Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 46

MTE3205 Analisis Transisi Energi Masa Depan

De-carbonisasi
Ignatius Rendroyoko
Institut Teknologi PLN
2023
Ignatius Rendroyoko
Researcher, Institut Teknologi PLN
Pengalaman bekerja

2023 – Now Senior Vice President PT PLN Energi Primer Indonesia


2020 – 2022 Director for Electricity & Wholesale Business PT ICON+
Pendidikan: 2019 – 2020 General Manager PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah
- Doctor of Philosophy, STEI,
ITB, 2022
Nusa Tenggara Timur
- MEngSc, ECSE Depart. 2017 – 2018 General Manager for Strategic Service Unit PT
Monash university, Indonesia Comnets Plus
Melbourne, Australia
- Sarjana Teknik, Teknik 2014 – 2017 Senior Manager for Strategic Programme, Corporate
Elekro, ITB, 1994 Delivery Unit, PLN
Sertifikasi:
2012 – 2014 Senior Manager for Distribution System Asset Management
- Insinyur Professional Utama for Jawa Bali, Distribution & Customer Service for Jawa
-
(IPU), 2020 Bali, PLN Head Office
ASEAN Engineer, 2018
- QRGP Risk Management,
2021
AGENDA

1. Definisi Dekarbonisasi
2. Paris Agreement 2015
3. Decarbonization of Power System
4. Case Study – Energy Transition
The Definition

Energy transition is the process of reducing GHG


emissions to 'net zero' This is also called the
'decarbonisation' of the energy system.
Decarbonisation refers to the process of reducing carbon dioxide (CO2) emissions resulting from
human activity in the atmosphere. The current (and optimistic) objective of decarbonisation is to,
eventually, eliminate our carbon dioxide emissions.
To achieve deep decarbonisation, we need to rethink how we produce and consume energy
and operate a radical switch to renewables and low carbon energy sources.
The defining features of the Paris
Agreement
attenuation: Holding the increase in the global average
temperature to well below 2°C above pre-industrial
levels and pursuing efforts to limit the temperature
increase to 1.5°C above pre-industrial levels(2.1.a)
adaptation: to increase the ability to adapt to the
adverse impacts of climate change and foster climate
resilience (art 2.1.b)
finance: to reorient all investment flows – public and
private,domestic and international – consistently with
these climate change mitigation and adaptation
objectives (art 2.1.c)
In December 2015, the historic Paris Agreement was adopted by consensus by all members of the United Nations
Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
To date, 197 countries have agreed to gradually reduce the use of fossil fuels and CO 2 emissions to reach net carbon
neutrality by 2050 and keep global warming below 2 °C by the year 2100.
Mengarahkan Decarbonisasi dan Transisi Energi

1. Selama 2 tahun terakhir, timbul tekanan masyarakat, kebijakan, dan investor pada industri untuk
beralih dari energi berbasis bahan bakar fosil dan menuju ekonomi nol karbon. Sebagai contoh,
beberapa perusahaan minyak dan gas pada tahun 2020 telah mengumumkan target emisi net-zero
2050, dan perusahaan lain juga telah mengumumkan target sebelum tahun 2040.

2. Biaya modal yang diperlukan untuk dekarbonisasi sangat besar. Perkiraan bahwa dibutuhkan $50
triliun untuk mengurangi emisi bahan bakar fosil dan gas rumah kaca (GRK) lainnya pada tahun
2050 untuk memenuhi tujuan Paris Agreement.
3. Mengingat aset dan infrastruktur ekonomi saat ini merupakan hasil dari investasi modal selama
puluhan tahun, keputusan investasi oleh penyedia modal dan pelaku industri dalam beberapa tahun
ke depan akan menjadi sangat penting. Selain itu, implikasinya signifikan, membutuhkan
transformasi aset “brown-to-green” (seperti mengganti generator diesel di anjungan minyak lepas
pantai dengan EBT), infrastruktur baru (untuk elektrifikasi transportasi), dan meningkatkan
teknologi baru (seperti teknologi ramah lingkungan), hidrogen dan teknologi carbon capture).
Industry adalah sector terbesar yang membutuhkan
energy

Total Final Consumption: World


10000000 35%

9000000
30%
8000000

7000000 25%

6000000
20%

5000000
ktoe

15%
4000000

3000000 10%

2000000
5%
1000000

0 0%
71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15
19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Industry Transport Residential Commercial Other Industry share of TFC


Decarbonization pada Global Energy Sector
45
ETP 2017 Reference Technology Scenario – RTS Global demand for selected industrial products
40
5000 700

