Minggu 4

You might also like

Download as ppt, pdf, or txt
Download as ppt, pdf, or txt
You are on page 1of 36

Sistem Kepartaian dan Sistem

Pemilu di Indonesia
Apa Partai Politik Itu?
• Kata partai (party), menurut Susan E. Scarrow
(2006) berasal dari bahasa Latin partir yang
berarti membagi (to divide). Kata ini banyak
digunakan di Eropa pada abad ke-18.
• Kata itu, cenderung bermakna negatif, setara
dengan kata ‘faction’, yang merujuk pada
adanya perbedaan-perbedaan.
• Pada abad ke-19, istilah itu menjadi bermakna
lebih positif, ketika terdapat perubahan-
perubahan politik di Eropa.
• Perubahan-perubahan itu menurut Susan E
Scarrow adalah karena adanya: ‘the transfer
of political power to legislatures, and the
expansion of the electorate.’
• Perubahan-perubahan ini memunculkan apa
yang disebut parlemen dan mekanisme yang
memungkinkan orang-orang yang akan duduk
di dalam parlemen itu.
• Partai politik muncul dari perubahan-
perubahan politik seperti itu.
Batasan Partai Politik
• Anthony Downs (1957): ‘In the broadest sense, a
political party is a coalition of men seeking to
control the governing apparatus by legal means.
By coalition, we mean a group of individuals who
have certain ends in common and cooperate with
each other to achieve them. By governing
apparatus, we mean the physical, legal, and
institutional equipment which the government
uses to carry out its specialized role in the division
of labor. By legal means, we mean either duly
constituted or legitimate influence.’
• Leon D. Epstein (1980): ‘[What] is meant by a
political party [is] any group, however loosely
organized, seeking to elect government
officeholders under a given label.’
• John Aldrich (1995): ‘Political parties can be
seen as coalitions of elites to capture and use
political office. [But] a political party is more
than a coalition. A political party is an
institutionalized coalition, one that has
adopted rules, norms, and procedures’
• ‘A group of people that is organised for the purpose
of winning government power, by electoral or other
means’ (Andew Heywood 1997: 230).
• Partai, dalam pandangan Andew Heywood, berbeda
dengan kelompok-kelompok lain karena:
 Partai berusaha memperoleh kekuasaan di
pemerintahan melalui persaingan di dalam
memperebutkan jabatan-jabaan publik;
 Partai merupakan organisasi formal;
 Partai mengadopsi isu-isu luas;
 Partai memiliki ideologi tertentu.
Fungsi Partai Politik

Representation
Elite formation and recruitment
Goal formulation
Interest articulation and aggregation
Socialization and mobilization
Organization of government
Fungsi Partai (Kristina Weissenbach, 2010)
Fungsi Partai (Kristina Weissenbach, 2010)

