan
ini kepermukaan dalam bentuk karya ilmiah
(Skripsi) dengan judul: PELAKSANAAN
PERCERAIAN BAGI MASYARAKAT ISLAM DI
DAERAH TERLUAR : STUDY KASUS MASYARAKAT
DESA PULAU KAMPAI KECAMATAN PANGKALAN
SUSU KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA.
KAJIAN TEORITIS
Pengertian Perceraian

Talak atau cerai ialah terputusnya


ikatan nikah dengan perkataan yang
jelas, misalnya : Suami berkata
kepada istrinya "Kamu aku ceraikan"
atau dengan bahasa sindiran dan
suami nya meniatinya sebagai kata
perceraian, misalnya ; Suami berkata
kepada istrinya, "'Pergilah kamu ke
keluargamu“
Abu Bakar Jabir al-Jazai'iri (2018).
Minhajul Muslim, Terj. Musthofa Aini
dkk, Jakarta:Darul Haq, h. 780
KAJIAN TEORITIS
Perceraian Dalam Sudut Pandang Agama Islam
Di dalam agama islam talak atau
perceraian di perbolehkan untuk
menghilangkan mudarat, baik dari
suami ataupun istri. Allah SWT
berfirman,
‫يح‬ ْ َ‫وف َأ ْو ت‬
ٌ ‫س ِر‬ ٍ ‫سا ٌك بِ َم ْع ُر‬ ُ ‫الطَّال‬
َ ‫ق َم َّرتَا ِن فَِإ ْم‬
‫سا ٍن‬
َ ‫بِِإ ْح‬

"Talak (yang dapat di rujuki) dua kali,


setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara yang ma'ruf atau menceraikan
dengan cara yang baik". (QS. A-
Baqarah: 229)
Syarat-Syarat Talak

Syarat Pihak Yang Menceraikan (Suami)

a. Selain suami nya tidak


berhak untuk di
menceraikan,
b. Suami sudah baligh dan
berakal,
c. Atas dasar pilihannya,
d. Mengerti maksud dan
paham lafaz
Syarat-Syarat Talak

Syarat-syarat yang berhubungan dengan pihak yang


di cerai (istri)
a. Berstatus istri dari pihak yang
menceraikan,
b. Tidak sedang haid. Karena ini di
namakan talak bid'iy,
c. Di ceraikan pada kondisi suci namun
belum di gauli. Maka apabila suami
menceraikannya setelah jima' itu di
namakan talak bid'iy. Letak khilaf talak
bid'iy serupa dengan talak pada kondisi
haid.
Ahmad al-Assal dkk (2011) , Miitsaaq Al
Usrah fii Al Islaam/Tatanan Berkeluarga
dalam Islam, Terj. Tim Sinergi Jakarta :
LK3I , h. 220-221.
Rukun-Rukun Talak
Talak memiliki beberapa rukun, yaitu :
1. Suami yang mukallaf (orang yang di beri beban
kewajiban syariat, dengan kriteria: Baligh, berakal,
dan mampu),
2. Istri yang masih terikat dengan ikatan pernikahan
yang sah dengan suami yang menalaknya dengan
bukti bahwa dia masih berada di bawah
perlindungannya,
3. Perkataan yang menunjukkan talak, baik perkataan
yang jelas atau sindiran. Dengan demikian, niat talak
saja tanpa di sertai perkataan talak itu sendiri tidaklah
cukup dan tidak dapat menalak istri. Hal tersebut
berdasarkan sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya
Allah memaafkan bagi umatku tentang apa saja yang
mereka katakan kepada dirinya, selagi mereka tidak
mengucapkannya, atau selagi mereka tidak
melakukannya" (Muttafaq'alaih).
Abu Bakar Jabir al-Jazai'iri (2018). Minhajul Muslim,
Terj. Musthofa Aini dkk, Jakarta:Darul Haq, h. 782
Macam-Macam Talak