35 4500
Direct CO2 Emissions (Gt CO2)

600
4000
30
3500 500
25
3000
400
20 2500

Mt
Mt
300
15 2000

1500 200
10
1000
5 100
500

0 0 0
Cement Crude Steel Chemicals Aluminum Pulp
2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050 2055 2060

Power Industry Transport Residential Services Agriculture Other transformation 2014 RTS 2060 2014 RTS 2060

Sektor Tenaga listrik, Industri dan Transportasi menjadi sektor2 terbesar yang menghasilkan CO2 atau carbon. Pada
Industri, sektor industry yang menyumbang CO2 terbesar adalah Semen, kertas dan Besi Baja. Merujuk fakta tersebut
maka Langkah dekarbonisasi diutamakan dilaksanakan pada sektor-sektor tersebut akan mengurangi dampak pemanasan
global (GHG) Secara signifikan.
Technology dapat mendorong Langkah
Decarbonization
Global CO2 reductions by technology area Gt CO 2 cumulative reductions in 2060

Reference Technology Scenario 0 200 400


40
– RTS

Renewables
Renewables 15%
35%

30 Renewables 35%

2 degrees Scenario – 2DS Fuel


Fuel switching
switching
Fuel 5%18%
switching 5%

Nuclear 6%
GtCO2

20 Nuclear
Nuclear 6%1%
CCS 14%
Beyond 2 degrees Scenario – B2DS
Other 0%
CCSCCS
14%32%
10 2DS

WB2DS
2DS

0
2014 2020 2030 2040 2050
2060

Global population grows from 7.2 to 10.2 billion

Global GDP increases by a factor of 3.6


Mendorong teknologi energi untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2060 dapat memenuhi titik tengah dari berbagai ambisi
yang disampaikan di Paris.
Upaya untuk mewujudkan industrial low-carbon transition
Global direct industrial CO2 emissions
Gt CO2 cumulative reductions in 2060
12 002

Fuel and feedstock switching


10 002

Energy efficiency and BAT deployment


8 002

Innovative processes and CCS


GtCO2

6 002 Series1

B2DS total
4 002

RTS total
2 002

B2DS total

2
0 20 000 40 000 60 000 80 000 100 000
14 20 30 40 50 60
20 20 20 20 20 20
Carbon capture and storage (CCS) is the process of capturing and storing carbon
dioxide (CO2) before it is released into the atmosphere

Sejumlah strategi seperti diatas telah disiapkan untuk berkontribusi pada pengurangan emisi industri – namun
tidak ada senjata yang paling ampuh (there is no silver bullet) untuk menjawab tantangan ini…….
Carbon Capture and Storage Initiatives

The Global portfolio of Large-Scale CCS projects continued to expand with the first steel plant CCS and the first BECCS
plant being deployed but no new investment decisions have been taken since 2014
Langkah2 Support Decarbonisasi dan Transisi Energi
We hope the following four themes help inspire leaders globally to reimagine the production and use of
energy in infrastructure:

1. Building a more resilient electric grid. The physical effects of climate change, are taking a toll on
electric grids. Owners and operators can build resilience to face such events and maintain stability
when transitioning to and integrating renewable sources of energy.
2. Increasing sustainability in engineering and construction. The construction industry is directly or
indirectly responsible for almost 40 percent of global CO 2 emissions from fuel consumption and 25
percent of GHG emissions overall.
3. Accelerating the adoption of novel technologies. Carbon capture, electrolysis, and the integration of
wind and solar energy will likely prove critical to increasing sustainability in engineering. Digital
technologies are also playing important roles in infrastructure, especially in supporting
electrification and renewable energy sources.
4. Assessing the opportunities in decarbonizing oil and gas and chemicals. The transition from
“brown” to “green” infrastructure and deep decarbonization of the oil and gas sector is under way as
multiple companies commit to blue and green hydrogen projects and carbon-capture technologies.
Decarbonization of Power Systems
Sektor Tenaga Listrik sedang mengalami
Transformasi Global
Biaya tenaga surya telah turun hingga 80 persen dan tenaga
angin sekitar 40 persen—membuatnya bersaing secara
ekonomi dengan bahan bakar konvensional, seperti batu bara
dan gas alam. Akibatnya, EBT berkembang pesat: EBT
menyumbang sebagian besar kapasitas pembangkit listrik
baru pada tahun 2018
Namun, tidak mungkin untuk mengendalikan kapan matahari
bersinar atau angin bertiup. Pencocokan operasi 24/7 pasokan
tenaga angin dan matahari dengan kebutuhan beban tidak
dapat terjadi seperti yang dapat dilakukan oleh pembangkit
listrik konvensional yang berbahan bakar batu bara atau gas
alam. Itu menciptakan teka-teki. Perusahaan Utilitas dan
Pemerintah menginginkan listrik yang murah dan andal,
banyak juga telah menetapkan tujuan dekarbonisasi sistem
tenaga listrik mereka.
Decarbonization: Solar PV Plant
Keanekaragaman spasial, seperti halnya
energi surya, dapat mengurangi sebagian
dari karakteristik variabilitas ini dengan
secara signifikan mengurangi besarnya
perubahan ekstrem dalam keluaran PV
Secara agregat, serta sumber daya dan
biaya yang diperlukan untuk
mengakomodasi variabilitas atau tersebut.
Baik agregasi keluaran panel PV terpisah
di dalam pembangkit, atau agregasi
keluaran beberapa pembangkit PV terpisah
di lokasi berbeda membantu memperhalus
variabilitas keluaran energi matahari
secara keseluruhan (lihat Gambar di
samping)
Decarbonization: Wind Turbines
Gambar 1 menunjukkan contoh variabilitas
angin untuk satu turbin angin, beberapa turbin
angin, dan semua turbin angin di suatu negara.
Variabilitas generasi angin juga menurun
dengan agregasi spasial. Keluaran energi angin
di wilayah geografis yang lebih luas memiliki
variabilitas yang lebih kecil daripada keluaran
pembangkit listrik tenaga angin tunggal.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa dengan


