Professional Documents
Culture Documents
Presentation 1
Presentation 1
BAHASA INGGRIS
KELOMPOK 3 :
Lailatul Badriyah
Vita Indah Febriani
Nurul Mustofiyah
Meila Iftitah
EDUCATION AND ISLAMIC AUTHORITY
............................
……………………………………………………………
Sekitar 90 persen dari 260 juta penduduk indonesia adalah Muslim. Sebagian
besar dari mereka mendukung gagasan bahwa islam harus hadir secara publik dan
bukan secara privat dalam kehidupan sehari-hari,dan oleh karena itu,otoritas islam
bukan sekadar abstrak bagi masyarakat indonesia ini memiliki efek praktis.Namun
peran seperti apa yang seharusnya dimainkan oleh otoritas islam dalam kehidupan
publik?ini adalah topik yang menjadi perhatian para pembuat kebijakan diindonesia
sebelum negara ini merdeka pada tahun 1945,dan kekhawatiran ini telah membentuk
masyarakat islam indonesia dengan cara yang berbeda-beda.
Paragraf II
.............................................................................................
In 1945, when the founders of the Indonesian state were thrashing
out the newly independent nation’s constitutional arrangements, a decision
was made to establish a religious affairs ministry ( SIMPLE PAST
TENSE ). Education was central to the ministry’s brief, and for good
reason: in the early days of Indonesian independence, Islamic education
was falling behind the nonreligious educational system in its appeal to
Muslim Indonesians. ( SIMPLE PAST TENSE )The rising appeal of
“modern education” threatened the future of Islamic authority in the
country. The ministry began fashioning an educational system that would
maintain relevance beside the nonreligious education being offered
through the Culture and Education Ministry. Looking back over the
developments since 1945, two distinctive strategies appear as the most
prominent .
Paragraf II
Sekitar 90 persen dari 260 juta penduduk Indonesia adalah Muslim. Sebagian besar dari mereka mendukung gagasan bahwa Islam harus hadir secara publik dan bukan secara privat dalam kehidupan sehari-
hari, dan oleh karena itu, otoritas Islam bukan sekadar abstrak bagi masyarakat Indonesia; ini memiliki efek praktis. Namun peran seperti apa yang seharusnya dimainkan oleh otoritas Islam dalam
kehidupan publik? Ini adalah topik yang menjadi perhatian para pembuat kebijakan di Indonesia sejak sebelum negara ini merdeka pada tahun 1945, dan kekhawatiran ini telah membentuk masyarakat Islam
Indonesia dengan cara yang berbeda-beda.
Pada tahun 1945, ketika para pendiri negara Indonesia menentang pengaturan konstitusi negara yang baru merdeka, diambil keputusan untuk mendirikan Kementerian Agama. Pendidikan merupakan hal
yang sangat penting dalam laporan kementerian ini, dan hal ini memiliki alasan yang baik: pada masa awal kemerdekaan Indonesia, pendidikan Islam tertinggal dibandingkan sistem pendidikan non-agama
dalam hal daya tariknya bagi masyarakat Muslim Indonesia. Meningkatnya daya tarik “pendidikan modern” mengancam masa depan otoritas Islam di negara tersebut.
Kementerian mulai merancang sistem pendidikan yang tetap relevan dengan pendidikan non-agama yang ditawarkan melalui Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan. Melihat kembali perkembangan
sejak tahun 1945, terdapat dua strategi berbeda yang paling menonjol. Tujuan strategis utamanya adalah penciptaan sistem pendidikan tinggi Islam. Hal ini dicapai dengan merevisi cakupan ilmu-ilmu Islam
dan memperluasnya melampaui ilmu-ilmu inti yang sebelumnya menopang pendidikan Islam (tata bahasa Arab, hukum, tafsir Al-Quran, teologi, dll).
Saat ini, universitas-universitas Islam negeri dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi agama Islam di Indonesia tidak hanya mengajarkan mata pelajaran Islam tradisional, namun juga telah menerapkan
disiplin ilmu “sekuler” seperti ilmu-ilmu sosial, sejarah, media dan komunikasi. Definisi studi Islam yang luas di lembaga-lembaga ini didukung oleh kualifikasi staf mereka yang sama luasnya. Beberapa
dari mereka dilatih di pusat-pusat pembelajaran Islam tradisional seperti universitas masjid Al-Azhar di Kairo, namun banyak pula yang merupakan lulusan departemen ilmu-ilmu sosial di Eropa, Amerika
Serikat dan Australia.
Inovasi pendidikan ini mempunyai dampak yang nyata terhadap otoritas Islam kontemporer. Banyak di antara staf lembaga-lembaga ini yang terkenal sebagai komentator publik, dan kontribusi mereka
dalam debat publik sering kali memberikan perspektif sosial yang lebih luas terhadap isu-isu yang mungkin bisa diselesaikan melalui pertimbangan agama yang ketat. Lebih jauh lagi, kontribusi mereka
mempunyai legitimasi sebagai kontribusi Islami, karena masyarakat menyadari bahwa para ahli ini mempunyai posisi di lembaga-lembaga pendidikan yang secara eksplisit Islami. Hasilnya, dibandingkan
dengan negara-negara mayoritas Muslim lainnya, Indonesia memiliki otoritas Islam yang lebih luas dan membawa perspektif berbeda dalam debat publik dan kebijakan. Tanpa konteks kelembagaan yang
diciptakan oleh kementerian, hal ini mungkin tidak akan terjadi. Inovasi kedua adalah membawa sekolah Islam tradisional di tingkat dasar dan menengah ke dalam jalur pendidikan kontemporer.
Pada masa sebelum kemerdekaan, bagi banyak anak di Hindia Belanda, pendidikan Islam merupakan satu-satunya bentuk pendidikan yang tersedia. Para pelajar ini bersekolah di lembaga pendidikan yang
dikelola dan dimiliki oleh orang-orang yang mempelajari ilmu-ilmu Islam atau ulama. Dalam beberapa dekade terakhir, pemerintah Indonesia menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai prioritas – yang
sangat berharga bagi tatanan sosial Indonesia karena legitimasi agama mereka dan banyaknya orang Indonesia yang mereka didik – ke dalam sistem yang diatur oleh negara.
Hal ini bukanlah tugas yang mudah karena banyak permasalahan: kurangnya staf dan sumber daya yang memenuhi syarat untuk membayar mereka; biaya pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur;
kesulitan memperluas kurikulum tradisional untuk mencakup mata pelajaran kontemporer; dan kekhawatiran yang dirasakan secara luas bahwa mata pelajaran inti Islam akan tersingkir dalam proses
asimilasi. Meskipun demikian, banyak kemajuan yang telah dicapai. Kebanyakan sekolah Islam sekarang menawarkan mata pelajaran agama bersama dengan kurikulum “non-agama” yang memungkinkan
lulusannya untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi dan pekerjaan. Kemajuan ini memberikan manfaat bagi sektor ini: banyak orang tua yang lebih memilih menyekolahkan anak mereka ke sekolah Islam.
Mereka tidak hanya memiliki keyakinan terhadap disiplin dan nilai-nilai yang menjadi inti pendidikan Islam, namun juga merasa yakin bahwa anak-anak mereka akan menerima pendidikan yang memiliki
relevansi masa kini. Inovasi pendidikan Kementerian Agama telah membawa perubahan pada masa kini. Pendidikan Islam tetap menjadi elemen penting dalam sistem pendidikan di Indonesia, dan otoritas
Islam tersebar di berbagai kalangan dengan berbagai keterlibatan dalam kehidupan kontemporer.