Fuqaha telah sependapat


bahwa talak itu ada dua
macam, yaitu talak bain dan
talak raj'i. Talak raj'i ialah
suatu talak di mana suami
memiliki hak untuk merujuk
istri tanpa kehendaknya
Macam-Macam Talak
Talak Raj’i
Talak ini disyaratkan pada istri yang telah di gauli. Kesepakatan mereka ini
didasarkan atas firman Allah : َ‫صوا ا ْل ِع َّدة‬
ُ ‫طلِّقُوهُنَّ لِ ِع َّدتِهنَّ وَأ ْح‬
َ َ‫سا َء ف‬ َ ‫يَا َأ ُّي َها النَّبي َذا‬
َ ِّ‫طلَّ ْقتُم الن‬
َ ِ ُ ‫ِ ُّ ِإ‬
َ‫َواتَّقُوا هَّللا َ َربَّ ُك ْم ال ت ُْخ ِر ُجوهُنَّ ِمنْ بُيُو ِت ِهنَّ َوال َي ْخ ُر ْجنَ ِإال َأنْ يَْأتِين‬
‫سهُ ال‬ َ ‫ش ٍة ُمبَيِّنَ ٍة َوتِ ْلكَ ُحدُو ُد هَّللا ِ َو َمنْ يَتَ َع َّد ُحدُو َد هَّللا ِ فَقَ ْد ظَلَ َم نَ ْف‬
َ ‫بِفَا ِح‬
‫َأ‬ َ
‫ث بَ ْع َد ذلِ َك ْم ًرا‬ ُ ‫تَ ْد ِري لَ َع َّل هَّللا َ يُ ْح ِد‬
"Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu
maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada
waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang
wajar) dan hitunglah waktu idah itu serta
bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah
kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan
janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali kalau
mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang.
Itulah hukum-hukum Allah dan barang siapa yang
melanggar hukum-hukum Allah, maka
sesungguhnya dia telah berbuat lalim terhadap
dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui
barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu
hal yang baru". (QS.AT-THALAQ ; 2)
Macam-Macam Talak
Talak Bain
Fuqaha sependapat bahwa bilangan talak
yang mengakibatkan talak bain pada
orang merdeka adalah tiga kali talak, jika
di jatuhkan secara terpisah-pisah.
Kemudian mereka berselisih pendapat
apabila tiga kali talak itu di ucapkan dalam
satu kata, bukan dalam tiga kali perbuatan
talak. Jumhur fuqaha juga sependapat
bahwa faktor kehambaan menimbulkan
pengaruh pada gugurnya sebagian
bilangan talak, dan talak bain bagi hamba
adalah dua kali talak
Al-Faqih Abul Wahid Muhammad (2007).
Bidayatul Mujtahid, Terj. Imam Ghazali
Said,Achmad Zaidun, Jakarta : Pustaka
Amani, h. 538-539.
Khulu’
Selain dari talak yang di berikan
seorang suami kepada istrinya,
ada juga jenis talak dimana istri
menebus diri dari suaminya yang
tidak di senanginya dengan
memberikan tebusan. Hal itu di
sebut dengan Khulu'.
Khulu' yaitu pemberian ganti
rugi oleh seorang perempuan
atas talak yang di perolehnya.
Khulu’
Mengenai kebolehan terjadinya
khulu' ini di pegangi oleh
kebanyakan ulama, berdasarkan
firman Allah :
‫اح َعلَ ْي ِه َما فِي َما ا ْفتَ َدتْ بِ ِه‬
َ َ‫فَال ُجن‬
"...maka tidak ada dosa atas
keduanya berkenaan dengan
bayaran yang di berikan oleh
istri untuk menebus dirinya".
Khulu’
Hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas
ra : "Sesungguhnya istri Tsabit bin Qais
datang kepada Nabi SAW Kemudian berkata,
wahai Rasulullah, Tsabit bin Qais saya tidak
mencelanya, baik dalam segi akhlak maupun
agamanya. Akan tetapi saya membenci
kekafiran sesudah masuk islam. Rasulullah
SAW lalu berkata, apakah engkau hendak
mengembalikan kebunnya kepadanya?"
jawabnya, "Ya" . Rasulullah SAW lalu berkata
kepada Tsabit. "terimalah kebun itu dan
ceraikan dia satu kali".(HR. Bukhari dan
Nasai).
Al-Faqih Abul Wahid Muhammad (2007).
Bidayatul Mujtahid, Terj. Imam Ghazali
Said,Achmad Zaidun Jakarta : Pustaka
Amani, h. 552-553.
Khulu’
Syarat-Syarat Khulu’
Adapun syarat-syarat khulu' adalah sebagai berikut :