teknologi dan pengetahuan atas karakteristik
energi yang bersifat intermittent, kita dapat
tetap memanfaatkan availabilitas energi tersebut
untuk memenuhi kebutuhan.
Operasi Solar PV dan Wind Turbine dalam
Sistem Tenaga Listrik
Pada operasi energi terbarukan intermiten,
seperti pembangkit listrik tenaga surya dan
angin fotovoltaik, menghadirkan kondisi
pengoperasian tradisional sistem tenaga
listrik yang khusus. Variabilitas keberadaan
energi angin dapat dikompensasi oleh
availabilitas energi surya pada kondisi
tertentu. Pada kondisi seperti ini, diperlukan
kekuatan suplai pembangkit fossil untuk
selalu harus dapat mengkompensasi
variabilitas yang terjadi sehingga kestabilan
suplai system dapat selalu terjaga.

Ada berbagai cara untuk memastikan pencocokan pasokan dan permintaan secara real-time. Misalnya, pembangkit gas
dan batu bara dapat menyesuaikan produksi naik atau turun untuk memuluskan fluktuasi keluaran tenaga angin dan
matahari. Jalur transmisi dapat menyeimbangkan produksi lintas geografi. Insentif yang dirancang dengan baik dapat
mendorong pengguna untuk memodifikasi konsumsi mereka melalui program demand side management.
Battery Energy Strorage System (BESS)
Battery Energy Storage System dapat bertindak
pada sistem tenaga listrik sebagai generator
saat pemakaian dan titik konsumsi (atau
"beban") saat mengisi daya.

Semua pendekatan ini ada dan telah


didokumentasikan dengan baik. Meski begitu,
hanya sedikit utilitas atau pemerintah yang
telah menyusun jalur kuantitatif yang terperinci
untuk mendekarbonisasi sektor
ketenagalistrikan secara substansial.

BESS dapat memainkan peran penting dalam mendekarbonisasi produksi listrik suatu wilayah melalui penggunaan energi
terbarukan yang lebih besar. Beberapa teknologi (misalnya, baterai PHS, CAES, dan VRB dan PSB) dapat menghilangkan
lebih dari 90% emisi CO2 secara hemat biaya dibandingkan dengan kondisi tanpa Battery. Tanpa BESS, penerapan energi
terbarukan secara besar-besaran hanya dapat mencapai sekitar 72% pengurangan emisi CO2
Mencapai 50-60 persen dekarbonisasi STL pada
tahun 2040
Usaha mencapai 50 - 60 % Dekarbonisasi dapat dilakukan dengan biaya investasi yang cukup rasional. Biaya
tenaga surya dan angin serta energy storage — tiga elemen penting dalam semua skenario dekarbonisasi dalam—
telah turun dengan cepat sehingga dekarbonisasi sering kali menjadi pilihan dengan biaya terendah.

