Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 17

Religion Subject for Middle School:

Ramadan
Activities
Here is where your presentation begins
Hukum onani,masturbasi dan pacarana
dalam islam

oleh: m.hisyam al farisy


Tentang masalah onani.
Onani (istimnâ’) atau masturbasi bagi perempuan adalah (perbuatan)
mengeluarkan mani bukan melalui jalan persetubuhan, baik dengan telapak
tangan atau dengan cara yang lainnya (Mu’jam Lughah al-Fuqahâ, vol. I: 65).
Namun penjelasan dalam kitab-kitab fikih, hemat kami cenderung pada
kesimpulan bahwa onani adalah mengeluarkan mani atau sperma dengan
disengaja dan dilakukan dengan menggunakan tangan, baik tangannya sendiri,
tangan istri atau tangan budak perempuannya ketika syahwat sedang muncul dan
atau memuncak.
● Mengenai perbuatan ini, para fuqaha yang sejak dulu sudah membahasnya dalam kitab-kitab fikih
karangan mereka terbagi menjadi beberapa kelompok. Kelompok pertama yaitu kalangan ulama
Malikiyah, Syafi’iyah, dan Zaidiyah yang mengharamkannya. Argumentasi mereka adalah bahwa Allah
memerintahkan untuk menjaga kemaluan dalam semua perilaku, kecuali untuk istri dan budak yang
dihalalkan (milku al-yamîn).
● Jika seseorang melampaui dua hal ini dan dia beronani, maka dia dianggap seperti kaum Ad yang
melampaui batas dari apa yang dihalalkan Allah dan melakukan sesuatu yang diharamkan. Allah
berfirman:
● Artinya: “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak
yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di
balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” [QS. al-Mu’minun (23): 5-7]
Kelompok kedua adalah kalangan ulama Hanafiyah yang berpendapat bahwa
onani haram dalam kondisi tertentu dan wajib dalam kondisi yang lain.
Mereka mengatakan: “Onani menjadi wajib, jika dia takut melakukan zina
kalau tidak beronani, sesuai dengan kaidah fikih:
‫َََأ‬
‫ِإْر ِتَك اُب َخ ِّف الَّض َر َر ْيِن‬.
Artinya: “Mengambil perbuatan teringan dari dua mudarat (bahaya yang ada)”.
Sedangkan mereka yang mengatakan haram, jika dilakukan untuk memancing
nafsu. Mereka mengatakan: “Tidak apa-apa dengan onani, jika nafsu sudah
menguasai dirinya sementara dia belum memiliki istri atau budak wanita
dengan tujuan mencari kestabilan”.