,Ketidaksukaan harus berasal dari pihak istri .1


Istri tidak boleh menuntut khulu', kecuali .2
;setelah mendapatkan mudarat
Suami tidak di perbolehkan dengan sengaja .3
menganiaya istrinya supaya melakukan khulu'
terhadapnya
Perceraian Secara Hukum Positif

Istilah “Perceraian” terdapat dalam Pasal 38 Undang-Undang


Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang memuat
tentang ketentuan fakultatif bahwa “perkawinan dapat putus
karena : a. Kematian, b. Perceraian, c. Atas putusan
pengadilan”. Jadi, istilah “perceraian” secara yuridis berarti
putusnya perkawinan, yang mengakibatkan putusnya
hubungan sebagai suami istri atau berhenti bersuami
istriMuhammad  
Syaifuddin, dkk (2014). Hukum  Perceraian  cet. 2,  Jakarta:
Sinar Grafika, h. 15
Perceraian Secara Hukum Positif

Istilah perceraian menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974


Tentang Perkawinan sebagai aturan hukum positif tentang perceraian
menunjukkan adanya:
a. Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh suami atau istri untuk
memutuskan hubungan perkawinan di antara mereka.
b. Peristiwa hukum yang memutuskan hubungan suami dan istri,
yaitu kematian suami atau istri yang bersangkutan, yang merupakan
ketentuan yang pasti dan langsung ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha
Esa.
c. Putusan hukum yang diyatakan oleh pengadilan yang berakibat
hukum putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri.ibid, h.
20
Perceraian Secara Hukum Positif

Perkawinan adalah menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor


1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah “Ikatan lahir batin
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga)” yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa” .Jadi menurut pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa, Perceraian adalah putusnya ikatan lahir
batin antara suami dan istri yang mengakibatkan berakhirnya
hubungan keluarga (rumah tangga) antara suami dan istri
tersebut.
Perceraian Secara Hukum Positif

Pasal 39 Undang- Undang Perkawinan


Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan memuat ketentuan
imperatif bahwa perceraian hanya
dapat dilakukan didepan pengadilan,
setelah pengadilan yang bersangkutan
berusaha mendamaikan kedua belah
pihak.
Perceraian Secara Hukum Positif
Sehubungan dengan pasal tersebut, Wahyu Erna Ningsih dan
Putu Samawati menjelaskan bahwa : “Walaupun perceraian
adalah urusan pribadi,baik itu berdasarkan keh endak
satu di antara kedua belah pihak yang seharusnya tidak perlu
campur tangan pihak ketiga, dalam hal ini pemerintah, tetapi
demi menghindari tindakan sewenang-wenang, terutama
dari pihak suami (karena pada umumnya pihak yang superior
dalam keluarga adalah suami) dan juga untuk kepastian
hukum, maka perceraian harus melalui saluran lembaga
peradilan”
Muhammad Syaifuddin, dkk (2014). Hukum Perceraian cet. 2,
Jakarta : Sinar Grafika, h. 19
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
Tentang Implementasi Hukum Perkawinan
Nasional, mencakup :

1) Perceraian dalam pengertian cerai Talaq,


yaitu perceraian yang diajukan permohonan
cerainya oleh dan atas inisiatif suami kepada
Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan
berlaku beserta segala akibat hukumya sejak
saat perceraian itu diyatakan (diikrarkan) di
depan sidang Pengadilan Agama (Vide Pasal 14-
18 PP no.9 Tahun 1975)
Perceraian Secara Hukum Positif

