Dermatitis Kontak DR - Nopriyati SPKK (K)

You might also like

Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 44

DERMATITIS

KONTAK
MATERI KULIAH BLOK 18

Dr. Nopriyati, SpKK(K), FINSDV, FAADV

FK UNSRI
KSM/Bagian DV RSMH Palembang
2020
DEFINISI

• Dermatitis kontak dermatitis yang disebabkan oleh


bahan/substansi yang menempel pada kulit

• Dermatitis kontak iritan  reaksi peradangan kulit non-


imunologik, yaitu kerusakan kulit terjadi langsung tanpa
didahului proses pengenalan/sensitisasi

• Dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang yang


telah mengalami sensitisasi terhadap suatu bahan
penyebab/ alergen
DERMATITIS KONTAK
IRITAN
(DKI)
DERMATITIS KONTAK IRITAN /DKI

EPIDEMIOLOGI
• Dapat dialami oleh semua orang
• Berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja)

ETIOLOGI
• Pajanan bahan iritan: bahan pelarut, deterjen, minyak
pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu
• Pengaruh faktor lain, yaitu: lama kontak, kekerapan
(terus menerus atau berselang), oklusi, gesekan, trauma
fisis, suhu dan kelembapan lingkungan, faktor individu
(usia, penyakit kulit seperti dermatitis atopik)
PATOGENESIS

• Kelainan kulit  akibat kerusakan sel secara kimiawi


atau fisis

• Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,


menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah
daya ikat kulit terhadap air.
GEJALA KLINIS

• Kelainan kulit beragam, bergantung pada sifat iritan.


• lritan kuat  gejala akut
• Iritan lemah  gejala kronis

• Berdasarkan penyebab dan pengaruh berbagai faktor


tersebut, ada yang mengklasifikasikan DKI menjadi
sepuluh jenis, yaitu: DKI akut, lambat akut (acute delayed
irritancy) , reaksi iritan , kronik kumulatif, reaksi traurnatik,
exsiccation eczematid, reaksi pustular dan akneformis,
iritasi non-eritematosa, dermatitis karena friksi, dan iritasi
subjektif
DKI AKUT

• Penyebab: iritan kuat (larutan asam sulfat dan asam


hidroklorid/basa kuat, misalnya natrium dan kalium
hidroksida), luka bakar bahan kimia
• Reaksi segera timbul
• Pedih, panas, rasa terbakar
• Eritema, edema, bula, nekrosis, tepi batas tegas,
asimetris
• Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis
kontak iritan akut.
DKI AKUT LAMBAT

• Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, timbul


8 - 24 jam setelah kontak
• Bahan iritan: podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida,
benzalkonium klorida, asam hidrofluorat.
• Contoh: dermatitis akibat bulu serangga (dermatitis
venenata);
• Keluhan dirasakan pedih keesokan harinya, sebagai gejala
awal terlihat eritema kemudian terjadi vesikel atau bahkan
DKI KRONIK KUMULATIF

• Jenis dermatitis kontak paling sering terjadi.


• Penyebab: kontak berulang dengan iritan lemah (misalnya
deterjen, sabun, pelarut, tanah, air)
• Gejala klasik: kulit kering, disertai eritema, skuama, yang
lambat laun kulit menjadi tebal (hiperkeratosis) dengan
likenifikasi, difus, dapat terbentuk fisura
• Keluhan pasien: gatal atau nyeri karena kulit retak (fisura).
• DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan.
DKI kronik kumulatif

• Pekerjaan berisiko
tinggi:
- pencuci,
- kuli bangunan,
- montir
- juru masak
-tukang kebun,
- penata rambut
REAKSI IRITAN

• Merupakan kontak iritan subklinis pada seseorang yang


terpajan dengan pekerjaan basah dalam beberapa bulan
pertama, misalnya penata rambut dan pekerja logam

• Kelainan kulit bersifat monomorf dapat berupa skuama ,


eritema, vesikel , pustul dan erosi.

• Umumnya dapat sembuh sendiri, atau berlanjut


menimbulkan penebalan kulit (skin hardening), dan
menjadi OKI kumulatif.
DKI TRAUMATIK

• Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas


atau laserasi.
• Gejala klinis menyerupai dermatitis numularis,
penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu.
• Lokasi tersering di tangan.
DKI NON-ERITEMATOSA

• Merupakan bentuk subklinis DKI


• Ditandai dengan perubahan fungsi sawar (stratum
korneum) tanpa disertai kelainan klinis
DKI SUBJEKTIF

• Juga disebut DKI sensori ;


• Kelainan kulit tidak terlihat , namun pasien
seperti tersengat (pedih) atau terbakar (panas) setelah
berkontak dengan bahan kimia tertentu, misalnya asam
laktat.
HISTOPATOLOGIK

• Tidak khas
• DKI akut: dermis bagian atas terdapat vasodilatasi,
sebukan sel mononuklear di sekita pembuluh darah,
eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan edema
intrasel, nekrosis epidermal
• Pada dermatitis berat: kerusakan epidermis dapat
berbentuk vesikel/bula, dalam vesikel =/bula ditemukan
limfosit/neutrofil
DIAGNOSIS