1. Kombinasi Tenaga Surya – Battery Energy Storage dan Tenaga Angin –


Storage menjadi senjata utama untuk Langkah Dekarbonisasi wilayah
yang memungkinkan dan memiliki potensi sumber EBT tersebut. Siklus
harian matahari cocok dengan medium scale energy storage (empat
hingga delapan jam). Energi yang disimpan pada siang hari dapat
dilepaskan pada malam hari, memastikan pasokan daya yang stabil—
dengan demikian, “storage plus surya” (hal yang sama tidak berlaku
untuk “penyimpanan plus angin”, karena angin tidak dapat diprediksi).
2. Padahal, tenaga angin dan tenaga surya cenderung dapat saling
melengkapi, dengan angin bertiup lebih kencang di malam hari dan di
musim dingin, saat energi matahari lebih lemah. Oleh karena itu, pasar
yang memiliki sumber daya matahari dan angin memiliki posisi yang
lebih baik untuk mengelola intermittency.
Dekarbonisasi Sistem Tenaga Listrik 100 pada
tahun 2040
Jalan menuju dekarbonisasi 100 persen semakin kompleks, dan opsi berbiaya terendah akan bervariasi, bergantung pada
pasar. Sebagian besar geografi perlu bergantung pada teknologi yang lebih baru untuk mencocokkan supply dan demand
ketika produksi tenaga angin dan matahari tertekan. Meskipun mencapai tingkat ini layak secara teknis, biayanya jauh
lebih mahal.
• Biofuels. Biofuels, such as landfill gas and biomethane, are net-zero-carbon renewables. But they are
expensive, and their supply is limited, so they can only serve as part of the solution, in most cases.
• Carbon capture, use, and storage (CCUS). CCUS refers to capturing the GHG emissions produced by
burning fossil fuels and then either using the CO2 for other processes, such as enhanced oil recovery, or
storing it somewhere safe, such as in deep-rock formations.
• Bioenergy carbon capture and storage (BECCS). BECCS is a technology in which carbon-neutral
biomass, such as wood pellets and agricultural waste, is burned for fuel, with capture or storage of the
resulting CO2 emissions.
• Power to gas to power (P2G2P). P2G2P technology involves using excess electricity to produce
hydrogen that can be stored in the gas network and later converted into power again. The “clean gas”
created through P2G2P technology enables storage of extremely long duration—weeks or even
months.
• Direct air capture (DAC). DAC separates CO2 from the air. It is another negative-emission technology
that could be used to eliminate the last few percentage points of carbon-intensive power.
Case Study – Energy Transition
Studi Kasus Energy Transition: Fujian, China

1. Sumber Journal Paper: A Lin, Changyong & Li, Yuanfei & Cai, Qiyuan & Shi, Pengjia &
Song, Malin & Wu, Wei. (2021). Evaluation on the Cost of Energy Transition: A Case
Study of Fujian, China. Frontiers in Energy Research. 9. 630847.
10.3389/fenrg.2021.630847.
2. Abstract :
Paper ini membahas model provincial Computable General Equilibrium (CGE) untuk
menganalisa biaya dari energy transition menjadi energi terbarukan dan mencari
dan menemukan cara yang lebih baik yang mengintegrasikan dengan Efisiensi biaya
social. Hasil studi menunjukkan bahwa setelah implementasi penggantian energi,
harga tenaga listrik terbukti naik sebesar 1.6% dan konsumsi tenaga listrik pada
berbagai sektor turun, terutama terjadi pada industry sekunder. Secara keseluruhan,
dampak marjinal dari substitusi energi terhadap perekonomian adalah signifikan.
Case Study:
Energy Transition
in Fujian
•Sebagai studi kasus, diambil referensi dari tulisan pada Journal Frontiers - Lin,
Changyong & Li, Yuanfei & Cai, Qiyuan & Shi, Pengjia & Song, Malin & Wu,
Wei. (2021). Evaluation on the Cost of Energy Transition: A Case Study of
Fujian, China. Frontiers in Energy Research. 9. 630847.
10.3389/fenrg.2021.630847.
•Kontribusi dan inovasi artikel ini adalah, Pertama, mengambil Fujian sebagai
studi kasus, disini membangun model CGE provinsi berdasarkan model CGE
standar. Kedua, studi sebelumnya yang berfokus pada biaya transisi energi di
tingkat provinsi masih terbatas. Paper ini mensimulasikan dan menganalisis
efek dari substitusi berbagai sumber EBT, dan selanjutnya mengevaluasi
efisiensi dan biaya jalur transisi energi yang berbeda. Ketiga, paper ini
mencoba menemukan jalur yang lebih efisien untuk pengembangan EBT di
Fujian berdasarkan hasil simulasi dan karakteristik pemanfaatan energi di
Fujian.
China, the largest developing economy powered by
fossil fuel
China, negara raksasa ekonomi berkembang besar,
mengalami urbanisasi dan industrialisasi yang pesat.
Namun, serangkaian masalah energi muncul silih
berganti dan ada tekanan besar untuk mempromosikan
konservasi energi dan pengurangan emisi CO2.
Pasokan energi yang didominasi batu bara telah
memenuhi kebutuhan listrik dan pertumbuhan ekonomi
yang pesat, namun juga menimbulkan permasalahan
lingkungan. Dengan demikian, pengembangan energi
terbarukan dan peningkatan struktur energi memainkan
peran strategis penting dalam pembangunan
berkelanjutan China.
Fujian & Pengembangan Energi Terbarukan
Fujian adalah provinsi di China, yang memiliki keunggulan dalam
sumber EBT dengan sumber daya batubara yang terbatas, dan
sumber daya EBT memiliki ruang pemanfaatan yang besar.
Dalam beberapa tahun terakhir, dengan dukungan kuat dari
kebijakan nasional dan promosi kebijakan industri, proporsi
konsumsi EBT di Fujian terus meningkat. Namun, dengan
pengembangan EBT, Fujian juga menghadapi masalah perluasan
yang cepat dari kesenjangan pendanaan subsidi dan ketergantungan
jalur.

