Professional Documents
Culture Documents
Pakem Mamasa 2023
Pakem Mamasa 2023
MASYARAKAT
KEJAKSAAN NEGERI MAMASA
PENGAWASAN ALIRAN
KEPERCAYAAN MASYARAKAT
Bahwa Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat
(PAKEM) adalah salah satu upaya negara dalam melindungi
agama yang ada di masyarakat, dimana peranan PAKEM
(Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat) dititikberatkan
pada peningkatan upaya-Upaya yang bersifat preventif dengan
melakukan penyuluhan hukum, penerangan hukum, serta
pencegahan terhadap penyalahgunaan dan/atau penodaan agama
dan bekerja sama dengan instansi-instansi pemerintah lainnya
serta institusi keagamaan.
2
SEJARAH Click icon to add picture
TIM PAKEM 1952 1961
Departemen Agama Kejaksaan Agung RI
Sejarah pembentukan Pengawas Aliran Kepercayaan Dan Aliran Keagamaan Dalam Masyarakat (PAKEM) oleh Kejaksaan dimulai pada
Tahun 1952. Awal tahun 1952, Departemen Agama membuat definisi minimum tentang agama yaitu memuat unsur-unsur adanya nabi, adanya
kitab suci, dan adanya pengakuan internasional. Definisi minimum tentang agama tersebut membawa konsekuensi terhadap aliran
kebatinan/kepercayaan bukan sebagai “ekspresi religius” yang sah. Karena menurut aliran kepercayaan/kebatinan, Tuhan itu ada di dalam hati
setiap manusia dan tidak mempunyai perantara baik melalui nabi ataupun kitab sucinya. Definisi ini memperoleh perlawanan dari agama Hindu
Bali, dan akhirnya dicabut.
Selanjutnya Departemen Agama melaporkan adanya 360 (tiga ratus enam puluh) agama baru dan kebatinan/kepercayaan pada 1953. Atas
dasar laporan Departemen Agama inilah maka dibentuk PAKEM (Pengawasan Aliran Kepercayaan di Masyarakat) dibawah Departemen Agama,
yang pada awalnya fungsi Pakem saat itu adalah mengawasi agama-agama baru, kelompok kebatinan/kepercayaan dan kegiatan-kegiatan mereka.
Sebenarnya pengawasan terhadap aliran kebatinan/ kepercayaan sudah ada sejak masa kolonial, tetapi tujuannya pada waktu itu adalah untuk
meredam pemberontakan yang dilakukan oleh para petani.
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan RI, di mana Pasal 2 ayat (3) yang
memberikan tugas kepada Kejaksaan untuk mengawasi aliran kepercayaan/kebatinan yang membahayakan masyarakat dan negara, memperjelas
keberadaan Pakem di institusi penegak hukum ini. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan RI,
merupakan produk hukum yang menegaskan tugas kejaksaan untuk mengawasi aliran kepercayaan/kebatinan, dan ini sekaligus menarik institusi
Pakem berada di bawah Kejaksaan yang sebelum tahun 1961 berada di bawah Departemen Agama.
DASAR HUKUM TIM PAKEM
Peraturan Kejaksaan RI Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-019/A/JA/09/2015 Tentang Tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Aliran Keagamaan Dalam Masyarakat.
Pengawasan terhadap :
PENGAWASAN
• Aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan
negara.
(Aliran yang memiliki potensi mengganggu keamanan dan ketertiban
umum)
• Aliran kepercayaan yang bertentangan dengan adat istiadat.
• Aliran kepercayaan dalam beragama yang bertentangan dengan
agama induk.
Pencegahan terhadap :
PENCEGAHAN • Penyalahgunaan Agama.
(Penggunaan agama untuk kepentingan yang bertentangan dengan
hukum)
• Penodaan Agama.
(Penodaan terhadap simbol-simbol agama tertentu)
KEPERCAYAA
N
KEPADA
TUHAN
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
adalah hubungan pribadi dengan Tuhan Yang
Maha Esa berdasarkan keyakinan yang
diwujudkan dengan perilaku ketakwaan dan
peribadatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta
pengalaman budi luhur yang ajarannya berasal
dari kearifan lokal bangsa Indonesia.
5. Penduduk yang telah berusia 60 (enam puluh) tahun diberi KTP yang berlaku
seumur hidup
BAGAIMANA LEGALITAS ALIRAN
KEPERCAYAAN DI MASYARAKAT
SELAMA INI?
Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
97/PUU/XIV/2016 dalam Poin 3.13.2.2 menyatakan pada
pokoknya :
Selain itu, secara faktual dalam Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2)
serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5) UU Administrasi
Kependudukan telah menimbulkan ketidakpastian,
penafsiran berbeda, dan tidak konsisten dengan norma
lainnya dalam undang-undang, dimana hal tersebut
menimbulkan akibat bahwa warga negara penghayat
kepercayaan kesulitan memperoleh KK maupun KTP-el.
Pada saat yang sama hal demikian merupakan sebuah kerugian
hak konstitusional warga negara yang seharusnya tidak boleh
terjadi
AMAR PUTUSAN
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU/XIV/2016
1. Mengabulkan Permohonan Para Pemohon untuk
seluruhnya;
2. Menyatakan kata “agama” dalam Pasal 61 ayat (1)
dan Pasal 64 ayat (1) Undang- Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 232 dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5475) bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara
bersyarat sepanjang tidak termasuk “kepercayaan”
AMAR PUTUSAN
3. Menyatakan Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (5)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 232 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5475) bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat.
4. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
JAMINAN NEGARA TERHADAP PENGANUT ALIRAN
KEPERCAYAAN
JENIS PASAL MATERI MUATAN
PERATURAN
UUD NKRI 1945 Pasal 28 E 1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih Pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal
di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
2. Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
2. Layanan Pendidikan
Setiap Warga Negara Indonesia berhak mendapatkan Pendidikan
Keagamaan sebagai Penghayat Kepercayaan Terhadap tuhan Yang
Maha Esa dalam Pencatatan Administrasi Kependudukan.
5. Stigmatisasi Negatif
Negara harus dapat meminimalisir / menghilangkan prasangka
negatif atas Kepercayaan Terhadap tuhan Yang Maha Esa
INDRA ADHYAKSA
KEJAKSAAN NEGERI MAMASA
TERIMA KASIH