Parties as Party in Parties in the


Organizations Government electorate

 Recruiting  Creating majorities in  Simplifying


government.
political leaders  Organizing the
choices for voters
and seeking government.  Educating citizens
government  Implementing policy  Generating
office. objectives . symbols of
 Organizing dissent and
 Training political opposition.
identification and
elites  Ensuring responsibility loyalty
 Articulating for government  Mobilizing people
political interests. actions. to participate
 Controlling
 Aggregating government
political interests. administration
 Fostering stability in
government
Mengapa Ada Partai Politik?
 Menguatnya Parlemen
• Seiring dengan proses pergeseran kekuasaan, dari
raja ke parlemen, terdapat kebutuhan membentuk
lembaga yang memungkinkan adanya jalur
penyuaraan dan pendelegasian kekuasaan dari
rakyat ke wakil wakyat di parlemen.
 Kepentingan elektoral
• Kelompok-kelompok yang memperebutkan
kekuasaan membutuhkan lembaga yang
memungkinkan mereka memperoleh suara dri
rakyat.
Tiga Teori Kemuculan Partai Politik Menuut
Joseph LaPalombara dan Myron Winer (1966)
• Pertama adalah ‘institutional theories’ yang
menaruh perhatian ada hubungan antara
parlemen dan kemunculan partai politik
• Pada awalnya, demokrasi tumbuh secara elitis,
yakni pembentukan parlemen yang anggotanya
berasal dari kalangan bangsawan, sehingga
bercorak elitis dan aristokratis.
• Keanggotaan parmenen pada awalnya bersifat
penunjukan, dipilih dari kalangan aristokrat itu.
• Setelah terdapat kebutuhan dari parlemen untuk
membangun hubungan dengan rakyat, muncul
pula gagasan membentuk partai politik.
• Kedua adalah ‘historical-situation theories’ yang menaruh
perhatian pada krisis historis dengan kemunculan partai politik.
• Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, dari
yang sederhana ke arah yang lebih kompleks, acapkali
melahirkan kegoncangan-kegoncangan dan krisis.
• Ada tiga krisis di dalam perubahan-perubahan itu, yakni krisis
legitimasi, integrasi, dan partisipasi.
• Krisis legitimasi bermakna, mengingat perubahann-perubahan
yang besar, terdapat pertanyaan tentang legitimasi yang
dimiliki oleh pemegang kekuasaan.
• Perubahan-perubahan juga memungkinkan terganggunga
integrasi antar kekuatan dan kelompok-kelompok.
• Sementara itu, perubahan-perubahan juga menuntut
keterlibatan publik di dalam proses-proses politik.
• Partai politik, dalam teori ini, muncul akibat tuntutan partisipasi
rakyat yang lebih luas di dalam proses-proses politik.
• Ketiga, adalah ‘develop­mental theories’ yang
menyatakan bahwa kemunculan partai politik
itu terkait dengan proses modernisasi.
• Modernisasi mengakibatkan terjadinya
perubahan-perubahan ekonomi, peningkatan
pendidikan, munculnya teknologi, termasuk
teknologi transportasi dan infromasi.
• Modernisasi, melahirkan masyarakat yang
lebih kompleks.
• Partai politik, di dalam teori ini, merupakan
konsekuensi dari modernisasi semacam itu.
Tipologi Partai
1. ASAS DAN ORIENTASI :
Parpol Pragmatis : program dan kegiatan tak terikat kaku
pada doktrin dan idiologi tertentu
Parpol Doktriner : partai punya program dan kegiatan
kongkrit sebagai penjabaran idiologi
Parpol Kepentingan : partai dibentuk dan dikelola atas dasar
kepentingan tertentu
2. KOMPOSISI DAN FUNGSI ANGGOTA :
Parpol Massa : mengandalkan kekuatan dan keunggulan
jumlah anggota dengan memobilisasi massa sebanyak-
banyaknya, mengembangkan diri sebagai pelindung berbagai
kelompok masyarakat.
Parpol Kader : mengandalkan kualitas anggota, organisasi
ketat, disiplin anggota kuat.
Sistem Kepartaian
• Di kalangan ilmuwan politik, studi tentang sistem
kepartaian memperoleh perhatian yang cukup serius.
• Paling tidak, terdapat dua alasan mengapa hal ini terjadi,
menurut Steven B. Wolinetz (2006:51).
• Pertama, jumlah partai yang ikut di dalam pemilu
membentuk menu pilihan bagi para pemilih yang memasuki
bilik suara.
• Kedua, jumlah partai yang memperoleh kursi di dalam
parlemen, berpengaruh terhadap formasi pemerintahan.
• Di dalam sistem parlementer, jumlah tersebut berpengaruh
terhadap pemerintahan yang dibangun. Sementara itu, di
dalam sistem presidensial, berpengaruh terhadap tingkat
dukungan yang diperoleh presiden.
• Pada awalnya, sistem kepartaian didasarkan
semata-mata pada jumlah partai, seperti
sistem satu partai, dua partai dan multi partai.
• Dalam perkembangannya, sistem kepartaian
didasarkan pada faktor-faktor lain.
• Jean Blondel (1968), misalnya, membuat
klasifikasi di dalam sistem kepartaian
didasarkan pada jumlah kursi yang diperoleh
partai. Berdasarkan kriteria demikian, Blondel
membagi sistem kepartaian ke dalam empat
kelompok,
Sistem Kepartaian Perkiraan % Jumlah
Jumlah Kursi Efektif Partai
Sistem Dwi Partai 55 – 45 2,0
Sistem Dua Setengah 45 – 40 – 15 2,6
Partai
Sistem Multi Partai 45 – 20 – 15 – 10 3,5
dengan Satu Partai – 10
Dominan
Sistem Multi Partai 25 – 25 – 25 – 15 4,5
dengan Tidak Ada – 10
Partai Dominan
Sumber: Blondel (1968) dan Lijphart (199)
SISTEM PARTAIAN BERDASAR JUMLAH