Pasal 39 Undang- Undang Perkawinan


Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan memuat ketentuan
imperatif bahwa perceraian hanya
dapat dilakukan didepan pengadilan,
setelah pengadilan yang bersangkutan
berusaha mendamaikan kedua belah
pihak.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
Tentang Implementasi Hukum Perkawinan
Nasional, mencakup :

2) Perceraian dalam pengertian cerai gugat,


yaitu perceraian yang diajukan gugatan cerainya
oleh dan atas inisiatif istri kepada Pengadilan
Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku
beserta segala akibat hukumnya sejak jatuhnya
putusan pengadilan agama yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Vide
Pasal 20-36)
Dasar Hukum Perceraian dalam Hukum Positif

Pasal 34 Undang- Undang Perkawinan Nomor 1


tahun 1974 Tentang Perkawinan ayat (3) dan
Komplikasi Hukum Islam Pasal 77 ayat (5)
menyatakan bahwa
“Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya
masing-masing dapat mengajukan gugatan
kepada Pengadilan Agama”
Pelanggaran kewajiban dalam rumah tangga
dapat dilakukan oleh seorang suami dan dapat
dilakukan oleh seorang istri.
Asas-asas Perceraian Di dalam Hukum Positif

1. Asas mempersukar hukum perceraian


2. Asas kepastian pranata dan kelembagaan
hukum perceraian
3. Asas perlindungan hukum yang seimbang
selama dan setelah proses Hukum
Perceraian.
Perceraian Secara Hukum Positif

Pasal 39 Undang- Undang Perkawinan


Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan memuat ketentuan
imperatif bahwa perceraian hanya
dapat dilakukan didepan pengadilan,
setelah pengadilan yang bersangkutan
berusaha mendamaikan kedua belah
pihak.
Alasan-alasan Hukum Perceraian
Menurut Hukum Positif

Pasal 39 ayat (2) UU N0. 1 Tahun 1974 yang telah


dijabarkan dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 dan
KHI pasal 116 menyebutkan bahwa untuk
melakukan perceraian harus ada cukup alasan
untuk dijadikan dasar sebagai perceraian.
Munir Fuady (2014), Konsep Hukum Perdata,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, h.23
Alasan tersebut antara lain :
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya
yang sukar disembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin
pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.

3. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit sehingga dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri atau suami.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat


yang membahayakan pihak lain.

5. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran,


dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

6. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau


hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung

7. Suami melanggar taklik talak dan murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam
rumah tangga
Masyarakat Islam
• Masyarakat islam merupakan satu jamaah
Islamiyah yang berpegang teguh kepada syariat
Allah. Karena itulah di dalam masyarakat islam
setiap anggotanya berpegang kepada hukum-
Pengertian hukum wajib, sunnat, makruh dan haram.
Masyarakat Islam mengiktiraf apa saja yang di

Masyarakat golongkan ke dalam hukum fardhu Kifayah dan


hukum fardhu ‘Ain. Masyarakat Islam adalah
masyarakat yang berpegang teguh kepada
Islam aqidah Ahlu Sunnah Wal Jamaah.
• Ashaari Muhammad (1983). Huraian Apa Itu
Masyarakat Islam Cetakan ke- 2, Kuala Lumpur:
Al Arqam ,h.50
Masyarakat Islam
• Di dalam Al-Qur’an Allah SWT
berfirman : “Mereka yang senantiasa
mengingati Allah dalam waktu berdiri,
Kepribadian waktu duduk, dan waktu berbaring dan
mereka senantiasa memikirkan
Masyarakat kejadian langit dan bumi lantas mereka
berkata, Wahai Tuhan kami, Engkau
Islam tidak jadikan semua ini dengan sia-sia.
Maha Suci Engkau, maka jauhilah kami
dari azab neraka”. (QS.Ali-Imran : 191 )
Masyarakat Islam