Struktur pembangkit listrik Fujian ditunjukkan pada Figure 3.


Pembangkit listrik batu bara dan gas mencapai 52,1% dan
pembangkit listrik EBT tenaga nuklir dan air mencapai 44,6%
secara total, sedangkan PLTB dan PLTS hanya mencapai 3,3%.
Karena tenaga batu bara menghasilkan emisi karbon tertinggi
untuk setiap unit produksi listrik, dalam pembahasan ini
diasumsikan bahwa tenaga batu bara secara bertahap akan
digantikan oleh sumber tenaga lain selama proses simulasi.
Fujian – Renewable Energy Potential
• Fujian has enormous potential for renewable power generation. The water
resources in Fujian are abundant, and with good water conservancy facilities
construction conditions.
• According to IRENA, the global hydropower weighted average Levelized Cost of
Energy (LCOE) has increased from US$0.037/kWh in 2010 to US$0.047/kWh in 2019.
• Recently, Fujian’s hydropower generation has become stable at around 30 billion
kWh, and installed hydropower capacity is 11,560 MW in 2019, approximately 85%
of technically developable resources. Under the constraints of existing technology,
hydropower resources have been almost exhausted and future development is
limited
• Dalam sepuluh tahun terakhir, biaya tenaga angin turun sebesar 40%, mencapai
US$0,053/kWh pada tahun 2019. Namun, wilayah yang kaya sumber energi angin
cenderung berkembang secara ekonomi, di mana kepadatan penduduk tinggi dan
sumber daya lahan langka
Computable General Equilibrium (CGE) model

• Model CGE, yang merupakan simulasi berbasis komputer, dapat digunakan


untuk menganalisis interaksi seluruh ekonomi dan interaksi internal. Dalam
simulasi CGE, kondisi general equilibrium dapat dilihat sebagai kasus patokan,
dan a “new general equilibrium” akan tercapai setelah pemberlakukan “policy
shocks”.
• Penerapan model CGE di bidang “climate change” adalah sangat penting dan
banyak diperlukan, terutama di China. Mereka mengidentifikasi state-of-the-art
saat ini dan merangkum pendorong utama “low carbon economy” yang
dianalisis dalam penelitian saat ini.
• Studi tentang transisi energi di berbagai negara biasanya berfokus pada tingkat
makro dan nasional, dan ada beberapa penelitian yang berfokus pada biaya
transisi energi di tingkat provinsi. Makalah ini mencoba untuk mengisi
kesenjangan penelitian. Berdasarkan karakteristik pemanfaatan energi di
Provinsi Fujian, makalah ini menyelidiki dampak dari berbagai substitusi energi
terbarukan pada biaya transisi dengan melakukan model CGE provinsi.
Model Structure of CGE
Production Sector adalah komponen utama dari kegiatan produksi, yang
membeli input antara dari pasar komoditas, serta input modal dan tenaga
kerja dari “factor market”. Komoditas yang diproduksi oleh sektor
produksi mengalir ke pasar komoditas, dan pembayaran faktor
dialokasikan ke pasar faktor.

Sumber “commodity market” adalah kegiatan kehidupan di dalam


provinsi, dan keluaran “commodity market” menghasilkan empat jenis
penggunaan akhir, yaitu consumption, investment, Eksport netto, dan
inter-provincial net outflow.

