Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 18

FARMAKOEPIDEMIOLOG

I
AGENDA
1. Pengertian
Cross Sectional (Potong Lintang)

2. Jenis
Cross Sectional (Potong Lintang)

3. Diagram Skematik
Cross Sectional (Potong Lintang)

Keuntungan dan Kelemahan


4. Cross Sectional (Potong Lintang)

Kritria Pemilian Kelompok Studi


5. Cross Sectional (Potong Lintang)

Bias Penelitian
6. Cross Sectional (Potong Lintang)

Analis Data
7. Cross Sectional (Potong Lintang)
POTONG LINTANG
PENGERTIAN
Survey cross sectional ialah suatu penelitian untuk
mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor
resiko dengan efek, dengan cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada
suatu saat (point time approach). Artinya, tiap sub-
jekpenelitian hanya diobservasi sekali saja dan
pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau
variabel subjek pada saat pemeriksaan
(Notoatmodjo, 2002).
JENIS STUDI POTONG LINTANG
A. Studi Potong Lintang Deskriptif
Meneliti prevalensi penyakit,
paparan atau keduanya pada
suatu populasi tertentu.

B. Studi potong lintang analitik


Mengumpulkan data prevelensi
paparan dan peyakit untuk tujuan
perbandingan perbedaan perbedaan
penyakit antara kelompok terpapar
dan kelompok tak terpapar, dalam
rangka meneliti hubungan antara
paparan dan penyakit.
DIAGRAM SKEMATIK
Dari skema dapat disimpulkan bahwa langkah-
langkah penelitian cross sectional dalah
sebagai berikut (Notoatmodjo, 2002):
1. Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian
dan mengidentifikasi faktor resiko dan faktor
efek.
2. Menetapkan subjek penelitian.
3. Melakukan observasi atau pengukuran
variabel-variabel yang merupakan faktor
resiko dan efek sekaligus berdasarkan
status keadaan variabel pada saat itu
(pengumpulan data).
4. Melakukan analisis korelasi dengan cara
membandingkan proporsi antar kelompok-
kelompok hasil observasi (pengukuran).
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
A. KELEBIHAN B. KELEMAHAN
1. Studi cross sectional 1. Sulit untuk menentukan sebab akibat
memungkinkan penggunaan karena pengambilan data risiko dan
populasi dari masyarakat umum efek dilakukan pada saat yang
2. Relatif murah dan hasilnya cepat bersamaan (temporal relationship
dapat diperoleh tidak jelas)
3. Dapat dipakai untuk meneliti 2. Studi prevalens lebih banyak
banyak variabel sekaligus menjaring subyek yang mempunyai
4. Jarang terancam loss to follow-up masa sakit yang panjang daripada
(drop out) yang mempunyai masa sakit yang
5. Dapat dimasukkan ke dalam pendek
tahapan pertama suatu penelitian 3. Dibutuhkan jumlah subjek yang
kohort atau eksperimen, tanpa cukup banyak, terutama bila variabel
atau dengan sedikit sekali yang dipelajari banyak
menambah biaya 4. Tidak menggambarkan perjalanan
penyakit, insidensi maupun
6. Dapat dipakai sebagai dasar
prognosis
untuk penelitian selanjutnya yang
5. Tidak praktis untuk meneliti kasus
bersifat lebih konklusif
yang jarang
7. Membangun hipotesis dari hasil
6. Tidak menggambarkan perjalanan
analisis
penyakit
KRITERIA PEMILIHAN KELOMPOK STUDY

Beberapa kriteria riset cross-sectional yaitu :