No Tipe Partai Definisi Contoh


1 Dominant Party System Satu partai pegang kekuasaan, Jepang
memerintah sendiri atau koalisi (LDP)
dengan partai lain

2 Two Party System Dua Partai utama berkompetisi Di Inggris:


untuk membangun Partai
pemerintahan partai yang Konservatif
tunggal dan Partai
Buruh
3 Multiparty System Badan perwakilan terdiri dari Belgia,
beberapa partai minoritas, Nederland
memimpin pemerintahan Indonesia
dengan koalisi atau partai Pasca
minoritas Orde Baru
• Sistem kepartaian berdasarkan jumlah partai
yg berkompetisi/dominan dalam sistem politik
suatu negara meliputi:
 Sistem/bentuk partai tunggal, yang dapat
bersifat totaliter (fasis dan komunis),
otoriter, dan demokrasi
 Sistem dua partai berkompetisi/dominan
 Sistem banyak partai
berkompetisi/dominan
• Para ilmuwan lain mencoba melihat
Giovanni Sartori (1976) dan Alan Siaroff
(2000), melihat sistem kepartaian tidak
hanya dari sisi jumlah, melainkan juga
dari sisi polarisasi ideologi.
• Berdasarkan pandangan demikian,
seperti Siaroff mengklafifikasikan partai
politik ke dalam 8 kelompok.
Sistem Kepartaian Menurut Siaroff
Sistem Kepartaian Jumlah
Efektif
Partai
Dua partai 1,92
Dua Setengah Partai 2,56
Multi-Partai Moderat dengan satu partai dominan 2,95
Multi-Partai Moderat dengan Dua Partai Utama 3,17
Multi-Partai Moderat dengan Adanya Keseimbangan 3,69
antar Partai Utama
Multi-Partai Ekstrim dengan satu partai dominan 3,96
Multi-Partai Ekstrim dengan Dua Partai Utama 4,41
Multi-Partai Ekstrim dengan Keseimbangan antar 5,56
Partai

Sumber: Siaroff (2000, dikutip dari Wolinetz (2006:58).


• Menurut Giovanni Sartori, ilmuwan politik dari
Italia, penggolongan partai didasarkan pd
kriteria jumlah kutub (polar), jarak antara
polar2 itu (polarity), dan arah dorongan
interaksi politiknya, dibagi tiga:
a) Pluralisme Sederhana (simple pluralism)
b) Pluralisme Moderat (moderate pluralism)
c) Pluralisme Ektrem (extreme pluralism)
Sistem Partai Kutub Polaritas Dorongan