Pada “factor market”, pembayaran faktor dibayarkan ke setiap subjek


rekening nasional, yang meliputi rekening household, rekening
government, rekening enterprise, rekening foreign, dan rekening
provinsi dalam negeri. Ada juga pembayaran pajak dan transfer lintas
rekening, dan setiap rekening memenuhi prinsip keseimbangan
pendapatan dan pengeluaran.
Production Function Structure
Proyek ini mengacu pada pengaturan model CGE arus utama
dan mengadopsi pengaturan fungsi produksi 6 lapis.
Diantaranya, input energi dipisahkan dari input perantara dan
digabungkan dengan kebutuhan input modal dan tenaga kerja.
Pada lapisan pertama penyatuan, fungsi CES menyertakan dua
jenis input, yaitu “factor-energy” dan ““nonenergy intermediate
input”
"Factor-energy" terdiri dari dua jenis input, termasuk tenaga
kerja dan modal-energi. Input antara non-energi dihitung
menurut fungsi Leontief berdasarkan proporsi input antara yang
berbeda, dan “Capital energy” terdiri dari modal dan investasi
energi.
Untuk memenuhi kebutuhan penetapan kebijakan harga tenaga
listrik,sektor listrik dibagi dengan mengacu pada struktur input
kekuatan berbeda dalam Proyek Analisis Perdagangan Global
(GTAP) basis data saat merancang struktur model CGE.
Production Function Structure (2)

1. Karena listrik tidak dapat dipisahkan dari input transmisi dan distribusi dari
pembangkitan ke end-customer, fungsi produksi dari catu daya adalah tipe
Leontief, yaitu untuk setiap unit listrik yang disediakan ke terminal, proporsi
input ke pembangkit listrik dan input ke transmisi dan distribusi tetap sama.
2. Selain itu, sektor pembangkit listrik telah dibagi menjadi enam jenis,termasuk
listrik, tenaga batu bara, tenaga gas, tenaga air, tenaga nuklir, tenaga angin, dan
tenaga fotovoltaik. Karena tidak akan ada perubahan besar dalam struktur catu
daya dalam jangka pendek, maka dalam model statis diasumsikan bahwa
proporsi struktur dari enam jenis catu daya ini tetap tidak berubah.
Leontief Production Function
Constant elasticity of substitution (CES)
Constant Elasticity of Substitution (CES) dengan dua input variable bebas dapat memberikan suatu indikasi analisis
substitusi (σ) terhadap input modal dan tenaga kerja dimana masing-masing berpengaruh terhadap jumlah produksi
(output) yang dihasilkan.

1. As for the CES function, taking the production function of total output as an example, the
specific form is shown in Eq. 1. Among them, αa is the efficiency factor or scale factor, and the
higher the value, the higher the output capacity under a certain input. δa is the contribution
share coefficient of different inputs. The parameter ρ is related to the elasticity of substitution
and can be calculated according to σ = 1/(1 − ρ). QA represents the number of output products,
QKELA indicates the input of factor and energy complex products, and QINTA means
intermediate input.
Constant elasticity of substitution (CES) (2)
2. Menyimpulkan bentuk fungsi CES, variabel input memilikimengikuti identity relationship. Di
antaranya PKELA melambangkan “the composite product price of factor and energy input”,
PINTA represents “the price of other intermediate inputs”, PA mewakili “the product price”.
Constant elasticity of substitution (CES) (3)
3. CES Function pada setiap tingkat fungsi produksi memiliki bentuknya mirip dengan rumus di
atas. Selain itu, untuk input perantara, fungsinya adalah Leontief type, yang disajikan dalam
equation 4 dan equation 5. QINTAa menunjukkan jumlah total input antara sektor, icaca adalah
koefisien bagian dari input antara struktur, yang mewakili proporsi produk sektor c dalam input
antara setiap unit sektor a; PINTAa adalah “intermediate investment price”.
Constant elasticity of substitution (CES) (3)
4. Pada “the final demand”, fungsi investasi dihitung menurut fungsi Leontief, yaitu struktur
internal produk investasi tetap tidak berubah. Fungsi konsumsi menggunakan fungsi sistem
pengeluaran linier. Dalam kasus “maximum consumer utility”, memenuhi persamaan berikut.
Constant elasticity of substitution (CES) (4)