• Anamnesis dan gambaran klinis


• Perlu uji tempel
PENGOBATAN

• Hindari pajanan bahan iritan penyebab


• Menyingkirkan faktor yang memperberat
PROGNOSIS

• Bila bahan iritan penyebab tidak dapat disingkirkan


dengan sempurna  prognosisnya kurang baik (biasa
terjadi pada DKI kronis multifaktor dan pada pasien
dermatitis atopik
Dermatitis Kontak
Alergika
(DKA)
Epidemiologi

• DKI >> DKA


• Dahulu kejadian DKI 80% & DKA 20%
• Kejadian DKA di Inggris (50%) dan Amerika
Serikat (60%)
• Frekuensi DKA bukan akibat kerja 3x >> DKA
akibat kerja
Etiologi
• Penyebab DKA disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif , dan
dapat menembus stratum korneum
• Faktor ekstrinsik:
– Potensi sensitisasi alergen
– Dosis per unit area
– Luas daerah yang terkena
– Lama pajanan
– Oklusi
– Suhu dan kelembaban lingkungan
– Vehikulum dan pH
• Faktor instrinsik:
– Keadaan kulit pada lokasi kontak (Stratum korneum, ketebalan
epidermis)
– Status imun
Patogenesis

• Mekanisme berdasar respons imun yang diperantarai sel


(CMI responses) atau reaksi hipersensitivitas tipe IV
(lambat).

• Terjadi melalui dua fase: sensitisasi dan elisitasi

• Hanya individu yang telah mengalami sensitisasi dapat


mengalami DKA
Fase Sensitisasi

• Hapten ditangkap sel Langerhans secara pinositosis


• Proses kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta
dikonjugasikan pada molekul HLA-DR  antigen
lengkap.
• Keratinosit terpajan hapten melepaskan sitokin IL-1 dan
TNF-∝ untuk menstimulasi sel-T.
• Peningkatan ekspresi molekul permukaan sel MHC klas I
dan II, ICAM-1, LFA-3, dan B7.
• TNF-∝ menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel
Langerhans pada epidermis dan menginduksi aktivitas
gelatinolisis.
Fase Sensitisasi
• Sel Langerhans mempresentasikan kompleks antigen
HLA-DR pada sel-T helper spesifik, yaitu sel T yang
mengekspresikan molekul CD4 yang dapat mengenali
HLA-DR yang dipresentasikan oleh sel Langerhans, dan
kompleks reseptor sel T-CD3 yang mengenali antigen
yang telah diproses.
• Sel Langerhans juga mensekresi IL-2. Sitokin ini akan
menstimulasi proliferasi dan diferensiasi sel T spesifik,
sehingga menjadi lebih banyak dan berubah menjadi sel-
T memori yang akan meninggalkan kelenjar getah bening
dan beredar ke seluruh tubuh.
• Pada saat tersebut individu tersensitisasi (2-3 minggu)
Fase Elisitasi

• Fase elisitasi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat


terjadi pada pajanan ulang alergen (hapten) yang sama atau
serupa (pada reaksi silang).
• Sel-T teraktivasi juga mengeluarkan IFN-y yang akan
mengaktifkan keratinosit untuk meng ekspresi ICAM-1 dan HLA-
DR.
• Adanya ICAM- 1 memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi
dengan sel-T dan leukosit lain yang mengekspresi molekul LFA-
1.
• HLA-DR berinteraksi langsung dengan sel-T CD4+.
• Keratinosit menghasilkan juga sejumlah sitokin antara lain IL-1,
IL-6, TNF-a, dan GMCSF, semuanya dapat mengaktivasi sel-T.
Fase Elisitasi

• IL-1 dapat menstimulasi keratinosit untuk menghasilkan


eikosanoid.
• Sitokin dan eikosanoid mengaktifkan sel mast dan
makrofag.
• Sel mast yang berada di dekat pembuluh darah dermis
akan melepaskan histamin, faktor kemotaktik, PGE2,
PGD2 dan leukotriene B4
• Rentetan kejaclian tersebut akan menimbulkan respons
klinik DKA .
• Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam
Gejala Klinis

• Umumnya gatal.
• Kelainan kulit bergantung pada tingkat keparahan dan lokasi
dermatitis.
• Akut  bercak eritematosa berbatas tegas, diikuti edema,
papulovesikel, vesikel atau bula . Vesikel atau bula dapat pecah
menyebabkan erosi dan eksudasi (basah).
• DKA akut di tempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum,
lebih didominasi oleh eritema dan edema.
• Kkronis  kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin
juga fisur, berbatas tidak tegas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan
dermatitis kontak iritan kronis; dengan kemungkinan penyebab
campuran.
• DKA dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan cara
autosensitisasi. Skalp, telapak tangan dan kaki relatif resisten
terhadap DKA
Lokasi DKA