—Someone Famous
Selain ketiga kelompok di atas, terdapat pendapat independen
Kelompok ketiga adalah kalangan ulama dari beberapa sahabat, tabi’in dan ulama lainnya di antaranya:
mazhab Hambali yang mengatakan bahwa Abdulah bin Umar ra., Abdulah bin Abbas ra., Atha’, al-Hasan,
onani hukumnya haram, kecuali jika dia dan Ibnu Hazm. Ibnu Abbas ra. dan al-Hassan
takut terjebak dalam perzinaan atau takut membolehkannya. Sedang Abdulah bin Umar ra. dan Atha’
atas kesehatannya, sementara dia belum memakruhkannya. Ibnu Hazm berpendapat bahwa onani
mempunyai istri atau budak wanita. Dia hukumnya makruh dan tidak berdosa, sebab seseorang
juga tidak mampu untuk menikah. Maka menyentuh kemaluan sendiri dengan tangan kirinya hukumnya
dalam kondisi seperti ini dia dibolehkan mubah sesuai dengan ijmak (kesepakatan para ulama). Jika
beronani. memang mubah, maka hukum tidak akan berubah dari sifat
mubah, kecuali sengaja mengeluarkan mani. (Fiqh as-Sunnah,
vol. 3, h.424-426).
Oleh sebab itu hukum asalnya tetap tidak haram, sebagaimana firman Allah:
Artinya: “… sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu
…” [QS. al-An’âm (6): 119]
Ayat ini tidak menunjukkan keharamannya. Dengan demikian, onani hukumnya halal, sebagaimana
firman Allah:
Artinya:“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu …” [QS. al-Baqarah (2):
29]
Dari berbagai macam pendapat di atas, hemat kami bahwa onani hukumnya adalah makruh karena
cenderung tidak etis dan tidak pantas dilakukan. Dan dalam kondisi tertentu dibolehkan, namun tidak
boleh dilakukan secara rutin atau terus menerus. Kondisi tertentu itu antara lain seperti untuk kasus
sepasang suami-istri yang terpisahkan tempat tinggalnya. Para sahabat pun dalam sebuah riwayat pernah
melakukan onani ketika sedang bepergian melakukan perang. Juga dibolehkannya seorang istri yang
sedang dalam keadaan haid membantu keluarnya mani sang suami (maaf, dengan tangan istri tersebut)
di mana dalam keadaan tersebut sang istri sedang terhalang secara syar’i (agama) untuk melakukan
hubungan suami istri. Sebagaimana merujuk pada sebuah riwayat dalam Shahih Muslim kitab al-
Haidh (646):
: ‫ [رواه‬. ‫اْص َنُعوا ُك َّل َش ْي ٍء ِإَّال الِّنَك اَح‬: ‫) َفَقاَل َر ُسوُل ِهّللا‬222 :‫ (البقرة اآلية‬. ‫َو َيْس َأُلوَنَك َع ِن اْلَم ِح يِض ُقْل ُهَو َأذًى َفاْعَتِز ُلوا الِّنَس اَء ِفي اْلَم ِح يِض … ِإَلى آِخ ِر اآلَيِة‬
]‫مسلم‬
Artinya: “Telah menceritakan pada kami Tsabit dari Anas ra. bahwa (suatu kebiasaan) orang-orang
Yahudi apabila wanita-wanita mereka sedang haid, mereka tidak mau makan bersama-sama, bahkan
tidak untuk tinggal serumah. Maka para sahabat bertanya perihal itu, lalu turun ayat: “Mereka
bertanya tentang haid. Katakanlah: Haid itu kotor. Karena itu jauhilah wanita-wanita itu selama masa
haid.” [QS. al-Baqarah (2): 222]. Lalu Rasulullah saw. bersabda: “Kamu boleh melakukan segala-
galanya selain bersenggama.” [HR. Muslim]

Selain itu, artinya bagi mereka yang membiasakan beronani dan tidak dalam kondisi tertentu, maka ia
telah bermaksiat dan melakukan perbuatan yang terkategori pengantar menuju zina. Dari segi
kesehatan, jika onani atau masturbasi itu sering dilakukan dan menjadi kebiasaan, demikian
dapat menggangu kesehatan jasmani (susunan syaraf) dan rohaninya (mental-pikiran). Juga
dapat melemahkan potensi kelamin serta kemampuan ejakulasinya, sehingga sel sperma
lelaki cenderung gagal bertemu dengan sel telur wanita (ovum) (al-Jurjawi, 1931:198-199)
Beberapa langkah yang dianjurkan agar setiap muslim menjauhi dan terhindar dari perbuatan
onani ini di antaranya sebagai berikut:

1. Menyibukkan diri dengan kegiatan atau


aktifitas yang bermanfaat.
2. Menjauhi hal-hal yang dapat mengarah dan
menyebabkan maksiat dan nafsu syahwat
seperti bacaan, film, dan media yang berbau
pornografi dan lain-lainnya.
3. Menikah jika seseorang tersebut sudah
mampu. Namun jika belum mampu,
sebagaimana Rasulullah saw.
menganjurkannya untuk berpuasa.
Hal-Hal Yang Dilarang Dalam Pacaran
Hukum pacaran dalam islam
‘Pacaran’ bukanlah istilah yang ada dalam khazanah Islam. Maka memang
tidak ditemukan dalil yang bunyinya “janganlah kalian pacaran” atau
“pacaran itu haram” atau semisalnya. Dan dalam kitab para ulama
terdahulu pun tidak ada bab mengenai pacaran. Lalu mengapa kita bisa
katakan Islam melarang pacaran? Karena jika kita melihat realita, tidak bisa
dipungkiri bahwa dalam pacaran terdapat kegiatan-kegiatan atau hal-hal
yang dilarang dalam Islam, yaitu:

//muslim.or.id/20116-menyoal-pacaran-islami.html
Ramadan goals
Zina atau mendekatinya
Zina sudah jelas terlarang dalam Islam, Allah Ta’ala berfirman:
‫َو اَل َت ْق َر ُبوا الِّز َن ا ِإَّنُه َك اَن َف اِح َش ًة َو َس اَء َس ِبياًل‬
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji.
Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra’: 32)
As Sa’di menyatakan: “larangan mendekati zina lebih keras dari pada sekedar larangan berbuat
zina, karena larangan mendekati zina juga mencakup seluruh hal yang menjadi pembuka peluang
dan pemicu terjadinya zina” (Tafsir As Sa’di, 457). Maka ayat ini mencakup jima’ (hubungan seks),
dan juga semua kegiatan percumbuan, bermesraan dan kegiatan seksual selain hubungan intim
(jima’) yang dilakukan pasangan yang tidak halal.