Pluralisme Sederhana Bipolar Tidak ada Sentripetal

Pluralisme Moderat Bipolar Kecil Sentripetal

Pluralisme Ekstrem Multipolar Besar Sentrifugal


Sistem Kepartaian di Indonesia
• Partai-partai politik di Indonesia muncul pada masa
pemerintahan Belanda. Hal ini dimungkinkan setelah
Belanda membentuk parlemen (volksraad);
• Partai-partai juga muncul seiring dengan tumbuhnya
gerakan untuk memperoleh kemerdekaan dari
Indonesia;
• Partai Serikat Islam (PSI) yang kemudia menjadi
Partai Serikat Islam Indonesia; Indische Partij, ISDV
(cikal bakal PKI), dan PNI.
• Setelah merdekan, pemerintah membuat
Maklumat Pemerintah No X, 16 Oktober 1945,
yang memungkinkan adanya kebebasan untuk
mendirikan partai-partai politik;
• Pada pemilu 1955, terdapat 172 partai dan
perorangan yang ikut pemilu. Tetapi, hanya
empat partai yang memperoleh suara cukup
bermakna yaitu PNI, Masyumi, Partai NU, dan
PKI.
Hasil Pemilu 1955
Partai Suara Persentase Kursi
PNI 8.434.653 22,3 57
Masyumi 7.903.886 20,9 57
NU 6.955.141 18,4 45
PKI 6.176.914 16,4 39
PSII 1.091.160 2,9 8
Parkindo 1.003.325 2,6 8
Partai Katholik 770.740 2,0 6
PSI 753.191 2,0 5
IPKI 541.306 1,4 4
Perti 483.014 1,3 4
Murba 199.588 0,5 2
Lain-lain 3.472.381 9,3 22
• Setelah demokrasi mengalami pengekangan, sejak
1957, kebebasan mendirikan partai diekan. Soekarno
pernah membubarkan Masyumi karena tokoh-
tokohnya dituduh terlibat pemberontakan;
• Pada awal pemerintahan Orde Baru, pada pemilu
1971, pemerintah hanya mengijinkan 10 partai
(termasuk Golkar), ikut dalam pemilu;
• Pemerintah secara sengaja menjadikan Golkar
sebagai partai dominan.
• Pada 1975 pemerintah melakukan penyederhanaan
partai, sehiggga pada pemilu 1977 sampai pemilu
1997, hanya 3 yang ikut Pemilu: Golkar, PPP dan PDI.
Pasca Reformasi
• Pasra reformasi, pemerintah memberi kebebasan di
dalam mendirikan partai.
• Tetapi, tidak semua partai bisa ikut pemilu dan tidak
semua partai yang ikut pemilu bisa memperoleh kursi
di DPR.
• Ada proses Seleksi peserta pemilu
• Ada proses eleksi: dalam pemilihan, dan hanya partai
yang lolos ambang batas (electoral threshold) yang bisa
memperoleh kursi di DPR (parliamentary threshold).
• Parliamentary threshold mengalami kenaikan, dari
2,5% pada Pemilu 2009 menjadi 4% pada pemilu 2019
Sistem Pemilu
• Secara sederhana terdapat dua macam sistem
pemilu;
• Pertama adalah sistem proporsioal. Kedua
adalah sistem non-proporsional atau sering
disebut sebagai sistem distrik.
• Secara lebih luas terdapat empat rumpun
sistem pemilu: sistem pluralitas/mayoritas,
sistem perwakilan proporsional, sistem
campuran, dan sistem-sistem yang lain.
• Di Indonesia sistem pluralitas/mayoritas lebih
dikenal sebagai sistem distrik karena transfer
perolehan suara ke dalam perolehan kursi lebih
didasarkan pada distrik atau daerah pemilihan.
• Di dalam sistem pluralitas/mayoritas, terdapat
lima varian:
• Pertama adalah first past the post (FPTP). Ini
merupakan sistem pemilu paling sederhana di
dalam sistem pluralitas/mayoritas. Sistem
menggunakan single member district yang
berpusat pada calon. Pemenangnya adalah calon
yang memperoleh suara terbanyak.
• Kedua adalah the two round system (TRS).
Sistem ini menggunakan putaran kedua
sebagai landasan untuk menentukan
pemenangnya. Ketika di dalam putaran