• Masyarakat islam merupakan satu jamaah


Islamiyah yang berpegang teguh kepada syariat
Allah. Karena itulah di dalam masyarakat islam
setiap anggotanya berpegang kepada hukum-
Kepribadian hukum wajib, sunnat, makruh dan haram.
Masyarakat Islam mengiktiraf apa saja yang di

Masyarakat golongkan ke dalam hukum fardhu Kifayah dan


hukum fardhu ‘Ain. Masyarakat Islam adalah
masyarakat yang berpegang teguh kepada
Islam aqidah Ahlu Sunnah Wal Jamaah.
• Ashaari Muhammad (1983). Huraian Apa Itu
Masyarakat Islam Cetakan ke- 2, Kuala Lumpur:
Al Arqam ,h.50
DASAR KONSEPTUAL
• Menurut Subekti, perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu
pihak dalam perkawinan itu.
• Subekti (1985), Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa , h. 23

• Menurut R. Soetojo Prawiroharmidjojo dan Aziz Saefuddin, perceraian berlainan dengan pemutusan perkawinan sesudah
perpisahan meja dan tempat tidur yang didalamnya tidak terdapat perselisihan bahkan ada kehendak baik dari suami
maupun dari istri untuk pemutusan perkawinan. Perceraian selalu berdasar pada perselisihan antara suami dan istri.
• R.Soetojo Prawirohamidjojo dan Azis Safioedin (1986),Hukum Orang Dan Keluarga, Bandung: Alumni, ,h.109

• Menurut P.N.H. Simanjuntak, perceraian adalah pengakhiran suatu perkawinan karena sesuatu sebab dengan
keputusan hakim atas tuntutan dari salah satu pihak atau kedua belah pihak dalam perkawinan.
• P.N.H.Simanjuntak (2007), Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Pustaka Djambatan,h. 53

• Dahlan Ihdami, memberikan pengertian sebagai berikut: Lafadz talak berarti melepaskan ikatan, yaitu putusnya ikatan
perkawinan dengan ucapan lafadz yang khusus seperti talak dan kinayah (sindiran) dengan niat talak.
• Dahlan Ihdami (2003), Asas-asas Fiqih Munakahat Hukum Keluarga Islam, Surabaya: Al-Ikhlas , h. 64

• Sayyid Sabiq, memberikan pengertian sebagai berikut: Lafadz talak diambil dari kata itlak artinya melepaskan atau meninggalkan Sedangkan
dalam istilah syara‟, talak artinya melepaskan ikatan perkawinan atau mengakhiri hubungan perkawinan.
• Sayyid Sabiq (2011), Fiqih Sunnah, terjemahan bagian perkawinan dan perceraian, pentahqiq: Muhammad Sayyid Sabiq (Pengajar
Universitas Al-Azhar, Kairo dan Ummul Qura, Mekah), Jakarta: Pena Publishing, h. 9
HIPOTESIS
• Di lihat dari beberapa teori pakar hukum perdata dan hukum Islam , terdapat perbedaan mendasar
dalam hal sahnya suatu perceraian. Ahli hukum perdata menyampaikan bahwa perceraian yang sah
adalah perceraian yang di laksanakan dan di putuskan oleh hakim lewat jalur pengadilan atas
keinginan suami atau istri. Sedangkan menurut ahli hukum islam perceraian dinyatakan sah apabila
seorang suami sudah menyatakan dengan lisannya lafadz “talak” atau “cerai” kepada istrinya.

• Sulitnya kondisi wilayah serta minimnya sarana transportasi berpengaruh terhadap keputusan
masyarakat Islam di daerah terluar dalam pelaksanaan perceraian, sehingga masyarakat akan memilih
cara yang di anggap paling mudah dan efisien dengan kehidupan mereka.

• Minimnya tingkat pengetahuan akan pentingnya administrasi status warga di suatu negara serta
dampak yang akan di alami bila hal ini tidak dilaksanakan, membuat masyarakat islam di daerah
terluar bertindak atas dasar kebenaran yang mereka yakini tanpa memperdulikan hal yang lain.
METODE PENELITIAN
Jenis Dan Metode Penelitian
Di dalam skripsi ini penulis mengunakan metode kualitatif deskriptif yaitu berupa Penelitian dengan metode atau pendekatan studi kasus (Case
Study). Penulis juga mencoba menggabungkan Penelitian lapangan (field research) dengan study kepustakaan (library research).