• Tangan→ wet work


• Lengan→ jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu
semen, tanaman
• Wajah→ bahan kosmetik, spons, obat topikal, aero-alergen,
nikel (tangkai kacamata)
• Telinga→ anting
• Leher→ kalung, parfum
• Badan→ tekstil, deterjen
• Genitalia→antiseptik, kondom, pembalut
• Tungkai atas dan bawah→ tekstil, dompet
• Sistemik→ sensitisasi alergen yang meluas→ nikel, balsam
peru, formaldehid
Diagnosis

• Anamnesis→ riwayat pekerjaan, obat sistemik, kosmetika


• Pemeriksaan fisik→ lokasi dan pola kelainan kulit
Diagnosis Banding

• Dermatitis atopik
• Dermatitis numularis
• Dermatitis seboroik
• Psoriasis
Uji Tempel

• Allergan Patch Test Kit


• TRUE Test
Hal yang diperhatikan sebelum uji tempel

• Dermatitis sudah tenang (sembuh)


• Tes sekurangnya satu minggu pasca kortikosteroid
sistemik dihentikan
• Uji tempel dibuka pasca 48 jam, dibaca, pembacaan
kedua hari ke-3 sampai ke-7
• Tidak beraktivitas yang menyebabkan uji tempel terlepas,
tidak mandi sekurangnya 48 jam, mejaga punggung
kering
Pembacaan

• Pasca 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan 15-30


menit
+1 = reaksi lemah ( non vesikular)
+2 = reaksi kuat (edema, vesikel)
+3 = reaksi sangat kuat (bula, ulkus)
± = meragukan
IR = iritasi
- = negatif
NT = tidak dites
Pembacaan (2)

• Reaksi palsu (excited skin/ angry back): fenomena


regional disebabkan satu/beberapa memberi reaksi
positif kuat
• Pembacaan kedua (72 jam)→membedakan respons
alergik dan iritan
• Positif lambat (96 jam-1 minggu)
• Respons alergik ( tipe crescendo)
• Respons iritan (tipe descrescendo)
• Hasil positif→ relevansi klinis, riwayat penyakit, sumber
antigen lingkungan
Pengobatan DKA

• Pencegahan pajanan ulang alergen penyebab


• Kortikosteroid jangka pendek
– Prednison 30 mg/hari
• Topikal:
• Larutan NaCl / asam salisilat 1:1000
• KS topikal
• Pimekrolimus/takrolimus
Prognosis DKA

• Baik jika dapat menghindari faktor penyebab


• Kurang baik jika kronis
DERMATITIS
AUTOSENSITISASI
Dermatitis autosensitisasi

• Dermatitis akut yang timbul pada tempat yang


jauh dari fokus inflamasi
• Penyebabnya tidak berhubungan langsung
dengan penyebab fokus inflamasi tsb.
Etiopatogenesis

• Belum diketahui pasti


– Autosentisasi terhadap antigen epidermal
• Faktor penyebab (iritasi, sensitisasi, infeksi, luka) 
melepaskan sitokin epidermal  sensitivitas kulit
meningkt terhadap stimuli non-spesifik  reaksi
autosensitisai
• Hipotesis didasarkan :
1. Hasil uji hipersensitivitas tipe lambat pada manusia terhadap
skuama autologous
2. Gambaran histopatologik penyakit
3. Limfosit T teraktivasi yang ditemukan di dalam darah
seorang pasien yang autosensitisasi
Gambaran klinis

• Erupsi vesikular akut dan luas


• Sering terkait dengan eksim kronis di tungaki bawah
(dermatitis statis) dengan atau tanpa ulkus
• Dapat terjadi pada DKI maupun sensitizer dan radiasi ion,
“angry back” (excited skin syndrome)
• Muncul 1-beberapa minggu setelah peradangan
– Erupsi akut simetris, sangat gatal  eritem, papul, vesikel.
– Lengan bawah, tungkai atas dan bawah, trunkus, wajah, leher,
tangan, kaki
– Telapak tangan (mirip pomfoliks)
Histopatologi

• Epidermis  spongiosis, vesikel


• Dermis  infiltrat limfohistiosit di sekitar
pembuluh darah superfisial, eosinofil tersebar.
Banyak limfosit sel T.
• sel T CD8+ (dalam vesikel intraepidermal)
• Sel T CD4+ (di dermis)
• Tidak patognomonik krn ditemukan pada DKI,
dermatitis numularis, dishidrosis.
Diagnosis

• Bila tidak dapat dibuktikan bahwa suatu keainan


berbentuk erupsi akut papulovesikel yang
tersebar
• Bukan merukpaan DKA sekunder dan/ infeksi
sekunder oleh bakteri, jamur, virus, parasit
Tatalaksana

• Ditujukan pada penyakit primer


• Lesi basah  kompres
• Lesi berat  KS sistemik
• Lesi ringan  topikal
• Gatal  Antihistamin/antipruritus topikal
• Infeksi sekunder  antibiotik oral
SUMBER PUSTAKA

FKUI. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 7. 2016

You might also like