pertama tidak ditemukan calon yang
memperoleh suara mayoritas, dilakukan
putaran kedua yang diikuti oleh dua peserta
yang memperoleh suara terbanyak. Bi dalam
sistem ini besaran distriknya tidak hanya
single member district melainkan juga
multimember districts.
• Ketiga adalah the alternative vote (AV). Sistem ini
memiliki prinsip yang sama dengan FPTP. Yang
membedakan adalah pemilih diberi otoritas untuk
menentukan rangking terhadap calon-calon yang ada.
Calon yang memperoleh rangking terbanyak, yang
menang.
• Keempat adalah sistem block vote (BV). Sistem ini
menggunakan formula pluralitas di dalam
multimember district. Para pemilih diberi keleluasaan
untuk memilih calon-calon individu yang terdapat di
dalam daftar calon tanpa melihat afiliasi partai calon-
calon itu;
• Kelima, sistem party block vote (BV). Prinsipnya sama.
Hanya yang menjadi pilihan adalah daftar partai.
• Rumpun yang kedua adalah sistem
proporsionalitas. Prinsip utamanya adalah
perolehan kursi di dalam pemilu merupakan
terjemahan dari suara pemilih secara
proporsional;
• Terdapat dua jenis sistem proporsional. Pertama
adalah list proportional representation (List PR).
Pemilih memilih daftar partai yang ada;
• Kedua single transferable vote. Di dalam sistem
ini pemilih diberi otoritas untuk menentukan
pilihannya, yaitu calon-alon yang ada.
• Rumpun ketiga adalah sistem campuran. Sistem ini
merupakan gabungan dari sistem pluralitas/mayoritas
dan sistem proporsional.
• Ada dua jenis sistem proporsional. Pertama adalah
mixed member proportional (MMP). Sistem ini
dimaksudkan untuk mengatasi aspek
disproporsionalitas di dalam sistem distrik.
• Kedua adalah sistem paralel. Baik sistem proporsional
maupun distrik dijalankan secara bersama. Hanya
penghutungan suaranya dilakukan secara sendiri-
sendiri. Ketika tidak ada kursi yang di dapat di dalam
sistem distrik, prosesnya dihitung melalui sistem
proporsional.
• Rumpun yang keempat adalah sistem lain-lain.
Sistem Pemilu di Indonesia
• Sejak pemilu 1955, Indonesia menggunakan
sistem proporsional;
• Hanya saja, sistem yang dipakai mengalami
perubahan-perubahan.
• Pada masa Orde Baru, pemilih dipersilahkan
memilih partai saja. Setelah Orde Baru,
terdapat modifikasi. Selain memilih partai,
pemilih juga memilih calon-calon yang
diusulkan oleh partai-partai.
UU Pemilu
• Sistem pemilu yang dipakai di Indonesia bisa dilihat pada
UU Pemilu;
• UU Pemilu mengalami modifikasi dari satu pemilu satu
ke pemilu lainnya;
• Pada 1999, misalnya, pemilih cukup memilih partai.
Partai yang memperoleh kursi dalam suatu daerah
pemilihan menetapkan wakilnya dari daftar urut yang
ada di dalam partai itu;
• Setelah itu, pemilih juga memilih calon yang ada di
dalam daftar yang diusulkan partai-partai;
• Mahasiswa diminta membaca UU Pemilu yang pernah
ada dan diminta membandingkan.
Pemilihan Secara Langsung
• Selain di dalam pemilihan anggota parlemen (DPR/D,
dan DPRD (provinsi, kabupaten/kota), pemihan
secara langsung dilakukan kepada: Presiden/wakil
presiden, dan kepala daerah (gubernur, bupati/wali
kota, beserta para wakilnya;
• Hanya satu Gubernur/Wakil Gubernur yang tidak
dipilih secara langsung, yaitu di DIY;
• Ada wali kota dan bupati yang tidak dilih secara
langsung, yaitu di DKI;
• Semuanya karena termasuk Daerah Istemewa.

You might also like