Di dalam skripsi ini penulis mengunakan metode kualitatif deskriptif yaitu berupa Penelitian dengan metode atau pendekatan studi kasus (Case
Study). Penulis juga mencoba menggabungkan Penelitian lapangan (field research) dengan study kepustakaan (library research).

Di sini perlu dilakukan analisis secara tajam terhadap berbagai faktor yang terkait dengan kasus tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh
kesimpulan yang akurat.
Adrian Sutedi (2009). Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, h. 61

Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat
penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu
Bogdan, Biklen (1982). Pengantar studi Penelitian, Bandung : PT.Alfabeta, h. 62
Surachmad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci.
Dalam studi kasus penulis berusaha menguji unit atau individu secara mendalarn. Penulis berusaha menernukan sernua variabel yang penting. Berdasarkan
batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus
Surakhmad, Winarno (1982). Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar, Metode, Teknik. Bandung: Transito. h.73
LOKASI PENELITIAN
• Lokasi Penelitian di lakukan di desa Pulau Kampai
kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat
Sumatera Utara. Penulis memilih lokasi ini,
karena di daerah yang mayoritas masyarakatnya
beragama islam ini berada di wilayah terpencil
dan termasuk wilayah yang memiliki transportasi
terbatas. Dalam Penelitian ini, yang menjadi
objek penelitian adalah masyarakat desa Pulau
Kampai yang beragama Islam.
TUJUAN KHUSUS PENELITIAN
• a. Untuk mengetahui bagaimana kesadaran masyarakat islam
di daerah terpencil terluar terhadap pentingnya pelaksanaan
administrasi negara dalam suatu perceraian.

• b. Untuk mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat


mengenai perceraian yang di laksanakan di Pengadilan Agama.

• c. Untuk mengetahui cara masyarakat melaksanakan


Perceraian di tengah kondisi lokasi wilayah yang mempunyai
keterbatasan transportasi.
SUMBER DATA
• Data yang ingin diperoleh dari Penelitian ini adalah data kualitatif
tentang Perceraian yang terjadi pada masyarakat islam di desa Pulau
Kampai Kec. Pangkalan Susu. Data tersebut di batasi kepada data
tentang pelaksanaan perceraian, dan pengambilan keputusan atas
proses perceraian yang di laksanakan masyarakat islam desa Pulau
Kampai. Informan Penelitian terdiri atas beberapa unsur masyarakat
yang mengetahui dan terlibat langsung dalam pelaksanaan
perceraian di desa tersebut . Selain itu untuk melengkapi data yang di
peroleh dari masyarakat di gunakan pula informan dari aparat desa
atau tokoh masyarakat di desa Pulau Kampai kec. Pangkalan Susu.
Jumlah informan di sesuaikan dengan kebutuhan sampai di peroleh
data yang lengkap dan komprehensif.
Prosedur Pengumpulan Dan Perekaman Data
1. Menetapkan informan;

2. Melakukan wawancara terhadap informan;

3. Membuat catatan

3. Mengajukan pertanyaan deskriptif;

4. Melakukan analisis wawancara;

5. Membuat analisis temaisi;

6. Menulis laporan
KEABSAHAN PENELITIAN

• 1. Uji Kredibilitas (Uji Kevalidan data)

• 2. Uji Tranferabelitas (Uji ketepatan penelitian


kepada objek penelitian)
• 3. Uji Dependabilitas (Audit terhadap
keseluruhan proses Penelitian)
Lampiran Surat Cerai Bawah Tangan Masyarakat
Desa Pulau Kampai
Dokumentasi Penelitian di Tapak Kuda, Perlis, Kelantan
Dokumentasi Penelitian di Pulau Kampai
TERIMA KASIH

You might also like