1. Jenis riset ini melibatkan lebih dari satu kasus.
2. Data dikumpulkan dan dianalisis dalam sekali jalan.
3. Data dapat dikuantifikasi.
BIAS PENELITIAN POTONG LINTANG
(CROSS SECTIONAL)
1. Bias Seleksi
Bias seleksi adalah kesalahan sistematik pada sebuah studi yang berasal
dari prosedur-prosedur yang digunakan untuk memilih subjek–subjek dan
faktor–faktor yang mempengaruhi keikutsertaan responden dalam penelitian.
2. Bias Informasi
Bias informasi merupakan kesalahan sistematik dalam sebuah penelitian
yang bisa muncul karena informasi yang dikumpulkan tentang atau dari
subjek penelitian yang salah (tidak tepat)
3. Bias recall
Bias recall adalah sebuah kesalahan sistematik dalam responden
mengingat dan melaporkan faktor risiko/paparan yang telah dia alami
(Rothman KJ, 2002).
ANALISA DATA DARI POTONG LINTANG

Analisis Multivariat
Pengujian hipotesis untuk mencari kekuatan hubungan antara pengetahuan, sikap,
dan motivasi kader kesehatan dengan keaktifannya dalam pengendalian kasus
tuberkulosis di Kabupaten Buleleng menggunakan analisis regresi logistik ganda.
Analisis menggunakan SPSS version 16.0.
Dari hasil analisis menggunakan regresi logistik ganda didapatkan sebagai
berikut: Terdapat hubungan antara pengetahuan kader kesehatan dengan keaktifannya
dalam pengendalian kasus tuberkulosis, dimana kader kesehatan dengan
pengetahuan tinggi memiliki kemungkinan untuk aktif dalam pengendalian kasus
tuberkulosis 18 kali lebih besar dari pada kader kesehatan dengan pengetahuan
rendah. Terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara motivasi dengan
keaktifan kader kesehatan, dimana motivasi tinggi memiliki kemungkinan untuk aktif
dalam pengendalian kasus tuberkulosis 15 kali lebih besar dari pada motivasi rendah.
Berdasarkan hasil tersebut, maka selanjutnya akan dibahas
sebagai berikut:
1. Hubungan Pengetahuan Kader Kesehatan dengan
Keaktifannya Dalam Pengendalian Kasus Tuberkulosis.
2. Hubungan Sikap Kader Kesehatan dengan Keaktifannya
Dalam Pengendalian Kasus Tuberkulosis.
3. Hubungan Motivasi Kader Kesehatan dengan Keaktifannya
Dalam Pengendalian KasusTuberkulosis.
Review Jurnal
PENGETAHUAN, SIKAP DAN MOTIVASI
TERHADAP KEAKTIFAN KADER DALAM
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Metode

Penelitian ini merupakan penelitian analitik


observasional menggunakan pendekatan potong
lintang (cross-sectional).
Hasil

 
Dari total responden sebanyak 60 responden, responden yang memiliki pengetahuan
tinggi adalah sebanyak 40 responden (66,70%), sedangkan responden yang memiliki
pengetahuan rendah adalah sebanyak 20 responden (33,30%).

Dari total responden sebanyak 60 responden, responden yang memiliki sikap baik
adalah sebanyak 33 responden (55%), sedangkan responden yang memiliki sikap
kurang adalah sebanyak 27 responden (45%).
Dari total responden sebanyak 60 responden, responden yang memiliki motivasi rendah
adalah sebanyak 25 responden (41,70%), sedangkan responden yang memiliki motivasi
tinggi sebanyak 35 responden (58,30%).
Data Hasil
Kesimpulan

Pengetahuan, sikap, dan motivasi berhubungan secara signifikan dengan


keaktifan Kader kesehatan dalam pengendalian kasus Tuberculosis.
Kader kesehatan dengan pengetahuan tinggi memiliki kemungkinan
untuk aktif dalam pengendalian kasus tuberkulosis 18 kali lebih besar
dari pada pengetahuan rendah). Kader kesehatan dengan sikap baik
memiliki kemungkinan untuk aktif dalam pengendalian kasus
tuberkulosis 8 kali lebih besar dari pada sikap kurang. Kader kesehatan
dengan motivasi tinggi memiliki kemungkinan untuk aktif dalam
pengendalian kasus tuberkulosis 15 kali lebih besar dari pada motivasi
rendah.
 
Thank You
For Your Atention

You might also like