© 2023 muslim.or.id
A picture is worth a thousand words
Dan zina itu merupakan dosa besar, pezina yang muhshan dijatuhi hukuman rajam hingga
mati. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
‫ والمفارق‬، ‫ والثيب الزاني‬، ‫ النفس بالنفس‬: ‫ إال بإحدى ثالث‬، ‫ يشهد أن ال إله إال هللا وأني رسول هللا‬، ‫ال يحل دم امرئ مسلم‬
‫لدينه التارك للجماعة‬
“Seorang muslim yang bersyahadat tidak halal dibunuh, kecuali tiga jenis orang: ‘Pembunuh,
orang yang sudah menikah lalu berzina, dan orang yang keluar dari Islam‘” (HR. Bukhari
no. 6378, Muslim no. 1676).
Memang tidak semua yang berpacaran itu pasti berzina, namun tidak berlebihan jika kita
katakan bahwa pacaran itu termasuk mendekati zina, karena dua orang sedang yang
berkencan atau berpacaran untuk menuju ke zina hanya tinggal selangkah saja.
Ramadan vocabulary
Match the words with their actual meaning
Ramadan The meal eaten after sunset during Ramadan

Iftaar The meal consumed early in the morning by Muslims


before fasting

Iteqaaf The ninth month of the Muslim year

Sahoor Special Muslim prayers involving reading long portions of


the Quran

Tarawih An Islamic practice consisting of a period of staying in a


mosque
● dan perlu diketahui juga bahwa ada zina secara maknawi, yang
pelakunya memang tidak dijatuhkan hukuman rajam atau
cambuk namun tetap diancam dosa karena merupakan pengantar
menuju zina hakiki. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
● ، ‫ أدرك ذلك ال محالَة‬، ‫إن َهللا كتب على ابِن آدَم حَّظه من الزنا‬
، ‫ والنفُس تتمنى وتشتهي‬، ‫ وزنا اللساِن المنطُق‬، ‫فزنا العيِن النظُر‬
‫والفرُج يصدُق ذلك كَّله أو يكذُبه‬
● “sesungguhnya Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap
anak Adam memiliki bagian dari perbuatan zina yang pasti
terjadi dan tidak mungkin dihindari. Zinanya mata adalah
penglihatan, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan nafsu
(zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan, dan
kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya” (HR. Al
Bukhari 624116-menyoal-pacaran-islami.html
Thanks!
Enak menikah dari pada
pacaran

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,


and includes icons by Flaticon, and infographics & images by
Freepik
● Bersentuhan dengan lawan jenis
● Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
● ‫َألْن ُيْط َع َن ِفي َر ْأِس َر ُج ٍل ِبِم ْخ َيٍط ِم ْن َح ِد يٍد َخ ْيٌر َلُه ِم ْن َأْن َيَم َّس اْمَر َأًة ال َتِح ُّل َلُه‬
● “Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh itu lebih baik baginya
daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya (bukan mahramnya)” (HR. Ar Ruyani
dalam Musnad-nya, 2/227,dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1/447).
● Hadits ini jelas melarang menyentuh wanita yang bukan mahram secara mutlak, baik dengan
syahwat maupun tanpa syahwat.
● Imam Nawawi berkata: “Ash-hab kami (para ulama syafi’iyyah) berkata bahwa setiap yang
diharamkan untuk dipandang maka haram menyentuhnya. Dan terkadang dibolehkan
melihat (wanita ajnabiyah) namun haram menyentuhnya. Karena boleh memandang wanita
ajnabiyah dalam berjual beli atau ketika ingin mengambil atau memberi sesuatu ataupun
semisal dengannya. Namun tetap tidak boleh untuk menyentuh mereka dalam keadaan-
keadaan tersebut” (Al Majmu’: 4/635).
● Maka kegiatan bergandengan tangan, merangkul, membelai, wanita yang bukan mahram
adalah haram hukumnya. Kegiatan-kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh orang yang
berpacaran.

You might also like