5. Setelah mendapatkan kondisi “the first-order optimization conditions” untuk equation 6, fungsi
konsumsi dapat diturunkan sebagai equation 7. Dimana cj merupakan “the basic living
consumption of a certain commodity”, yaitu setiap komoditi mempunyai batas konsumsi yang
lebih rendah. βj mewakili bagian “marginal budget share spent on a product”. Ide dasar dari
sistem pengeluaran linier adalah setelah konsumen puas dengan penghidupan dasarnya
The Settings of Power Sector
1. Dalam tabel Input-Output Fujian, sektor listrik diambil secara keseluruhan. Untuk menggambarkan
karakteristik sektor ketenagalistrikan, sektor ketenagalistrikan perlu dipecah lebih lanjut. Proses
pemisahan pertama perlu menentukan komposisi berbagai jenis sumber daya dan transmisi dan
distribusi dalam biaya listrik.
2. Kuantitas fisik yang sesuai dapat dihitung menurut equation 8 untuk setiap satu unit konsumsi listrik.
Diantaranya, λ adalah proporsi biaya listrik yang ditempati oleh transmisi dan distribusi, ηi adalah
proporsi sumber daya yang berbeda dalam struktur tenaga listrik, PEi adalah harga catu daya yang
berbeda. Sistem konversi kuantitas kuantitas fisik dapat diperoleh dengan equation 9, ini
menunjukkan berapa banyak kWh konsumsi daya aktual sesuai dengan nilai konsumsi daya per satu
yuan Cina.
Fujian Input-Output Table
Tabel Input-Output adalah kunci untuk membangun model CGE, dan penyusunannya membutuhkan data akuntansi
ekonomi nasional secara detail. Saat ini, data terbaru di Provinsi Fujian adalah Tabel Input-Output Fujian 2017 yang
disusun pada tahun 2020, yang berisi 142 departemen. Untuk memfasilitasi konstruksi model, penelitian ini
menggabungkan dan membagi tabel Input-Output dan departemen produksi dan pasokan listrik dibagi menjadi
departemen transmisi dan distribusi dan enam departemen pembangkit listrik. Dengan penggabungan departemen
sesuai fitur industri, dan akhir tabel Input-Output dari 30 sektor dapat diperoleh seperti dibawah ini.
Marginal impact of different power source growth
Figure 4 shows bahwa hanya peningkatan proporsi tenaga air
yang akan menghasilkan peningkatan output ekonomi yang
positif. Peningkatan proporsi tenaga nuklir, tenaga angin, dan
PV akan menyebabkan penurunan output ekonomi, dan PV
memiliki dampak terbesar pada output ekonomi.

Sebaliknya, pertumbuhan hydro akan menyebabkan harga


listrik turun, sedangkan pertumbuhan tenaga nuklir, tenaga
angin, dan fotovoltaik akan menyebabkan harga listrik naik.
Marginal impact of different power source growth
Rencana Lima Tahun ke-13 Provinsi Fujian dan struktur pembangkit listrik tahun 2017, perubahan struktur TL Fujian
tahun 2020 dihitung dan perubahan keseluruhan dalam struktur TL disimulasikan. Menurut tingkat pertumbuhan
struktur catu daya yang berbeda dalam Rencana Lima Tahun, tingkat pertumbuhan tahunan dari instalasi catu daya yang
berbeda dapat dihitung. Dengan syarat jam operasi pembangkitan tetap tidak berubah, laju pertumbuhan catu daya
terpasang sama dengan pertumbuhan pembangkitan, maka perubahan struktur TL dapat diperhitungkan.

Tabel 2 shows, tenaga angin (WT) dan PV tumbuh paling besar. Selama periode “Rencana Lima Tahun ke-13”, WT
meningkat sebesar 184%, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 23,22%. PV naik 500%, dengan growth rate sebesar
43,10%. Hydro hampir tidak berubah. Dibandingkan tahun 2017, dalam struktur konsumsi energi Fujian pada tahun 2020,
proporsi WT, PV, dan hydro berubah masing-masing sebesar 2,2, 0,95, dan 3,64%.
Impact on Macroeconomic
Tabel 3 mencantumkan hasil simulasi
dampak ekonomi makro. Transisi struktur
tenaga listrik akan mengurangi PDB Fujian
sebesar 0,08%. Namun, dampaknya
bervariasi di seluruh sektor nasional.
Dibandingkan dengan energi fosil, sektor
EBT memiliki nilai tambah yang lebih tinggi
sehingga menghasilkan pendapatan yang
lebih tinggi untuk rumah tangga dan
perusahaan. Secara keseluruhan tingkat
beban pajak di sektor EBT rendah dan
bahkan diperlukan subsidi, sehingga
menurunkan pendapatan pemerintah. Harga
listrik riil akan naik sebesar 1,64% karena
biaya pembangkit listrik yang lebih tinggi
dari sumber EBT, yang juga akan berdampak
negatif pada konsumsi, investasi, dan ekspor
netto
Paper’s Conclusions
Paper ini menerapkan model CGE provinsi untuk
menganalisis biaya Energy Transition ke EBT,
mengambil Fujian sebagai studi kasus. Hasil simulasi
menunjukkan bahwa pertumbuhan PLTA akan
menyebabkan harga listrik turun, dan berdampak
positif pada keluaran bruto. Namun, pertumbuhan
tenaga nuklir, WT, dan PV akan menyebabkan harga
listrik naik dan berdampak negatif terhadap
perekonomian. Menurut Rencana Lima Tahun ke-13
Provinsi Fujian, transisi energi akan menaikkan
harga listrik aktual sekitar 1,6%, dan PDB akan turun
sebesar 0,08%. Konsumsi listrik tiap-tiap sektor juga
akan terpengaruh. Secara keseluruhan, dampak
marjinal dari substitusi energi terhadap
perekonomian adalah signifikan. Oleh karena itu,
pola pengembangan energi masa depan
Fujian harus secara bertahap beralih ke
sistem energi bersih.
Summary
1. Dekarbonisasi adalah proses pengurangan emisi karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari aktivitas manusia di
atmosfer dengan tujuan menghilangkan emisi karbon dioksida kita.
2. Paris Agreement 2015 menghasilkan komitmen Bersama negara-negara di dunia untuk mengurangi efek Gas Rumah
Kaca (GRK) dengan cara melaksanakan Langkah Dekarbonisasi dengan Menjalankan Transisi Energi
3. The industrial sector will remain critical to decarbonization, but challenges persist:
• Lack of strong policy and financial incentives
• Long process equipment lifespans; high capital costs
• Real and perceived risk of disruptive technology adoption
• Pervasive knowledge and financial barriers
4. Technology pathways exist, but must be accelerated
• New pathways must emerge to reduce heavy reliance on carbon capture
5. Increased attention, support, and engagement is critical
• Perusahaan Swasta dan Public-private partnerships must play a key role
6. Transisi energi dengan menambah alokasi pembangkit EBT dapat menyebabkan tarif listrik suatu wilayah akan
naik, dan Gross Domestic Product akan turun, dan juga dapat menyebabkan konsumsi tenaga listrik terpengaruh.
References
1. Tip Huizenga, Koen Vermeltfoort, Kassia Yanosek, “Introduction: Navigating decarbonization and energy transition in the built world”,
Voices on Infrastructure, McKinsey & Company, July 28, 2021.
2. PLN, “JETP’s Pathway towards Energy Transition,” PLN Corporate Report, February 2023.
3. PT PLN (Persero), “Electricity Business Plan (RUPTL) 2021-30, 28 September 2021, Jakarta, Indonesia.
4. Gilbert M. Masters, “Renewable and Efficient Electric Power Systems,” Wiley/IEEE Press, 2011.
5. Math H. J. Bollen and Fainan Hassan, Integration of Distributed Generation in the Power System, Wiley/IEEE Press, 2011.
6. Kementerian ESDM, "Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) Indonesia," https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/potensi-
energi-baru-terbarukan-ebt-indonesia, Agustus 2008.
7. World Bank Group, "Evaluation of theWorld Bank Group’s Support for Electricity Supply from Renewable Energy Resources 2000–
2017," Independent Evaluation Group, October 2020.
8. Florian Heineke, Nadine Janecke, Holger Klärner, Florian Kühn, Humayun Tai, and Raffael Winter, “Renewable-energy development in
a net-zero world,” McKinsey’s Electric Power & Natural Gas Practice, https://www.mckinsey.com/industries/electric-power-and-natural-
gas/our-insights/renewable-energy-development-in-a-net-zero-world, October 2022.
9. International Monetary Fund, “World Economic Outlook October 2022,” Washington, DC 20090, USA, October 2022.
10. Laurence Tubiana, “COP21 – Next Steps to Accelerate Action”, Standford Education, October 31, 2016
11. Jason Finkelstein, David Frankel, Jesse Noffsinger, “How to decarbonize global power systems”, Electric Power and Natural Gas,
McKinsey & Company, May 19, 2020.
12. Lin, Changyong & Li, Yuanfei & Cai, Qiyuan & Shi, Pengjia & Song, Malin & Wu, Wei. (2021). Evaluation on the Cost of Energy
Transition: A Case Study of Fujian, China. Frontiers in Energy Research. 9. 630847. 10.3389/fenrg.2021.630847.
Terima kasih - Thank You - Merci

Ignatius Rendroyoko
Institut Teknologi PLN - Februari 2023
Frontiers in Energy Research - Journal

You might also like